Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udara merupakan faktor yang penting dalam hidup dan kehidupan. Namun pada

era modern ini, pencemaran udara merupakan salah satu kerusakan lingkungan yang

menyebabkan turunnya kualitas udara karena masuknya unsur-unsur berbahaya ke

atmosfer bumi. Unsur-unsur berbahaya yang masuk ke dalam atmosfer tersebut bisa

berupa karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), Chloro Fluoro Carbon (CFC),

sulfur dioksida (SO2), hidrokarbon (HC), benda partikulat, timah (Pb), dan karbon dioksida

(CO2). Unsur-unsur tersebut bisa disebut juga sebagai polutan atau jenis-jenis bahan

pencemar udara. Masuknya polutan ke dalam atmosfer yang menjadikan

terjadinya pencemaran udara. Pada Musim kemarau pencemaran udara paling sering

ditimbulkan oleh kebakaran hutan atau lahan.

Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia secara umum disebabkan oleh

dua faktor. Pertama, karena faktor kelalaian manusia yang sedang melaksanakan

aktivitasnya di dalam hutan. Kedua, karena faktor kesengajaan, yaitu kesengajaan

manusia yang membuka lahan dan perkebunan dengan cara membakar. Kebakaran

hutan terjadi karena faktor kelalaian manusia dan faktor kesengajaan membakar hutan.

Seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan terutama di daerah sekitar Banjarmasin,

Gambut, Banjarbaru dan Martapura dimana pembukaan lahan dengan cara membakar

dilakukan pada saat pembukaan lahan baru atau untuk peremajaan tanaman industri

pada wilayah hutan. Pembukaan lahan dengan cara membakar dilakukan karena

biayanya murah, tapi jelas cara ini tidak bertanggung jawab dan menimbulkan dampak

yang sangat luas. Kerugian yang ditimbulkannya juga sangat besar. Kebakaran hutan dan
lahan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan, kabut asap dapat menyebabkan

ganguan terhadap kesehatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor Penyebab Kebakaran

Penyulut awal api (trigger) yang selama ini telah diketahui di hutan hutan rawa

gambut Indonesia umumnya adalah :

2.1.1 Pembakaran Lahan Tidur dan Penguasaan Lahan

Pembukaan lahan tidur sering terjadi di kiri dan kanan jalan raya Palangkaraya

hingga Kota Sampit. Pemilik lahan tidur membakar lahannya pada saat musim kering agar

lahannya tidak menjadi hutan dan untuk menunjukkan kepemilikan saat ada pembeli.

2.2 Kebakaran Lahan Gambut

Kebakaran lahan gambut lebih berbahaya dibandingkan kebakaran pada lahan

kering (tanah mineral). Selain kebakaran vegetasi di permukaan, lapisan gambut juga

terbakar dan bertahan lama, sehingga menghasilkan asap tebal akibat terjadi

pembakaran tak-sempurna. Limin et al. (2003) menyatakan bahwa kedalaman lapisan

gambut terbakar rata-rata 22.03 cm (variasi antara 0 – 42.3 cm) namun pada titik tertentu

lapisan dapat terbakar mencapai 100 cm. Oleh karena itu pemadaman kebakaran pada

lahan gambut sangat sulit dan memerlukan banyak air. Pengalaman TSA sejak 1997,

Limin et al. (2003) melaporkan bahwa untuk memadam total seluas 1m2 lahan gambut

diperlukan air sebanyak 200 – 400 liter sebagai pengaruh dari kerapatan limbak gambut.

Proses kebakaran adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan api, bahan

bakar, faktor iklim termasuk ketinggian dan meteorologi. Pembakaran bahan organik

adalah proses oksidasi yang menghasilkan uap air dan karbondioksida (CO2) sehingga

terbentuk senyawa yang tidak teroksidasi sempurna (misalnya karbon monoksida) atau

terbentuk senyawa tereduksi (misalnya metana dan amonia). Senyawa ini ditemukan
alam asap yang terdiri dari partikel terhirup iritan dan gas serta dalam beberapa kasus

mungkin karsinogenik. Asap sendiri adalah kompleks campuran dengan komponen yang

bergantung pada jenis bahan bakar, kadar air, bahan bakar aditif seperti pestisida yang

disemprot pada dedaunan atau pohon.

2.2.1 Penyebab Kebakaran Hutan Dan Lahan Gambut

Lebih dari 99% penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut adalah akibat ulah

manusia, baik yang sengaja melakukan pembakaran ataupun akibat kelalaian dalam

menggunakan api. Hal ini didukung oleh kondisi-kondisi tertentu yang membuat rawan

terjadinya kebakaran, seperti gejala El Nino, kondisi fisik gambut yang terdegradasi dan

rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat. Penyebab kebakaran oleh manusia dapat

dirincikan sebagai berikut:

 Pembakaran vegetasi Kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal

dari pembakaran vegetasi yang disengaja tetapi tidak dikendalikan pada

saat kegiatan, misalnya dalam pembukaan areal HTI dan perkebunan serta

penyiapan lahan pertanian oleh masyarakat.

 Aktivitas dalam pemanfaatan sumber daya alam Kebakaran yang

disebabkan oleh api yang berasal dari aktivitas manusia selama

pemanfaatan sumber daya alam, misalnya pembakaran semak belukar

yang menghalangi akses mereka dalam pemanfaatan sumber daya alam

serta pembuatan api untuk memasak oleh para penebang liar dan pencari

ikan di dalam hutan. Keteledoran mereka dalam memadamkan api dapat

menimbulkan kebakaran.

 Penguasaan lahan Api sering digunakan masyarakat lokal untuk

memperoleh kembali hak-hak mereka atas lahan (Tacconi, 2003).


2.3 Karateristik Asap Kebakaran

Beberapa faktor yang berperan seperti cuaca, fase kebakaran dan struktur tanah

dapat mempengaruhi sifat api dan efek asap kebakaran. Secara umum cuaca berangin

membuat konsentrasi asap lebih rendah karena asap akan bercampur dengan udara.

Sistem cuaca regional akan membuat api kebakaran menyebar lebih cepat dan membawa

dampak yang lebih besar. Intensitas panas, khususnya saat awal kebakaran akan

membawa asap ke udara dan menetap, kemudian turun jika suhu menurun. Asap

kebakaran pertama biasanya langsung dibawa angin sehingga menjadi prediksi area

yang terbakar. Beberapa produk pembakaran dikategorikan sebagai berikut :

 Partikel

 Polynuclear aromatic hydrocarbon

 Karbon monoksida

 Aldehid

 Asam organik

 Semivolatile dan senyawa organik yang mudah menguap

 Radikal bebas

 Ozon

 Fraksi partikel anorganik.

2.3 Komposisi Asap Kebakaran

Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang terdifusi

di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida dan mineral.

Ribuan komponen lainnya dapat ditemukan tersendiri dalam asap. Komposisi asap

tergantung dari banyak faktor, yaitu jenis bahan pembakar, kelembaban, temperatur api,
kondisi angin dan hal lain yang mempengaruhi cuaca, baik asap tersebut baru atau lama.

Jenis kayu dan tumbuhan lain yang terdiri dari selulosa, lignin, tanin, polifenol, minyak,

lemak, resin, lilin dan tepung, akan membentuk campuran yang berbeda saat terbakar.

2.4 Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan

Dampak kebakaran hutan dan lahan gambut Kebakaran hutan/lahan gambut

secara nyata berpengaruh terhadap terdegradasinya kondisi lingkungan, aspek sosial

ekonomi bagi masyarakat, indeks pencemaran udara dan kesehatan manusia.

Perubahan kualitas fisik gambut (penurunan porositas total, penurunan kadar air

tersedia, penurunan permeabilitas dan meningkatnya kerapatan lindak). Perubahan

kualitas kimia gambut (peningkatan pH, kandungan N-total, kandungan fosfor dan

kandungan basa total yaitu Kalsium, Magnesium, Kalium, dan Natrium, tetapi terjadi

penurunan kandungan C-organik). Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut

karena mikroorganisme yang mati akibat kebakaran, suksesi atau perkembangan

populasi dan komposisi vegetasi hutan juga akan terganggu (benih-benih vegetasi di

dalam tanah gambut rusak/terbakar) sehingga akan menurunkan keanekaragaman

hayati.

Rusaknya siklus hidrologi (menurunkan kemampuan intersepsi air hujan ke dalam

tanah, mengurangi transpirasi vegetasi, menurunkan kelembaban tanah, dan

meningkatkan jumlah air yang mengalir di permukaan (surface run off). Kondisi demikian

menyebabkan gambut menjadi kering dan mudah terbakar, terjadinya sedimentasi dan

perubahan kualitas air serta turunnya populasi dan keanekaragaman ikan di perairan.

Selain itu kerusakan hidrologi di lahan gambut akan menyebabkan jangkauan intrusi air

laut semakin jauh ke darat. Gambut menyimpan cadangan karbon, apabila terjadi

kebakaran maka akan terjadi emisi gas karbondioksida dalam jumlah besar.
2.5 Pengaruh Kebakaran Hutan Dan Lahan Terhadap Indeks Pencemaran Udara

Beberapa negara seperti Singapura dan Brunei Darusalam menggunakan

pollutant standard index (PSI) yang dikeluarkan oleh United States Evironmental

Protection Agency (USEPA) untuk melaporkan konsentrasi populasi udara sehari-hari.

Indonesia menggunakan istilah Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) atau PSI

dengan pembagian sebagai berikut :

Indeks Standar Pencemaran Udara di Indonesia

No. Kadar Kategori

1. PSI 0 – 50 Sehat

2. PSI 51- 100 Sedang

3. PSI 101 – 199 Tidak Begitu Baik

4. PSI 200 - 299 Tidak Sehat

5. PSI 300 – 399 Berbahaya

6. PSI ≥400 Sangat Berbahaya

Udara tercemar akan masuk ke dalam tubuh manusia dan mungkin

mempengaruhi paru dan saluran napas. Komponennya juga diedarkan ke seluruh tubuh;

artinya selain terhisap langsung, manusia dapat

menerima akibat buruk polusi ini dan secara tidak langsung dapat mengkonsumsi zat

makanan atau air yang terkontaminasi. Polusi udara lain yang berdampak buruk pada

kesehatan adalah Ozon (O3), radiasi pengion. Penilaian polusi udara perlu

memperhatikan beberapa hal meliputi :


 Partikel: TSP, PM 10, PM 2,5, PM 1,0

 Gas: CO, NOx , SO2

 Variasi geografis

 Variasi cuaca

 Faktor meteorologi.

Asap biomassa yang keluar pada kebakaran hutan mengandung beberapa

komponen yang dapat merugikan kesehatan baik dalam bentuk gas maupun

partikel. Komponen gas dalam biomassa besar yang mengganggu kesehatan adalah

karbon monoksida (CO), sulfurdioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan aldehid.

Beberapa senyawa lain seperti ozon (O3), karbon dioksida (CO2) dan hidrokarbon juga

mempunyai dampak buruk terhadap paru.

2.5.1 Pengaruh Kebakaran Lahan Terhadap Kesehatan

Pengaruh asap terhadap kesehatan terjadi melalui berbagai mekanisme, antara

lain iritasi langsung, kekurangan oksigen yang menimbulkan sesak napas, serta absorpsi

toksin. Cedera termal (luka bakar) terjadi pada daerah terkena pada permukaan eksternal

tubuh, termasuk hidung dan mulut. Luka bakar di bawah trakea jarang terjadi karena

adanya efisiensi saluran napas bagian atas yang menyerap panas. Kematian karena

menghirup asap tanpa luka bakar jarang terjadi (sekitar < 10 %). Sedangkan kematian

karena menghirup asap dengan luka bakar lebih sering yaitu sekitar (30-50%).

Asap menimbulkan iritasi mata, kulit dan gangguan saluran pernapasan yang lebih berat,

fungsi paru berkurang, bronkitis, asma eksaserbasi, dan kematian dini. Selain itu

konsentrasi tinggi partikel-partikel iritasi pernapasan dapat menyebabkan batuk terus-

menerus, batuk berdahak, kesulitan bernapas dan radang paru.


2.6 Upaya Yang Harus Dilakukan Untuk Mencegah Kebakaran Lahan

Upaya terbaik tentu mencegah kebakaran hutan, ini perlu jadi prioritas utama.

Karena keterbatasan sarana kesehatan dalam mencegah bahaya kebakaran hutan maka

usaha pencegahan paling utama adalah mengatasi sumbernya yaitu memadamkan

kebakaran itu sendiri. Perlu dibina kerjasama lintas sektoral kesehatan, lingkungan hidup

dan pihak meteorologi yang baik untuk memantau polusi akibat kebakaran hutan. Kalau

asapnya telah menyebar, perlu dilakukan berbagai tindakan untuk melindungi masyarakat

luas dari pajanan asap. Masyarakat sedapat mungkin melindungi dirinya sendiri dari

pajanan asap dan pemerintah setempat memberikan penyuluhan tentang bahaya dan

cara pencegahan kebakaran hutan.

Pencegahan kebakaran hutan dapat dimulai dari para pengguna api lahan. Para

pengguna api baik masyarakat maupun perusahaan dapat diperankan sebagai pencegah

api liar (wild fire) awal sebelum api menyebar ke lokasi-lokasi lain yang tidak diinginkan.

Apabila api liar telah menyebar secara luas ke seluruh arah, ia akan menjadi bencana

kebakaran yang sangat sulit untuk dipadamkan sekalipun menggunakan alat teknologi

tinggi. Beberapa kali peristiwa kebakaran besar di rawa gambut telah menjadi pelajaran

bagi pelaksana pengendali kebakaran untuk menentukan strategi pengendalian melalui

kegiatan pencegahan dan pemadaman dini kebakaran.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Dampak Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Lahan Gambut


Dampak dari kebakaran hutan dan pencemaran udara akibat kabut asap yang
berkepanjangan sangat berpengaruh terhadap terdegradasinya kondisi lingkungan,
aspek sosial ekonomi masyarakat, indeks pencemaran udara dan kesehatan manusia.
Menurut analisa Greenpeace (2015), terdapat kaitan antara kebakaran hutan
dengan deforestasi lahan gambut di Kalimantan dan Sumatera. Banyak dari lahan gambut
ini akan dibuka untuk sektor perkebunan. Lahan gambut Indonesia merupakan salah satu
tempat penyimpanan karbon terbesar di dunia. Pembukaan dan pengeringan lahan
gambut, terutama untuk sektor perkebunan menciptakan kondisi dimana api akan
membara, melepaskan banyak CO2 sehingga dapat mencemari udara dan merusak iklim
global.
Dampak lain juga dirasakan pada aspek sosial ekonomi yaitu, seperti
terganggunya aktivitas masyarakat karna kabut asap, meningkatnya pengeluaran
pemerintah akibat biaya untuk pemadaman dan tidak luput juga bidang kesehatan.
Asap dari kebakaran ini mengganggu kesehatan masyarakat, tidak hanya di desa-
desa tetapi juga daerah perkotaan diseluruh wilayah tersebut. Pengaruh asap
menimbulkan gangguan saluran pernapasan yang lebih berat, fungsi paru berkurang,
bronkitis, asma eksaserbasi, dan kematian dini. Selain tiu konsentrasi tinggi partikel-
partikel iritasi pernapasan dapat menyebabkan batuk terus-menerus, batuk berdahak,
kesulitan bernapas dan radang paru. Materi partikulat juga dapat mempengaruhi sistem
kekebalan tubuh dan fisiologi melalui mekanisme terhirupnya benda asing ke paru.
Dampak yang ditimbulkan tergantung dari individu seperti umur, penyakit pernapasan
sebelumnya, infeksi dan kardiovaskuler dan ukuran partikel (Schwela, 2001). Penurunan
kualitas udara sampai taraf membahayakan kesehatan dapat menimbulkan dan
meningkatkan penyakit saluran napas seperti infeksi saluran napas akut (ISPA).
3.2 Pengendalian, Pencegahan dan Pencemaran Udara Akibat Kebakaran hutan
Upaya terbaik tentu mencegah kebakaran hutan, ini perlu jadi prioritas utama.
Karena keterbatasan saranan kesehatan dalam menangani bahaya kebakaran hutan
maka pencegahan paling utama yaitu mengatasi sumbernya dengan memadamkan
kebakaran itu sendiri. Perlu dibina kerjasama lintas sektoral kesehatan, lingkungan hidup
dan pihak meteorologi yang baik untuk memantau polusi akibat kebakaran hutan. Kalau
asapnya telah menyebar, perlu dilakukan berbagai tindakan untuk melindungi masyarakat
luas dari pajanan asap (Aditama, 1999). Masyarakat sedapat mungkin melindungi dirinya
sendiri dari pajanan asap dan pemerintah setempat memberikan penyuluhan tentang
bahaya dan cara pencegahan kebakaran hutan (Brauer, 2007).
Saat ini cara pencegahan yang banyak digunakan adalah pemakaian masker
karena relatif murah dan dapat disebarluaskan tetapi efektivitasnya masih dipertanyakan.
National Institiute of Occuposional Safety and Health (NIOSH) telah melakukan pengujian
di Amerika Serikat dan menetapkan beberapa jenis masker yang mampu menyaring lebih
dari 99% partikel silika berukuran 0,5 µm. beberapa badan kesehatan lain
merekomendasikan masker yang baik yaitu mampu menyaring lebih dari 95% partikel >
0,3 µm dan biasanya diberi kode R95, N95, atau P95. Masker ini harus dipasang dengan
cukup rapat sehingga udara tidak dapat masuk di sela-sela pingguiran, masker dan kulit
wajah; hal yan tidak mudah dilakukan. Alat bantu napas bisa digunakan setelah
penatalaksanaan lain yang lebih efektif, antara lain dengan mengurangi pajanan,
termasuk tinggal di dalam rumah, dan mengurangi aktivitas, terutama pada individu yang
sensitif (Englert, 2004).
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

 Upaya pencegahan kebakaran hutan yang menjadi prioritas utama yaitu dengan

mengatasi sumber kebakaran, melakukan pembinaan kerjasama antara sektoral

kesehatan, lingkungan hidup dan pihak meteorologi yang baik untuk memantau polusi

akibat kebakaran hutan, penyuluhan oleh pemerintah daerah setempat tentang bahaya

dan cara pencegahan kebakaran hutan kepada masyarakat. Salah satu cara pencegahan

penyakit yang ditimbulkan dari asap kebakaran yang banyak digunakan adalah pemakaian

masker karena relatif murah. Masker yang baik yaitu mampu menyaring lebih dari 95%

partikel > 0,3µ dan biasanya diberi kode R95, N95, atau P95 dengan pemasangan yang

tepat agar lebih efektif.

 Dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara akibat kebakaran hutan, yaitu :

 Terdegradasinya kondisi lingkungan


 Berpengaruh pada aspek sosial ekonomi masyarakat
 Berpengaruh pada indeks standar pencemaran udara
 Menurunnya kesehatan manusia.
4.2 Saran
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya mengenai dampak,
pencegahan, pengendalian dan K3 dari pencemaran udara akibat kebakaran hutan agar
dapat menjaga kondisi lingkungan tetap baik.

Anda mungkin juga menyukai