Anda di halaman 1dari 40

Penyesuaian Dosis Gentamicin untuk Pasien Gagal Ginjal

Kronis dan Infeksi Saluran Kemih (ISK)

PROPOSAL

Disusun oleh:
Reza Yozani Tjipto 114217520
Michael Irawan 114217525
M. Hardika Adi Saputra 114217542
Wydia Opsitari 114217547
Titah Arya M. 114217611
Linda Weni Melianawati 114217619
Ni Luh Putu Evayanti 114217630
Ilmi Anna 114217644

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


ANGKATAN 55
UNIVERSITAS SURABAYA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gagal ginjal kronis saat ini menjadi perhatian masyarakat global dengan
prevalensi yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi.
Meningkatnya prevalensi gagal ginjal kronis beriringan dengan meningkatnya jumlah
penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. Menurut
rise t ( Hill et, all, 2016) memaparkan prevalensi global gagal ginjal kronis sebesar
13,4%. Di Indonesia sendiri perawatan penyakit ginjal menempati urutan ke dua dari
pembiayaan terbesar dari BPJS setelah penyakit jantung (Kemenkes, 2017).
Sedangkan prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di
Indonesia rata-rata sebesar 0,2 %. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar
0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4%. Sementara
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, dan Jawa Timur masing-masing 0,3% (Riskesdas, 2013).
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah kondisi dimana bertumbuh dan berkembang
biaknya kuman atau mikroba dalam jumlah bermakna yaitu 105 CFU (Colony
Forming Unit) atau lebih dalam setiap milimiter urin segar (UKK Nefrologi IDAI,
2011).
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan urine dan
berbagai saluran dan reservoar yang dibutuhkan untuk membawa urin ke luar tubuh.
Ginjal yang merupakan organ berbentuk kacang dengan posisi ginjal kanan lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati (Sylvia, 2006)
Gentamisin merupakan golongan aminoglikosida yang efektif untuk
mikroorganisme gram positif dan negatif. (Katzung, 2012, p. 825). Gentamisin
digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri gram negatif termasuk Pseudomonas,
Proteus, Serratia dan gram positif Staphylococcus, infeksi tulang, infeksi saluran
pernapasan, kulit, jaringan, abdomen, saluran urinary, septicemia; untuk pengobatan
endokarditis (Drug Information Handbook 25th edition, 2016). Golongan
aminoglikosida berikatan dengan subunit ribosom bakteri pada 30S dan sampai batas
50S sehingga menghambat sintetis protein dan menyebabkan kesalahan transkripsi
dari kode genetik bakteri (MD 38th edition, 2014).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1) Apakah terdapat interaksi obat antara gentamisin dan furosemid?
2) Bagaimana perhitungan dosis gentamisin pada sebelum, pada saat dan
sesudah pasien melakukan hemodialisis?
3) Bagaimana merancang dalam prediksi dosis dan interval pemberian
gentamisin pada pasien Gagal Ginjal Kronis dan Infeksi Saluran Kemih
(ISK)?
4) Bagaimana penyesuaian dosis gentamisin pada penyakit Gagal Ginjal
Kronis dan Infeksi Saluran Kemih?

1.3 TUJUAN
1) Mengetahui interaksi pada obat furosemid dan gentamisin
2) Mengetahui dosis gentamisin sebelum, pada saat, dan sesudah
melakukan hemodialisis
3) Mengetahui prediksi dosis dan interval pemberian gentamisin pada
pasien Gagal Ginjal Kronis dan Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
4) Mengetahui dosis penyesuaian Gentamisin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GAGAL GINJAL KRONIS

Gagal ginjal kronis merupakan suatu proses berlanjut secara signifikan, penurunan
nefron yang irreversible dan biasanya pada stage 3-5. Sedangkan penyakit ginjal tahap
akhir (ESRD) menunjukkan tahapan penyakit gagal ginjal kronis ditandai dengan
akumulasi dari toksin-toksin, cairan, dan elektrolit yang secara normal diekskresi ginjal
sehingga menimbulkan uremik sindrom. Sindrom ini sangat fatal karena berujung
kematian kecuali toksin tersebut dibuang melalui renal replacement therapy (RRT)
menggunakan dialisis atau transpantasi ginjal (Ari, 2015)
Pemeriksaaan adanya gangguan kerusakan ginjal dapat melalui pemeriksaan
kratinin serum ataupun klirens kreatinin. Kreatinin dapat dilakukan pemeriksaan untuk
fungsi ginjal dengan nilai nilai normal adalah 0,6-1,3 mg/Dl. Pada kondisi fungsi ginjal
normal, kreatinin dalam darah ada dalam jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada
penurunan fungsi ginjal. Serum kreatinin berasal dari massa otot, tidak dipengaruhi oleh
diet, atau aktivitas dan diekskresi seluruhnya melalui glomerulus. Tes kreatinin berguna
untuk mendiagnosa fungsi ginjal karena nilainya mendekati glomerular filtration rate
(GFR).
Pemeriksaan fungsi ginjal lain dapat dilakukan melalui kreatinin urin /klirens
kreatinin.
Tabel 2.2 Kategori kerusakan ginjal berdasarkan kreatinin serum dan klirens

Derajat kegagalan ginjal Klirens Kreatinin Serum kreatinin(mg/dl)


(ml/menit)
Normal >80 1,4
Ringan 57-79 1,5-1,9
Moderat 10-49 2,0-6,4
Berat <10 >6,4
Anuria 0 >12
(Kemenkes, 2011)
2.2 INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Proses masuknya mikroorganisme kedalam saluran kemih dipengaruhi oleh beberapa


faktor, yaitu :
1. Faktor anatomi
Infeksi saluran kemih lebih banyak pada wanita dari pada laki – laki,
disebabkan oleh bentuk anatomi uretra pada wanita lebih pendek dan terletak
dekat anus.
2. Faktor tekanan air kemih pada waktu buang air kecil
Mikroorganisme akan naik ke kandung kemih pada waktu buang air kecil
karena tekanan air kemih. Dan selama buang air kecil terjadi refluks kedalam
kandung kemih setelah pengeluaran air kemih
3. Faktor lain
Misal kebersihan dari alat kelamin bagian luar dan perubahan hormonal
pada waktu menstruasi (Tessy, 2001 ).

Manifestasi klinis menurut jenis kelaminnya, gejala yang lazim ditemukan yaitu:
1. Pada wanita
a. Sistitis, dengan gejala : merasa ingin buang air kecil, demam ringan, rasanya seperti
terbakar bahkan adanya darah dalam air kemih.
b. Sindrom uretra, dengan gejala : rasa nyeri pada perut bagian bawah dan sering buang
air kecil.
c. Pyelonefritis, dengan gejala : rasa nyeri pada pinggang belakang disertai demam.
Walaupun jarang terjadi, namun penyakit ini perlu diwaspadai karena bisa merusak
ginjal.
2. Pada laki – laki
a. Prostatis, dengan gejala : sering buang air kecil , demam, terasa terbakar saat buang
air kecil, nyeri pinggang, dan prostate bengkak.
b. Sistitis, dengan gejala : demam ringan, sering buang air kecil, dan adanya darah
dalam air kemih. Gejala ini bisa timbul oleh karena bakteri atau obstruksi seperti
pembesaran prostate.
c. Uretritis, dengan gejala : keluarnya cairan pada uretra, terasa terbakar saat buang air
kecil, dan nyeri pada penis atau uretra.
Sedangkan pada lokalisasi terjadinya infeksi saluran kemih, gejala yang lazim
ditemukan yaitu:
1) Infeksi saluran kemih bagian atas
Gejala : nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria
makroskopis.
2) Infeksi saluran kemih bagian bawah
Gejala : sering kencing, rasa panas atau terbakar dikandung kemih, dan nyeri
suprapubik (Siregar, 2000).

2.3 GENTAMISIN
Gentamicin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang memiliki
mekanisme aksi yaitu dengan menghambat sintesis proteindengan mengikat pada sub unit
ribosom 30S dari bakteri dan merupakan antibiotik yang efektif terhadap infeksi dari
bakteri gram negative. Gentamisin diisolasi dari Micromonospora purpurea.Efektif untuk
mikroorganisme gram positif dan negatif.(Katzung, 2012, p. 825).

Gambar 2.1. Struktur molekul Gentamisin

Gentamisin digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri gram negatif termasuk


Pseudomonas, Proteus, Serratia dan gram positif Staphylococcus, infeksi tulang, infeksi
saluran pernapasan, kulit, jaringan, abdomen, saluran urinary, septicemia; untuk
pengobatan endokarditis (Aberg et al.,2008, p.3358).
Cara mengamati kadar obat dalam darah dengan mengambil sebanyak 0.5ml darah
yang kemudian ditampung dalam green top plasma tube dan kemudian dilakukan
pengujian di laboratorium yang tersedia 24 jam sehari dan hasilnya dapat diberikan dalam
waktu 1-2 jam. Pemberian pada pasien dengan disfungsi ginjal maka pengamatan kadar
obat dalam darah tiap pemberian dosis.
Efek samping yang terjadi pada pemberian gentamicin adalah nephrotoxicity,
ototoxicity, dan blokade neuromuscular. Kemudian kontraindikasi pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan pemberian bersamaan dengan obat yang beresiko ototoxicity
atau nephrotoxicity.

Farmakodinamik dan Farmakokinetika (DIH, ed 20 p 800-802)


IM: Cepat dan sempurna
Distribusi: Hidrofilik, terdistribusi di ekstraseluler, terkonsentrasi tertinggi di renal,
Vd: meningkatkan edema, ascites, berkurang dengan dehidydrasi
Dewasa : 0,2-0,3 L/kg
Ikatan obat-protein: <30%
T 1/2 eliminasi:
Dewasa: 1,5-3 jam; ESRD: 36-70 jam
Waktu puncak: IV: 30 menit setelah diberikan infus selama 30 menit
Ekskresi: Urine (tidak dalam bentuk berubah)
Usual Dose:

I.M, I.V:

Konvensional: 1-2,5 mg/kg/dosis setiap 8-12 jam

Urinary Tract Infection: 1,5 mg/kg/ hari setiap 8 jam

Dosis interval pada gangguan renal:

Dosis konvensional:

o Clcr ≥ 60 mL/menit:berikan setiap (𝜏) 8 jam


o Clcr 40-60 mL/menit : berikan setiap (𝜏) 12 jam
o Clcr 20-40 mL/menit : berikan setiap (𝜏) 24 jam
o Clcr <20mL/menit : Loading dose, kemudian monitor

Parameter Monitoring: Urinalisis, Output urine, BUN, serum kreatinin. Monitoring

dilakukan sebelum, saat, dan setelah pemberian terapi terutama pada resiko terjadinya

ototoksisitas atau yang mendapat terapi yang lebih lama(> 2 minggu)


Interaksi yang terjadi pada golongan Aminoglikosida (BNF, 2017)

 Analgesik: konsentrasi plasma dari amikasin dan gentamisin di neonatus yang

memungkinkan peningkatan indometasin

 Analgesik: konsentrasi plasma absorbsi phenoxymethylpenicillin; meningkatkan

resiko nephrotoksisitas ketika aminoglikosida diberikan dengan colistimethate

sodium atau polymixin; meningkatkan resiko nefrotoksisitas dan ototoksisitas

ketika aminoglikosida diberikan dengan capromycin

 Antidiabetic: neomycin meningkatkan resiko hipoglikemi bila diberikan dengan

akarbose, dan berefek pada memburuknya pada gastrointestinal

 Diuretik: meningkatkan resiko ototoksisitas ketika aminoglikosida dengan diuretik

loop

 Vitamin: neomycin mengurangi absorbsi dari vitamin A

2.4 FUROSEMID

Gambar 2.2 Struktur Kimia Furosemid

Furosemidmerupakan antidiuretik golongan loop yang bekerja dengan


menghambat reabsorbsi Na dan Cl di lengkung Henle. Furosemid
Farmakodinamik dan Farmakokinetika (DIH ed 20, p 780 )
Onset of action : diuresis : Oral, im: 30 menit iv: 5 menit
Gejala simptomatik yang disertai dengan oedem pada paru-paru akut: dalam 15-20 menit;
terjadi utama untuk efek diuretik
Peak effect: oral, SL: 1-2 jam
Dosis:
Edema, dan gagal jantung:
IM, IV: awal: 20-40 mg/ dosis, jika respon tidak mencukupi dapat dilakukan peningkatan
dosis dari 20 mg/ dosis dan digunakan 1-2 jam setelah pemberian dosis sebelumnya(dosis
maksimal 200mg/dosis). Penentuan dosis sebaiknya diberikan 1 atau 2 kali walaupun
beberapa pasien mungkin membutuhkan dosis tambahan setiap 6 jam.
Continous: iv infus (Howard, 2001; Hunt, 2009); Awal: iv bolus dosis diberikan 20-40mg
setelah 1-2 menit, diikuti dengan iv continous. IV infus dosis diberikan 20-40 dosis
diberikan 10-40 mg/jam. Jika output urine <1ml/kg/jam, dosis double maksimal yang
diberikan adalah 80-160 mg/jam. Resiko yang berhubungan dengan laju infus(80-
160mg/jam) dapat dipertimbangkan alternatif lain.

Dosis penyesuaian pada gagal ginjal:


Acute renal failure:Dosis maksimal sampa 1-3 g/hari oral/iv dapat digunakan sebagai
awalan respon yang diinginkan; hindari pada pada oligouria.
Dialysis: Tidak hilang dalam hem atau peritonial dialysis; dosis tambahan tidak
diperlukan
Pertimbangan nutrisi: Dapat menyebabkan kehilangan potasium, tambahan suplemen
potasium dapat diberikan bila dibutuhkan
Penggunaan:
IV: injeksi IV dapat diberikan secara perlahan. Pada dewasa pada pemberian langsung
tanpa dilarutkan dapat digunakan pada kecepatan 20-40 mg /menit, pengaturan kecepatan
maksimal untuk infus intermittent jangka pendek adalah 4mg/menit,apabila ditingkatkan
dari dosis tersebut terjadi resiko ototoksisitas. Pada pasien anak, disaarankan maksimal
kecepatan adalah 0,5 mg/kg/menit.

2.5 HEMODIALISIS
Hemodialisis merupakan suatu metode yang sering dilakukan pada pasien dengan
gagal ginjal akut.Darah dipompa ke dializer melalui sebuah pompa roller pada laju 300-
450 ml/menit.Obat dan metabolitnya berdifusi dari darah melewati membran
semipermeabel, sehingga dapat dihilangkan. Pada proses hemodialisis yang melibatkan
pasien yang menerima oba-obatan terapi, laju obat yang diberikan dihilangkan tergantung
pada lajur alir darah ke mesin dialisis (Shargel, et al., 2012).
BAB III
TINJAUAN KASUS

Ilustrasi Kasus
Seorang pria bernama Tn. Bagus (usia 47 tahun, BB= 73kg, dan TB = 161 cm)
mengalami gangguan ginjal dengan klirens kreatinin= 10 mL/ menit dan
albuminuria= 250 mg/ hari. Pasien masuk RS (MRS) dengan keluhan mual, muntah,
dan dari pemeriksaan dokter diketahui tanda edema pada wajah, dan ekstrimitas,
dan paru. Pasien diberi antibiotik gentamisin karena Infeksi Saluran Kemih (ISK)
akibat batu saluran kemih dan pasien harus melakukan cuci darah secara
hemodialisis. Aliran darah masuk ke mesin 300ml/ menit, kadar gentamisin dalam
plasma yang masuk ke mesin 15 mg/L, dan kadar gentamisin dalam plasma saat
keluar dari mesin 5 mg/L. Data pasien Vd= 0,25 L/kg BB, kadar albumin darah 2,7
mg/Dl. Oleh karena itu, dokter memberikan furosemide 2 ampul untuk mengatasi
edema dan gentamisin untuk ISK. Kadar MEC gentamisin pasien pada ISK
diinginkan sekitar 4-6 mikrogram/ml.
Penyelesaian:
Diketahui:
Jenis kelamin : Laki-Laki
Berat Badan : 73 kg
Tinggi Badan : 161cm
Cl pasien : 10 ml/ menit =0,6 L/jam
t ½ normal : 2-3 jam (DIH 24th ed, 2015, p. 960)
2-3 jam (Sweetman, 2009, p. 284)

t ½ ESRF (End Stage Renal Failure) : 20 jam (Renal Drug Handbook 4th ed)
Q : 300 ml/menit
Ca : 15 mg/L
Cv : 5 mg/L

 Perhitungan Body Mass Index(BMI)


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔) 73 𝑘𝑔
BMI = = == 28,1 kg/m2
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (𝑚2 ) (1.61)2 𝑚2
Populasi Asia (kg/m2) Keterangan

< 18,5 Underweight

18,5-23 Normal

23-27,5 Overweight

≥27,5 Obesitas

(National Institute for Health and Care Excellence, 2013)

Berdasarkan klasifikasi dari populasi Asia, BMI 28,1kg/m2 termasuk ke dalam


golongan obesitas (BMI = 28,1 kg/m2), sehingga dilakukan perhitungan IBW (Ideal Body
Weight) (DIH 24th ed, 2015.p 960)
IBW = 50+ [(𝑇𝐵 − 152,4)𝑥 0,89]
= 50 + [(𝑇𝐵 − 152,4)𝑥 0,89]
= 57,7 kg
 Interaksi peresepan
1. Dosis Gentamisin sebelum hemodialisis (predialisis)
a. Maintenance Dose
b. Rekonstituti Gentamisin
c. Pemberian dosis Gentamisin Infus intravena intermitten
d. Loading Dose
2. Dosis Gentamisin Saat Hemodialisis
a. Klirens pasien saat dialisis
b. Dosis pada saat dialisis
3. Dosis Gentamisin Setelah Hemodialisis
 Interaksi Obat antara Gentamicin dan Furosemide

Interaksi obat terjadi secara serius. Salah satu diantaranya meningkatkan toksisitas
lainnya dengan efek sinergis dengan meningkatkan efek ototoksisitas dan nefrotoksisitas.
Hindari atau gunakan obat lainnya. Apabila digunakan,dapat dimonitoring adanya
penurunan potassium serum (https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker).
Sedangkan pada ( Stockley, 2008) interaksi terjadi hanya 20% pada penggunaan
furosemid dan gentamicin.

3.1. Perhitungan Parameter Farmakokinetik


Volume Distribusi
Gentamisin merupakan obat yang bersifat cukup hidrofilik dan mudah larut dalam
air. Gentamisin memang tidak terdistribusi dalam jaringan adiposa, namun jaringan
adiposa juga memiliki cairan ekstraselular sebesar ~40% yang dapat mempengaruhi
volume distribusi dari gentamisin. Sehingga perhitungan berat tubuh pasien perlu
disesuaikan dalam perhitungan volume distribusinya menjadi:

Vd = 0,25 L Kg-1 x (IBW + 0,4 (TBW - IBW))


Vd = 0,25 L Kg-1 x (57,7 + 0,4 (73 – 57,7))
= 15,955 L
Gentamisin secara signifikan diekskresi melalui urin dalam bentuk tidak berubah
(filtrasi glomerulus). Jadi terdapat hubungan langsung antara klirens kreatinin konstanta
eliminasi gentamisin.
k = 0,00293(ClCr) + 0,014 (Dipiro JT, 2010)
k = 0,00293 (10) + 0,014
k = 0,0433/jam
t½ px = 0,693/0,0433 = 16,0046 jam ~ 16 jam

Resiko ototoksik dan nefrotoksik dari aminoglikosida meningkat pada kadar


aminoglikosida yang tinggi pada plasma, maka dari itu perlu dilakukan monitoring
individual kadar aminoglikosida yang dibutuhkan dalam plasma. Pada pasien yang
mendapatkan multiple-dose regimens gentamisin, dosis perlu disesuaikan untuk
menghindari Cpss max lebih dari 10 mg/L, atau Cpss min kurang dari 2 mg/L. (Sweetman,
2009)

Perhitungan dosis gentamisin dan interval waktu pemberian infus intermitten


Perhitungan interval waktu pemberian infus intermitten (τ) dengan Cp ss max = 4
mg/L dan Cpss min = 3 mg/L

τ = ((ln Cpss max – ln Cpss min) / k) + tinf


τ = ((ln 4 – ln 3) / 0,0433) + 1 jam
τ = 7,6439 jam ~ 6 jam atau 8 jam
Perhitungan dosis gentamisin dengan τ = 6 jam
1−𝑒 −𝑘 𝜏
R = Cpss max x Vd x k ( )
1−𝑒 −𝑘 𝑡
1−𝑒 −0,0433 𝑥 6
R = 4 mg/L x 15,955 L x 0,0433/jam x ( )
1− 𝑒 −0,0433 𝑥 1
R = 14,920 mg/jam ~ 15 mg/jam

Pengecekan ulang dosis gentamisin


𝑅 1−𝑒 −𝑘 𝑥 𝑡
Cpss max = (
𝑉𝑑 𝑥 𝑘
) 𝑥 (1−𝑒 −𝑘 𝑥 𝜏)
15 1−𝑒 −0,0433 𝑥 1
Cpss max = (
15,955 𝑥 0,0433
) 𝑥 (1−𝑒 −0,0433 𝑥 6)
Cpss max = 4,0214 mg/L

Cpss min = Cpss max x (𝑒 −𝑘 𝑥 (𝜏−𝑡) )


Cpss min = 4,0214 mg/L x (𝑒 −0,0433 𝑥 (6−1) )
Cpss min = 3,2386 mg/L

𝐹 𝑥 𝐷𝑜
Cpav =
𝑉𝑑 𝑥 𝑘 𝑥 𝜏
1,0 𝑥 15
Cpav = 0,0433
15,955 𝐿 𝑥 𝑥 6𝑗𝑎𝑚
𝑗𝑎𝑚

Cpav = 3,6187 mg/L

Perhitungan dosis gentamisin dengan τ = 8 jam


1−𝑒 −𝑘 𝜏
R = Cpss max x Vd x k ( )
1−𝑒 −𝑘 𝑡
1−𝑒 −0,0433 𝑥 8
R = 4 mg/L x 15,955 L x 0,0433/jam x ( )
1− 𝑒 −0,0433 𝑥 1

R = 19,0921 mg/jam ~ 19 mg/jam

Pengecekan ulang dosis gentamisin


𝑅 1−𝑒 −𝑘 𝑥 𝑡
Cpss max = (
𝑉𝑑 𝑥 𝑘
) 𝑥 (1−𝑒 −𝑘 𝑥 𝜏)
19 1−𝑒 −0,0433 𝑥 1
Cpss max = (
15,955 𝑥 0,0433
) 𝑥 (1−𝑒 −0,0433 𝑥 8)
Cpss max = 3,9807 mg/L

Cpss min = Cpss max x (𝑒 −𝑘 𝑥 (𝜏−𝑡) )


Cpss min = 3,9807 mg/L x (𝑒 −0,0433 𝑥 (8−1) )
Cpss min = 2,9398 mg/L

𝐹 𝑥 𝐷𝑜
Cpav =
𝑉𝑑 𝑥 𝑘 𝑥 𝜏
1,0 𝑥 19
Cpav = 0,0433
15,955 𝐿 𝑥 𝑥 8𝑗𝑎𝑚
𝑗𝑎𝑚

Cpav = 3,4378 mg/L

Perhitungan interval waktu pemberian infus intermitten (τ) dengan Cp ss max = 3


mg/L dan Cpss min = 2 mg/L

τ = ((ln Cpss max – ln Cpss min) / k) + tinf


τ = ((ln 3 – ln 2) / 0,0433) + 1 jam
τ = 10,364 jam ~ 8 jam atau 12 jam

Perhitungan dosis gentamisin dengan τ = 8 jam


1−𝑒 −𝑘 𝜏
R = Cpss max x Vd x k ( )
1−𝑒 −𝑘 𝑡
1−𝑒 −0,0433 𝑥 8
R = 3 mg/L x 15,955 L x 0,0433/jam x ( )
1− 𝑒 −0,0433 𝑥 1
R = 14,3190mg/jam ~ 14 mg/jam

Pengecekan ulang dosis gentamisin


𝑅 1−𝑒 −𝑘 𝑥 𝑡
Cpss max = (
𝑉𝑑 𝑥 𝑘
) 𝑥 (1−𝑒 −𝑘 𝑥 𝜏)
14 1−𝑒 −0,0433 𝑥 1
Cpss max = (
15,955 𝑥 0,0433
) 𝑥 (1−𝑒 −0,0433 𝑥 8)
Cpss max = 2,9332 mg/L

Cpss min = Cpss max x (𝑒 −𝑘 𝑥 (𝜏−𝑡) )


Cpss min = 2,9332 mg/L x (𝑒 −0,0433 𝑥 (8−1) )
Cpss min = 2,1662 mg/L

𝐹 𝑥 𝐷𝑜
Cpav =
𝑉𝑑 𝑥 𝑘 𝑥 𝜏
1,0 𝑥 14
Cpav = 0,0433
15,955 𝐿 𝑥 𝑥 8𝑗𝑎𝑚
𝑗𝑎𝑚

Cpav = 2,5331 mg/L

Perhitungan dosis gentamisin dengan τ = 12 jam


1−𝑒 −𝑘 𝜏
R = Cpss max x Vd x k ( )
1−𝑒 −𝑘 𝑡
1−𝑒 −0,0433 𝑥 12
R = 3 mg/L x 15,955 L x 0,0433/jam x ( )
1− 𝑒 −0,0433 𝑥 1

R = 19,8199 mg/jam ~ 20 mg/jam

Pengecekan ulang dosis gentamisin


𝑅 1−𝑒 −𝑘 𝑥 𝑡
Cpss max = (
𝑉𝑑 𝑥 𝑘
) 𝑥 (1−𝑒 −𝑘 𝑥 𝜏)
20 1−𝑒 −0,0433 𝑥 1
Cpss max = (
15,955 𝐿 𝑥 0,0433/𝑗𝑎𝑚
) 𝑥 (1−𝑒 −0,0433 𝑥 12)

Cpss max = 3,0273 mg/L

Cpss min = Cpss max x (𝑒 −𝑘 𝑥 (𝜏−𝑡) )


Cpss min = 3,0273 mg/L x (𝑒 −0,0433 𝑥 (12−1) )
Cpss min =1,8802 mg/L

𝐹 𝑥 𝐷𝑜
Cpav =
𝑉𝑑 𝑥 𝑘 𝑥 𝜏
1,0 𝑥 20
Cpav = 0,0433
15,955 𝐿 𝑥 𝑥 12𝑗𝑎𝑚
𝑗𝑎𝑚

Cpav = 2,4125 mg/L

Dari perhitungan dosis dan interval pemberian infus intermitten gentamisin, maka
dipilih interval 8 jam dengan mempertimbangkan kenyamanan pasien sehari cukup 3 kali
infus.
Konversi dosis gentamisin menjadi gentamisin sulfat
𝑀𝑟 𝐺𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡
Dosis gentamisin sulfat = 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛
𝑀𝑟 𝐺𝑒𝑛𝑡𝑎𝑚𝑖𝑠𝑖𝑛
643,6207
Dosis gentamisin sulfat = 547,6207 𝑥 19 𝑚𝑔

Dosis gentamisin sulfat = 22,3308 mg ~ 22 mg

Kandungan gentamisin sulfat pada sediaan yang tersedia di pasaran adalah 40 mg/ml
dalam 2 ml vial.

80 mg = 2 ml
22 mg = x ml
X ml = 22 mg/80 mg x 2 ml
X =0,55 ml jadi diambil 0,55 ml dari vial ~ 0,6 ml

Pengecekan ulang kadar larutan gentamisin sulfat yang diambil


0,6 ml /2 ml x 80 mg = 24 mg
547,6207
Dosis gentamisin = 643,6207 𝑥 24 𝑚𝑔

Dosis gentamisin = 20,4203 mg

𝐹 𝑥 𝐷𝑜 1
Cpss max = 𝑥 ( −𝑘 𝑥 𝜏)
𝑉𝑑 1−𝑒
1,0𝑥 20,4203 𝑚𝑔 1
Cpss max = 𝑥 ( −0,0433 𝑥 8)
15,955 𝐿 1−𝑒

Cpss max = 4,3716 mg/L

Cpss min = Cpss max x (𝑒 −𝑘 𝑥 (𝜏−𝑡) )


Cpss min = 4,3716 mg/L x (𝑒 −0,0433 𝑥 (8−1) )
Cpss min = 3,2285 mg/L

𝐹 𝑥 𝐷𝑜
Cpav =
𝑉𝑑 𝑥 𝑘 𝑥 𝜏
1,0 𝑥 20,4203 𝑚𝑔
Cpav = 0,0443
15,955 𝐿 𝑥 𝑥 8 𝑗𝑎𝑚
𝑗𝑎𝑚

Cpav = 3,6947 mg/L


Pertimbangan pemberian loading dose
Tss 90% = 3.32 x t ½ (16 jam) = 53,12 jam
Tss 95% = 4.32 x t ½ (16 jam) = 69,12 jam
Tss 99% = 6.65 x t ½ (16 jam) = 106,4 jam

Dari perhitungan Tss 90% dimana Tss 90% merupakan waktu steady state yang paling
cepat untuk dicapai pada pasien, menunjukkan waktu yang sangat lama (>24 jam) untuk
mencapai steady state, maka dari itu diputuskan untuk memberikan pasien loading
dose.Loading dose direncanakan diberikan sekaligus dengan infus intermittent pertama,
maka dilakukan pengecekan kadar gentamisin dalam plasma dengan perhitungan sebagai
berikut :

DL = Cp x Vd = 3,4378 mg/L x 15,955 L = 54,85 mg ~ 55 mg

643,6207
Gentamisin sulfat = 547,6207 𝑥 55 𝑚𝑔

= 64,6417 mg ~ 64 mg
Sediaan gentamisin sulfat yang tersedia di pasaran dengan kadar 40 mg/ml dalam 2
ml ampul, maka dispuit sebanyak
80 mg = 2 ml
40 mg = 1 ml
64 mg = x ml
64 mg/80 mg x 2 ml = 1.6 ml
1.6 ml / 2 ml x 80 mg = 64 mg (gentamisin sulfat)
547,6207
Dosis gentamisin yang dispuit = 643,6207 𝑥 64 𝑚𝑔

= 54,4540 mg (gentamisin)
Kemudian dilakukan pengecekan ulang
DL (gentamisin) = Cpss x Vd
54,4540 mg = Cpss x 15,955 L
Cpss = 3,4130 mg/L
Jadi larutan gentamisin yang diberikan terdiri atas loading dose sebanyak 1,6 ml
kemudian intermitten infusion dose sebanyak 0,6 ml.

Rekonstitusi larutan gentamisin sulfat ke dalam cairan infus


Gentamisin sulfat diinjeksikan melalui intramuskular atau intermittent intravenous
infusion selama 0.5 – 2 jam. Untuk dewasa, pada pemberian intravena, direkomendasikan
gentamisin sulfat diencerkan pada 50-200 ml NaCl 0.9% atau dextrose 5%, sedangkan
untuk pediatrik, volume pemberian harus disesuaikan dengan kondisi pasien (Handbook
on Injectable Drugs 17th ed, 2013). Maka pada kasus ini dipilih mengencerkan gentamisin
dalam 100 ml NaCl.

100 ml NaCl + 0,6 ml gentamisin sulfat = 100,6 ml  diinfus selama 1 jam

Makrodrip
100,6 ml/jam

: 60 menit

1,676 ml/menit

x 20 tetes/ml

33,53 tetes/menit ~ 34 tetes/menit


 Dosis Gentamisin Saat Hemodialisis
a. Klirens pasien saat dialysis
Pada saat hemodialisis akan terjadi perubahan clearance akibat
adanya clearance dari alat dialisis. Gentamisin sulfat dapat dikeluarkan
dari tubuh pasien saat hemodialysis berlangsung, sehingga kadar
gentamisin dalam tubuh akan turun. Oleh karena itu, gentamisin sulfat
diberikan setelah pasien menjalani proses hemodialysis (Sweetman, 2009).

Q (aliran darah ke mesin) = 300 ml/menit (18L/jam)


CA(kadar gentamisin yang masuk ke mesin) = 15 mg/L
Cv(kadar gentamisin yang keluar dari mesin)= 5 mg/L

Cl dialisis = = = 200 ml/menit

Clcr = klirens sebelum dialisis = 10 ml/menit


Cl saat dialisis = Clpasien + ClD
= 10 ml/menit + 200 ml/menit = 210 ml/menit

Gentamisin sulfat merupakan obat yang dapat terdialisis dan


sebaiknya diberikan setelah dialisis berlangsung (Renal Drug Handbook, p.
345). Maka pada saat dialisis pasien sebaiknya tidak diberi gentamisin
karena jika diberikan gentamisin akan terdialisis dan akan terbuang.

 Perhitungan Dosis Gentamisin sesudah Hemodialisis


Ca−Cv
Dosis sesudah dialisis = x dosis sebelum dialisis
Cv
15−5
= 𝑋 19,8199 mg
5

= 39,6398 mg gentamisin
Mr gentamisin gulfat
Dosis gentamisin sulfat = x dosis gentamisin
Mr gentamisin
643,6207
= 547,6027 x 39,6398 mg

= 46,5903 mg
= 47 mg

Gentamisin sulfat 80 mg dalam 2 ml vial, sehingga gentamisin sulfat 47 mg memiliki


47mg
volume sebanyak = 80 mg x 2 ml = 1,175 ml

Gentamisin sulfat dapat direkonstitusi dengan normal salin 100 ml.


100 ml + 1,175 ml = 101.175 ml
R = 101.175 ml/jam : 60
= 1,686 ml/menit x 20 tetes
= 33,725 tetes/menit ~ 34 tetes/menit

 Langkah-langkah untuk membuat prediksi dosis dan interval pemberiannya?


 Jadwal dialisis pasien Tn. Bagus
o 2 kali dalam seminggu dengan 4 jam tiap 1 kali sesi dialisis
o Dialisis pertama dilakukan pada hari ke-2 pasien Tn. Bagus dirawat
sebelum diberikan terapi gentamisin
o Dialisis kedua dilakukan pada hari ke-5 pasien Tn. Bagus dirawat
 Klirens kreatinin pasien adalah 10 ml/menit yang termasuk kategori kidney
failure (KDIGO, 2012) sehingga diperlukan 2-3 kali seminggu dengan setiap
perlakuan selama 2-4 jam (Shargel et al,2012)
 Dosis gentamisin sulfat yang diberikan untuk maintenance dose adalah 0,6
ml gentamisin sulfat yang mengandung 19,0921 mg gentamisin secara infus
intermitten selama 1 jam dan untuk meningkatkan kadar gentamisin
diberikan loading dose sebanyak 1,6 ml pada saat jam ke-0 bersamaan
dengan pemberian gentamisin sulfat pertama diberikan melalui infus IV
intermitten selama 1 jam.
 Maintanance dose diberikan dengan interval waktu setiap pemberian 8 jam
sebanyak 2 kali sehari untuk mempertahankan konsentrasi gentamisin dalam
plasma pada rentang MEC.
 Pemberian infus gentamisin harus tepat pada saat hemodialisis berakhir.
Infus gentamisin sulfat diberikan secara infus intermitten selama 1 jam
sebanyak 47 mg setara dengan 1,175 ml saat pasien masih diruang
hemodialisis kemudian dilanjutkan dengan pemberian maintanance dose
sesuai jadwal pemberian.
 Monitoring
Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida dengan rentang
terapi sempit sehingga perlu dilakukan monitoring kadar obatnya dalam plasma,
supaya tetap berada didalam rentang terapi, sehingga efek terapi yang diinginkan
dapat tercapai dengan tujuan untuk melihat efektivitas dan toksisitas terapi. MEC
gentamisin pada pasien dengan ISK adalah 4-6 mikrogram/mL.
 Rencana jadwal pemberian obat dan Hemodialisis Tn. Bagus

 Dosis Gentamicin Sulfat : 0,6 ml


 Interval pemberian : 8 jam
 Lama pemberian infus : 1 jam
 Lama penghentian infus : 7 jam
Tabel 3.1 Rencana jadwal pemberian dan hemodialisis pasien Tn. Bagus

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7
Pukul 1. Pasien diberikan Diberikan Diberikan Diberikan Diberikan Diberikan Diberikan
06.00 Loading dose maintenance dose maintenance dose maintenance dose maintenance dose maintenance dose maintenance dose
gentamisin sulfat 64 mg gentamisin sulfat gentamisin sulfat gentamisin sulfat gentamisin sulfat gentamisin sulfat gentamisin sulfat
(1,6 ml) melalui rute 22 mg (0,6 ml) 22 mg (0,6 ml) 22 mg (0,6 ml) 22 mg (0,6 ml) 22 mg (0,6 ml) 22 mg (0,6 ml)
dalam 100 ml dalam 100 ml dalam 100 ml dalam 100 ml dalam 100 ml dalam 100 ml
intravena bolus selama
NaCl 0,9% melalui NaCl 0,9% melalui NaCl 0,9% melalui NaCl 0,9% melalui NaCl 0,9% melalui NaCl 0,9% melalui
3-5 menit. infus intermittent infus intermittent infus intermittent infus intermittent infus intermittent infus intermittent
selama 1 jam. selama 1 jam. selama 1 jam. selama 1 jam. selama 1 jam. selama 1 jam.
2. Diberikan maintenance
dose gentamisin sulfat
22 mg (0,6 ml) dalam
100 ml NaCl 0,9%
melalui infus
intermittent selama 1
jam.
3. Diberikan furosemide 2
ampul
Pukul Infus dihentikan dan dilakukan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan
07.00 Monitoring kadar gentamicin dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan
dalam plasma Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar
gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam
plasma plasma plasma plasma plasma plasma
Pukul Hemodialisa Hemodialisa
10.00
Pukul 1. Monitoring kadar 1. Hemodialisa 1. Monitoring 1. Monitoring 1. Hemodialisa 1. Monitoring 1. Monitoring
14.00 gentamisin dihentikan kadar kadar dihentikan kadar kadar
2. Diberikan maintenance 2. Diberikan gentamisin gentamisin 2. Diberikan gentamisin gentamisin.
dose gentamisin sulfat maintenance
maintenance 2. Diberikan 2. Diberikan 2. Diberikan 2. Diberikan
22 mg (0,6 ml) dalam dose
100 ml NaCl 0,9% dose gentamisin maintenance maintenance gentamisin maintenance maintenance
melalui infus intermittent sulfat 47 mg dose dose sulfat 47 mg dose dose
selama 1 jam. (1,175 ml) gentamisin gentamisin (1,175 ml) gentamisin gentamisin
dalam 100 ml sulfat 22 mg sulfat 22 mg dalam 100 ml sulfat 22 mg sulfat 22 mg
NaCl 0,9% (0,6 ml) dalam (0,6 ml) dalam NaCl 0,9% (0,6 ml) dalam (0,6 ml) dalam
melalui infus 100 ml NaCl 100 ml NaCl melalui infus 100 ml NaCl 100 ml NaCl
intermittent
intermittent 0,9% melalui 0,9% melalui 0,9% melalui 0,9% melalui
selama 1 jam.
selama 1 jam. infus infus infus infus
intermittent intermittent intermittent intermittent
selama 1 jam. selama 1 jam. selama 1 jam. selama 1 jam.

Pukul Infus dihentikan dan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan
15.00 dilakukan Monitoring kadar dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan
gentamicin dalam plasma Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar
gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam
plasma plasma plasma plasma plasma plasma
Pukul 1. Monitoring kadar 1. Monitoring 1. Monitoring 1. Monitoring 1. Monitoring 1. Monitoring 1. Monitoring
22.00 gentamisin kadar kadar kadar kadar kadar kadar
2. Diberikan maintenance gentamisin. gentamisin. gentamisin gentamisin gentamisin gentamisin
dose gentamisin sulfat 2. Diberikan 2. Diberikan 2. Diberikan 2. Diberikan 2. Diberikan 2. Diberikan
22 mg (0,6 ml) dalam maintenance maintenance maintenance maintenance maintenance maintenance
100 ml NaCl 0,9% dose gentamisin dose dose dose dose dose
melalui infus sulfat 22 mg gentamisin gentamisin gentamisin gentamisin gentamisin
intermittent selama 1 (0,6 ml) dalam sulfat 22 mg sulfat 22 mg sulfat 22 mg sulfat 22 mg sulfat 22 mg
jam. 100 ml NaCl (0,6 ml) dalam (0,6 ml) (0,6 ml) dalam (0,6 ml) dalam (0,6 ml)
0,9% melalui 100 ml NaCl dalam 100 ml 100 ml NaCl 100 ml NaCl dalam 100 ml
infus 0,9% melalui NaCl 0,9% 0,9% melalui 0,9% melalui NaCl 0,9%
intermittent infus melalui infus infus infus melalui infus
selama 1 jam intermittent intermittent intermittent intermittent intermittent
selama 1 jam. selama 1 jam. selama 1 jam. selama 1 jam selama 1 jam

Pukul Infus dihentikan dan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan Infus dihentikan
23.00 dilakukan Monitoring kadar dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan dan dilakukan
gentamicin dalam plasma Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar Monitoring kadar
gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam gentamicin dalam
plasma plasma plasma plasma plasma plasma
Pengecekkan Cp total dengan menggunakan rumus
𝐷𝑜
( )
Cp infus = 𝑉𝑑.𝑘 (1 − 𝑒 −𝑘.𝑡 )
𝑡

F.Do
Cp DL = (𝑒 −𝑘.𝑡 )
Vd

Cp total = Cp infus + Cp DL

Tabel 3.2 Pengecekan Cp Gentamicin Dalam Plasma


Di Setiap Waktu

T (jam) Infus 1 Infus 2 Infus 3 Infus 4 Infus 5 Infus 6 Infus 7 Infus 8 Infus 9 Cp total Loading dose maintenance dose
0 0 3,413 3,413 0
1 1,2526 4,5209 3,2684 1,2526
2 1,1995 4,3293 3,1299 1,1995
3 1,1486 4,1459 2,9972 1,1486
4 1,1000 3,9702 2,8702 1,1000
5 1,0534 3,8020 2,7486 1,0534
6 1,0087 3,6408 2,6321 1,0087
7 0,9660 3,4866 2,5206 0,9660
8 0,9250 3,3388 2,4138 0,9250
9 0,8858 1,2526 4,4499 2,3115 2,1384
10 0,8483 1,1995 4,2613 2,2135 2,0478
11 0,8124 1,1486 4,0807 2,1197 1,9610
12 0,7779 1,1000 3,9078 2,0299 1,8779
13 0,7450 1,0534 3,7422 1,9439 1,7983
14 0,7134 1,0087 3,5836 1,8615 1,7221
15 0,6832 0,9660 3,4318 1,7826 1,6491
16 0,6542 0,9250 3,2864 1,7071 1,5793
17 0,6265 0,8858 1,2526 4,3996 1,6348 2,7649
18 0,5999 0,8483 1,1995 4,2132 1,5655 2,6477
19 0,5745 0,8124 1,1486 4,0347 1,4991 2,5355
20 0,5502 0,7779 1,1000 3,8637 1,4356 2,4281
21 0,5269 0,7450 1,0534 3,7000 1,3748 2,3252
22 0,5045 0,7134 1,0087 3,5432 1,3165 2,2267
23 0,4832 0,6832 0,9660 3,3930 1,2607 2,1323
24 0,4627 0,6542 0,9250 3,2492 1,2073 2,0419
25 0,4431 0,6265 0,8858 1,2526 4,3641 1,1561 3,2080
26 0,4243 0,5999 0,8483 1,1995 4,1792 1,1072 3,0720
27 0,4063 0,5745 0,8124 1,1486 4,0021 1,0602 2,9418
28 0,3891 0,5502 0,7779 1,1000 3,8325 1,0153 2,8172
29 0,3726 0,5269 0,7450 1,0534 3,6701 0,9723 2,6978
30 0,3568 0,5045 0,7134 1,0087 3,5146 0,9311 2,5835
31 0,3417 0,4832 0,6832 0,9660 3,3656 0,8916 2,4740
32 0,3272 0,4627 0,6542 0,9250 3,2230 0,8538 2,3692
33 0,3134 0,4431 0,6265 0,8858 1,2526 4,3390 0,8177 3,5213
34 0,3001 0,4243 0,5999 0,8483 1,1995 4,1551 0,7830 3,3721
35 0,2874 0,4063 0,5745 0,8124 1,1486 3,9790 0,7498 3,2292
36 0,2752 0,3891 0,5502 0,7779 1,1000 3,8104 0,7181 3,0924
37 0,2635 0,3726 0,5269 0,7450 1,0534 3,6490 0,6876 2,9613
38 0,2524 0,3568 0,5045 0,7134 1,0087 3,4943 0,6585 2,8358
39 0,2417 0,3417 0,4832 0,6832 0,9660 3,3463 0,6306 2,7157
40 0,2314 0,3272 0,4627 0,6542 0,9250 3,2045 0,6039 2,6006
41 0,2216 0,3134 0,4431 0,6265 0,8858 1,2526 4,3212 0,5783 3,7429
42 0,2122 0,3001 0,4243 0,5999 0,8483 1,1995 4,1381 0,5538 3,5843
43 0,2032 0,2874 0,4063 0,5745 0,8124 1,1486 3,9627 0,5303 3,4324
44 0,1946 0,2752 0,3891 0,5502 0,7779 1,1000 3,7948 0,5078 3,2870
45 0,1864 0,2635 0,3726 0,5269 0,7450 1,0534 3,6340 0,4863 3,1477
46 0,1785 0,2524 0,3568 0,5045 0,7134 1,0087 3,4800 0,4657 3,0143
47 0,1709 0,2417 0,3417 0,4832 0,6832 0,9660 3,3325 0,4460 2,8866
48 0,1637 0,2314 0,3272 0,4627 0,6542 0,9250 3,1913 0,4271 2,7643
49 0,1567 0,2216 0,3134 0,4431 0,6265 0,8858 1,2526 4,3086 0,4090 3,8997
50 0,1501 0,2122 0,3001 0,4243 0,5999 0,8483 1,1995 4,1261 0,3916 3,7344
51 0,1437 0,2032 0,2874 0,4063 0,5745 0,8124 1,1486 3,9512 0,3750 3,5762
52 0,1376 0,1946 0,2752 0,3891 0,5502 0,7779 1,1000 3,7838 0,3592 3,4246
53 0,1318 0,1864 0,2635 0,3726 0,5269 0,7450 1,0534 3,6234 0,3439 3,2795
54 0,1262 0,1785 0,2524 0,3568 0,5045 0,7134 1,0087 3,4699 0,3294 3,1405
55 0,1209 0,1709 0,2417 0,3417 0,4832 0,6832 0,9660 3,3229 0,3154 3,0075
56 0,1158 0,1637 0,2314 0,3272 0,4627 0,6542 0,9250 3,1820 0,3020 2,8800
57 0,1108 0,1567 0,2216 0,3134 0,4431 0,6265 0,8858 1,2526 4,2998 0,2892 4,0105
58 0,1061 0,1501 0,2122 0,3001 0,4243 0,5999 0,8483 1,1995 4,1175 0,2770 3,8406
59 0,1017 0,1437 0,2032 0,2874 0,4063 0,5745 0,8124 1,1486 3,9431 0,2652 3,6778
60 0,0973 0,1376 0,1946 0,2752 0,3891 0,5502 0,7779 1,1000 3,7760 0,2540 3,5220
61 0,0932 0,1318 0,1864 0,2635 0,3726 0,5269 0,7450 1,0534 3,6160 0,2432 3,3727
62 0,0893 0,1262 0,1785 0,2524 0,3568 0,5045 0,7134 1,0087 3,4627 0,2329 3,2298
63 0,0855 0,1209 0,1709 0,2417 0,3417 0,4832 0,6832 0,9660 3,3160 0,2231 3,0929
64 0,0819 0,1158 0,1637 0,2314 0,3272 0,4627 0,6542 0,9250 3,1755 0,2136 2,9619
65 0,0784 0,1108 0,1567 0,2216 0,3134 0,4431 0,6265 0,8858 1,2526 4,2935 0,2046 4,0889
66 0,0751 0,1061 0,1501 0,2122 0,3001 0,4243 0,5999 0,8483 1,1995 4,1115 0,1959 3,9156
67 0,0719 0,1017 0,1437 0,2032 0,2874 0,4063 0,5745 0,8124 1,1486 3,9373 0,1876 3,7497
68 0,0688 0,0973 0,1376 0,1946 0,2752 0,3891 0,5502 0,7779 1,1000 3,7705 0,1796 3,5908
69 0,0659 0,0932 0,1318 0,1864 0,2635 0,3726 0,5269 0,7450 1,0534 3,6107 0,1720 3,4387
70 0,0631 0,0893 0,1262 0,1785 0,2524 0,3568 0,5045 0,7134 1,0087 3,4577 0,1647 3,2929
71 0,0605 0,0855 0,1209 0,1709 0,2417 0,3417 0,4832 0,6832 0,9660 3,3111 0,1578 3,1534
72 0,0579 0,0819 0,1158 0,1637 0,2314 0,3272 0,4627 0,6542 0,9250 3,1708 0,1511 3,0198

Grafik t (jam) vs Cp (mg/L)


5
4.5
4
3.5
CP (MG/L)

3
2.5 Total Dose
2 loading dose
1.5
Maintenance Dose
1
0.5
0
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73
T (JAM)
KESIMPULAN

1. Golongan aminoglikosida (gentamicin) dengan diuretik(furosemid) beresiko terjadi


efek samping yaitu ototoksisitas. Perlunya monitoring secara ketat pada kedua
pemberian obat tersebut.
2. Dosis obat yang dipilih adalah Do = 19,0921 mg dengan Cpss max = 3,9807 mg/L dan
Cpss min = 2,9398 mg/L dan interval pemberian τ = 8jam
3. Tss 90 % 53,12 jam sehingga diperlukan loading dose. Sehingga, larutan gentamisin
sulfat yang diencerkan ke dalam larutan infus terdiri atas loading dose sebanyak 1.6 ml
dan intermitten infusion dose sebanyak 0.6 ml, dengan total 2.2 ml larutan gentamisin
sulfat.
4. Gentamisin sulfat dilarutkan dalam 100 ml Nacl dan diinfus selama 1 jam dengan
kecepatan 34 tetes/menit.
PERTANYAAN PANDUAN

1. Apakah arti steady state?


Jawab :
Steady state adalah kondisi di mana kadar obat dalam tubuh telah mencapai kondisi
plateu atau tunak, kondisi ini terjadi saat laju obat meninggalkan tubuh sama dengan
laju obat masuk tubuh dengan kata lain tidak ada penambahan jumlah obat dalam
tubuh. Pada keadaan tunak kadar obat dalam plasma berfluktuasi antara Cmaks tak
hingga dan Cmin tak hingga. Sekali keadaan tunak tercapai, nilai Cmaks tak hingga – Cmin
tak hingga adalah konstan dan tetap tidak berubah dari dosis ke dosis (Shargel, ed. V,
hal: 109;187).

2. Kapan terjadi steady state? Apakah parameternya?


Jawab:
− Steady state terjadi apabila kadar obat telah mencapai plateu dan laju obat yang
masuk (laju infus) ke dalam tubuh dinyatakan sama dengan laju eliminasi obat
keluar tubuh.
− Parameter yang digunakan adalah :
 Volume distribusi (Vd)
 Laju infus (R)
 Tetapan laju eliminasi (k)
 Laju masuk-Laju keluar = 0
R
 = k. Cp
Vd
R R
 Css = Vd . k = Cl

Selama infusi IV, peningkatan konsentrasi obat dalam plasma diiringi dengan
peningkatan laju eliminasi obat, hal itu disebabkan laju eliminasi obat dipengaruhi
oleh konsentrasi obat dalam plasma (eliminasi obat = k.Cp). Konsentrasi plasma akan
terus meningkat hingga mencapai kadar tunak (steady state) di mana laju infus = laju
eliminasi. Sehingga dapat dinyatakan bahwa steady state berkaitan dengan laju infus
dan berbanding terbalik dengan klirens tubuh (Shargel, hal: 109).

3. Apakah yang dimaksud dengan accumulation factor?


Jawab:
Accumulation factor (faktor akumulasi) adalah peningkatan kadar obat
terakumulasi akibat adanya pemberian dosis kedua yang lebih cepat atau dengan jarak
waktu yang lebih pendek dari waktu eliminasi obat secara sempurna dosis
sebelumnya. Maka konsentrasi dalam plasma setelah dosis kedua akan lebih tinggi
dibanding konsentrasi plasma setelah dosis pertama. Faktor akumulasi menjelaskan
berapa banyak obat yang terakumulasi selama rejimen dosis ganda dan mengukur
langsung konsentrasi mana yang lebih tinggi selama interval pemberian dosis dalam
steady state dibandingkan dengan konsentrasi selama interval pemberian dosis
pertama. Faktor akumulasi dipengaruhi oleh waktu eliminasi obat (t1/2) dan interval
waktu pemberian obat (Shargel, hal: 187).
4. Bagaimana rumus untuk menghitung pemberian infus sebelum dan setelah
steady state tercapai, cantumkangambarnya!

Jawab : sebelum terjadi ss

R - k.t )
V d (1 - e
Cp = .k

Sesudah terjadi ss

R
Cpss =
Vd
.k

5. Kadar plasma steady state (Cpss) seharusnya ditetapkan pada kadar MEC berapa?
Jawab : kadar plasma steady state seharusnya ditetapkan pada kadar MEC 10-20
mg/ml (Martindale, 1227)

6. Bagaimana profil kadar obat dalam plasma, missal: 2 jam setelah infus distop?
Bagaimana rumusnya?
Jawab :
_𝑘𝑡
Cp = Cberhenti × 𝑒

Ket : Cberhenti= konsentrasi saat infus di hentikan

t = waktu yang terlewatkan oleh karena infus dihentikan (2 jam)


7. Apakah pengertian dari loading dose? Apa tujuan diberikan Loading
dose?Bagaimana rumusnya?

Jawab: Loading dose adalah dosis obat yang diperlukan untuk menurunkan waktu
mula kerja obat untuk mencapai MEC. Tujuan utama dari Loading dose adalah
untuk mencapai konsentrasi plasma yang diinginkan secepat mungkin. Rumus DL
= CSS x VD , Css (konsentrasi tunak obat), Vd (volume distribusi obat). (Shargel hal
117, 205)
8. Apakah factor yang menyebabkan perubahan kadar obat dalam plasma pada
pemberian infuse?

Jawab: Selama pemberian infus, konsentrasi obat dalam plasma dan laju eliminasi
obat meningkat, karena laju eliminasi bergantung pada konsentrasi (yakni, laju
eliminasi obat = kCp). Cp tetap meningkat sampai keadaan tunak
tercapai.Konsentrasi obat plasma tunak (Css) berkaitan dengan laju infus dan
berbanding terbalik dengan klirens obat (Shargel, Ed. V, hal109).

9. Bagaimanakah konsekuensinya terhadap kadar obat dalam plasma (Cp) dan waktu
mencapai steady state jika,

a. LD terlalu tinggi?
b. LD sesuai?
c. LD terlalu rendah?
Jawab:
a. Jika LD terlalu tinggi maka waktu yang diperlukan untuk meurunkan konsentrasi
obat dalam plasma ke kadar tunak obat yang diinginkan lebih panjang.
b. Jika LD sesuai, maka keadaan tunak dan Css akan dicapai dengan segera setelah
dosis muatan diberikan.
c. Jika LD terlalu rendah, maka konsentrasi obat dalam plasma akan naik secara
lambat ke kadar tunak obat, tetapi lebih cepat daripada tanpa dosis muatan
(shargel, 117).
10. Apakah tss dipengaruhi oleh laju infus atau dosis obat? Jelaskan!

waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan tunak tidak bergantung pada laju
infus tetapi hanya bergantung pada waktu paruh eliminasi.
(Shargel p.112)

t½‚ adalah waktu paruh obat yang menggambarkan lamanya jumlah obat (kadar obat)
dalam badan turun menjadi separuhnya. Karena jika infus diberikan dengan kecepatan
yang sudah diperhitungkan, kadar obat dalam keadaan tunak (steady state) baru akan
tercapai 4xt‚, maka untuk beberapa kasus perlu diberikan suatu dosis pengisi (loading)
agar tercapai Css dalam waktu cepat.
(http://perpustakaan.stik-avicenna.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Farmakokinetika-
klinik.pdf)
11. Apakah pengertian intermitten infusion? Kapan digunakan ?
Intermitten infusion merupakan suatu metode infusi obat secara berurutan dimana
obat diberikan dengan infus untuk suatu jangka waktu yang pendek diikuti oleh
suatuperiode eliminasi obat, kemudian diikuti oleh infusi pendek yang lain.
12. Jika suatu obat memiliki post antibiotic effect (PAE), kapan pemberian dosis infus
berselang (intermitten infusion) berikutnya? Jelaskan!
TABEL 8.5 Konsentrasi obat setelah dua infusi intravenaa
KONSENTRASI KONSENTRASI
TOTAL
OBAT DALAM OBAT DALAM
WAKTU KONSENTRASI
PLASMA PLASMA
(JAM) OBAT DALAM
SETELAH SETELAH
PLASMA
INFUS 1 INFUS 2
Infusi 1
mulai
0 0 0
Infusi 1 1 1,81 1,81
stop 2 3,30 3,30
3 2,70 2,70
4 2,21 2,21
5 1,81 1,81
6 1,48 1,48
7 1,21 1,21
8 0,99 0,99
9 0,81 0,81
Infusi 2 10 0,67 0 0,67
mulai 11 0,55 1,81 2,36
12 0,45 3,30 3,74
Infusi 2 13 0,37 2,70 3,07
stop 14 0,30 2,21 2,51
15 0,25 1,81 2,06

a
obat diberikan dengan infusi 2 jam dengan jarak pemberian 10 jam semua
konsentrasi obat dalam μg/mL. Penurunan konsentrasi obat setelah dosis infus
pertama dan konsentrasi obat setelah dosis infus kedua menghasilkan konsentrasi
obat total dalam plasma

13. Jelaskan nama dan prinsip berbagai metode perhitungan klirens kreatinin!
DEWASA
1. “Cockcroft and Gault”
Metode ini digunakan untuk memperkirakan Cl Cr dari C Cr, metode ini juga
mempertimbangkan usia dan berat badan pasien. yaitu dengan rumus:

(untuk laki –laki)


sedangkan untuk perempuan, dihitung 90% dari nilai CrCl yang diperoleh untuk
laki-laki.

2. “Siersback-Nielsen”

33
Metode ini berupa nomogram, untuk memperkirakan ClCr berdasarkan usia, berat
badan dan SCr.

ANAK – ANAK
1. Rumus Schwartz et al
Penggunaan rumus untuk penentuan ClCr pada anak berdasarkan tinggi badan dan
SCr

satuan Cl Cr = ml/min/1,73 m2

2. Nomogram
Pada metoda ini juga bedasarkan tinggi badan dan SCr

34
14. Bagaimanakah cara menghitung klirens kreatinin? Diketahui kadar serum kreatinin
= 4,5 mg/dl, laju ekskresi urin = 180 ml / 24 jam

Jawab:
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑘𝑠𝑘𝑟𝑒𝑠𝑖 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑙𝑒𝑤𝑎𝑡 𝑢𝑟𝑖𝑛
ClCr = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚
180 𝑚𝑙/24 𝑗𝑎𝑚
ClCr = 4,5 𝑚𝑔/𝑑𝑙
= 40 ml/24 jam
15. Bagaimanakah prinsip penyesuaian dosis pada gangguan ginjal?

Jawab:
Penyakit akut atau trauma pada ginjal dapat menyebabkan uremia, filtrasi
glomerolus terganggu atau menurun, ataupun menyebabkan akumulasi berlebih
dari cairan dan produk nitrogen darah dalam tubuh. Umumnya, uremia akan
mengurangi filtrasi glomerolus dan atau sekresi aktif, yang menyebabkan
penurunan ekskresi obat lewat ginjal, sehingga waktu paruh eliminasi obat menjadi
lebih panjang. Selain itu, penurunan fungsi ginjal menyebabkan gangguan dalam
kesetimbangan elektrolit dan cairan, yang akan mengakibatkan perubahan
fisiologis dan metabolik sehingga merubah farmakokinetika dan farmakodinamika
suatu obat.
Berikut ini adalah pendekatan farmakokinetika umum yang digunakan
untuk penyesuaian dosis pada penyakit ginjal:
o Penyesuaian dosis atas dasar klirens obat

35
Pada pasien uremia atau dengan gangguan ginjal, klirens tubuh total pasien
𝑢
akan berubah menjadi suatu harga yang baru yaitu Cl𝑇 .
𝑁 𝑢
∞ 𝐷 𝐷
0 0
C𝑎𝑣 = 𝑁 = 𝑢
𝐶𝑙 𝜏𝑁 𝐶𝑙 𝜏𝑢
𝑇 𝑇

(normal) (uremik)
o Penyesuaian dosis berdasarkan Perubahan Tetapan Laju Eliminasi
Tetapan laju eliminasi untuk beberapa obat menurun pada pasien
uremia.Penyesuaian dosis pada pasien uremia dilakukan dengan
mengurangi dosis obat normal, dan menjaga frekuensi pendosisan
(memperpanjang interval dosis), dan menjaga dosis tetap.Dosis obat
dengan rentang terapeutik sempit harus dikurangi, untuk menghindari
terjadinya akumulasi yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal.

16. Bagaimana prinsip penyesuaian dosis pada gangguan liver?

Jawab :

Liver merupakan organ utama yang bertanggung jawab untuk metabolisme


obat yaitu dengan cara mensisntesis dan mengekresikan. Dosis Obat yang masuk
kedalam tubuh akan dimetabolisme dalam liver yang bergantung dengan aliran dan
site. Penyesuaian dosis pada gangguan liver seperti obat-obat yang bergantung
enzim biasanya diberikan kepada pasien dengan gagal hati dalam setengah dosis,
atau kurang.Pada Pasien dengan gagal hati, jika memungkinkan obat dengan
klirens bergantung aliran (flow-dependent) dihindari.Bila perlu dosis obat
dikurangi menjadi sepersepuluh dari dosis konvensional, untuk obat yang
diberikan secara oral. Mulai terapi dengan dosis rendah dan pemanantauan respons
atau kadar plasma memberikan kesempatan terbaik untuk keamanan, kemajuran
pengobatan.

Pada dasarnya dalam penentuan dosis pasien pada gangguan hati yang perlu
dipertimbangkan antara lain

1. Sifat dan beratnya penyakit hati


2. Eliminasi Obat
3. Rute pemberian Obat
4. Ikatan Protein
5. Aliran darah hepatic
6. Klirens intrinsic Obstruksi billier
7. Perubahan farmakodinamik
8. Rentang terapeutik.

(Shargel, 710)

17. Bagaimana mekanisme interaksi obat pada fase metabolisme?

Jawab :

36
Banyak obat dimetabolisme di hati, terutama oleh enzim sitokrom P450
monooksigenase. Induksi enzim oleh suatu obat dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme obat lain dan mengakibatkan pengurangan efek. Induksi enzim
melibatkan sintesis protein, jadi efek maksimum terjadi setelah dua atau tiga minggu.
Sebaliknya inhibisi enzim dapat mengakibatkan akumulasi dan peningkatan toksisitas
obat lain. Waktu terjadinya reaksi akibat inhibisi enzim merupakan efek langsung,
biasanya lebih cepat daripada induksi enzim.

18. Bagaimana mekanisme interaksi obat terkait pelepasan ikatan obat-protein?


Jawab :
Banyak obat berinteraksi dengan protein plasma atau jaringan atau makromolekul lain
seperti melanin dan DNA membentuk suatu kompleks obat-makromolekul yang sering
disebut ikatan obat protein. Interaksi obat dapat mempengaruhi ikatan obat protein
dengan adanya pengaruh pendesakan atau kompetisi untuk berikatan dengan protein
plasma. Kondisi ini mengakibatkan peningkatan kadar obat bebas salah satu obat yang
berakibat toksis yang nantinya memerlukan penyesuaian dosis. Contoh : Fenitoin dan
Asam Valproat.Asam valproat mendesak fenitoin dari ikatan protein plasma sehingga
kadar fenitoin bebas meningkat dengan nyata yang mengakibatkan terjadinya reaksi
sampingan. (Shargel, hal 267-270)

19. Bagaimanakah dampak klinis interaksi obat pada pasien dengan eliminasi
terganggu? Apakah parameter eliminasi obat yang berubah akibat interaksi obat
pada pasien dengan eliminasi terganggu?
Jawab:
Eliminasi terganggu menyebabkan waktu paruh obat lebih lama, yang
mengakibatkan obat lebih lama berada dalam sistemik.Hal ini perlu diperhatikan
untuk mengetahui frekuensi pemberian obat, sehingga obat bisa tetap memiliki
efek.
Parameter eliminasi yang berubah ialah waktu paruh. Karena obat akan lebih
lama
berada di sistemik karena sistem eliminasi yang terganggu.

20. Apakah parameter Metabolisme / Biotransformasi?

Jawab:

Parameter metabolisme adalah:

37
Km = Tetapan metabolism
21. Bagaimana mengaplikasikan ilmu farmakokinetik untuk penatalaksanaan interaksi
obat pada pasien dengan eliminasi terganggu?

Jawab:

Ilmu farmakokinetika dapat diaplikasikan dalam penatalaksanaan obat pada pasien


dengan eliminasi terganggu yaitu dengan melakukan Theraupeutic Drug
Monitoring (TDM).

Theraupeutic Drug Monitoring merupakan proses penggunaan konsentrasi obat


dalam plasma agar diperoleh efek terapi yang diinginkan. Kriteria obat yang dapat
dilakukan pelaksanaan TDM yaitu karakteristik farmakokinetika dan
farmakodinamika obat harus jelas. Kemudian obat yang akan dimonitor
mempunyai rentang terapi sempit dan waktu paruh singkat. Yang kedua adalah
korelasi antara dosis obat dan respon sulit diprediksi serta tidak mempunyai titik
akhir klinis yang jelas seperti golongan aminoglikosida dan vancomycin.

Konsep dasar pendekatan TDM

Konsentrasi obat bebas di dalam plasma seperti aminoglikosida


mempunyai korelasi yang baik dengan konsentrasi obat bebas di dalam reseptor.
Berdasarkan teori reseptor, efek farmakologi dicapai dengan adanya interaksi
antara obat bebas dengan reseptor pada lokasi obat bekerja. Besarnya efek
farmakologi yang dihasilkan tergantung kepada konsentrasi obat bebas yang
berinteraksi dengan reseptor. Konsentrasi obat bebas di dalam serum sebanding
dengan obat yang berinteraksi dengan resptor pada lokasi obat menimbulkan efek.
Dengan demikian, pengaturan konsentrasi obat dalam darah agar tetap berada
dalam rentang terapi merupakan konsep untuk mempertahankan efek terapi. Pasien
dengan gangguan ginjal mengalami penurunan ekskresi obat yang selanjutnya akan
mengakibatkan akumulasi dan efek toksik terhadap organ-oragn tubuh. Oleh
karena itu, peneyesuaian dosis melalui TDM diperlukan untuk mencegah efek
yang tidak diinginkan tersebut.

Langkah –Langkah TDM:

1. Pengukuran fungsi ginjal (umumnya menggunakan persamaan cockcroft-


Gault.

2. Penentuan klirens obat pada pasien dengan gangguan ginjal

3. Perhitungan kecepatan pemberian obat

4. Penentuan interval pemberian maksimum

5. Pemilihan interval pemberian

6. Monitoring kadar obat di dalam plasma, respon, dan tanda-tanda keracunan


38
7. Penyesuaian dosis apabila masih diperlukan

(Nasution, Azizah. 2015. Farmakokinetika Klinis. USU Press; Medan.)

39
DAFTAR PUSTAKA

DiPiro JT et al. 2010. Concepts in Clinical Pharmacokinetics5th ed. American Society of


Health-System Pharmacist
Sweetman SC. 2009. Martindale the Complete Drug Reference 36th ed. London:
Pharmaceutical Press.
British National Formulary. 2014. London: Pharmaceutical Press. Copyright® BMJ Group
and the Royal Pharmaceutical Society of Great Britain 2014

Shargel L, Wu-Pong S & Yu ABC, 2012, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan


edisi 5, Surabaya: Airlangga University Press.
Jambhekar SS and Breen PJ. 2009. Basic Pharmacokinetics. London: Pharmaceutical
Press.
Sutjahjo, Ari. 2013. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Dalam . Surabaya:Airlangga University
Press.
Kemenkes, 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik.

40

Anda mungkin juga menyukai