Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH:
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
Pelayanan publik mencakup aspek yang sangat mendasar yaitu pemenuhan hak-hak
konstitusional rakyat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan menghargai
prinsip kesederajatan kemanusian. Setiap orang yang berurusan dengan birokrasi harus
diperlakukan dengan sama pentingnya. Arah baru atau model reformasi SABH dalam kerangka
terbentuknya clean and good governance yaitu tumbuhnya pemerintahan yang rasional,
transparansi, dan memiliki sikap kompetisi antar departemen dalam memberikan pelayanan,
manajemen publik yang memungkinkan kreativitas dan inovasi tumbuh dan berkembang
sehingga membentuk budaya organisasi yang kokoh. Diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
tahun 1945, salah satu tujuan pembentukan negara Republik Indonesia adalah mewujudkan
kesejahteraan umum. Salah satu tugas pokok pemerintah adalah menciptakan sistem manajemen
pemerintahan yang dapat mengelola dengan baik sumber daya nasional demi tercapainya
kemakmuran dan kesejahteraan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
telah dibentuk Komite Reformasi Birokrasi Nasional dalam upaya melanjutkan rencana
pemerintah yang belum efektif, yaitu terciptanya birokrasi yang akuntabel, produktif,
profesional, dan bebas korupsi. Birokrasi diperlukan, akan tetapi terkadang menjadi penghambat
dan sumber masalah berkembangnya demokrasi sehingga keadilan sosial bagi masyarakat
Indonesia belum tercapai. Selama ini yang terjadi dalam praktik SABH di bidang kenotariatan
yaitu banyak penyimpangan dalam pelayanan SABH di bidang kenotariatan serta penyimpangan-
administrasi hukum di bidang kenotariatan, diskriminasi mana biasanya terjadi antara pejabat,
pengusaha dan rakyat kecil. Secara akademik, fungsi birokrasi dan aparatur negara adalah
penyelesai masalah (a world of solution), akan tetapi realita SABH di bidang kenotariatan sering
Realita SABH di bidang kenotariatan bersifat semu yang diwarnai oleh ketegangan antara
Notaris sebagai pejabat publik (pelayan umum) dengan berbagai struktur sosial yang mempunyai
kepentingan yang berbeda-beda (masyarakat umum khususnya pengguna jasa Notaris) yang
membutuhkan syarat perijinan, yang terkait dengan SABH pada Ditjen AHU Kemenkumham.
Sehingga keadilan sosial yang dicita-citakan oleh negara ini belum tercapai. Kualitas pelayanan
birokrasi dinilai buruk, lama, berbelit-belit, dan sangat diskriminatif, jika kita bandingkan dengan
instansi swasta yang memberikan pelayanan interaktif, kompetitif dan cepat, maka terlihat
sangat kontradiktif.
langkah perbaikan atas terjadinya pembusukan politik dan rusaknya perilaku yang bercokol
dalam sistem birokrasi tersebut. Penyusunan arah reformasi SABH di bidang kenotariatan perlu
(culture) dan sosial ekonomi masyarakat secara universal. Indonesia sebagai negara berkembang
sebagaimana oleh Fred W. Riggs digolongankan ke dalam negara yang transitional perlu
dibangun (direkonstruksi) SABH di bidang kenotariatan yang berkultur dan terstruktur rational-
egaliter, bukan birokrasi rasional-hirarkis yang dikembangkan oleh teori birokrasi modern Max
Weber.
birokrasi administrasi hukum di bidang kenotariatan yang tak kunjung membaik. Rekonstruksi
SABH di bidang kenotariatan tidak bisa sekedar dilihat secara tekstual dari sisi peraturan-
peraturan yang mendasari, akan tetapi perilaku pejabat (birokrat) dalam SABH di bidang
kenotariatan menjadi hal penting untuk dikaji, sudah sekian puluh kali peraturan SABH di
bidang kenotariatan dibenahi akan tetapi hasil pelaksanaan birokrasi administrasi hukum di
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis akan mengangkat permasalahan dalam
berbasis nilai keadilan sosial sebagai implementasi dari Undang-Undang Jabatan Notaris?
BAB III
PEMBAHASAN
rangka peremajaan sistem aplikasi yang telah hadir terlebih dahulu yaitu SISMINBAKUM.
sehingga akan lebih mempermudah pekerjaan (simplifikasi) dan diharapkan fungsi pelayanan
Sistem lama dalam Proses Administrasi Pengesahan Badan Hukum di Direktorat Jendral
AHU (Administrasi Hukum Umum) Departemen Hukum dan HAM RI (SISMINBAKUM) telah
dijalankan dengan baik sehingga fungsi pelayanan ke masyarakat dapat dilakukan sesuai tujuan.
Era Baru (SABH) telah dimulai pembuatan dan program aplikasi Badan Hukum ini
Indonesia. Sistem ini akan terus berkembang dengan pengembangan ke aplikasi ke seluruh
instansi yang terkait, sehingga pada akhirnya seluruh proses yang berhubungan dengan
pengurusan dan eksistensi perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan pelayanan satu atap
yang akan mempermudah para Notaris dalam proses pengadministrasian & pendaftaran
perusahaan.
Politik hukum dalam taraf instrumental di bidang kenotariatan dapat disimak pada bagian
“bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan
untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti
tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang
mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum; bahwa jasa
notaris dalam proses pembangunan makin meningkat sebagai salah satu kebutuhan
hukum masyarakat.”
Menurut Sudarto ”Politik Hukum” adalah kebijaksanaan dari negara dengan perantaraan
undang-undang merupakan proses sosial dan proses politik yang sangat penting artinya dan
mempunyai pengaruh yang luas, karena itu (undang-undang) akan memberi bentuk dan mengatur
atau mengendalikan masyarakat. Undang-undang oleh penguasa digunakan untuk mencapai dan
2. Fungsi instrumental.
Berpijak pada kedua fungsi hukum di atas, maka dapat dikatakan bahwa hukum bukan
merupakan tujuan, melainkan sebagai sarana untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan. Ini
berarti, apabila kita mau membicarakan ”Politik hukum Indonesia”, maka mau tidak mau kita
harus memahami terlebih dahulu ”apa yang menjadi cita-cita dari bangsa Indonesia merdeka”
Cita-cita inilah yang harus diwujudkan melalui sarana undang-undang (hukum). Dengan
mengetahui masyarakat yang bagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia, maka dapat
ditentukan ”sistem hukum” yang bagaimana yang dapat mendorong terciptanya sistem hukum
yang mampu menjadi sarana untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan oleh bangsa
Indonesia.
sebuah negara hukum yang demokratis. Namun peraturan hukum formal tak pernah netral,
karena ada politik hukum di belakangnya. Hukum formal itu lahir, hidup, dan juga bisa mati,
dalam dinamika budaya hukum. politik hukum menjadi sangat terasa, karena pemerintah pusat
sangat berperan dalam penyusunannya, sementara sebagai pemerintah pusat juga menjadi pihak
dalam tarik ulur posisi otonomi daerah. Dengan demikian suatu sistem hukum harus
wujud aplikatif politik hukum sebisa mungkin bersifat netral dan tidak memihak.
Arah resmi tentang pembangunan hukum di bidang kenotariatan yang akan diberlakukan
atau hukum di bidang kenotariatan yang tidak diberlakukan (Legal Policy) dalam rangka
mewujudkan tujuan Negara. Subsistem sosial kemasyarakatn, politik, ekonomi, budaya sebagai
(implementasi UUJN) yang telah ditentukan serta metode pendekatan yang digunakan dalam
mempelajari ilmu politik hukum kenotariatan lebih tepat adalah socio-legal, suatu cara
pendekatan yang menggarap peraturan-peraturan hukum (das sollen) dengan cara mempelajari
sebab akibatnya dalam hubungannya dengan kenyataan-kenyataan sosial dalam masyarakat (das
sein). Letak Politik Hukum Kenotariatan dalam Ilmu Hukum dapat diilustrasikan bahwa Ilmu
Hukum itu sebagai pohonnya sedangkan Filsafat sebagai akar-akarnya, sedangkan Politik
sebagai batang pohonnya, dan Politik Hukum Kenotariatan sebagai bagian dari batang pohon
Kehadiran Notaris sebagai Pejabat Publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat
akan kepastian hukum atas setiap perikatan-perikatan yang mereka lakukan, tentunya perikatan
yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha perdagangan. Notaris adalah satu-
satunya pejabat yang diberi wewenang umum untuk membuat akta perikatan, selagi belum ada
Undang-Undang yang mengatur perihal pembuatan akta tertentu dengan pejabat khusus di luar
Sebelum berlakunya undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau
yang sering disingkat UUJN, peraturan jabatan notaris masih bersifat kolonial dan tidak
terkodifikasi dengan baik. Adalah Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Peraturan
Jabatan Notaris di Indonesia) sebagaimana diatur dalam Staatsblad No.1860:3 yang menjadi
peraturan jabatannya. lahirnya UUJN menjadi babak baru dalam dunia Notariatan yang sedang
memasuki babak baru karena Notariatan terlihat semakin kokoh menapakan diri sebagai kajian
otonom dari Ilmu Hukum. Hingga selanjutnya lebih akan dikenal dengan sebutan Hukum
Kenotariatan.
Arah dan konsep politik hukum kenotariatan semakin jelas setelah Tanggal 6 Oktober
Diundangkannya UUJN disambut baik oleh kalangan praktisi dan akademisi hukum, dan
masyarakat pada umumnya, terlebih lagi mereka yang biasa menggunakan layanan jasa notaris.
Sambutan tersebut adalah wujud kegembiraan dengan harapan posisi Pejabat Notaris dan Hukum
di bidang kenotariatan secara umum kini lebih efisien dan efektif menuju kodifikasi yang positif.
Karena pada pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi:
1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris
Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 700);
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379);
dan
Sejak UUJN berlaku, peraturan tentang jabatan notaris sudah terkodifikasi di dalam satu
Undang-Undang. Kondisi seperti ini membuat hukum menjadi lebih efisien dan efektif dengan
harapan dapat mendukung aktivitas perikatan menjadi lebih teratur, atas keadilan, kepastian, dan
kemanfaatan hukum bagi masyarakat maupun pemerintah dalam menjalankan tugas negara
Keadilan sosial yaitu keadilan yang pelaksanaannya tidak lagi tergantung pada kehendak
pribadi, atau pada kebaikan-kebaikan individu yang bersikap adil, tetapi sudah bersifat struktural.
Artinya, pelaksanaan keadilan sosial tersebut sangat tergantung kepada penciptaan struktur-
struktur sosial yang adil. Jika ada ketidakadilan sosial, penyebabnya adalah struktur sosial yang
tidak adil. Mengusahakan keadilan sosial pun berarti harus dilakukan melalui perjuangan
memperbaiki struktur-struktur sosial yang tidak adil tersebut. Keadilan sosial juga dapat
didefinisikan sebagai perilaku, yakni perilaku untuk memberikan kepada orang lain apa yang
menjadi haknya demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Kesejahteraan adalah tujuan
Pemahaman terhadap makna keadilan sosial dalam sistem birokrasi Administrasi hukum
di bidang kenotariatan dapat dibagi menjadi tiga tataran. Meminjam istilah dalam Teori
Bekerjanya Hukum yang dikemukakan oleh Willian J. Chambliss dan Robert B. Seidman,
tataran pertama adalah pemaknaan oleh the policy maker/law making institutions. Tataran kedua
pemaknaan oleh the law sanctioning institutions/ law guardian institutions. Tataran ketiga adalah
pemaknaan oleh role occupant. Pemaknaan terhadap fenomena keadilan dapat berbeda karena
perspektif yang digunakan juga berbeda. Bahkan penafsiran dalam satu tataran dapat pula
berbeda-beda. Misalnya, pada tataran law making institutions, fenomena keadilan sosial dapat
diartikan lain antara para founding fathersdengan lembaga legislatif (DPR dan Presiden).
Kualitas interaksi sosial diantara para stakeholders yang memaknai nilai keadilan sosial dalam
ranah komunikasi di bidang ekonomi dan politik sangat menentukan ke arah mana keadilan
sosial dimaknai. Apakah diarahkan pada pencapaian kebahagiaan bersama atau hanya akan
pragmatisme melibatkan pengkajian atas cara simbol-simbol dipakai dalam komunikasi dalam
digunakan oleh stakeholders dalam interaksi social pada masyarakat (birokrat) dalam SABH di
bidang kenotariatan, dapat dipakai teori interaksionalis simbolik. Blumer mengatakan bahwa
bertindak berdasarkan makna yang menurut mereka ada dalam sesuatu hal;
Seorang bertindak kadang hanya didasarkan pada makna yang dianggap ada pada
sesuatu. Artinya, pada sesuatu itu ada makna, sesuatu itu sekedar simbol dari makna. Tindakan
manusia ditujukan untuk mengejar makna itu sendiri (people do not can act to ward things, but
Makna tentang sesuatu berkembang dari atau melalui interaksi antarmanusia dalam
kehidupan sehari-hari. Ini sejalan dengan arus perkembangan budaya itu sendiri sebagai sutau
hasil saling membagi sistem makna (shared sistem of meanings). Makna-makna dimaksud
dipelajari, direvisi, dipelihara, dan diberi batasan-batasan dalam konteks interaksi manusia.
Dengan demikian, makna dapat menyempit, meluas dan sesuatu dapat pula kehilangan makna
Makna dimodifikasi dan ditangani melalui proses interpretasi yang dipakai oleh individu
berhubungan dengan sesuatu yang dihadapinya. Ia digunakan sebagai acuan untuk menafsirkan
suatu situasi, keadaan, benda, atau lainnya dalam berbagai bidang kehidupan.
Gambaran interaksionalis tentang manusia oleh Meltzerdapat dikatakan didasari oleh keyakinan
bahwa:
“Individu dan masyarakat adalah unit yang tidak dapat dipisahkan… untuk memahami
salah satu unit secara komprehensif juga memerlukan pemahaman unit yang lain secara
menyeluruh… Masyarakat harus dipahami dari segi individu yang mennyusun masyarakat,
individu harus dipahami dari segi masyarakat tempat di mana mereka menjadi anggotanya…
Karena sebagian besar pengaruh lingkungan dirasakan dalam bentuk interaksi sosial, maka
perilaku adalah sesuatu yang dikonstruksi dan bersifat sirkular, bukan bawaan dan bersifat lepas
(released).
tersembunyi dibalik subjek dalam penegakan hukum. Makna apa yang ada dibalik perilaku
mereka? Perilaku subjek dalam penegakan hukum, selalu ditentukan oleh berbagai disiplin yang
mengenai mereka, yang oleh Chambliss dan Siedman dinyatakan sebagai hasil resultante. Dari
analisa tersebut jelaslah mengapa sistem birokrasi administrasi hukum di bidang kenotariatan
Hukum tidak sekedar berfungsi sebagai penjamin Keamanan dan Ketertiban masyarakat
(Kamtibmas), lebih penting adalah untuk menciptakan kesejahteraan yang lebih baik bagi rakyat
dan mencapai tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan serta melaksanakan hukum secara
konsisten. I.S. Susanto, dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maka fungsi primer
ancaman bahaya dan tindakan-tindakan yang merugikan yang datang dari sesamanya dan
dan negara) dan yang datang dari luar yang ditujukan terhadap fisik, jiwa, kesehatan, nilai-
2. Keadilan yaitu fungsi lain dari hukum adalah menjaga, melindungi dan memberi keadilan
bagi seluruh rakyat. Secara negatif dapat dikatakan bahwa hukum yang tidak adil adalah
apabila hukum yang bersangkutan dipandang melanggar nilai-nilai dan hak-hak yang kita
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini mengandung makna bahwa
aspek ekonomi, sosial, politik, kultur, dan spiritual. Dengan demikian hukum dipakai
sebagai kendaraan baik dalam menentukan arah tujuan, dan pelaksanaan pembangunan
secara adil.
Yos Johan Utama, mengatakan bahwa konskuensi sebagai negara hukum, secara mutatis
mutandis memunculkan kewajiban bagi negara, untuk melaksanakan prinsip negara berkeadilan,
prinsip keadilan dalam negara hukum tersebut, berusaha untuk mendapatkan titik tengah antara
dua kepentingan. Pada satu sisi kepentingan, memberi kesempatan negara untuk menjalankan
pemerintahan dengan kekuasaannya, tetapi pada sisi yang lain, masyarakat harus mendapatkan
negara ataupun orang perorang menjadi subyek hukum, yang harus dilindungi serta
disejahterakan dalam segala aspek kehidupannya. Negara dalam paradigma negara kesejahteraan
menempatkan warganya sebagai subyek hukum bukan obyek hukum. Semenrtara itu Arief
Hidayat menyatakan bahwa demokrasi tidak dapat dibicarakan secara terpisah atau tanpa
mengaitkan dengan konsep negara hukum, karena negara hukum merupakan salah satu ciri
negara demokrasi, dan demokrasi merupakan cara paling aman untuk mempertahankan kontrol
atas negara hukum. Gagasan dasar negara hukum adalah bahwa hukum negara harus dijalankan
dengan baik (dalam arti sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat terhadap hukum)
bersifat prismatik dan integratif, yaitu prinsip negara hukum yang mengintegrasikan atau
menyatukan unsur-unsur yang baik dari beberapa konsep yang berbeda (yaitu unsur-unsur
dalam Rechtsstaat, the Rule of Law. Konsep negara hukum formil dan negara hukum materiil)
dan diberi nilai keIndonesiaan (seperti kekeluargaan, kebapakan, keserasihan, keseimbangan dan
musyawarah yang semuanya merupakan akar-akar dari budaya hukum Indonesia) sebagai nilai
spesifik sehingga menjadi prinsip “Negara Hukum Pancasila”. Prinsip kepastian hukum
dalam Rechtsstaat dipadukan dengan prinsip keadilan dalam the Rule of Law, kepastian hukum
harus ditegakkan untuk memastikan bahwa keadilan di dalam masyarakat juga tegak.
Prinsip-prinsip dasar pengelolaan negara RI hasil dari Konsep Negara Hukum yaitu
Pancasila yang merupakan norma dasar Negara Indonesia (grundnorm) dan juga menjadi cita
hukum negara Indonesia (rechtsidee). Dari konsep Negara Pancasila ini, menghasilkan prinsip-
sebagai pribadi mempunyai hak dan kebebasan asasi namun sekaligus melekat padanya
civil law dan kepastian hukum serta konsepsi negara hukum “the rule of law” yang
3. Pancasila menerima hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat (law as tool of social
engineering) sekaligus sebagai cermin rasa keadilan yang hidup di masyarakat (living
law); serta
4. Pancasila menganut paham religious nation state, tidak menganut atau dikendalikan oleh
satu agama tertentu (negara agama) tetapi juga tidak hampa agama (negara sekuler) karena
negara harus melindungi dan membina semua pemeluk agama tanpa diskriminasi karena
kuantitas pemeluknya.
karenanya tidak boleh ada hukum yang diskriminatif berdasarkan ikatan primordial,
dimana hukum nasional harus menjaga keutuhan bangsa dan negara baik secara territori
rakyat dan hukum tidak hanya dapat dibentuk berdasarkan suara terbanyak (demokratis)
tetapi harus dengan prosedur dan konsistensi antara hukum dengan falsafah yang harus
3. Hukum harus mendorong terciptanya keadilan sosial yang antara lain ditandai oleh adanya
proteksi khusus oleh negara terhadap kelompok masyarakat yang lemah agar tidak
dibiarkan bersaing secara bebas tetapi tidak pernah seimbang dengan sekelompok kecil
4. Hukum berdasarkan toleransi beragama yang berkeadaban dalam arti tidak boleh ada
Konstitusi kita secara tegas mengamanatkan bahwa Negara Republik Indonesia sebagai
negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan
kebenaran dan keadilan. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum
dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan
hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Notaris merupakan jabatan tertentu yang
perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Mengingat jasa notaris dalam
proses pembangunan makin meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum masyarakat, maka
tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pelayanan publik
pada bidang legalitas hukum, menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan
kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya kepada generasi akan datang
pada sumber-sumber ekonomi masyarakat yang membutuhkan payung hukum (penerapan asas
kebebasan berkontrak dll di bidang usaha/lalu lintas bisnis), khususnya berkaitan dengan
kepastian hukum (legalitas hukum), sehingga menciptakan tatanan kehidupan bersama secara
harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik di bidang usaha. Dengan mandat
dengan keberadaan dan peran sumber daya manusia (SDM) dan teknologi mutakhir dalam
SABH di bidang kenotariatan, artinya peran mereka tidaklah sebatas mengelola aspek
administrasi dan manajemen birokrasi semata, sebagaimana pencitraan negatif yang telah
membentuk “pencitraan birokrasi” para aparatur pelayan birokrasi pemerintahan dalam beberapa
Mukadimah Undang-Undang Dasar NRI 1945, dan serta mewujudkan politik hukum kenotaiatan
sebagaimana tertuang dalam konsideran UUJN, diperlukan komitmen politik yang sungguh-
sungguh untuk memberikan dasar dan arah bagi pembaruan SABH yang berorientasi pada
tehnologi mutakhir, berkelanjutan. Pembaruan SABH harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-
prinsip keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum, sehingga apa yang menjadi cita-cita/visi
(1) Pertama, Pendidikan Pelatihan SABH terintegrasi dengan kampus. Pembaruan SABH
administrasi badan hukum yang sedang dicanangan oleh Ditjen AHU Kemenkumham,
perlu didukung dengan tehnologi mutakhir dan SDM yang handal. Dimulai dari
pemahaman terhadap bekerjanya sistem tersebut yaitu dari mulai pendidikan calon
notaris, sehingga pengenalan dan pemahaman terhadap system SABH sudah diajarkan di
Prodi Magister Kenotariatan, baik dari sisi teori maupun praktik pengoperasionalan
Nomor: M.01.HT.03.01 Tahun 2006, BAB II pasal 2 huruf h. yang intinya menjelaskan
bahwa pelaksanaan pendidikan pelatihan SABH dapat dilaksanakan Ditjen AHU bekerja
sama dengan pihak lain (artinya tidak ada kewajiban harus dilaksanakan/bekerjasama
dengan organisasi notaris/INI), sehingga kerjasama tersebut lebih baik dan lebih tepat
dilakukan dan dikembalikan pada ranah akademis (Prodi MKn yaitu institusi Negara
yang mendidik, menggembleng dan melahirkan notaris). Pada tataran pengenaan biaya
penggunaan SABH juga harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, sehingga
(2) Kedua, Manajemen Pengawasan SABH. Sebuah sistem akan berjalan dengan baik,
jika sistem tersebut secara konsisten selalu terkontrol, untuk itu dibutuhkan sistem lain,
SABH tersebut yaitu sistem pengawasan SABH, baik pengawasan secara internal
(3) Ketiga, Ketersediaan dan Keterjangkauan Dana Implementasi SABH. Harus didukung
dengan pembiayaan yang memadai, dan hal tersebut perlu disiapkan dan dianggarkan
secara sistematis oleh negara, sehingga keberadaan dana atau biaya pendukung
SABH. Pendanaan SABH yang tidak stabil atau bahkan tidak seimbang dengan
kebutuhan yang diperlukan untuk mendukung jalannya sistem tersebut dengan baik,
C. KESIMPULAN.
Guna menjamin kepastian hukum tentang kedudukan, tugas, wewenang, hak dan
kewajiban, formasi, serta produk dari Notaris. Ide/Cita-cita Hukum kenotariatan harus sejalan dg
4. Mewujudkan toleransi,
5.Terciptanya alat bukti (dalm hal ini akta otentik) yang kuat dalam lalu lintas hukum,
6.Terciptanya kepastian hukum, ketertiban masyarakat, dan terpenuhi perlindungan
hukum,
4.Mengatur secara rinci tentang bentuk, sifat, dan macam akta notaris.
Perwujudan politik hukum kenotariatan tersebut, dibutuhkan suatu sistem penunjang dan
pendukung yaitu SABH. Konsep atau Rekonstruksi SABH di bidang kenotariatan bisa terlaksana
secara baik yaitu dengan pembenahan arah kebijakan pembaruan SABH dan perlunya melakukan
pengkajian ulang terhadap pelaksanaan Politik Hukum di bidang kenotariatan dan berbagai
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan Notaris dalam
rangka sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan
penataan kembali arah politik hukum kenotariatan yang berkeadilan dengan memperhatikan
efektifitas dan efisiensi kinerja di bidang kenotariatan serta penataan terhadap struktur, subtansi
dan kultur lembaga pengawas notaris secara komprehensif dan sistematis dengan menekankan
pada penerapan tehnologi mutakhir dalam pelayanan publik untuk mencapai pelayanan yang