Anda di halaman 1dari 37

KOMUNIKASI KESEHATAN

Kelas Komunikasi Kesehatan - 10

Home Group 3

Aldriyety Merdiarsy 1506690321

Kristiani O. Rumere 1506796164

Maynia Meigas Gumbardania 1506690246

Shafa Dwi Andzani 1506690063

RUMPUN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2016
Abstrak

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan bersosialisasi,


bukan hanya itu komunikasi tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Komunikasi
merupakan jembatan pembicaraan antara seorang individu dengan individu yang lain
oleh karena itu komunikasi memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia
kesehatan maupun dunia sosial karena dengan berkomunikasi kita dapat mengetahui
apa yang dirasakan dan dialami oleh lawan bicara kita. Hal inilah yang menjadi alasan
banyak manusia memerlukan komunikasi agar dapat mengetahui kondisi lingkungan
nya sehari-hari.

Komunikasi kesehatan memiliki peran penting dalam menjalankan tugasnya


masing-masing, untuk menjalankan tugasnya dilakukan berbagai macam cara dengan
menggunakan prinsip komunikasi di antaranya dapat kita temui dalam komunikasi
kelompok, komunikasi interprofesional, komunikasi massa, sampai komunikasi publik.
Dengan cara ini pula, komunikasi kesehatan dapat mencapai hingga ke daerah-daerah
terpencil dengan harapan cara ini dapat membantu masyarakat mengetahui hal-hal
tentang kesehatan dan bagaimana caranya menjaga kesehatan. Selain itu, juga
diharapkan dengan adanya komunikasi yang dilakukan dengan berbagai macam cara ini
dapat menolong tim profesi dalam berkomunikasi baik dalam tim profesinya maupun
dalam masyarakat.

i
Daftar Isi
Abstrak .......................................................................................................................................... ii
Daftar Isi....................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 4
2.1 Komunikasi Kelompok ................................................................................................. 4
2.1.1 Definisi Komunikasi Kelompok ............................................................................ 4
2.1.2 Karakteristik Kelompok ........................................................................................ 4
2.1.3 Fungsi Komunikasi Kelompok .............................................................................. 6
2.1.4 Tipe Kelompok ...................................................................................................... 7
2.1.5 Komponen dalam Proses Komunikasi Kelompok................................................. 8
2.1.6 Klasifikasi Komunikasi Kelompok ....................................................................... 8
2.1.7 Cara Pengambilan Keputusan dalam Kelompok ................................................... 9
2.1.8 Fase–Fase dalam Komunikasi Kelompok ........................................................... 10
2.1.9 Faktor Pendukung dari Komunikasi Kelompok .................................................. 11
2.1.10 Faktor Penghambat dari Komunikasi Kelompok ................................................ 12
2.1.11 Teori Kepemimpinan dalam kelompok .............................................................. 13
2.2 Komunikasi Interprofesional pada Pelayanan Kesehatan ........................................... 14
2.2.1 Definisi Komunikasi Interprofessional ............................................................... 14
2.2.2 Tujuan Komunikasi Interprofessional ................................................................. 14
2.2.3 Jenis dan Bentuk Komunikasi Interprofessional ................................................ 15
2.2.4 Prinsip-prinsip Komunikasi Interprofessional..................................................... 15
2.2.5 Faktor pendukung dan penghambat komunikasi interprofessional ..................... 16
2.2.6 Penyebab Masalah ............................................................................................... 17
2.2.7 Cara Penyelesaian Masalah ................................................................................. 17
2.3 Komunikasi Publik pada Pelayanan Kesehatan .......................................................... 18
2.3.1 Definisi Komunikasi Publik ................................................................................ 18
2.3.2 Tujuan Komunikasi Publik.................................................................................. 18
2.3.3 Teknik dalam Melakukan Komunikasi Publik .................................................... 20
2.3.4 Langkah dalam Melakukan Komunikasi Publik pada Pelayanan Kesehatan ...... 21
2.3.5 Penerapan Komunikasi Publik ............................................................................ 21
2.4 Komunikasi Massa pada Pelayanan Kesehatan........................................................... 22
2.4.1 Pengertian Komunikasi massa............................................................................. 22
2.4.2 Fungsi Komunikasi Massa .................................................................................. 23

ii
2.4.3 Teori pada Komunikasi Massa ............................................................................ 23
2.3.5 Unsur-Unsur Komunikasi Massa ........................................................................ 26
2.3.6 Ciri-Ciri Komunikasi Massa ............................................................................... 27
2.3.7 Pengaruh Komunikasi Massa .............................................................................. 28
2.3.8 Bentuk-bentuk komunikasi massa: ...................................................................... 29
2.3.9 Komunikasi Massa pada Pelayanan Kesehatan................................................... 29
BAB III PENUTUP..................................................................................................................... 31
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 31
3.2 Saran............................................................................................................................ 31
Daftar Isi...................................................................................................................................... 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu
membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu tidak dapat
dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan
manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan kelompok, atau
hubungan kelompok dengan kelompok inilah yang disebut sebagai interàksi sosial.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Profesor Wilbur Schramm
menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat
terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat
mengembangkan komunikasi (Schramm; 1982).
Teori dasar Biologi menyebut adanya dua kebutuhan mendasar yang mendorong
manusia ingin berkomunikasi dengan manusia lainnya, yakni kebutuhan untük
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Pendek kata, sekarang ini keberhasilan dan kegagalan seseorang
dalam mencapai sesuatu yang diinginkan termasuk karir mereka, banyak ditentukan
oleh kemampuannya berkomunikasi.
Komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi kepada khalayak massa
dengan media massa. Media massa hanyalah salah satu faktor yang membentuk proses
komunikasi massa tersebut, yaitu sebagai alat atau saluran. Iklan merupakan berita
pesanan untuk mendorong, membujuk orang agar tertarik pada barang atau jasa yang
ditawarkan. Dari contoh tersebut akan kita kupas lebih dalam lagi mengenai komunikasi
apa saja yang dapat dipakai oleh tenaga kesehatan ketika turun ke lapangan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis kemukakan, rumusan masalah
yang ingin dungkapkan yaitu :

1
1. Bagaimana melakukan komunikasi pada kelompok?
2. Bagaimana melakukan komunikasi pada kelompok peer dan mitra kesehatan?
3. Bagaimana melakukan komunikasi pada masyarakat?
4. Bagaimana melakukan komunikasi massa pada pelayanan kesehatan?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan, tujuan penelitian yang


ingin disajikan penulis adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana melakukan komunikasi pada kelompok
2. Untuk mengetahui bagaimana melakukan komunikasi pada kelompok peer dan
mitra kesehatan.
3. Untuk mengetahui bagaimana melakukan komunikasi pada masyarakat.
4. Untuk mengetahui bagaimana melakukan komunikasi massa pada pelayanan
kesehatan.

D. Metodologi Penulisan

Untuk membahas suatu masalah, kami melakukan metode menggunakan data


melalui Studi Pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan menggali informasi dari
buku – buku, literatur, maupun media internet.

E. Sistematika Penulisan
Setelah kerangka pendahuluan serta data-data yang diperlukan telah terkumpul,
selanjutnya ditetapkan kerangka dasar dalam penyusunan secara sistematis yang
penulisannyan adalah sebagai berikut:

 Bab I merupakan Bab Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, metode penulisan, waktu dan lokasi penelitian, dan
sistematika penulisan.
 Bab II merupakan Bab Deskripsi Umum yang membahas tentang Komunikasi
Kesehatan.

2
 Bab III merupakan Bab Judul/Isi yang berisikan pembahasan materi dan wawasan
penulis.
 Bab IV merupakan Bab Kesimpulan dan Saran yang berisikan simpulan uraian
sebelumnya dan memberikan saran mengenai Komunikasi Kesehatan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Komunikasi Kelompok

2.1.1 Definisi Komunikasi Kelompok


Definisi komunikasi kelompok menurut Anwar Arifin (1984) adalah komunikasi
yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam
rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya. Kemudian, menurut Engleberg dan Wynn
(2009) komunikasi kelompok adalah interaksi antara tiga orang atau lebih anggota yang
saling ketergantungan untuk mencapai tujuan yang sama.

Sedangkan menurut Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) komunikasi


kelompok ialah interaksi tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang
telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana
anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain
secara tepat.

Dalam pengertian di atas, kata kunci yang dapat diambil dalam komunikasi
kelompok salah satunya adalah tatap muka, maksudnya setiap anggota kelompok bisa
melihat dan mendengar anggota kelompok lainnya dalam berkomunikasi. Mereka juga
harus bisa berinteraksi satu sama lain. Kemudian, anggota kelompok berjumlah lebih
dari tiga orang tetapi tidak boleh lebih dari dua puluh orang karena jika anggota terlalu
banyak, maka mereka sulit untuk tatap muka, mendengar, dan berinteraksi satu sama
lain. Lalu, maksud dan tujuan kelompok tersebut harus sama agar dapat berinteraksi
satu sama lain. Terakhir, anggota harus bisa mengingat karakteristik anggota lain
dimaksudkan agar saling mengenal satu sama lain supaya bisa berkomunikasi dengan
baik dan lancar.

2.1.2 Karakteristik Kelompok


Komunikasi yang efektif dapat meningkatkan kinerja kerja dengan memahami
karakteristik yang ada dalam suatu kelompok. Terdapat 2 karakteristik dalam sebuah
kelompok yaitu norma dan peran, yang akan kita bahas.
Norma adalah suatu perjanjian atau persetujuan yang mengatur bagaimana
anggota-anggota dalam kelompok berperilaku antara satu dengan yang lain. Istilah

4
norma sering juga disebut dengan “hukum” (law) atau “aturan” (rules) yaitu perilaku
dan tindakan apa saja yang pantas maupun tidak pantas dilakukan dalam kelompok.
Menurut (Adler, 2006) terdapat tiga kategori norma dalam kelompok, yaitu norma
sosial, prosedural, dan tugas seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini :

Tabel 1. Norma dalam Kelompok

Sosial Prosedural Tugas


Mendiskusikan persoalan Memperkenalkan para Mengkritik ide bukan
yang tidak kontroversial. anggota kelompok orangnya.
Menceritakan Membuat agenda Mendukung gagasan
gurauan yang lucu. pertemuan. yang terbaik.
Menceritakan Memiliki kepedulian
Duduk saling bertatap
kebenaran yang tidak untuk pemecahan
muka.
dapat dibantah. persoalan.
Memantapkan tujuan Berbagi beban
Jangan merokok.
kelompok. pekerjaan.
Jangan meninggalkan Jangan memaksakan
Jangan datang
pertemuan tanpa gagasan kita dalam
terlambat.
sebab. kelompok.
Tidak hadir tanpa Jangan memonopoli Jangan berkata kasar
alasan yang jelas. Percakapan jika tidak setuju.

Dari data dalam tabel di atas dapat dipahami bahwa norma sosial mengatur
interaksi/ hubungan antar para anggota. Sedangkan norma prosedural menguraikan
pengoperasian/ persoalan teknis suatu kelompok. Sedangkan norma tugas memusatkan
perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan/persoalan harus dilaksanakan.

Norma sangat penting dalam kelompok karena dengan norma kita dapat
beradaptasi dalam kelompok atau kelompok dapat beradaptasi pada lingkungan
sehingga dapat meningkatkan kinerja suatu kelompok dalam menghadapi persoalan dan
juga berguna untuk mencegah sarkasme atau apatis terhadap anggotanya.

5
Jika norma diberi batasan sebagai ukuran kelompok untuk dapat diterima, maka
peran (role) merupakan pola-pola perilaku yang diharapkan dari setiap anggota
kelompok. Terdapat dua fungsi peran dalam suatu kelompok, yaitu fungsi tugas dan
fungsi pemeliharaan.

Tabel 2. Peran Fungsional dalam Kelompok

Fungsi Tugas Fungsi Pemeliharaan

Pemberi informasi Pendorong partisipasi

Pemberi pendapat Penyelaras

Pencari informasi Penurun ketegangan

Pemberi aturan Penengah persoalan pribadi

Dari tabel di atas dapat kita pahami bahwa fungsi tugas membantu kelompok
untuk mencapai tujuannya, fungsi pemeliharaan membantu agar hubungan antara
anggota dapat berjalan selaras. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keefektivitasan
kelompok dapat dicapai dengan adanya fungsi pemeliharaan yang positif.

2.1.3 Fungsi Komunikasi Kelompok


1. Hubungan sosial

Kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial antar


anggota kelompok untuk memberi kesempatan dalam melakukan aktivitas
yang informal, santai dan menghibur.

2. Pendidikan

Baik secara formal maupun informal dengan adanya komunikasi kelompok


mampu mencapai dan saling bertukar pengetahuan. Dimana komunikasi
kelompok dalam pendidikan bergantung pada jumlah informasi baru yag
dikontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok serta frekuensi interaksi
antar anggota.

6
3. Persuasi

Dimana seorang anggota kelompok berupaya mendorong sesama anggotanya


untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Usaha yang berlebihan
menimbulkan konflik.

4. Memecahkan persoalan dan membuat keputusan

Kelompok berusaha memecahkan tiap persoalan yang ada dan mampu


membuat keputusan sebagai upaya pencapaian tujuan.

5. Terapi

Kelompok membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya.


Namun, individu ini harus tetap berinteraksi dengan anggota kelompok lain,
meskipun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri.

2.1.4 Tipe Kelompok


Ronald B. Adler dan George Rodman dalam bukunya Understanding
Human Communication (2003) membagi kelompok menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Kelompok Belajar (learning group)

Meningkatkan pengetahuan atau kemampuan para anggotanya berupa suatu


lembaga pendidikan ataupun kelompok yang dapat memberi keterampilan.

2. Kelompok Pertumbuhan (growth group)

Hanya berusaha untuk membantu para anggota mengidentifikasi dan


mengarahkan mereka untuk peduli dengan persoalan pribadi yang mereka
alami.

3. Kelompok Pemecahan Masalah (problem-solving group)

Anggota kelompok bekerja sama untuk mengatasi persoalan bersama yang


mereka hadapi. Dalam mengatasi persoalan terdapat tahapan-tahapan
tersendiri, yaitu :

7
a. Pengumpulan informasi sebagai landasan dalam pengambilan keputusan,
b. Pembuatan keputusan atau kebijakan itu sendiri

2.1.5 Komponen dalam Proses Komunikasi Kelompok


Menurut Engleberg dan Wynn (2009) komponen tersebut adalah
members, message, channel, feedback, context dan noise. Pertama, harus ada
members atau anggota yang diterima dan diakui kelompok untuk memulai
komunikasi. Kemudian ada message atau pesan yang memulai komunikasi.
Untuk menyampaikan pesan tersebut harus ada channel atau media untuk
menyampaikan pesan tersebut. Setelah pesan tersebut tersampaikan, ada
feedback atau umpan balik dari tiap-tiap anggota. Dalam komunikasi kelompok,
context atau lingkungan serta keadaan psikologis seseorang juga berpengaruh
dalam komunikasi kelompok. Kemudian, ada juga noise atau gangguan yang
bisa mengganggu dan menghambat jalannya komunikasi kelompok tersebut.

2.1.6 Klasifikasi Komunikasi Kelompok


Telah banyak temuan ilmuan sosiologi mengenai klasifikasi komunikasi
dalam berkelompok, dan dapat disimpulkan bahwa komunikasi kelompok
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
1. Kelompok primer dan sekunder
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat,
1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang
anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam
asosiasi dan kerja sama seperti contoh komunikasi kelompok yang terjadi pada
keluarga, teman sejawat, juga tetangga, dll. Dalam hal ini komunikasi kelompok
primer cenderung lebih bersifat dalam dan meluas, personal, informal dan
ekspresif, serta lebih terfokus pada aspek hubungan dibanding isi.
Sedangkan kelompok sekunder ialah kelompok yang anggota-
anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati
kita. Dalam hal ini komunikasi sekunder bersifat keterbalikan dengan
komunikasi primer dan biasanya terjadi pada sekelompok organisasi massa,
serikat buruh, fakultas, dan sebagainya.

8
2. Kelompok keanggotaan dan rujukan
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan
(membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok
keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif
dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah
kelompok yang digunakan sebagai alat ukur untuk menilai diri sendiri atau
untuk membentuk sikap. Terakhir, John F. Cragan.
3. Kelompok deskriptif dan preskriptif
David W. Wright (1980) mengklasifikasikan komunikasi kelompok
menjadi deskriptif dan peskriptif, dimana deskriptif menunjukkan proses
pembentukan secara alamiah sementara kelompok preskriptif mengacu pada
langkah-langkah anggota kelompok mencapai tujuan.

2.1.7 Cara Pengambilan Keputusan dalam Kelompok


(Sendjaja, 2003) mengatakan bahwa sedikitnya terdapat empat cara
pengambilan keputusan dalam suatu kelompok di antaranya ialah :
1. Kelompok yang kewenangannya tidak dilakukan melalui diskusi
Biasanya kelompok ini terjadi pada pemimpin otokratik atau kepemimpinan
militer. Walaupun unggul dalam kecepatannya, namun berdampak pada
ketidakpercayaan anggota pada keputusan yang telah ditentukan.
2. Kelompok dengan pengambilan keputusan melalui pendapat ahli
Dimana terdapat rasa kepercayaan dan ketidakraguan dari anggota atas
kemampuan si ahli. Sehingga dalam menunjuk orang sebagai ahli pun harus
benar-benar jangan sampai salah.
3. Kelompok yang kewenangannya dilakukan setelah diskusi
Hampir mirip dengan cara pertama, bedanya hanya pada kualitas dan
tanggung jawab yang lebih baik, namun dampaknya lebih kepada persaingan
antar anggota dalam pengambilan keputusan.
4. Kelompok yang mengambil keputusan melalui kesepakatan
Dimana semua anggota kelompok saling mendukung dan berpartisipasi
penuh, serta dalam pengambilan keputusan dilakukan secara kritis dan

9
kompleks walau pada cara ini cenderung membutuhkan waktu yang lebih
lama dibanding cara lainnya.

2.1.8 Fase–Fase dalam Komunikasi Kelompok


1. Fase orientasi (orientation), dimana tiap individu atau anggota
menghabiskan waktu untuk menilai maksud mereka bergabung dalam
kelompok dan juga mencari tahu dimana tempat yang tepat bagi mereka
dalam berkelompok.

2. Fase konflik (conflict), dimana lebih terfokus terhadap siapa saja anggota
yang berada di posisi atas dan dibawah berdasarkan pengaruh yang mereka
berikan.

3. Fase kohesi (cohesion), dimana komunikasi terfokus pada jarak. Anggota


kelompok selalu ingin memiliki hubungan yang dekat satu sama lain namun
mereka juga tidak ingin terlalu intim.

4. Fase bekerja (working / performing), dimana anggota kelompok mulai


melaksanakan pekerjaan yang telah mereka persiapkan.

5. Fase pemutusan (termination), dimana kelompok biasanya telah memenuhi


tujuan kelompok.

2.1.9 Teknik Pembuatan Keputusan dalam Kelompok

Teknik yang paling umum adalah prosedur kreatif penyelesaian masalah


oleh Dewey (1910) dalam Berry (2007), menggunakan win-win solution. Teknik
tersebut terdiri dari 5 langkah, yaitu :

1. Mendefinisikan masalah

2. Mengidentifikasi solusi

3. Mengevaluasi solusi

4. Memilih solusi yang terbaik

5. Menerapkan solusi.

10
2.1.10 Faktor Pendukung dari Komunikasi Kelompok
Anggota kelompok bekerja sama dalam sebuah kelompok untuk mencapai dua
tujuan yaitu mengerjakan tugas kelompok dan memelihara moral-moral anggota
kelompoknya. Terdapat dua macam faktor pendukung komunikasi kelompok dilihat dari
tujuan kelompok itu terbentuk, yaitu :

A. Faktor situasional

1. Ukuran kelompok (jumlah anggota)

Dilihat dari semakin banyak jumlah anggota kelompok maka semakin


terlihat pula perbedaan antara anggota yang aktif dan pasif. Sebaiknya
jumlah anggota dilihat dari berapa banyak kegiatan atau tujuan yang akan
dicapai.

2. Jaringan komunikasi

 Bentuk roda, terdapat satu orang yang menjadi pusat perhatian. Ia dapat
berhubungan dengan semua orang tetapi semuanya hanya bisa
berhubungan dengan satu orang tersebut.

 Bentuk rantai, misalnya A dapat berkomunikasi dengan B, B dengan C,


C dengan D, dan seterusnya.

 Bentuk Y, ada tiga orang yang dapat saling berkomunikasi tetapi dua
orang lainnya hanya bisa berkomunikasi dengan orang disampingnya.

 Bentuk lingkaran, tiap anggotanya hanya bisa berkomunikasi dengan


orang disampingnya saja dan tidak ada pemimpin.

 Bentuk bintang (comcon), dimana tiap anggota dapat berkomunikasi


dengan anggota yang lainnya.

3. Kohesi kelompok

Dapat diartikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk


tetap tinggal di dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok
(Collin dan Raven, 1964). Kohesi diukur dari ketertarikan anggota secara
interpersonal pada satu sama lain, ketertarikan pada kegiatan dan fungsi

11
kelompok, serta sejauh mana anggota menggunakan kelompok sebagai alat
untuk memuaskan kebutuhan personalnya.

4. Kepemimpinan

Dimana komunikasi secara positif mendorong kelompok untuk bergerak


mencapai tujuan bersama.

B. Faktor personal

1. Kebutuhan interpersonal

Seseorang ingin menjadi anggota kelompok dengan tiga kebutuhan


interpersonal, yaitu : a. Inklusi, ingin menjadi bagian dari kelompok, b.
Control, ingin mengendalikan orang lain dalam suatu hierarki, dan c.
Affection, ingin mendapatkan keakraban emosional dari anggota lain.

2. Tindakan komunikasi

Yaitu dilihat dari dua kelas menurut Robert E. Bales yaitu terdiri dari
hubungan tugas dan hubungan sosial.

3. Peranan individu

Peranan yang dimainkan oleh tiap anggota kelompok di antaranya ialah


memecahkan masalah dan membuat gagasan-gagasan baru, memelihara
hubungan emosional dengan anggota lainnya serta memuaskan kebutuhan
personal yang tidak memiliki hubungan dengan kelompok.

2.1.11 Faktor Penghambat dari Komunikasi Kelompok


Selain memiliki faktor pendukung, komunikasi kelompok juga memiliki
faktor yang penghambat, di antaranya yaitu :

1. Latar belakang budaya, setiap individu tidak akan memiliki kebiasan atau
budaya yang sama persis sehingga terkadang perbedaan kebiasaan dan
budaya yang berpengaruh terhadap pola pikir dan sikap tiap anggota akan
menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan.

12
2. Ikatan kelompok, tiap kelompok dan kelompok lainnya pasti memiliki cara
pandang yang beda begitupun dengan nilai-nilai yang dianutnya.

3. Harapan anggota kelompok, harapan tiap anggota sering kali berbeda


sehingga terkadang pesan atau informasi yang disampaikan sesuai dengan
harapan satu anggota tetapi berbeda dengan harapan anggota lainnya.

4. Latar belakang pendidikan, tiap anggota di dalam kelompok memiliki


pengetahuan yang berbeda sehingga terkadang tidak semua anggota dapat
memahami satu hal tersebut.

5. Proses komunikasi kelompok, jika komunikasi antar anggota tidak dapat


berjalan dengan baik maka hal tersebut dapat berdampak pada hubungan
emosional antar anggota yang tidak terbentuk dan tujuan bersama akan sulit
tercapai.

2.1.12 Teori Kepemimpinan dalam kelompok


Menurut (Kartono, 1998:28) terdapat tiga teori kepemimpinan, yaitu:

1. Teori Genetis

Teori ini menganut pandangan deterministis yang menyatakan bahwa


pemimpin lahir oleh bakat alami yang didapatkan semenjak lahir dalam
situasi dan kondisi apapun juga.

2. Teori Sosial

Merupakan lawan dari teori Genetis. Teori ini menyatakan bahwa seorang
pemimpin harus dididik, dibentuk dan tidak lahir begitu saja sebagai
seorang pemimpin. Pemimpin harus dipersiapkan engan didorong oleh
kemauan sendiri

3. Teori Ekologis atau Sintetis

Teori ini menyatakan bahwa seseorang akan berhasil menjadi pemimpin


apabila sejak lahir telah memiliki bakat seorang pemimpin dan selanjutnya
dikembangkan oleh pengalaman dan usaha sesuai dengan tuntutan
lingkungannya.

13
2.1.13 Macam-Macam Gaya Kepemimpinan (Wibowo, 2005)

 Gaya Kepemimpinan Otoriter

Gaya kepemimpinan yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang


diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan
tanggung jawab dipegang oleh pemimpin sedangkan anggota hanya
melaksanakan tugas yang telah diberikan.

 Gaya Kepemimpinan Demokratis

Gaya kepemimpinan yang memberikan wewenang secara luas kepada


anggota. Setiap permasalahan selalu mengikutsertakan anggota sebagai suatu
tim yang utuh.

 Gaya Kepemimpinan Bebas

Gaya kepemimpinan yang melibatkan kuantitas anggota secara aktif dalam


menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.

2.2 Komunikasi Interprofessional pada Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Definisi Komunikasi Interprofessional


Komunikasi Interprofessional dapat diartikan sebagai proses perencanaan,
pelaksanaan, dan mengevaluasi program komunikasi yang ditujukan untuk penyedia
layanan kesehatan. Adapun pengertian lain mengenai komunikasi interprofessional,
komunikasi interprofesional adalah komunikasi yang terjadi antar multidisiplin
ilmu mengenai praktik keprofesian yang berkolaborasi guna meningkatkan
kerjasama dan pelayanan kesehatan (Barr: 2002). Komunikasi interprofessional
adalah bentuk interaksi untuk bertukar pikiran, opini dan informasi yang melibatkan dua
profesi atau lebih dalam upaya untuk menjalin kolaborasi interprofesi.

2.2.2 Tujuan Komunikasi Interprofessional


Komunikasi interprofessional pada pelayanan kesehatan dilakukan oleh tenaga-
tenaga medis seperti: dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, dokter spesialis, dll. Adanya
komunikasi interprofessional ialah bertujuan untuk, 1) mewujudkan kesehatan

14
pasien yang lebih baik, 2) bertukar informasi dan alat medis agar lebih efektif untuk
memajukan praktek medis, 3) serta mengadvokasi untuk penerapan standar baru
pelayanan perawatan kesehatan. Dengan adanya tujuan tersebut diharapkan semua
tenaga medis dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya tanpa
adanya kesalahan komunikasi antar tenaga medis.

2.2.3 Jenis dan Bentuk Komunikasi Interprofessional


Komunikasi interprofessional dapat terjadi dalam berbagai jenis komunikasi
dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan. Jenis komunikasi tersebut dapar berupa; 1)
Komunikasi antara manajer fasilitas kesehatan dengan petugas kesehatan, 2)
Komunikasi antara dokter dengan perawat/bidan, 3) Komunikasi antara dokter dengan
dokter, misalnya komunikasi antara dokter spesialis dengan dokter ruangan atau antar
dokter spesialis yang merawat pasien, 4) Komunikasi antara dokter/bidan/ perawat
dengan petugas apotek, 5) Komunikasi antara dokter/ bidan/perawat dengan petugas
administrasi/keuangan, 6) Komunikasi antara dokter/bidan/perawat dengan petugas
pemeriksaan penunjang (radiology, laboratorium, dsb).
Selain jenis komunikasi diatas, komunikasi interprofessional memiliki bentuk
komunikasi yang terjadi ketika komunikasi berlangsung. Bentuk komunikasi
interprofessional dapat berupa komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Contoh
komunikasi non-verbal dalam komunikasi interprofessional dapat berupa rekam medik
pasien, resep untuk pasien, dll. Rekam medik pasien menjadi sumber informasi untuk
tenaga medis yang akan manjadi petugas pelayanan perawatan dikemudian hari. Rekam
medis pun bentut komunikasi antar tenaga medis dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Sehingga mereka dapat melihat rekam medik terlebih dahulu dan saling
memberikan informasi. Selain itu, resep pun menjadi bentuk komunikasi yang diberikan
dokter untuk pasien mengambil obat di apotek.

2.2.4 Prinsip-prinsip Komunikasi Interprofessional


Komunikasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang dapat mendukung
komunikasi dalam tim. Menurut Kumala (1995) prinsip-prinsip tersebut ialah:
1. Setiap individu dalam tim memiliki hak untuk mengemukakan dan menjelaskan
pendapatnya atau pandangan mereka untuk melakukan sesuatu tindakan.

15
2. Pesan yang diberikan, dalam bentuk lisan maupun tulisan, harus dinyatakan
dengan menggunakan bahasa serta ungkapan yang jelas dan mudah dimengerti
oleh semua individu dalam tim tersebut.
3. Setiap individu dalam tim menghindari perselisihan dan pertentangan sesama
individu dalam tim agar komunikasi atau hubungan yang terjalin lebih baik.

2.2.5 Faktor pendukung dan penghambat komunikasi interprofessional


Komunikasi yang efektif perlu didukung oleh faktor-faktor yang dapat
meningkatkan keefektifan dalam berkomunikasi. Menurut Potter & Perry (2005)
keefektifan komunikasi dapat didukung dengan faktor-faktor berikut:

 Persepsi, dalam berkomunikasi antar profesi perlu berusaha menyetarakan


persepsi agar tidak menimbulkan masalah dala berkomunikasi.
 Lingkungan yang nyaman untuk berkomunikasi, hindari lingkungan yang dapat
menggangu proses komunikasi menjadi terhambat.
 Pengetahuan, tingkatan pengetahuan yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan
penyampaian pesan yang tidak jelas serta dapat menimbulkan negative feedback.

Selain adanya faktor pendukung, adapun faktor penghambat dalam komunikasi


interprofessional. Hambatan tersebut berupa kepemimpinan yang kurang efektif,
kurangnya kejelasan atau kesepakatan mengenai tujuan dan prioritas, konflik
interpersonal, persaingan prioritas, perbedaan konseptual, dan enggan untuk menerima
anggota lain. Hambatan tersebut dapat memicu sebuah masalah dalam komunikasi
interprofessional. Masalah yang sering muncul ialah kesalahan membaca tulisan petugas
lain. Atau dapat memiliki persepsi yang berbeda dari tulisan tersebut. Penulisan yang
tidak jelas tersebut dapat menimbulkan suasana kerja menjadi terganggu dan munculnya
perasaan kesal. Masalah lain yang timbul dapat terjadi pada proses pemberian pelayanan
kesehatan bagi pasie yang rawat inap atau rawat jalan.

Masalah yang terjadi dalam komunikasi interprofessional dapat terjadi antar


profesi atau sesama profesi. Contohnya, perawat A telah menyelesaikan tugas shiftnya
dan akan segera pulang, sehingga ia terburu-buru memberikan rekma medik pasien C ke
perawat B tanpa adanya informasi lebih lanjut. Sehingga perawat B merasa bingung
untuk melanjutkan shiftnya karena kurangnya informasi yang jelas mengenai pasien C.

16
Contoh lain, ketika dokter memberikan resep untuk pasien kepada apoteker, namun
karena apoteker tidak terlalu jelas membaca tulisan dokter ia pun mengganti obat
tersebut yang hampir sama dengan yang tertulis di resep. Hal tersebut dapat merugikan
pasien jika obat tersebut tidak cocok dengan pasien tersebut.

2.2.6 Penyebab Masalah


Penyebab masalah yang sering terjadi dalam komunikasi interprofessional ialah
dapat berupa role stress, lack of interprofessional understandings, dan autonomy
struggles.

Pertama, role stress terbagi menjadi dua yaitu role conflict dan role overload.
Role conflict ialah perbedaan antara peran yang diharapkan dengan yang diperoleh, hal
ini dapat membuat kinerja seseorang menjadi menurun, sikap saling menghormati antar
tenaga kesehatan menjadi tindakan yang dapat mengurangi role conflict. Sedangkan,
role overload terjadi karena jumlah pasien yang terlalu banyak sehingga menyebabkan
kemampuan petugas kesehtan menjadi menurun (lelah) sehingga pelayanan yang
diberikan menjadi tidak baik.

Kedua, lack of interprofessional understandings terjadi karena petugas


kesehatan yang belum paham tentang peran mereka dalam lingkungan kerja sehingga
dapat menyebabkan masalah dalam hubungan kerja antar petugas kesehatan.

Ketiga, autonomy struggles menurut Conway ialah kapasitas otonomi menjadi


penting agar tenaga kesehatan dapat memenuhi perannya. Namun, terkadang muncul
perbedaan tingkat autonomi pada petugas kesehatan, maka petugas kesehatan perlu
menyesuaikan otonomi sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Agar tidak ada lagi
masalah yang muncul dalam proses komunikasi interprofessional yang dapat berakibat
buruk.

2.2.7 Cara Penyelesaian Masalah


Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan pengaturan komunikasi yang sebaik-
baiknya antar tenaga kesehatan. Maka dalam organisasi kesehatan agar komunikasi
berjalan dengan baik dan tanpa ada masalah perlu memperhatikan hal-hal berikut: 1)
memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing-masing petugas dalam suatu
fasilitas kesehatan. Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus diketahui oleh masing-

17
masing petugas, 2) memberikan otonomi kepada petugas untuk mengambil keputusan
sesuai dengan kewajiban dan kemampuannya, dan 3) mereposisi kembali hubungan
antar petugas kesehatan sebagai hubungan yang saling melengkapi.

2.3 Komunikasi Publik pada Pelayanan Kesehatan

2.3.1 Definisi Komunikasi Publik


Komunikasi Publik adalah komunikasi yang melibatkan orang banyak
atau masyarakat. Komunikasi Publik biasa disebut komunikasi pidato,
komunikasi elektif, komunikasi retorika, public speaking, atau komunikasi
khalayak (audience aommunication). Komunikasi publik berbeda dari
komunikasi massa, dimana komunikasi massa hanya menggunakan media
massa, seperti surat kabar, website, majalah, radio, dan televisi, sementara
komunikasi publik tidak hanya menggunakan media massa, tetapi juga
menggunakan e-mail, blog, jejaring sosial (facebook, twitter, yahoo dan lain-
lain) dan medium lainnya yang bisa menjangkau khalayak luas seperti seminar,
diskusi, dan sebagainya.

2.3.2 Tujuan Komunikasi Publik

Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi-dimensi


Komunikasi beliau mempunyai pendapat mengenai tujuan komunikasi publik
sebagai berikut :

1. Public Information
Memberikan informasi kepada masyarakat. Karena perilaku menerima
informasi merupakan perilaku alamiah masyarakat. Dengan menerima
informasi yang benar masyarakat akan merasa aman tentram. Informasi
akurat diperlukan oleh beberapa bagian masyarakat untuk bahan dalam
pembuatan keputusan. Informasi dapat dikaji secara mendalam sehingga
melahirkan teori baru dengan demikian akan menambah perkembangan ilmu
pengetahuan.
2. Public Education
Mendidik masyarakat. Kegiatan komunikasi pada masyarakat dengan
memberikan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat menjadi lebih

18
baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan mendidik
masyarakat dalam arti luas adalah memberikan berbagai informasi yang
dapat menambah kemajuan masyarakat dengan tatanan komunikasi massa.
Sedangkan kegiatan mendidik masyarakat dalam arti sempit adalah
memberikan berbagai informasi dan juga berbagai ilmu pengetahuan melalui
berbagai tatanan komunikasi kelompok pada pertemuan-pertemuan, kelas-
kelas, dan sebagainya. Tetapi kegiatan mendidik masyarakat yang paling
efektif adalah melalui kegiatan Komunikasi Interpersonal antara penyuluh
dengan anggota masyarakat, antara guru dengan murid, antara pimpinan
dengan bawahan, dan antara orang tua dengan anak-anaknya.
3. Public Persuasion
Mempengaruhi masyarakat. Kegiatan memberikan berbagai informasi
pada masyarakat juga dapat dijadikan sarana untuk mempengaruhi
masyarakat tersebut ke arah perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan,
misalnya mempengaruhi masyarakat untuk mendukung suatu pilihan dalam
pemilu dapat dilakukan melalui komunikasi massa dalam bentuk kampanye,
propaganda, selebaran-selebaran, spanduk dan sebagainya. Tetapi
berdasarkan beberapa penelitian kegiatan mempengaruhi masyarakat akan
lebih efektif dilakukan melalui Komunikasi Interpersonal.
4. Public Entertainment
Menghibur masyarakat. Perilaku masyarakat menerima informasi
selain untuk memenuhi rasa aman juga menjadi sarana hiburan masyarakat,
terutama pada masa sekarang ini banyak penyajian informasi melalui sarana
seni hiburan.
5. Public Affairs
Public affairs dapat didefinisikan sebagai bidang khusus public
relations yang membangun dan mempertahankan hubungan dengan
pemerintah dan komunitas lokal agar dapat mempengaruhi kebijakan publik.
Definisi ini menunjukan bahwa terdapat dua pihak yang menjadi fokus
perhatian public affairs, yaitu pemerintah dan masyarakat lokal. Pemerintah
meliputi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

19
6. Public Relation
Frank Jefkins mengemukakan bahwa Public Relations merupakan
keseluruhan bentuk komunikasi yang terencana, baik itu keluar maupun
kedalam, yakni antara suatu organisasi dengan publiknya dalam rangka
mencapai tujuan yang spesifik atas dasar adanya saling pengertian.
Dalam public relations terdapat suatu usaha untuk mewujudkan
hubungan yang harmonis antara sesuatu badan dengan publiknya, usaha
untuk memberikan atau menanamkan kesan yang menyenangkan; sehingga
akan timbul opini publik yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup
badan itu. Adapun tujuan dari Public Relations menurut Oemi
Abdurrachman adalah mengembangkan good will dan memperoleh opini
publik yang favorable atau menciptakan kerjasama berdasarkan hubungan
yang harmonis dengan berbagai publik, kegiatan Public

2.3.3 Teknik dalam Melakukan Komunikasi Publik


Dalam melakukan komunikasi publik, tenaga kesehatan perlu
memerhatikan beberapa poin poin penting yang harus dilakukan, yaitu:

1. Membuat topik pembicaraan menjadi mudah untuk didengarkan

2. Memahami dengan baik nilai kebudayaan masyarakat setempat yang menjadi


penerima pesan

3. Menyampaikan info kesehatan dalam bahasa yang mudah dipahami dan jelas

4. Memberikan kesan antusias dalam penyampaian informasi kepada masyarakat

5. Memberikan saran dan motivasi

6. Pidato bisa menggunakan penggambaran atau visualisasi dengan


menggunakan alat agar lebih jelas dan menarik perhatian publik

7. Menyampaikan hal-hal yang dibutuhkan masyarakat

20
Selain hal-hal yang harus dilakukan, berikut ini hal-hal yang harus
dihindari dalam melakukan komunikasi publik:

1. Terlalu banyak membuat gerakan yang mendistraksi fokus pendengar


2. Menyinggung dan menghina pendengar
3. Terbawa emosi (marah) yang akan menganggu pendengar
4. Menyampaikan informasi diluar topik atau informasi yang berlebihan
5. Memulai penyampaian dengan informasi yang kompleks/rumit

2.3.4 Langkah dalam Melakukan Komunikasi Publik pada Pelayanan Kesehatan


Beberapa langkah yang dilalui dalam komunikasi publik adalah sebagai berikut:

1. Mempersiapkan topik pembicaraan


2. Menentukan tujuan umum (dasar pelakasanaan komunikasi) dan tujuan
khusus (hal yang ingin dicapai dalam masyarakat). Contoh tujuan umum:
mengajak masyarakat untuk melaksanakan aktivitas tertentu. Contoh tujuan
khusus: membuat masyarakat memahami cara mencuci tangan yang baik
dan benar.
3. Menganalisis atau mempelajari kondisi masyarakat dan lingkungan
pelaksanaan komunikasi. Unsur unsurnya, yaitu: Latar Belakang, Gender,
Usia, Waktu dan Tempat pelaksanaan
4. Mengumpulkan informasi topik pembicaraan, informasi dapat diperoleh dari
media internet yang memiliki kredibilitas yang baik dan dari sumber buku.
5. Mengorganisasi materi agar penyampaiannya menjadi lebih terstruktur
6. Memakai perangkat bantu, contohnya adalah grafik, diagram, model,
projector, dan media elektronik lain
7. Memperhatikan aspek nonverbal yang mencakup aspek visual (penampilan,
postur, kontak mata, gerakan-gerakan tubuh, dan ekspresi wajah) dan audio
(volume suara, artikulasi, intonasi, kecepatan berbicara).

2.3.5 Penerapan Komunikasi Publik


Kecanggihan teknologi komunikasi saat ni membuat semua orang bisa
melakukan komunikasi publik. Sebagai contoh, apabila seseorang mem-posting

21
sebuah komentar pada kolom komentar yang dapat diakses banyak orang, maka
hal itu termasuk komunikasi publik.

Komunikasi Publik tidak hanya bisa diterapkan pada khalayak luas, namun
juga pada pelayanan kesehatan. Seperti contohnya pada 27 Maret 2014 telah
diadakan pelatihan di RSUD Banyumas dalam rangka HUT RSUD Banyumas
yang ke-89, yang diikuti oleh karyawan perwakilan dari setiap bidang. Pelatihan
ini merupakan bentuk komunikasi publik yang berisi pembekalan untuk Lomba
Penyuluhan Kesehatan yang dilaksanakan pada April 2014. Penyuluhan ini
merupakan salah satu upaya rumah sakit untuk meningkatkan kemampuan
pasien, klien, dan kelompok masyarakat sehingga pasien dapat mandiri dalam
mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, mandiri dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah masalah kesehatan, dan mengembangkan upaya kesehatan
melalui pembelajaran sesuai sosial budaya masing-masing. Selain itu,
penyuluhan ini juga bertujuan agar masyarakat rumah sakit menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat melalui pengetahuan, sikap dan perilaku pasien, serta
pemeliharaan lingkungan rumah sakit, dan termanfaatkannya semua pelayanan
yang disediakan rumah sakit.

2.4 Komunikasi Massa pada Pelayanan Kesehatan

2.4.1 Pengertian Komunikasi massa


Komunikasi massa dapat diartikan sebagai bentuk komunikasi yang
disampaikan melalui media massa baik cetak ataupun elektronik. Komunikasi
massa menurut Nurudin (2007) adalah komunikasi yang ditujukan kepada
khalayak yang sangat banyak, yang biasa disebut dengan istilah massa. Namun,
istilah massa tersebut tidak selalu berarti sebagai orang-orang yang melihat
sumber informasi melalui media massa seperti orang yang menonton televisi
atau orang yang membaca koran. Massa di sini dapat diartikan sebagai
masyarakat dalam arti luas. Penggunaan media dalam berkomunikasi dinilai
dapat membuat pesan lebih mudah tersampaikan. Apabila disimpulkan
komunikasi massa merupakan salah satu bentuk komunikasi yang disampaikan
melalui media massa sebagai penunjang, disampaikan secara terbuka kepada
masyarakat luas melalui beragam unsur komunikasi massa.

22
2.4.2 Fungsi Komunikasi Massa
Komunikasi massa memiliki beberapa fungsi. Fungsi tersebut
diantaranya sebagai penafsiran (interpretation), pertalian (linkage), pengawasan
(surveillance), penyebaran nilai-nilai (transmission of values), dan hiburan
(entertainment). Menurut Effendi (1993), fungsi komunikasi massa dapat
dikelompokkan menjadi fungsi pendidikan, fungsi informasi dan fungsi
memengaruhi. Media massa merupakan salah satu sarana pendidikan karena
dalam media massa diajarkan nilai, etika, serta pengenalan terhadap aturan-
aturan yang berlaku. Selain terdapat informasi, kita tahu bahwa dalam media
massa juga terdapat media yang secara implisit memengaruhi pembaca atau
penonton seperti iklan, artikel, tajuk dan yang lainnya.

2.4.3 Teori pada Komunikasi Massa


Komunikasi massa mengandung pengertian suatu proses ketika suatu
organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara
luas. Pusat studi mengenai komunikasi massa adalah media.

A. Formula Laswell
Teori komunikasi Harold Lasswell merupakan teori komunikasi awal
(1948). Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan
proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan : Who, Says What, In Which
Channel, To Whom, With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran
Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik
(paradigmatic question) Lasswell itu merupakan unsur-unsur proses komunikasi,
yaitu Communicator (Komunikator), Message (Pesan), Media (Media), Receiver
(Komunikan/Penerima), dan Effect (Efek). Yang memenuhi 5 unsur who, says
what, in which channel, to whom, with what effect :

23
B. Pendekatan Transmisional

Teori tentang transmisi pesan ini pertama kali dikemukakan oleh seorang
ahli matematika, Claude Shannon pada akhir tahun 40-an dengan rekan kerjanya
Warren Weaver. Terdapat lima fungsi yang beroperasi dalam proses komunikasi
di samping satu faktor disfungsional yaitu noise atau gangguan. Model yang
mereka ciptakan adalah sebagai berikut

Dari model yang dikemukakan Shannon & Weaver ini, Melvin DeFleur
(1966) dalam bukunya Theories of Mass Communication, mengembangkan dan
mengaplikasikannya ke dalam teori komunikasi De Fleur menambahkan
beberapa komponen dalam bagan ShannonWeaver untuk menggambarkan
bagaimana sumber/komunikator mendapatkanumpan balik atau feedback, yang
memberikan kemungkinan kepadakomunikator untuk dapat lebih efektif
mengadaptasikan komunikasinya.Dengan demikian, kemungkinan untuk
mencapai korespondensi/kesamaanmakna akan meningkat. Untuk menjelaskan
teorinya, De Fleur mengungkapkannya dalam bagan berikut.

24
C. Pendekatan Psikologi-Sosial

Dengan mendasarkan pada prinsip keseimbangan kognitif yang


dikemukakan oleh psikolog Heider (1946), dan penerapannya oleh Newcomb
(1953) pada keseimbangan antara dua individu dalam proses komunikasiketika
menanggapi suatu topik tertentu, McLeod dan Chaffee (1973) mengemukakan
teorinya yang disebut Ko-orientasi. Fokus dari teori ini adalah komunikasi
antarkelompok dalam masyarakat yang berlangsung secarainteraktif dan dua
arah. Pendekatan ini memandang sumber informasi komunikator, dan penerima
dalam suatu situasi komunikasi yang dinamis.Hubungan antara elemen-elemen
tersebut dituangkan dalam bagan yangmenyerupai layang-layang, sebagai
berikut.

 Bagan tersebut menggambarkan bahwa 'elite' biasanya diartikan sebagai


kekuatan politik yang ada dalam masyarakat.
 'Peristiwa' atau topik/isu adalahperbincangan/ perdebatan mengenai suatu
kejadian yang terjadi dalammasyarakat, di mana dari sini akan muncul
berbagai informasi (sepertidigambarkan dengan deretan X).
 'Publik' adalah kelompok/komunitas dalam masyarakat yang
berkompeten dengan peristiwa yang diinformasikan dan sekaligus
sebagai audience dari media.
 Sementara itu 'media' mengacu pada unsur-unsur yang ada di dalam
media, seperti wartawan, editor, reporter, dan sebagainya.

Relevansi dari teori ini terletak pada situasi yang dinamis yang
dihasilkan oleh hubungan antara publik dan kekuatan politik (elite) tertentu,pada

25
sikap publik terhadap media, dan pada hubungan antara elite dan
media.Perbedaan atau pertentangan antara publik dan elite dalam
mempersepsisuatu peristiwa. akan membawa pada upaya mencari informasi dari
mediamassa dan sumber-sumber informasi lainnya. Perbedaan ini dapat
pulamembawa ke arah upaya elite untuk memanipulasi persepsi publik
dengansecara langsung mencampuri peristiwa tersebut atau dengan
caramengendalikan media massa.

2.3.5 Unsur-Unsur Komunikasi Massa


Dalam komunikasi massa, terdapat unsur-unsur yang berkaitan satu sama
lain. Unsur-unsur tersebut diantaranya :
a. Komunikator
Komunikator adalah pihak yang menggunakan media massa untuk
menyebarkan informasi kepada publik. Selain itu, komunikator dalam
komunikasi massa juga menyebarkan wawasan dan solusi-solusi. Komunikator
berkomunikasi dengan masyarakat yang relatif lebih luas, yang sifatnya
heterogen (terbuka untuk umum atau tidak diarahkan kepada kelas-kelas tertentu
saja) dan anonim (anggota-anggota khalayak secara individual tidak dikenal atau
diketahui oleh komunikatornya). Selain itu, pesan-pesan yang dibuat
komunikator disampaikan secara umum dan menjangkau khalayak luas secara
serentak.

b. Media massa
Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang menghubungkan
antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka. Sifat terbuka berarti setiap
orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya. Media dalam komunikasi
massa dibedakan menjadi dua macam, yaitu media cetak (misalnya surat kabar
dan majalah) dan media elektronik (misalnya radio dan televisi). Media massa
mempunyai paradigma sebagai agen of change (pelopor perubahan). Atas dasar
hal tersebut, peran media massa diantaranya :
• media edukasi
• media informasi
• media hiburan.
• media institusi budaya (institusi yang menjadi corong kebudayaan)

26
c. Informasi massa
Informasi massa adalah pesan atau informasi yang diperuntukkan kepada
masyarakat secara masal. Dalam komunikasi massa, komunikasi bersifat umum
(bukan bersifat pribadi), sehingga pesan yang disampaikan bersifat terbuka bagi
seluruh masyarakat. Pesan dalam komunikasi massa berjalan secara cepat (pesan
didapatkan khalayak dengan waktu yang relatif singkat) dan selintas (pesan
dibuat agar dapat segera dikonsumsi, bukan untuk dihafalkan).

d. Gatekeeper
Gatekeeper adalah penyeleksi informasi. Karena komunikasi massa di
jalankan dalam suatu organisasi media massa, terdapat orang-orang yang berada
dalam organisasi tersebut yang tugasnya meyeleksi setiap informasi yang pantas
untuk disiarkan. Orang-orang tersebut (gatekeeper), juga memiliki kewenagan
untuk memperluas atau membatasi informasi yang akan disiarkan.

e. Khalayak
Khalayak adalah massa penerima informasi yang disebarkan oleh
komunikator melalui media massa. Khalayak terdiri dari publik pendengar atau
pemirsa sebuah media massa.

f. Umpan Balik (Feedback)


Umpan balik dalam komunikasi massa umumnya bersifat tertunda
(berbeda dengan umpan balik pada komunikasi tatap muka yang bersifat
langsung). Namun, seiring perkembangan teknologi, umpan balik yang bersifat
tertunda pada komunikasi massa sudah ditinggalkan.

2.3.6 Ciri-Ciri Komunikasi Massa


Komunikasi massa memiliki ciri-ciri, diantaranya :
1. Menggunakan media massa, sehingga bersifat tidak langsung
2. Organisasi (lembaga media) bersifat jelas
3. Komunikator memiliki keahlian tertentu
4. Pesan bersifat terbuka, searah dan umum
5. Pesan dibuat melalui proses produksi yang terencana

27
6. Khalayak yang dituju bersifat heterogen dan anonim
7. Kegiatan media masa teratur dan berkelanjutan
8. Ada pengaruh yang dikehendaki
9. Dalam konteks sosial, antara media dan kondisi masyarakat saling
memengaruhi, begitu pula sebaliknya
10. Hubungan antara komunikator dan khalayak tidak bersifat pribadi

2.3.7 Pengaruh Komunikasi Massa


Komunikasi massa menurut Maulana (2007) merupakan penggunaan
media massa (TV, Radio, dan media cetak) yang bertujuan untuk menyampaikan
pesan atau informasi kepada masyarakat. Penggunaan media massa dalam
komunikasi massa memungkinkan sasaran yang pencapaian sasaran yang lebih
banyak dengan waktu, tenaga, yang lebih hemat dibandingkan dengan jenis
komunikasi lain.

Komunikasi massa dalam Sendjaja (2007), memiliki pengaruh terhadap


individu, masyarakat dan budaya. Terdapat beberapa pendekatan teori untuk
menjelaskan pengaruh komunikasi massa terhadap masyarakat. Teori agenda-
setting yang mengungkapkan bahwa audiens (masyarakat) tidak hanya
mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya dari media massa, tetapi juga
mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu cara media
massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut. Teori kedua yaitu
dependensi mengenai efek komunikasi massa, yang berupa pendekatan struktur
sosial dimana media massa dianggap sebagai sebuah sistem informasi yang
berperan penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada
tataran masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas kelompok.

Teori ketiga adalah spiral of silence, menjelaskan bahwa individu pada


umumnya berusaha untuk menghindari isolasi, dalam arti sendirian
mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Teori keempat yaitu information
gaps, menjelaskan meningkatnya informasi akan menghasilkan melebarnya
celah atau jurang pengetahuan daripada mempersempitnya (Sendjaja, 2007).

28
2.3.8 Bentuk-bentuk komunikasi massa:
A. Bentuk Perintah (The Command Mode)
Pada bentuk komunikasi ini, terdapat perbedaan kekuasaan dan otoritas
antara pengirim dengan penerima. Penerima berada pada posisi lebih rendah
dan bergantung, yang tujuannya untuk melakukan kontrol dan perintah,
hubungannya bersifat satu arah, tidak setara, dan tidak berdasar sukarela.
B. Bentuk Pelayanan (The Service Mode)
Bentuk komunikasi yang hubungan antara pengirim dan penerima diikat
dengan kepentingan bersama dalam situasi pasar atau semacamnya.
C. Bentuk Asosiasi (The Association Mode)
Bentuk komunikasi massa yang memiliki ikatan normatif atau nilai-nilai
yang disepakati bersama, yang mendekatkan kelompok atau publik tertentu
terhadap sumber media tertentu pula.

2.3.9 Komunikasi Massa pada Pelayanan Kesehatan


Komunikasi massa pada bidang kesehatan contohnya dapat dilihat dari
adanya promosi kesehatan. Sebelumnya, kesehatan adalah hasil interaksi
berbagai faktor, baik faktor internal (fisik dan psikis) maupun eksternal (sosial,
budaya, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya). Henrik
L. Blum (1974), seperti yang dikutip Azwar (1983) menggambarkan faktor-
faktor yang memengaruhi kesehatan berdasarkan besarnya pengaruh meliputi
secara berurutan, faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan,
dan faktor keturunan. Status kesehatan akan tercapai optimal, jika keempat
faktor secara bersama-sama memiliki kondisi yang optimal pula.
Tujuan adanya promosi kesehatan adalah melibatkan langsung
masyarakat dalam menetapkan tujuan kesehatan mereka sendiri. Promosi
kesehatan merangkum istilah pendidikan kesehatan, penyuluhan kesehatan,
komunikasi, informasi, dan edukasi. Promosi kesehatan merupakan proses
pemberdayaan atau memandirikan masyarakat agar dapat memelihara dan
meningkatkan kesehatannya (Ottawa Charter, 1986). Sasaran dari promosi
kesehatan adalah individu/ keluarga, masyarakat, pemerintah/ lintas sektor/
politisi, swasta, dan petugas atau pelaksana program. Strategi yang digunakan
dari WHO (1984) dikenal dengan nama ABG (Advokasi kesehatan, Bina

29
suasana, Gerakan masyarakat). Promosi kesehatan dapat melaui poster, televisi,
dll. Hal-hal yang harus dilakukan dalam melakukan komunikasi massa:
1. Mencari tahu tentang blogger dan jurnalis yang bekerja di bidang kesehatan
2. Membuat hubungan baik dengan jurnalis, reporter, dan blogger yang bekerja
di bidang kesehatan
3. Menggunakan alat peraga berupa poster,spanduk, dan lain-lain
4. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
5. Mempromosikan suatu lembaga di bidang kesehatan dengan sewajarnya
tanpa ada unsur pemaksaan dan menjatuhkan lembaga lain
6. Siapkan waktu luang beberapa hari setelah menyampaikan komunikasi
massa
7. Persiapkan anggota tim yang mengetahui dan bisa bekerja sesuai dengan
tugasnya
8. Baca dan lihat kembali berita atau informasi yang telah kita sampaikan
melalui media tersebut

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam melakukan komunikasi massa :


1. Jangan membuang waktu reporter, blogger atau jurnalis dengan
menghubunginya tanpa tujuan yang jelas.
2. Jangan berulang kali meninggalkan pesan suara , menelfon atau
mengirimkan email tentang hal yang sama.

Jangan terlalu membuka informasi pribadi kepada reporter kaarena


biasanya informasi tersebut juga akan dimuat di media massa.

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa komunikasi sebenarnya
mempunyai cakupan dimana komunikasi harus dilakukan secara individu ataupun
berkelompok. Komunikasi dalam bidang kesehatan tentunya dapat berjalan di berbagai
cakupan, seperti dalam komunikasi kelompok, interprofessional, publik, dan massa.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung antara 2 orang


dan umumnya bersifat dialogis atau 2 arah. Komunikasi kelompok dilakukan sekitar 7-
10 orang untuk bertukar pikiran dan menyampaikan informasi demi tercapainya suatu
kesimpulan. Komunikasi publik seperti pada simposium bertujuan untuk mempengaruhi
dan mengajar audiens tentang suatu informasi. Sementara komunikasi massa bertujuan
untuk menyampaikan informasi secara meluas agar diketahui oleh semua orang.

Berkomunikasi dengan pasien tentu melibatkan seluruh tenaga kesehatan baik


dokter, dokter gigi, perawat, apoteker, sampai ahli kesehatan. Untuk itu dengan cara
berkomunikasi baik melalui kelompok, interprofessional, publik ataupun massa
diharapkan informasi dari pihak terkait dapat tersampaikan ke telinga klien dalam
situasi dan kondisi apapun.

3.2 Saran

Kita semua harus mengembangkan pengetahuan kita, lebih peka terhadap orang
lain saat berkomunikasi dan praktik dalam kehidupan sehari-hari sehingga saat kita
berada di lapangan kita dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan profesional
sebagai seorang tenaga kesehatan yang cakap sesuai porsi bidangnya.

31
Daftar Pustaka

Adler, R & Rodman, G. 2006. Understanding Human Communication 9th ed. New
York: Oxford University; p. 277

Barr, H. (2002). Interprofessional education. John Wiley & Sons, Ltd.

Basuki, Endang. Komunikasi antar Petugas Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia,


Volume: 58, Nomor: 9, September 2008

Claramita M, Sedyowinarso M, Huriyati E, Wahyuningsih MS. 2012. Interprofessional


Communication Guideline using principle of “Greet-Invite-Discuss”

De Fleur, Melvin. 1972. Theories of Mass Communications. David Mckay


Company.Inc. Newyork. dalam Effendy, Onong. 2009. Ilmu Komunikasi Teori
dan Praktek. Bandung: PT. Rosda Karya

Effendy, Onong. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Rosda Karya
Remaja Rosdakarya. Hal 32.

Effendy, Onong Uchjana. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: Rosda Karya

Family Health Teams. (2005). Guide to Collaborative Team Practice.

Maulana, Heri D. J. 2007. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC:


Jakarta.

McQuail, D. 2005. McQuail's Mass Communication Theory. (5th edition). London:


Sage Publications.

Northouse, L. & Northouse P. 1997. Health Communication Strategies for Health


Professionals 3rd Edition. Appleton & Lange: Stamford, Connecticut

Pengertian komunikasi public.http://www.komunikasipraktis.com/2015/11/komunikasi-


publik-pengertian-ruang.html

32
Penerapan komunikasi public.http://rsudbms.banyumaskab.go.id/news/16011/pelatihan-
komunikasi-publik-untuk-petugas-promosi-kesehatan-rsud-
banyumas#.Vu7AzeJ97IX

Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005). Fundamentals of nursing 6th edition. St. Louis, MI:
Elsevier Mosby.

Rakhmat, J. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Reeves, S., Lewin, S., Espin, S., Zwarenstein, M., & Ed, H. B., 2011. Interprofessional
Teamwork for Health and Social Care. , pp.32-33.

Sudarma, M. 2008.Sosiologi untuk kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Kumala

Schiavo, R. Health Communication: from theory to practice (2007) John Willy &
Potter, P.A. and Perry, A.G. (1997). Fundamental nursing: concepts, process,
and practice. Fourth edition. St. Louis: Mosby Years Book.

Sendjaja, Djuarsa. 2007. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka: Jakarta.

Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

33

Anda mungkin juga menyukai