Anda di halaman 1dari 19

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA

NOMOR :
TENTANG

PANDUAN TRANSFER PASIEN

RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

DIREKTUR UTAMA

Menimbang : Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RS Dr. H.


Marzoeki Mahdi Bogor, maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan yang bermutu tinggi di semua instansi pelayanan

Mengingat :

1. Undang Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah


Sakit
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1333./MenKes/SK/XII/1999 tahun 1999, tentang
Standard Pelayanan Rumah Sakit.
3. Undang Undang Negara RI Nomor 25 tahun 2009
tentang Pelayanan Publik
4. Undang Undang Negara RI Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran
5. Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1691 tahun
2011 tentang Keselamatan Pasien.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1691 tahun
2011 tentang Standar Praktik Kedokteran.
8. Undang Undang Negara RI Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan

MEMUTUSKAN

Menetapkan : Keputusan direktur utama tentang panduan transfer pasien rumah


sakit dr. H. Marzoeki mahdi bogor

Kesatu : Menyusun Panduan Transfer Pasien di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor sebagaimana terlamapir dalam Surat Keputusan ini

Kedua : Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam dictum kesatu agar digunakan


sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kesehatan di lingkungan Rumah Sakit
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Ketiga : Surat Keputusan ini akan dievaluasi maksimal 2(dua) tahun sejak tanggal
ditetapkan

Keempat : Apabila dalam surat keputusan ini terdapat kekeliruan maka akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : B o g o r

Pada Tanggal : ……………….

Direktur utama RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

dr. Bambang Eko S, Sp.KJ, MARS

NIP 196204301987111001

Tembusan :

1. Direktur medik dan Keperawatan


2. Pejabat Struktural
3. Kepala SPI
4. Ketua Komite Keperawatan
5. Kepala Instalasi RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
BAB I

LATAR BELAKANG

Transfer pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk di transfer.
Prinsip dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan keselamatan dan
keamanan pasien saat menjalani transfer. Pelaksanaan transfer pasien dapat
dilakukan intra rumah sakit atau antar rumah sakit.

Transfer pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan komunikasi pra


transportasi pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien,
menyiapkan peralatan yang disertakan saat transfer dan monitoring pasien selama
transfer. Transfer pasien hanya boleh dilakukan oleh staf medis dan staf
keperawatan yang kompeten serta petugas profesional lainnya yang sudah terlatih
.

BAB II
PENGERTIAN TRANSFER

Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan keruang perawatan/
ruang tindakan lain didalam rumah sakit (intra rumah sakit) atau memindahkan
pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain (antar rumah sakit).

I. Tujuan
Tujuan dari manajemen transfer pasien adalah:
- Agar pelayanan transfer pasien dilaksanakan secara profesional.
- Agar proses transfer berlangsung dengan aman dan pelaksanaannya
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

II. Ruang Lingkup

Transfer pasien didalam rumah sakit terdiri dari:


- Transfer pasien dari IGD ke IRNA, ICU, Kamar Operasi
- Transfer pasien dari IRJ ke IRNA, ICU, Kamar Operasi
- Transfer pasien dari IRNA ke ICU, Kamar Operasi
- Transfer pasien dari ICU ke IRNA, Kamar Operasi
- Transfer pasien dari Kamar Operasi ke IRNA, ICU
- Transfer pasien dari IGD, IRNA, ICU ke Ruang Radiologi.

Transfer pasien antar rumah sakit terdiri dari:


- Transfer pasien dari RSMM Bogor ke RS lain atau sebaliknya
- Transfer pasien dari RSMM Bogor ke rumah pasien atau sebaliknya
BAB III
TATA LAKSANA

I. Pengaturan Transfer
1. Prinsip dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan keselamatan
dan keamanan pasien saat menjalani transfer
2. Tim transfer bertanggung jawab untuk memastikan segala sesuatu berjalan
dengan lancar dan aman
3. Dalam mentransfer pasien dengan sakit berat/kritis, dibutuhkan koordinasi
dengan berbagai fihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan , jasa
ambulans. Semuanya ini bertujuan untuk mewujudkan standar pelayanan
medis yang optimal kepada pasien.
4. Transfer pasien untuk alasan non medis hanya dilakukan pada kondisi-
kondisi khusus dan idealnya dilakukan pada siang hari
5. Keputusan melakukan transfer harus melibatkan klinis yang berpengalaman
6. Tim transfer bertanggung jawab untuk memastikan bahwa koordinasi dan
pengaturan penerimaan pasien transfer di tempat tujuan berjalan lancar
sesuai dengan protocol yang telah disepakati bersama dan juga
meminimalisir penundaan akibat masalah administrasi
7. Semua pasien harus stabil sebelum ditransfer
8. Protokol, dokumentasi, dan peralatan selama transfer harus terstandarisasi
9. Semua personel yang terlibat dalam transfer harus kompeten memenuhi
kualifikasi dan berpengalaman serta telah mengikuti pelatihan transfer
10. Rumah sakit memastikan tersedianya peralatan transfer yang lengkap dan
sesuai
11. Rumah Sakit memiliki pengaturan untuk memastikan bahwa personel dan
peralatan transfer dapat kembali ke rumah sakit asal dengan aman dan
kondisi baik.
12. Detail berlangsungnya setiap transfer harus dicatat dan dilakukan evalusi
13. Berikut adalah metode transfer yang ada di RSMM Bogor.
a. Layanan Antar-Jemput Pasien: merupakan layanan / jasa umum
khusus untuk pasien jiwa dengan tim transfer dari petugas IGD, di
mana tim tersebut akan mengambil / menjemput pasien dari rumah/
rumah sakit jejaring untuk dibawa ke RSMM
b. Tim transfer lokal: tim transfer yang kompeten mengirimkan sendiri
pasiennya ke rumah sakit lain, berkoordinasi dengan jasa ambulans
rumah sakit.

II. Keputusan Melakukan Transfer


1. Lakukan pendekatan yang sistematis dalam proses transfer pasien.
2. Awali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan transfer, kemudian
lakukan stabilisasi pre-transfer dan manajemen transfer.
3. Hal ini mencakup tahapan: evaluasi, komunikasi, dokumentasi / pencatatan,
pemantauan, penatalaksanaan, penyerahan pasien antar ruangan dalam
rumah sakit maupun ke rumah sakit rujukan / penerima, dan kembali ke
RSMM Bogor..
4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman:
edukasi dan persiapan.
5. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan
dengan matang karena transfer berpotensi mengekspos pasien dan personel
rumah sakit akan risiko bahaya tambahan, serta menambah kecemasan
keluarga dan kerabat pasien.
6. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer. Jika risikonya
lebih besar, sebaiknya jangan melakukan transfer.
7. Dalam transfer pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten,
peralatan dan kendaraan khusus.
8. Pengambil keputusan harus melibatkan DPJP/ dokter senior (biasanya
seorang konsultan) dan dokter ruangan.
9. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter
yang mengambil keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya), tanggal dan
waktu diambilnya keputusan, serta alasan yang mendasari.
10. Terdapat 3 alasan untuk melakukan transfer pasien keluar RSMM Bogor,
yaitu:
a. Transfer untuk penanganan dan perawatan spesialistik lebih lanjut
Ini merupakan situasi emergensi di mana sangat diperlukan transfer
yang efisien untuk tatalaksana pasien lebih lanjut, yang tidak dapat
disediakan RSMM Bogor. Pasien harus stabil dan teresusitasi dengan
baik sebelum ditransfer. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien
dapat dikategorikan sebagai tipe transfer ‘gawat darurat’, (misalnya
ruptur aneurisma aorta. juga dapat dikategorikan sebagai tipe transfer
‘gawat’, misalnya pasien dengan kebutuhan hemodialisa.
b. Transfer antar rumah sakit untuk alasan non-medis (misalnya karena
ruangan penuh, fasilitas kurang mendukung). Idealnya, pasien sebaiknya
tidak ditransfer jika bukan untuk kepentingan mereka.Terdapat beberapa
kondisi di mana permintaan / kebutuhan akan tempat tidur/ ruang rawat
inap melebihi suplai sehingga diputuskanlah tindakan untuk mentransfer
pasien ke unit / rumah sakit lain. Pengambilan keputusan haruslah
mempertimbangkan aspek etika, apakah akan mentransfer pasien stabil
yang telah berada / dirawat di unit intensif rumah sakit atau mentransfer
pasien baru yang membutuhkan perawatan intensif tetapi kondisinya tidak
stabil.
c. Repatriasi / Pemulangan Kembali
i. Transfer hanya boleh dilakukan jika pasien telah stabil dan
kondisinya dinilai cukup baik untuk menjalani transfer oleh DPJP/
dokter senior / konsultan yang merawatnya.
ii. Pertimbangan akan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer
harus dipikirkan dengan matang dan dicatat.
iii. Jika telah diputuskan untuk melakukan repatriasi, transfer pasien ini
haruslah menjadi prioritas di rumah sakit penerima dan biasanya
lebih diutamakan dibandingkan penerimaan pasien elektif ke unit
ruang rawat. Hal ini juga membantu menjaga hubungan baik antar-
rumah sakit.
iv. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini biasanya dikategorikan
sebagai tipe transfer ‘elektif’.

11. Saat keputusan transfer telah diambil, dokter yang bertanggung jawab/
dokter ruangan akan menghubungi unit / rumah sakit yang dituju.
12. Dalam mentransfer pasien antar rumah sakit, tim transfer RSMM Bogor
(DPJP/ PPJP/ dr ruangan) akan menghubungi rumah sakit yang dituju
dan melakukan negosiasi dengan unit yang dituju. Jika unit tersebut
setuju untuk menerima pasien rujukan, tim transfer RSMM Bogor harus
memastikan tersedianya peralatan medis yang memadai di rumah sakit
yang dituju.
13. Keputusan final untuk melakukan transfer ke luar RSMM Bogor dipegang
oleh dokter senior / DPJP/ konsultan rumah sakit yang dituju.
14. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan keluarga
mengenai perlunya dilakukan transfer antar rumah sakit, dan mintalah
persetujuan tindakan transfer.
15. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat dalam status rekam medis
pasien yang meliputi: nama, jabatan, dan detail kontak personel yang
membuat kesepakatan baik di rumah sakit yang merujuk dan rumah sakit
penerima; tanggal dan waktu dilakukannya komunikasi antar-rumah sakit;
serta saran-saran / hasil negosiasi kedua belah pihak.
16. Personel tim transfer harus mengikuti pelatihan transfer; memiliki
kompetensi yang sesuai; berpengalaman; mempunyai peralatan yang
memadai; dapat bekerjasama dengan jasa pelayanan ambulan, protokol
dan panduan rumah sakit, serta pihak-pihak lainnya yang terkait; dan juga
memastikan proses transfer berlangsung dengan aman dan lancar tanpa
mengganggu pekerjaan lain di rumah sakit yang merujuk
17. Pusat layanan ambulan harus diberitahu sesegera mungkin jika
keputusan untuk melakukan transfer telah dibuat, bahkan bila waktu
pastinya belum diputuskan. Hal ini memungkinkan layanan ambulan untuk
merencanakan pengerahan petugas dengan lebih efisien.

III. STABILISASI SEBELUM TRANSFER

1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien, transfer


yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit berat / kritis
(extremely ill).
2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil (pasien
kalau kondisi sudah stabil)
3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya
akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga
hipovolemia harus sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer.
4. Unit/ rumah sakit yang dituju untuk transfer harus memastikan bahwa ada
prosedur / pengaturan transfer pasien yang memadai.
5. Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan keputusan
dibuat hingga pasien ditransfer ke unit/ rumah sakit lain.
6. Hal yang penting untuk dilakukan sebelum transfer:
a. Amankan patensi jalan napas
Beberapa pasien mungkin membutuhkan intubasi atau trakeostomi
dengan pemantauan end-tidal carbondioxide yang adekuat.
b. Analisis gas darah harus dilakukan pada pasien yang menggunakan
ventilator portabel selama minimal 15 menit.
c. Terdapat jalur / akses vena yang adekuat
d. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu / terus-menerus
merupakan teknik terbaik untuk memantau tekanan darah pasien
selama proses transfer berlangsung.
e. Jika terdapat pneumotoraks, selang drainase dada (Water-Sealed
Drainage-WSD) harus terpasang dan tidak boleh diklem.
f. Pasang kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan
g. Pemberian terapi /tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu
pelaksanaan transfer
7. Unit/ rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai
penanganan segera / resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien
pada situasi-situasi khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim
transfer.
8. Tim transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara
independen menilai kondisi pasien.
9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas
transfer.
10. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien (lampiran 1) untuk
memastikan bahwa semua persiapan yang diperlukan telah lengkap dan
tidak ada yang terlewat.
11. Hal yang penting yang harus dilakukan sebelum melaksanakan transfer
pada pasien psikiatri:
1) Saat pasien jiwa dari IGD maka dipastikan pasien ditransfer dalam
kondisi tenang atau stabil secara emosional
2) Setelah diberikan sedasi atau penenang , pastikan tidak ada efek
samping akibat pemberian obat
3) Apabila pasien masih gelisah setelah pemberian sedasi maka harus
ditunggu sampai pasien tersebut tenang dan transfer pasien
didampingi oleh petugas satpam
4) Memastikan obat-obatan yang akan dibawa
5) Melengkapi lemba transfer pasien

IV. Pendampingan Pasien Selama Transfer


1) Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang
tenaga medis.
2) Kebutuhan akan jumlah tenaga medis / petugas yang mendampingi
pasien bergantung pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus (tingkat /
derajat beratnya penyakit / kondisi pasien).
3) Dokter senior/dokter IGD, bertugas untuk membuat keputusan dalam
menentukan siapa saja yang harus mendampingi pasien selama transfer
berlangsung.
4) Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham
dan mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang
berkaitan dengan proses transfer.
5) Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer
berdasarkan tingkat / derajat kebutuhan perawatan pasien kritis.
(keputusan harus dibuat oleh dokter )
a. Derajat 0:
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa
di unit/ rumah sakit yang dituju; biasanya tidak perlu didampingi oleh
dokter, perawat, atau paramedis (selama transfer).
b. Derajat 1:
Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang
sebelumnya menjalani perawatan di High Care Unit (HCU); di mana
membutuhkan perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan
dukungan tambahan dari tim perawatan kritis; dapat didampingi oleh
perawat, petugas ambulan, dan atau dokter (selama transfer).
c. Derajat 2:
Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk
penanganan kegagalan satu sistem organ atau perawatan pasca-
operasi, dan pasien yang sebelumnya dirawat di HCU; harus
didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman
(biasanya dokter dan perawat / paramedis lainnya).
d. Derajat 3:
Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced
respiratory support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory
support) dengan dukungan / bantuan pada minimal 2 sistem organ,
termasuk pasien-pasien yang membutuhkan penanganan kegagalan
multi-organ; harus didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih,
dan berpengalaman (biasanya dokter anestesi dan perawat ruang
intensif / IGD atau paramedis lainnya).

V. PEMANTAUAN, OBAT-OBATAN, DAN PERALATAN SELAMA TRANSFER


PASIEN KRITIS
1) Pasien dengan kebutuhan perawatan kritis memerlukan pemantauan selama
proses transfer.
2) Standar pelayanan dan pemantauan pasien selama transfer setidaknya
harus sebaik pelayanan di RSMM Bogor/ RS tujuan.
3) Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik sebelum
transfer dilakukan. Standar minimal untuk transfer pasien antara lain:
b. Kehadiran petugas yang kompeten secara kontinu selama transfer
c. EKG kontinu
d. Pemantauan tekanan darah (non-invasif)
e. Saturasi oksigen (oksimetri denyut)
f. Terpasangnya jalur intravena
g. Terkadang memerlukan akses ke vena sentral
h. Peralatan untuk memantau cardiac output
i. Pemantauan end-tidal carbon dioxide pada pasien dengan ventilator
j. Mempertahankan dan mengamankan jalan napas
k. Pemantauan temperatur pasien secara terus-menerus (untuk
mencegah terjadinya hipotermia atau hipertermia)1
4) Pengukuran tekanan darah non-invasif intermiten, sensitif terhadap gerakan
dan tidak dapat diandalkan pada mobil yang bergerak. Selain itu juga cukup
menghabiskan baterai monitor.
5) Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu (melalui kanula arteri)
disarankan.
6) Idealnya, semua pasien derajat 3 harus dipantau pengukuran tekanan darah
secara invasif selama transfer (wajib pada pasien dengan cedera otak akut;
pasien dengan tekanan darah tidak stabil atau berpotensi menjadi tidak
stabil; atau pada pasien dengan inotropik).
7) Kateterisasi vena sentral tidak wajib tetapi membantu memantau filling
status (status volume pembuluh darah) pasien sebelum transfer. Akses vena
sentral diperlukan dalam pemberian obat inotropic dan vasopressor.
8) Pemantauan tekanan intracranial mungkin diperlukan pada pasien-pasien
tertentu.
9) Pada pasien dengan pemasangan ventilator, lakukan pemantauan suplai
oksigen, tekanan pernapasan (airway pressure), dan pengaturan ventilator.2
10) Tim transfer yang terlibat harus memastikan ketersediaan obat-obatan
yang diperlukan, antara lain: (sebaiknya obat-obatan ini sudah disiapkan di
dalam jarum suntik)
a. Obat resusitasi dasar: epinefrin, anti-aritmia3
b. Obat sedasi
c. Analgesik
d. Relaksans otot
e. Obat inotropik
6) Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar
akses terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga
dengan baik.1
7) Semua infus harus diberikan melalui syringe pumps.
8) Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang dengan
baik.
9) Petugas transfer harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada di
ambulans.2
10) Pertahankan temperature pasien, lindungi telinga dan mata pasien selama
transfer.
11) Seluruh peralatan harus kokoh, tahan lama, dan ringan.
12) Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan baterai (saat
tidak disambungkan dengan stop kontak/listrik).
13) Baterai tambahan harus dibawa (untuk mengantisipasi terjadinya mati listrik)
14) Monitor yang portabel harus mempunyai layar yang jernih dan terang dan
dapat memperlihatkan elektrokardiogram (EKG), saturasi oksigen arteri,
pengukuran tekanan darah (non-invasif), kapnografi, dan temperatur.
15) Pengukuran tekanan darah non-invasif pada monitor portabel dapat dengan
cepat menguras baterai dan tidak dapat diandalkan saat terdapat
pergerakan ekternal / vibrasi (getaran).
16) Alarm dari alat harus terlihat jelas dan terdengar dengan cukup keras.
17) Ventilator mekanik yang portabel harus mempunyai (minimal):
a. alarm yang berbunyi jika terjadi tekanan tinggi atau terlepasnya alat dari
tubuh pasien
b. mampu menyediakan tekanan akhir ekspirasi positif (positive end
expiratory pressure) dan berbagai macam konsentrasi oksigen inspirasi
c. pengukuran rasio inspirasi : ekspirasi, frekuensi pernapasan per-menit,
dan volume tidal.
d. Mampu menyediakan ventilasi tekanan terkendali (pressure-controlled
ventilation) dan pemberian tekanan positif berkelanjutan (continuous
positive airway pressure)
18) Semua peralatan harus terstandarisasi sehingga terwujudnya suatu
proses transfer yang lancar dan tidak adanya penundaan dalam
pemberian terapi / obat-obatan.1
19) Catatlah status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor, tatalaksana
yang diberikan, dan informasi klinis lainnya yang terkait. Pencatatan ini
harus dilengkapi selama transfer.
20) Pasien harus dipantau secara terus-menerus selama transfer dan dicatat
di lembar pemantauan.
21) Monitor, ventilator, dan pompa harus terlihat sepanjang waktu oleh
petugas dan harus dalam posisi aman di bawah level pasien.
22) RSMM tidak melakukan transfer pasien melalui udara
VI. Pemilihan Metode Transfer antar RS untuk Pasien Kritis
1. Pemilihan metode transfer harus mempertimbangkan sejumlah komponen
penting seperti di bawah ini.
a. Derajat urgensi untuk melakukan transfer
b. Kondisi pasien
c. Faktor geografik
d. Kondisi cuaca
e. Arus lalu lintas
f. Ketersediaan / availabilitas
g. Area untuk mendarat di tempat tujuan
h. Jarak tempuh
2. Pilihan kendaraan untuk transfer pasien antara lain:
a. Jasa Ambulan Gawat Darurat
1) Siap sedia dalam 24 jam
2) Perjalanan darat
3) Durabilitas: dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang
dibutuhkan dan lamanya waktu yang diperlukan
4) Kontak: pusat ambulan: AGD 118, Ambulan Pro emergensi

VII. Alat transportasi untuk transfer pasien antar rumah sakit


1. Gunakan mobil ambulan RSMM Bogor/ 118. Mobil dilengkapi soket listrik 12
V, suplai oksigen, monitor, dan peralatan lainnya
2. Sebelum melakukan transfer, pastikan kebutuhan-kebutuhan untuk
mentransfer pasien terpenuhi (seperti suplai oksigen, baterai cadangan, dll).
3. Standar Peralatan di Ambulan
a. Suplai oksigen
b. Ventilator
c. Jarum suntik
d. Suction
e. Baterai cadangan
f. Syringe / infusion pumps (tinggi pompa sebaiknya tidak melebihi
posisi pasien
g. Alat penghangat ruangan portabel (untuk mempertahankan
temperatur pasien), Alat kejut jantung (defibrillator)
4. Tim transfer/ SDM pendamping dapat memberi saran mengenai kecepatan
ambulan yang diperlukan, dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien.
5. Keputusan untuk menggunakan sirene diserahkan kepada supir ambulans.
Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer yang lancar dan segera
dengan akselerasi dan deselerasi yang minimal.
6. Pendampingan oleh polisi dapat dipertimbangkan pada area yang sangat
padat penduduknya
7. Petugas harus tetap duduk selama transfer dan menggunakan sabuk
pengaman.
8. Jika terdapat kegawatdaruratan medis dan pasien membutuhkan intervensi
segera, berhentikan ambulan di tempat yang aman dan lakukan tindakan
yang diperlukan.
9. Jika petugas diperlukan untuk turun dari kendaraan / ambulan, gunakanlah
pakaian yang jelas terlihat oleh pengguna jalan lainnya.

VIII. Dokumentasi dan Penyerahan pasien transfer antar rumah sakit


1. Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan transfer,
dan harus mencakup:
a. detail kondisi pasien
b. alasan melakukan transfer
c. nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan
d. status klinis pre-transfer
e. detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan selama
transfer berlangsung
2. Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah sakit jejaring dan diterapkan
untuk transfer intra- dan antar-rumah sakit.
3. Rekam medis harus mengandung:
a) Resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama, dan
setelah transfer; termasuk kondisi medis yang terkait, faktor
lingkungan, dan terapi yang diberikan.
b) Data untuk proses audit dan tim transfer harus mempunyai salinan
datanya.
4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi selama
proses transfer, termasuk penundaan transportasi.
5. Tim transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi rumah
sakit yang dituju sebelum mentransfer pasien.
6. Saat tiba di rumah sakit tujuan, harus ada proses serah-terima pasien antara
tim transfer dengan pihak rumah sakit yang menerima (paramedis dan
perawat) yang akan bertanggungjawab terhadap perawatan pasien
selanjutnya.
7. Proses serah-terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik
secara verbal maupun tertulis) mengenai riwayat penyakit pasien, tanda vital,
hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi), terapi, dan kondisi
klinis selama transfer berlangsung.
8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya harus
dideskripsikan dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan.
9. Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebastugaskan dari kewajiban
merawat pasien.
10. Perlu penyediaan pakaian, sejumlah peralatan yang dapat dibawa, dan
sejumlah uang untuk memfasilitasi mekanisme perjalanan kembali tim
transfer.

IX. Komunikasi dalam Transfer Pasien Antar Rumah Sakit


1. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai
alasan transfer dan lokasi rumah sakit tujuan. Berikanlah nomor telepon
rumah sakit tujuan dan jelaskan cara untuk menuju ke RS tersebut.
2. Pastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan setuju untuk menerima
pasien sebelum dilakukan transfer.
3. Kontak pertama harus dilakukan oleh konsultan/ dokter penanggung
jawab di kedua rumah sakit, untuk mendiskusikan mengenai kebutuhan
medis pasien.
4. Untuk kontak selanjutnya, tunjuklah satu orang lainnya (biasanya perawat
senior). Bertugas sebagai komunikator utama sampai transfer selesai
dilakukan.
a. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk,
berikan penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan
lakukan penyerahan tanggung jawab kepada perawat yang
menggantikan.
b. Komunikator utama harus menghubungi pelayanan ambulan, jika
ingin menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-
satunya untuk diskusi selanjutnya antara rumah sakit dengan
layanan ambulans.
c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan
perawatan pasien kepada rumah sakit tujuan.
5. Tim transfer harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan tujuan
mengenai penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update
perkembangannya.
X. Audit dan Jaminan Mutu
1. Buatlah catatan yang jelas dan lengkap selama transfer.
2. Dokumentasi ini akan digunakan sebagai acuan data dasar dan sarana
audit
3. RSMM bertanggung jawab untuk menjaga berlangsungnya proses
pelaporan insidens yang terjadi dalam transfer dengan menggunakan
protokol standar RSMM
4. Data audit akan ditinjau ulang secara teratur oleh RSMM
XI. Kompetensi Pendamping Pasien dan Peralatan yang harus Dibawa Selama
Transfer

1. Kompetensi SDM untuk transfer intra RSMM Bogor

Pasien Petugas keterampilan yang Peralatan Utama


pendamping dibutuhkan
(minimal)
Derajat 0 TPK/ Petugas Bantuan hidup dasar
Keamanan
Derajat 0,5 TPK/ Petugas Bantuan hidup dasar
(orang Keamanan
tua/delirium)
Derajat 1 Perawat/Petugas  Bantuan hidup dasar  Oksigen
yang  Pemberian obat-obatan  Suction
berpengalaman  Keterampilan trakeostomi  Tiang infus
(sesuai dengan dan suction portabel
kebutuhan  Pompa infus
pasien) dengan baterai
 Oksimetri
Derajat 2 Perawat dan  Semua ketrampilan di atas,  Semua peralatan
Petugas ditambah; di atas,
keamanan/ TPK  Dua tahun pengalaman ditambah;
dalam perawatan intensif  Monitor EKG
(oksigenasi, sungkup dan tekanan
pernapasan, defibrillator, darah
monitor)  Defibrillator

Derajat 3 Dokter, perawat, Standar kompetensi dokter  Monitor ICU


dan TPK/ harus di atas standar minimal portabel yang
Petugas Dokter: lengkap
keamanan  Minimal 6 bulan  Ventilator dan
pengalaman mengenai peralatan
perawatan pasien intensif transfer yang
dan bekerja di ICU memenuhi
 Keterampilan bantuan standar minimal.
hidup dasar dan lanjut
 Harus mengikuti pelatihan
untuk transfer pasien
Perawat:
 Minimal 2 tahun bekerja di
ICU
 Keterampilan bantuan
hidup dasar dan lanjut
 Harus mengikuti pelatihan
untuk transfer pasien
dengan sakit berat / kritis

2. Kompetensi SDM untuk transfer antar rumah sakit

Pasien Petugas keterampilan yang Peralatan Utama


pendamping dibutuhkan dan Jenis
(minimal) Kendaraan
Derajat 0 petugas Bantuan hidup dasar (BHD) Kendaraan Ambulan
ambulan

Derajat 0,5 petugas Bantuan hidup dasar Kendaraan Ambulan


(orang ambulan dan
tua/delirium) paramedic

Derajat 1 Petugas  Bantuan hidup dasar  Kendaraan


ambulan dan  Pemberian oksigen Ambulan
perawat  Pemberian obat-obatan  Oksigen
 Keterampilan perawatan  Suction
trakeostomi dan suction  Tiang infus portabel
 Infus pump dengan
baterai
 Oksimetri

Derajat 2 Dokter,  Semua ketrampilan di  Ambulans


perawat,dan atas, ditambah;  Semua peralatan di
petugas  Penggunaan alat atas, ditambah;
ambulans pernapasan  Monitor EKG dan
 Bantuan hidup lanjut tekanan darah
 Penggunaan kantong  Defibrillator bila
pernapasan (bag-valve diperlukan
mask)
 Penggunaan defibrillator
 Penggunaan monitor
intensif

Derajat 3 Dokter, Dokter:  Ambulans lengkap/


perawat, dan  Minimal 6 bulan AGD 118
petugas pengalaman mengenai  Monitor ICU
ambulan perawatan pasien intensif portabel yang
dan bekerja di ICU lengkap
 Keterampilan bantuan  Ventilator dan
hidup dasar dan lanjut peralatan transfer
(BHD, BTCLS, ACLS) yang memenuhi
 Harus mengikuti pelatihan standar minimal.
untuk transfer pasien
dengan sakit berat / kritis

Perawat:
 Minimal 2 tahun bekerja di
ICU
 Keterampilan bantuan
hidup dasar dan lanjut
(BHD, BTCLS)
 Harus mengikuti pelatihan
untuk transfer pasien
dengan sakit berat / kritis
BAB IV
PENUTUP
Panduan ini semoga dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan
pelayanan terbaik kepada pasien. Panduan ini berlaku terhitung mulai tanggal
ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan dalam keputusan ini, maka akan ditinjau kembali untuk diperbaiki
sebagaimana mestinya.

Direktur Utama,

dr. Bambang Eko S Sp Kj, MARS


NIP. 196204301987111001

Anda mungkin juga menyukai