PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan radiologi merupakan salah satu unsur terpenting dari pelayanan
kesehatan utamanya adalah dalam hal penegakkan diagnosa suatu penyakit.
Radiologi menjadi bagian yang terintegrasi dari proses pemberian terapi
kepada pasien. Bertolak dari hal tersebut serta semakin meningkatnya
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka pelayanan
radiologi sudah seharusnya memberikan pelayanan yang berkualitas. Sesuai
dengan visi dan misi Rumah Sakit Awal Bross Makassar . Maka pelayanan
radiologi tentunya harus selaras dan mendukung visi dan misi rumah sakit.
Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostik
khususnya telah dilakukan di berbagai pelayanan kesehatan termasuk di rumah
sakit Awal Bross Makassar. Kemajuan dan perkembangan ilmu teknologi yang
berkembang dewasa ini memungkinkan berbagai penyakit yang susah dan sulit
dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas pemeriksaan radiologi
diagnostik yaitu pelayanan pencitraan tubuh dengan menggunakan radiasi
pengion maupun non pengion. Perkembangan waktu radiologi diagnostik
mengalami perkembangan yang cukup pesat termasuk di Instalasi Radiologi
RS Awal Bross Makassar. Kini telah menggunakan teknologi Multislice Scan 64
merk Philips , dengan aplikasi pemeriksaan CT Angiografi koroner, CT
Colonoscopy hingga pemeriksaan CT Perfusion. Peralatan yang terbaru yaitu
MRI dengan kekuatan magnet 1,5 Tesla
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5. Perawat Radiologi
Perawat Radiologi mempunyai tugas sebagai berikut :
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer
1014/MENKES/SK/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi
Diagnostik Di Sarana Pelayanan Kesehatan untuk Rumah Sakit Awal
Bros Makassar dengan type rumah sakit adalah type B, maka tenaga,
jenis kualifikasi serta jumlahnya adalah sebagai berikut :
Tabel. Kualifikasi dan jumlah tenaga radiologi
No Jenis Tenaga Pendidikan Persyaratan Jumla
h
1 Dokter Spesialis S-2 Radiologi Memiliki SIP 6
Radiologi
2 Radiografer D-3/D4 Radiologi Memiliki STR 2/alat
3 Petugas Proteksi D-3 ATRO Memiliki SIB 1
Radiasi
4 Fisikawan Medik S-1 Fisika Medik Memiliki STR 1
5 Elektromedis D-3 ATEM Memiliki STR 2
6 IT S1 Kumputer - 1
7 Perawat D-3 Memiliki STR 4
Keperawatan
8 Administrasi SMA/Sederajat - 5
C. PENGATURAN JAGA
Pengaturan jaga diperuntukan untuk radiografer dan dokter ahli
spesialis radiologi yang dapat diwakili oleh resident radiologi sesuai
dengan komptensinya. Pengaturan jaga berlaku tiga shief yaitu dinas
pagi, sore dan malam. Petugas jaga di Unit Gawat Darurat yang
melayani pasien dari UGD, ICU,NICU,PICU maupun pasien cito dari
pelayanan rawat inap.
BAB III
STANDAR FASILITAS RADIOLOGI
1. Ketebalan dinding
A. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. Pendaftaran pasien
Proses layanan pemeriksaan radiologi dimulai dari
pendaftaran radiologi. Setiap pemeriksaan radiologi
dilakukan atas permintaan dokter klinis disertai dengan
indikasi klinis yang jelas dan valid . Bagian loket administrasi
radiologi melakukan pendaftaran pasien melalui System
Informasi Rumah Sakit (SIMRS) sesuai dengan status pasien
yaitu rawat jalan, rawat inap atau pasien gawat darurat serta
sesuai penjaminan pasien : umum, askes, pasien gakin,
pasien jamkesda atau pasien tagihan (IKS). Pasien yang
telah dilakukan regestrasi dapat diarahkan ke ruang
pemeriksaan sesuai jenis tindakan pemeriksaan masing-
masing.
2. Alur pemeriksaan radiologi
Alur pemeriksaan radiologi suatu flowchart pemeriksaan
radiologi. Alur pemeriksaan dibagi menjadi dua :
a. Alur pemeriksaan radiologi konventional tanpa dan
dengan kontras
b. Alur pemeriksaan radiologi keseluruhan
E. KRETERIA RADIOGRAF
Justivikasi adalah merupakan langkap pertama dalam proteksi
radiasi. Hal ini mengandung arti bahwa paparan radiasi ke
pasien tidak dibenarkan tanpa disertai indikasi klinis yang valid,
meskipun hasil pencitraan yang dihasilkan sebaik mungkin.
Setiap pemeriksaan radiologi yang menggunakan sumber radiasi
pengion harus memberikan keuntungan yang lebih bagi pasien
atas tindakan pemeriksaan tersebut. Hal ini dapat terlaksana
ketika klinise bener-benar memperhatikan faktor : diagnosis,
pasien menegement terapi dan hasil akhir bagi pasien.
Justivikasi atas pemeriksaan radiologi atas dasar tidak ada
pemeriksaan lain untuk mengakkan diagnosis dan resikonya
rendah, harapannya adalah pemeriksaan yang dihasilkan
mempunyai sensitivitas, spesifitas, akurasi dan prediksi nilai
(predictive value) sehubungan dengan informasi diagnosa yang
diharapkan. Justivikasi juga dapat diterima dengan syarat
seorang yang terlatih dan mempunyai kompetensi baik
dibidang teknik pemeriksaan, interpretasi serta pengetahuan
proteksi radiasi melaksanakan tindakan radiologi sesuai dengan
syarat aturan yang berlaku.
Dalam pemeriksaan diagnostik ICRP juga Bapeten tidak
merekomendasikan penerapan nilai dosis batas untuk
memberikan paparan radiasi ke pasien tetapi menggunakan
dosis referensi acuan (dose reference level) untuk mencapai
nilai optimalisasi proteksi dalam paparan radiasi medis.
Pemeriksaan diagnostik yang telah memiliki pembenaran secara
klinis, proses pencitraan berikutnya harus dioptimalkan.
Optimalisasi penggunaan radiasi pengion merupakan hasil
interaksi dari 3 aspek yang penting, meliputi kualitas radiograf,
dosis radiasi yang diterima pasien dan pilihan teknik radiografi.
Panduan ini dibuat untuk ketiga hal tersebut diatas. Jenis
pemeriksaan radiografi yang sering dilakukan dan yang
dianggap memberikan kontribusi dosis radiasi yang lebih dipilih,
seperti pemeriksaan x-ray thorax, tulang belakang lumbal, pelvis,
saluran urinarius dan pemeriksaan payudara/mammografi.
Prinsip umum yang digunakan untuk evaluasi radiograf
berdasarkan standar literatur adalah berikut :
1. Image Anotasi
Meliputi identifikasi pasien, tanggal pemeriksaan, letak posisi
marker anatomi right (R) atau left (L) dan nama institusi
pemberi pelayanan harus tertera dan terbaca pada film.
2. Quality Contral Peralatan X-ray
Program quality control (QC) peralatan x-ray merupakan
bagian yang terpenting dalam upaya pemberian paparan
dosis radiasi ke pasien. Program ini meliputi pengecekan
secara berkala terhadap parameter fisik dan teknis yang
terkait dalam pembuatan radiograf
3. Posisi Pasien
Posisi pasien (patien potitioning) menentukan tingkat
keberhasilan setiap pemeriksaan radiologi. Posisi rutin perlu
ditambah untuk menampilkan kelainan klinis yang spesifik.
Pengaturan posisi yang benar merupakan tanggung jawab
seorang radiografer.
4. Pembatasan Kolimasi
Pembatasan kolimasi (x-ray beam limitation) mempunyai
keuntungan meningkatkan kualitas radiograf dan
menurunkan nilai dosis radiasi ke pasien. Pembatasan
kolimasi hanya pada organ yang diperiksa memungkinkan
daerah yang tidak dibutuhkan dalam pemeriksaan dapat
terhindar dari bahaya radiasi
5. Perisai Pelindung
Perisai pelindung (protective sheilding) tersedia dan
digunakan untuk melindungi jaringan radiosensitive bila
memungkinkan seperti organ reproduksi testis atau ovarium
bila dilakukan paparan dari jarak yang dekat.
6. Kondisi Eksposi Radiograf
Pengetahuan dan penggunaan yang benar faktor eksposi
seperti pemilihan nilai tegangan tabung (kVp), nilai arus
tabung tiap detik (mAs), filtrasi tabung, dan jarak fokus ke
film (FFD), oleh karena faktor tersebut mempunyai kontribusi
terhadap peneriman dosis radiasi ke pasien
7. Pemilihan screen-film
Kecepatan screen-film merupakan faktor kritis terhadap
terimaan dosis radiasi ke pasien. Screen-film dengan
kecepatan yang tinggi memerlukan nilai eksposi yang rendah
sehingga memberikan dosis radiasi yang rendah pula ke
pasien. Nilai kecepatan screen film yang dianjurkan minimal
adalah nilainya 400
8. Derajat Kehitaman Film
Derajat kehitaman film (film blackening) mempengaruhi
kualitas radiograf. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat
kehitaman film seperti ukuran pasien, dosis radiasi, kualitas
radiasi,teknik radiografi, reseptor film dan procesing
film.Kisaran nilai rata-rata densitas optis klinis biasanya
terletak pada rentang D=1,0 dan D= 1,4 , untuk pemeriksaan
payudara/mammografi berkisar 1,3 sampai 1,8 yang
dianjurkan serta densitas fog film tidak boleh melebihi 0,25.
9. Daftar Nilai Exposure Tiap Pemeriksaan
Untuk menjamin konsistensi kulitas radiograf tiap
pemeriksaan, maka perlu dibuat daftar/tabel nilai eksposi tiap
jenis pemeriksaan
10. Film Procesing
Pengolahan procesing film radiograf yang optimal sangat
penting untuk menghasilkan kualitas radiograf yang
dihasilkan. Perlu dilakukan program quality control (QA)
procesing film, seperti menjaga suhu chemical larutan
pembangkit pada kondisi yang konstan.
11. Kondisi Image Viewer
Kondisi Image Viewer perlu dijaga, seperti tingkat
pencahayaan. Pencahayaan Image Viewer dapat membantu
menginterpretasi hasil radiograf dengan baik
12. Reject Analysis
Perlu dilakukan program Reject Analysis Film untuk
mengetahui penyebab pengulangan radiograf. Analisis
program Reject Analysis Film digunakan sebagai bahan
evaluasi perbaikan mutu pelayanan radiologi secara
keseluruhan.
b. Image Detail
1). Menampakkan struktur terkecil dari paru-paru dan
area retrocardiac
2). Kondisi kontras tinggi struktur ukuran terlihat sampai
diameter 0,7 mm
3). Kontras rendah ukuran struktur terlihat sampai
diamete 0,2 mm
c. Dosis Radiasi
Nilai ESD (entrance skin dose ) pada foto thorax adalah
0,4 mGy
d. Teknik Foto Thoraks
1). Teknik Radiografi : vertical stand dengan stationary
atau moving grid
2). Nominal focal spots : ≤ 1,3 mm
3). Total filter : > 3 mm Al equivalent
4). Anti scatter grid : rasio 1:10 dengan 40/cm
5). Screen film system : nominal speed class 400
6). Automatic Expose Control (AEC)
7). FFD : 150 cm
8). Tegangan (kVp) : 125
9). Waktu eksposi : 20 ms
10). Protective Sheilding : standart
Prinsip dasar proteksi radiasi pada penyinaran untuk kepentingan medis, sesuai
anjuran ICRP harus mengikuti minimal dua kaidah pokok. Kaidah atau azas proteksi
radiasi yaiti azas justifikasi dan optimasi, masuk didalammnya konsep nilai guide level
terimaan dosis radiasi yang diterima pasien (diagnostic reference level). Nilai terimaan
dosis harus serendah-rendahnya sesuai konsep ALARA (as low as reasonably
achievable) .
Tahapan awal penerapan konsep asas justivikasi pada pemeriksaan CT Scan adalah
pemeriksaan dilakukan atas dasar indikasi klinis yang valid dan diminta oleh dokter.
Indikasi klinis berhubungan erat dengan aspek penegakkan diagnosis, menegemen
pengobatan pasien dan yang utama outcome untuk kepentingan pasien.
Aspek penerapan asas optimasi pada pemberian paparan radiasi medik berhubungan
dengan nilai terimaan dosis radiasi yang diterima pasien (diagnostic reference level).
Penggunaan pemeriksaan dengan menggunakan CT Scan harus memperhatikan
aspek-aspek proses pembentukan gambar. Ada tiga hal yang harus diperhatikan :
kualitas gambar untuk penegakkan diagnosa, radiasi yang diterima pasien dan pilihan
yang tepat teknik pemeriksaan. Pedoman berikut berisi guide line untuk menghasilkan
pemeriksaan CT Scan dengan kualitas yang baik. Kualitas gambar yang baik tentunya
interpretasi menjadi cepat dan tepat.
1. CT Scan Kepala
a. Tahapan pemeriksaan CT Scan Kepala (Brain CT)
1). Indikasi pemeriksaan : lesi akibat trauma capitis dan suspeck focal atau
structural disease dari otak dan kontra indikasi pemeriksaan dengan MRI
2). Persiapan pemeriksaan : tidak perlu pemeriksaan khusus, jika
menggunakan kontras intravena pasien puasa untuk mengosongkan isi
lambung
3). Proyeksi scanning : proyeksi lateral mulai base skull hingga vertex, pada
kasus multiple trauma area scanning mulai vetebra servikal hingga vertex
b. Kreteria gambar
1). Visualisasi citra : anatomi keseluruhan cerebelum, cerebrum, base skull
dan pemeriksaan menggunakan kontras tervisualisasi pembuluh darah
kepala
2). Reproduksi kritical : tervisualisasi dengan jelas perbedaan gray dan
white matter, basal ganglia, sistem ventrikullar, daerah mesencephalon
dengan area ruang cerebrospinal di sekitarnya, pembuluh darah besar otak
dan plexus choracoideus
c. Dosis Radiasi Pasien
1). CTDIw routine untuk pemeriksaan CT Scan Kepala adalah 60 mGy
2). DLP routine untuk pemeriksaan CT Scan Kepala adalah 1050 mGy.cm
d. Teknik Pemeriksaan
1). Posisi : supine
2). Daerah pemeriksaan : mulai setinggi foramen magnum hingga vertex
3). Nominal slice thicness : 2,5 mm daerah fossa posterior (infratentorial)
dan 5-10 mm daerah hemisphere otak (supra tentorial)
4). Interslice distance-pitch : contiguous atau pitch = 1,0
5). FOV : head (24 cm)
6). Gantry Tilting : 10 – 12 derajat di atas OML untuk mereduksi dosis pada
lensa mata
7). X-ray Voltage : 140 kV (standart)
8). Arus tabung : dipilih nilai mA yang tinggi (di atas 200 mA)
9). Recontruction Algoritma : softissue atau standart
10. Window Width (WW) : 0-90 HU (supratentorial), 140-160 HU (fossa
posterior), 2000-3000 HU untuk tulang
11). Window Level (WL) : 40-45 HU (supratentorial), 30-40 HU (fossa
posterior), 200-400 HU untuk tulang
2. CT Scan Thoraks
a. Tahapan pemeriksaan CT Scan Thoraks
1). Indikasi pemeriksaan : susp kelainan pada paru, pleura atau kelaianan
nodul lympatic, tumor metastase, infeksi paru, trauma dada atau focal
diseases
2). Persiapan pemeriksaan sebelumnya : foto thorak konventional
3). Persiapan pasien : tidak perlu pemeriksaan khusus, jika menggunakan
kontras intravena pasien puasa untuk mengosongkan isi lambung
3). Area scanning : leher bagian bawah sampai abdomen atas
b. Kreteria gambar
1). Visualisasi citra : anatomis semua dinding thoraks, aorta dan vena cava
superior, jantung, parenkim paru-paru dan pembuluh darah di bagian
thoraks setelah pemberian kontras intravena
2). Reproduksi kritical : tervisualisasi dengan baik pembuluh darah aorta,
trachea dan bronchus utama, jaringan lunak paratracheal, kelenjar getah
bening daerah carina, oesofagus,dinding pleuramediastinum, pembuluh
darah besar dan sedang paru,segmental bronchus,parenkim paru-paru dan
batas antara pluera dan dinding thoraks
c. Dosis Radiasi Pasien
1). CTDIw routine untuk pemeriksaan CT Scan Thoraks adalah 30 mGy
2). DLP routine untuk pemeriksaan CT Scan Kepala adalah 650 mGy.cm
d. Teknik Pemeriksaan
1). Posisi : berbaring terlentang di atas meja pemeriksan dan kedua lengan
ke atas
2). Daerah pemeriksaan : mulai setinggi apeks paru hingga basis paru-paru
3). Nominal slice thicness : 7- 10 mm
4). Interslice distance-pitch : contiguous atau pitch = 1,0
5). FOV : bergantung ukuran pasien
6). Gantry Tilting : 0 derajat
7). X-ray Voltage : 140 kV (standart)
8). Arus tabung : dipilih nilai mA yang tinggi (di atas 200 mA)
9). Recontruction Algoritma : softissue atau standart
10. Window Width (WW) : 300-600 (softtisue), 800-1000 HU (parenkim
paru-paru ), 2000-3000 HU untuk tulang
11). Window Level (WL) : 0-30 HU (softissue), -500 - -700 HU (parenkim
paru-paru), 200-400 HU untuk tulang
BAB V
LOGISTIK
3. Obat-Obatan Radiologi
Obat-obatan di radiologi dibutuhkan untuk penanganan alergi kontras
media dan kebutuhan tindakan pemeriksaan radiologi. Obat-obatannya
adalah sebagai berikut :
Radiasi pengion selain mempunyai efek yang baik untuk dunia kedokteran,
radiasi pengion juga mempunyai efek yang kurang baik. Efek-efek radiasi yang
kurang baik atau berbahaya secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua
kategori yaitu efek stokastik dan non-stokastik. Sebagian besar efek biologis
akibat paparan radiasi berada dalam kategori efek non-stokastik. Efek ini
mempunyai ciri nilai ambang batas suatu dosis minimum harus harus dilampaui
sebelum nampak efek-efek khusus. Efek ini juga bergantung pada besarnya
nilai dosis paparan dan efek radiasi akan berbanding lurus dengan terimaan
dosis radiasi. Efek radiasi non-stokastik dikenal juga sebagai efek ambang
(threshold effect).
Efek stokastik dapat terjadi jika sel yang terpapar radiasi pengion mengalami
mutasi. Efek stokastik mempunyai ciri-ciri antara lain tidak mengenal dosis
ambang, timbul setelah masa tenang yang lama, keparahannya tidak
bergantung pada dosis radiasi dan tidak ada penyembuhan spontan. Contoh
efek stokastik akibat paparan radiasi adalah kanker, leukemia, dan efek
pewarisan (efek genetik)
Upaya pengurangan bahaya dan akibat negative radisi pengion maka harus
2. Monitoring Radiasi
B. Proteksi Radiasi
1. Proteksi Radiasi Petugas
2. Pemeriksaan Kesehatan
Pemeriksaan kesehatan bagi pekerja dibagian radiologi menurut
ketentuan harus dilakukan sebelum mereka bekerja, selam bekerja
secara berkala dan sesudah bekerja. Pemeriksaan kesehatan
mencakup pemeriksaan organ-organ tertentu yang peka terhadap
radiasi pengion yaitu hematologi, dermatologi, oftamologi, paru-paru,
neurologi dan organ reproduksi.
A. PENDAHULUAN
Proses pelayanan Radiologi dan Diagnostik Imaging merupakan
suatu proses multi langkah yang sangat kompleks. Pelayanan
Radiologi dan Diagnostik Imaging yang bertujuan untuk
menegakkan diagnosa dan terapi (interventional Radiologi)
menggunakan teknologi modern. Penegakkan diagnosa melalui
pencitraan (imaging) yang mencakup informasi anatomis, fisiologis
dan patologis.
Proses pelayanan Radiologi dan Diagnostik Imaging berhubungan
dengan multi vareabel dari unsur sumber daya manusia (SDM),
peralatan dan aspek teknik. Unsur SDM di pelayanan radiologi mulai
Dokter Ahli Radiologi, Radiografer, Petugas Proteksi Radiasi (PPR),
Fisikawan Medik, Perawat Radiologi dan Petugas Administrasi
Radiologi. Komponen peralatan radiologi kini semakin canggih yaitu
Magnetic Resonance Imaging (MRI), CT Scan dari singleslice
hingga multislice, Digital Fluoroscophy (DF), Digital Radiography
(DR), Computed Radiography (CR) sampai system komunikasi
radiologi dalam bentuk Picture Arshiving Comunication System
(PACS). Kesemua variabel tersebut sangat menentukan proses
pelayanan radiologi.
Kondisi pada salah satu vareabel seperti SDM, peralatan maupun
aspek teknik pemeriksaan dibawah standar maka dampaknya
sangat mempengaruhi tidak hanya pelayanan radiologi saja tetapi
dapat mempengaruhi pelayanan rumah sakit secara keseluruhan.
Dampak yang mungkin jika ditemukan vareabel pelayanan yang
dibawah standar seperti pengulangan foto (reject film) meningkat
yang berdapak tidak saja pasien menerima dosis radiasi tambahan
yang tidak perlu, biaya produksi meningkat dan yang paling buruk
dapat terjadi kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan radiologi.
BAB IX
PENUTUP