Anda di halaman 1dari 25

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MITIGASI BENCANA DI SEKOLAH

MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SEBAGAI UPAYA


PEMBENTUKAN KARAKTER SIAP SIAGA
BAGI PESERTA DIDIK

Elis Noviana Hasibuan, S.Pi


SMK Negeri 1 Sigi, Jl. Raya Palu Palolo, Kel. Sidera, Kec.Sigi Biromaru, Sulawesi
Tengah, Hp. 0812-1484-1144, email: elis.hasibuan84@gmail.com

ABSTRACK

Paradigma pengelolaan bencana di Indonesia hingga saat ini masih


bertolak pada kondisi pasca bencana atau tanggap darurat. Kegiatan
pengurangan resiko bencana di daerah Sulawesi Tengah kususnya di SMKN 1 Sigi
belum pernah dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam
penerapannnya di kurikulum maupun kegiatan ekstrakurikuler. Telah banyak
kerangka maupun modul dan panduan dalam upaya peningkatan kapasitas
sekolah dalam menghadapi bencana. Akan tetapi fakta menunjukkan bahwa
bencana yang terjadi secara tiba – tiba di Sigi dan sekitarnya, masyarakat masih
belum siap menghadapi bencana, sehingga diperlukan solusi bagi peserta didik
agar siap siaga untuk menghadapi bencana. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain 1) beban kurikulum 2013 di SMK sangat banyak, yaitu 46 Jam
Pembelajaran, 2) rendahnya pengetahuan guru terhadap bencana, 3) tidak
adanya mata pelajaran yang khusus untuk mempelajari bencana alam. Oleh
sebab itu kegiatan pendidikan kebencanaan dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan mitigasi bencana melalui kegiatan ekstrakurikuler yang
terjadwal di dalam kurikulum.
Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana
dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat diperkenalkan secara lebih
dini kepada seluruh peserta didik. Pendidikan adalah suatu usaha atau upaya
untuk membentuk karakter peserta didik melalui penanaman pengetahuan dan
keterampilan. Dengan mengimplementasikan pendidikan mitigasi bencana ke
dalam kegiatan ekstrakurikuler akan memberikan dampak positif bagi
perkembangan karakter yang siap siaga bagi peserta didik

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kepada Allah karena atas Rahmat-


Nya penulis dapat menyelesaikan Artikel implementasi pendidikan mitigasi
bencana di sekolah sebagai upaya pembentukan karakter siap siaga bagi peserta
didik, Sholawat dan salam, mari senantiasa kita curahkan buat Baginda Nabi
Muhammad SAW, semoga kita senantiasa menjadi pengikutnya dan
mendapatkan syafaatnya di yaumul akhir nanti.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Kesharlindung Dikmen yang telah
memfasilitasi penulis untuk mengikuti penulisan artikel ini sebagai upaya
meningkatkan dan melatih mengungkapkan pemikiran secara logis lewat karya
ilmiah ini. Meskipun dalam penerapannya artikel ini masih perlu perbaikan
menuju kearah kesempurnaan. Untuk itu saran dan masukan sangat penulis
harapkan.

Palu , 31 Maret 2019


Penulis

2
DAFTAR ISI

Abstrack ................................................................................................ 1
Kata Pengantar....................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................... 3
Daftar Gambar ....................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 7
1.3 Tujuan.............................................................................. 7
1.4 Manfaat ............................................................................ 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kesiapsiagaan Bencana ...................................................... 8
2.1 Bencana ........................................................................... 9
2.3 Pengurangan Resiko Bencana ............................................. 9
2.4 Mitigasi Bencana................................................................ 10
2.5 Ekstrakurikuler .................................................................. 11
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Permaslahan Pendidikan Kebencanaan di Sekolah ................ 13
3.2 Strategi Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana
3.2.1 Pemantapan Pengetahuan dan Keimanan ............... 13
3.2.2 Pembiasaan Siap Siaga.......................................... 14
3.3 Model dan Metode Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana ............. 14
3.4 Penerapan Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana
3.4.1 Kurikulum Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana ............. 16
3.4.2 Indikator dan Tujuan Ektrakurikuler Mitigasi
Bencana............................................................... 17
3.4.3 Media Pembelajaran.............................................. 17
3.4.4 Pembina Ekstrakurikuler ........................................ 18
3.4.5 Penilaian, Monitoring dan Evaluasi.......................... 18
BAB IV KESIMPULAN ........................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 20

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tiga Pilar Sekolah Aman........................................................... 10


Gambar 2 Model Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana ..................................... 16

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak
pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua
Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan
dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari
Pulau Sumatera , Jawa - Nusa Tenggara , Sulawesi, yang sisinya berupa
pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh
rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti
letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat
kegempaan di Amerika Serikat (https://bnpb.go.id/)
Menurut Sutopo (BNPB) Selama tahun 2018, hingga Kamis (25/10/2018),
tercatat 1.999 kejadian bencana di Indonesia. Jumlah ini akan terus bertambah.
Dampak yang ditimbulkan bencana sangat besar. Tercatat 3.548 orang
meninggal dunia dan hilang, 13.112 orang luka-luka, 3,06 juta jiwa mengungsi
dan terdampak bencana, 339.969 rumah rusak berat, 7.810 rumah rusak sedang,
20.608 rumah rusak ringan, dan ribuan fasilitas umum rusak. Selama tahun
2018, terdapat beberapa bencana yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian
cukup besar yaitu banjir bandang di Lampung Tengah pada 26/2/2018 yang
menyebabkan 7 orang meninggal dunia. Bencana longsor di Brebes, Jawa
Tengah pada 22/2/2018 yang menyebabkan 11 orang meninggal dunia dan 7
orang hilang. Banjir bandang di Mandailing Natal pada 12/10/2018 menyebabkan
17 orang meninggal dunia dan 2 orang hilang. Gempabumi beruntun di Lombok
dan Sumbawa pada 29/7/2018, 5/8/2018, dan 19/8/2018 menyebabkan 564
orang meninggal dunia dan 445.343 orang mengungsi. Bencana gempabumi dan
tsunami di Sulawesi Tengah pada 28/9/2018 menyebabkan 2.037 jiwa meninggal
dunia, 671 jiwa hilang,tertimbun 152 jiwa, luka - luka 4.084 dan 74.044 jiwa
mengungsi, bencana tsunami Selat Sunda 22/12/2018 menyebabkan 437 jiwa
meninggal dunia, 9.061 jiwa luka, 10 jiwa hilang dan 16.198 jiwa mengungsi.
Saat ini pemerintah telah melaksanakan program peningkatan kualitas
pendidikan sesuai dengan yang telah dirumuskan dalam tujuan pendidikan
nasional Berdasarkan Undang-Undang Dasar Nomor 31 Tahun 1945 pasal 1
menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan’’. Salah
satu contoh permasalahan kualitas pendidikan di Indonesia adalah tentang
pendidikan mitigasi bencana. Indonesia merupakan negara yang rawan akan
terjadinya bencana alam. Berdasarkan perspektif geografi, geologi, klimatologi,
dan demografi, Indonesia menempati peringkat ke 7 sebagai negara paling

5
rawan akan risiko bencana alam (UNESCO, 2017). Mengacu pada fenomena
bagaimana masyarakat menyikapi bencana alam, dapat dievaluasi bahwa
masyarakat Indonesia kurang bersikap reaktif dan responsif dalam menghadapi
peristiwa bencana alam yang sering datang secara mendadak.
Untuk sektor pendidikan, dampak terburuk dari sebuah bencana adalah
hilangnya nyawa maupun terjadinya cedera parah di sekolah. Selain itu, terdapat
banyak konsekuensi lain yang dapat secara permanen mempengaruhi masa
depan anak-anak:
a) Sekolah yang tidak bisa digunakan karena rusak
b) Sekolah yang tidak bisa digunakan karena digunakan sebagai hunian
sementara atau tempat pengungsian
c) Sekolah yang sudah tidak dapat diakses
d) Hilangnya akses fisik ruang bermain anak yang ramah
e) Hillangnya peralatan sekolah dan materi pendidikan
f) Guru tidak bisa mengajar
g) Peserta didik diharapkan untuk mencari nafkah,membantu dalam
pemulihan maupun dalam mengasuh adiknya secara purna waktu
h) Gangguan psikososial pada guru, peserta didik dan tenaga
kependidikan lainnya
Sekolah berperan penting dalam membangun kesadaran bencana dalam
masyarakat, dengan demikian upaya apa yang harus dilakukan oleh sekolah
untuk menghadapi bencana alam dan mempersiapkan peserta didik sehingga
mampu dan siap menghadapi bencana yang akan menimpa kapan dan
dimanapun. Karena sesungguhnya bencana tidak pernah bisa di prediksi kapan
akan terjadi. Seperti kejadian gempa, tsunami dan lekuifaksi yang terjadi di
Sulawesi Tengah dan Banten. Karena tidak adanya peringatan dini, sehingga
banyak menimbulkan korban jiwa maupun material. Kerugian akibat bencana
dapat dikurangi dengan melakukan kesiapsiagaan terhadap bencana melalui
kegiatan mitigasi bencana.
Kesiapsiagaan menurut UU RI No.24 Tahun 2007 adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya. Kegiatan pengurangan resiko
bencana seperti mitigasi bencana di sekolah sangat penting untuk di lakukan,
karena sebagian besar waktu peserta didik dihabiskan di sekolah. Kemudian rasio
guru dan peserta didik yang tidak memungkinkan untuk melakukan
penyelamatan peserta didik yang jumlahnya tidak seimbang.
Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana
dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat diperkenalkan secara lebih
dini kepada seluruh peserta didik. Pendidikan adalah suatu usaha atau upaya
untuk membentuk karakter peserta didik melalui penanaman pengetahuan dan
keterampilan. Dengan mengimplementasikan pendidikan mitigasi bencana ke

6
dalam kegiatan ekstrakurikuler akan memberikan dampak positif bagi
perkembangan karakter yang siap siaga bagi peserta didik.
Paradigma pengelolaan bencana di Indonesia hingga saat ini masih
bertolak pada kondisi pasca bencana atau tanggap darurat. Kegiatan
pengurangan resiko bencana di daerah Sulawesi Tengah kususnya di SMKN 1 Sigi
belum pernah dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam
penerapannnya di kurikulum maupun kegiatan ekstrakurikuler. Telah banyak
kerangka maupun modul dan panduan dalam upaya peningkatan kapasitas
sekolah dalam menghadapi bencana. Akan tetapi fakta menunjukkan bahwa
bencana yang terjadi secara tiba – tiba di Sigi dan sekitarnya, masyarakat masih
belum siap menghadapi bencana, sehingga diperlukan solusi bagi peserta didik
agar siap siaga untuk menghadapi bencana. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain 1) beban kurikulum 2013 di SMK sangat banyak, yaitu 46 Jam
Pembelajaran, 2) rendahnya pengetahuan guru terhadap bencana, 3) tidak
adanya mata pelajaran yang khusus untuk mempelajari bencana alam. Oleh
sebab itu kegiatan pendidikan kebencanaan dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan mitigasi bencana melalui kegiatan ekstrakurikuler yang
terjadwal di dalam kurikulum.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun rumusan masalah yaitu,
bagaimana implementasi pendidikan mitigasi bencana di sekolah sebagai upaya
pembentukan karakter siap siaga bagi peserta didik melalui kegiatan
ekstrakurikuler ?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan karya tulis ini yaitu :
1. Menyampaikan gagasan / ide mengenai implementasi pendidikan mitigasi
bencana melalui kegiatan ekstrakurikuler sehingga membentuk karakter
peserta didik yang siap siaga menghadapai bencana dan pengurangan
resiko bencana.
2. Mendesain implementasi pendidikan mitigasi bencana dan kesiapsiagaan
menghadapi bencana yang berkelanjutan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang di harapkan dalam penulisan karya tulis ini yaitu:
1. Bagi pemerintah, gagasan / ide ini dapat digunakan sebagai upaya
pengurangan resiko bencana melalui kegiatan belajar di sekolah.
2. Bagi masyarakat, melalui penerapan gagasan/ide yang disampaiakan
penulis kepada masyarakat, khususnya orangtua/wali peserta didik dapat
mengetahui kemampuan anaknya untuk menghadapai bencana.
3. Bagi sekolah, penerapan gagasan/ide dapat menjadi rekomendasi dalam
upaya pengurangan resiko bencana melalaui kegiatan ekstrakurikuler.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kesiapsiagaan Bencana


Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen
bencana. Konsep kesiapsiagaan bervariasi menurut referensi. Nick Carter dalam
LIPI-UNESCO/ISDR (2006) mengemukakan kesiapsiagaan dari suatu
pemerintahan, suatu kelompok masyarakat atau individu, adalah : tindakan-
tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi-organisasi, masyarakat,
komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara
cepat dan tepat/guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah
penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan
pelatihan personil.
Tahun 2006, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan UNESCO
melakukan penelitian di tiga wilayah, yaitu Kabupaten Aceh Besar, Kota
Bengkulu, dan Kota Padang. Penelitian itu bertujuan melihat tingkat
kesiapsiagaan bencana di dalam sekolah, rumah tangga, dan komunitas. Dengan
5 parameter kesiapsiagaan sekolah (pengetahuan tentang bencana, kebijakan
dan panduan, rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana, dan
mobilisasi sumber daya) ditemukan bahwa ternyata tingkat kesiapsiagaan
sekolah lebih rendah dibanding masyarakat serta aparat. Berdasarkan hasil
temuan tersebut, dapat dibaca bahwa sekolah merupakan ‘ruang publik’ dengan
tingkat kerentanan tinggi.
Upaya kesiapsiagaan di sekolah telah dibahas dalam konferensi World
Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas menghasilkan kerangka
kerja Framework For Action/HFA 2005-2015 berupa usaha-usaha antara lain: (1)
menggalakkan dimasukkannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana
sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan
menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak
muda dan anak-anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan
risiko bencana sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk
Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of
Education for Sustainable Development); (2) menggalakkan pelaksanaan
penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di
sekolah-sekolah dan lembagalembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan
pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran
tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya; (4) mengembangkan program
pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan
sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para perancang pembangunan,
penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah tingkat lokal, dan

8
sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat dengan
mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk
meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi
bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan
dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7)
menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian
tak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko
bencana (Konsorsium Pendidikan Bencana Indonesia. 2011).
2.2 Bencana
Bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik faktor alam maupun faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU No.21 Tahun 2007).
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara
dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi. Beberapa potensi
tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung api,
tanah Iongsor, angin ribut, kebakaran hutan dan lahan, letusan gunung api.
Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2
kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya
ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat
dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang
menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang
rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan
gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan
lain-lain. Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia
memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi. Hal ini
tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.
2.3 Pengurangan Resiko Bencana (PRB)
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah upaya untuk mengurangi risiko
yang ditimbulkan akibat satu jenis bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu
tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat (Perka BNPB, Nomor 4 Tahun 2012).
Pada tahun 2009, pemerintah mulai mengembangkan sebuah proyek
percontohan dari penggabungan pendidikan bencana ke dalam kurikulum
sekolah atau Sekolah Siaga Bencana (SBB) atau program Kesiapsiagaan Bencana
Berbasis Sekolah (PKBS). SSB difokuskan pada pembangunan struktur,
infrastruktur dan sistem sekolah.
Sekolah Siaga Bencana adalah sekolah yang memiliki kemampuan untuk
mengelola resiko bencana di lingkungannya. Kemampuan tersebut di ukur
dengan adanya beberapa aspek yaitu : 1) perencanaan penanggulangan

9
bencana, 2) ketersediaan logistik 3) keamanan dan kenyamanan di lingkungan
pendidikan, 4) infrastruktur, 5) sisitem tanggap darurat, 6) pengetahuan dan
kemampuan kesiapsiagaan, 7) prosedur tetap dan kebijakan dan 8) sistem
peringatan dini.
Kemampuan tersebut juga dapat dinalar melalui adanya simulasi regular
dengan kerja bersama berbagai pihak terkait yang dilembagakan dalam
kebijakan lembaga pendidikan tersebut untuk mentransformasikan pengetahuan
dan praktik penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana kepada
seluruh warga sekolah sebagai konstituen lembaga pendidikan (Konsorsium
Pendidikan Bencana Indonesia, 2011).
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) merupakan suatu kegiatan jangka
panjang, sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan, dengan cara
menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pengetahuan untuk membangun
budaya selamat dan tangguh pada semua satuan pendidikan, seperti yang
dinyatakan dalam Hyogo Framework for Action (HFA) dan telah pula menjadi
komitmen bangsa Indonesia. PRB yang berkaitan dengan bidang pendidikan
sesuai yang tercantum dalam HFA dan telah diusulkan dalam Sendai Framework
for Disaster Risk Reduction 2015-2030, perlu menjadi program prioritas dalam
sektor pendidikan yang diwujudkan melalui pendidikan PRB di sekolah (Modul-3
Pencegahan dan Penguranag Resiko Bencana ).
Sekolah aman yang komprehensif dapat dicapai melalui kebijakan dan
perencanaan yang sejalan dengan manajemen bencana di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/ kota dan di tingkat sekolah. Sekolah aman yang
komprehensif ini ditopang oleh tiga pilar sebagai berikut:
1. Fasilitas Sekolah Aman
2. Manajemen Bencana di Sekolah
3. Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana

Gambar 1. Tiga Pilar Sekolah Aman


Sumber : Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Sekretariat Jenderal
Kemendikbud Jakarta, 2015

10
2.4 Mitigasi Bencana
Pasal 1 angka 9 Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
Pendidikan mitigasi bencana menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan
kapasitas pengetahuan peserta didik mengenai bencana, jenis-jenis kejadian
bencana, tanda-tanda akan terjadinya bencana, dampak bencana, upaya pra
saat pasca bencana, upaya pengurangan risiko bencana serta kerentanan dan
kerawanan bencana di daerahnya (David ,2018)
Pendidikan mitigasi bencana atau dissaster education di Jepang, menurut
Heru Susetyo dilakukan dengan tujuan: 1) memberi informasi pada siswa
tentang pengetahuan yang benar mengenai bencana, 2) memberi pemahaman
tentang perlindungan secara sistematis, 3) membekali siswa melalui procticol
training bagaimana melindungi dirinya dan bagaimana mereka bisa merespons
bencana tersebut secara tepat dan cepat.
Dalam pendidikan mitigasi bencana di Jepang, nilai saling tolong menolong
pun diajarkan. Anak-anak diprioritaskan selama proses evakuasi, sehingga
mereka bisa mentransfer pengetahuan kepada orang-orang di sekitarnya jika
bencana kembali terjadi kelak. Menurut Katada, kebiasaan ini akhirnya menular
dan berhasil menyelamatkan banyak nyawa.
Misalnya ketika tsunami besar melanda Kamaishi di Prefektur Iwate Jepang
pada 11 Maret 2011. Hampir 3.000 siswa sekolah dasar dan menengah pertama
selamat berkat pendidikan mitigasi bencana. Bahkan dari hampir 1.000 korban
jiwa di Kamaishi, hanya lima anak-anak usia sekolah saja yang meninggal dunia.
Itu pun karena mereka berada di tempat yang jauh dari sekolah dan tak
terjangkau regu penyelamat.

2.5 Ekstrakurikuler
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa: Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan menggembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Pembinaan Kepeserta didikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di
luar mata pelajaran dan pelayanan untuk membantu pengembangan peserta

11
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat mereka melalui kegiatan
yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan
yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.
Kegiatan ekstrakurikuler yang dapat menunjang untuk pembentukan
karakter siap siaga seperti kegiatan pelatihan dari Basarnas, kegiatan simulasi
Mitigasi Bencana yang dapat bekerja sama dengan BPBD asal sekolah dan
kegiatan penyuluhan tentang pendidikan mitigasi bencana. Pelatihan-pelatihan
yang diadakan di kegiatan ekstrakurikuler dapat membantu Peserta didik dalam
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam menghadapi bencana,
sehingga diharapkan saat terjadi bencana dapat meminimalisir jumlah korban
jiwa.

12
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Permasalahan Pendidikan Kebencanaan di Sekolah


Pendidikan mitigasi bencana perlu diberikan di sekolah, mengingat
Indonesia sangat rawan bencana. Salah satu wujud perhatian pemerintah melalui
pendidikan adalah Instruksi Kemendiknas tentang strategi Pengurangan Resiko
Bencana di sekolah dengan membuat modul dan Pelatihan Pengintergrasian
Pengurangan Resiko Bencana di sekolah-sekolah (Konsorsium Pendidikan
Bencana, Jakarta, Mei 2011. Kerangka kerja sekolah bencana).
Kasus bencana gempa yang terjadi tanggal 28 September 2018 di Palu, Sigi
dan sekitarnya menumbuhkan kesadaran masyarakat, mengenai pentingnya
mitigasi, dan kesdaran itu mulai muncul setelah bencana terjadi. Hal ini memiliki
kesamaan dengan Negara Jepang, di Kobe. Setelah gempa Kobe pada tahun
1995, guru dan pemerintah daerah baru mengembangkan penanggulangan
bencana ke dalam mata pelajaran seperti geografi , sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan jasmani dan kesehatan lingkungan, serta guru dan pemerintah
meneliti persepsi siswa terhadap bencana pendekatan lainnya termasuk simulasi
permainan, lokakarya, pembuatan peta, pelatihan rutin kuis dan menciptakan
kompetensi (Wigyo, dkk, 2015).
Dalam pelaksanaannya di sekolah, pendidikan kebencanaan masih banyak
kendala dan permasalahan yang belum sesuai dengan tujuan dari pendidikan
kebencanaan sekolah tersebut. Gwee, 2011 menjabarkan 7 masalah dalam
manajemen bencana yaitu 1) ketidaksesuaian dalam keterpaduan perencanaan
tanggap darurat, 2) sekolah dasar dan menengah meminta adanya penyusunan
perencanaan untuk pendidikan manajemen bencana tetapi hanya sedikit yang
dilakukan, 3) kurikulum dan bahan ajar kebencanaan sedikit mengandung sikap,
keterampilan dan aspek psikologi dan upaya kemanusiaan, 4) kesenjangan
kulifikasi guru dalam hal kebencanaan yang sebagaimana diperlukan, 5) media
pendidikan sosial berperan ganda, mungkin lebih cepat dalam menyebarkan
informasi namun tidak menjamin akurasinya sehingga bisa mengakibatkan
adanya kesalahan konsepsi, 6) keterpaduan pemanfaatan sumberdaya yang
terbatas, dan 7), kemampuan melakukan rehabilitasi psikologi masih rendah.

3.2 Strategi Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana


Strategi Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana, merupakan serangkaian
pendekatan, metode dan langkah-langkah kegiatan ekstrakurikuler yang
sistematis dan terorganisir. Dalam penerapannya strategi Kegiatan
Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana adalah kegiatan Pembelajaran tambahan yang
diikuti oleh peserta didik , dengan tujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan
keikutsertaan mitigasi serta kemampuan siap siaga menghadapi bencana,

13
sehingga memiliki karakter yang siap siaga dan tangguh menghadapi bencana.
Kegiatan ekstarkurukuler mitigasi bencana merupakan pengembangan dari
Program Sekolah Siaga Bencana, yaitu sekolah yang memiliki kemampuan untuk
mengelola risiko bencana di lingkungannya.
Upaya pengurangan risiko bencana pada pembelajaran di sekolah telah di
lakukan pada daerah-daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi seperti
Kabupaten Klaten, Pacitan dan Aceh, Hal seperti ini sangat perlu dilakukan di
setiap provinsi yang ada di Indonesia terutama daerah dengan tingkat risiko
bencana yang tinggi, dan penerapan mitigasi di lakukan sesuai dengan keadaan
atau kondisi wilayah tersebut, sehingga materi yang diberikan tidak terlalu padat.
Strategi kegiatan ekstrakurikuler dapat diklasifikasi menjadi dua ruang
lingkup yaitu (1) strategi pengelolaan dan (2) strategi penyampaian (Regieluth,
2006). Strategi pengelolaan mengarah pada penatakelolaan kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler dan pengaturan serta pembagian tanggung jawab pembinaan
kegiatan ekstrakurikuler. Sementara itu strategi penyampaian yang digunakan
dalam setiap kegiatan yaitu bagaimana menyampaikan pesan ke peserta didik
yang sistematis, aktif, interaktif, terarah dan berkelanjutan yang memiliki dua
pendekatan, sesuai dengan sasaran pembentukan karakter siap siaga
menghadapi bencana seperti :
3.2.1 Pemantapan pengetahuan dan keimanan
Hal pertama yang harus dilakukan sebelum kegiatan mitigasi bencana
adalah bagaimana, pembina memberikan stimulus dan bekal kepada peserta
didik dengan menanamkan nilai- nilai keagamaan yang menjadi kunci utama
untuk menumbuhkan rasa keimanan. Tidak dapat dipungkiri pasca kejadian
gempa, tsunami dan lekuifaksi yang terjadi di Sigi, Palu serta Donggala, sebagian
masyarakat belum siap menghadapi bencana yang tiba – tiba, sehingga
mengakibatkan penjarahan, pencurian, narkoba bahkan depresi. Meskipun sudah
mengalami bencana yang begitu menakutkan,mereka bahkan tetap melakukan
perbuatan dosa, sehingga sangat penting bagi sekolah dan pembina memberikan
penanaman taukhid dan keimanan terhadap peserta didik, karena peserta didik
adalah generasi penerus bangsa yang sangat rentan dan mudah terprovokasi.
3.3.2 Pembiasaan Sikap Siap Siaga
Pembiasaan sikap siap siaga dapat dilakukan saat melakukan kegiatan
ekstrakurikuler mitigasi bencana dengan melakukan contoh, simulasi, latihan dan
pembiasaan.
Penyampaian materi kegiatan ekstrakurikuler mitigasi bencana harus
dilaksanakan secara sistematis baik dalam penyusunan program, monitoring,
evaluasi dan pelaporan. Sekolah dan pembina ektrakurikuler harus aktif dan
intensif dalam melaksanakan pendampingan serta pembinaan, sejalan dengan
hal tersebut kegiatan ekstrakurikuler harus memiliki target dan indikator
keberhasilan serta senantiasa dikembangkan secara terus-menerus berdasarkan
evaluasi kegiatan. Kesiapsiagaan peserta didik dilaporkan dalam bentuk laporan

14
penilaian Akhir semester dan akhir tahun, sehingga dengan adanya laporan
memudahkan bagi sekolah untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi kelemahan
mapun parameter-parameter yang akan di tingkatkan bagi sekolah.
3.3. Model dan Metode Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana
Model kegiatan ekstrakurikuler yaitu memadukan antara kegiatan mitigasi
non-struktural dan kegiatan mitigasi stuktural yang dilakukan langsung di
lingkungan peserta didik. Kurikulum yang kemudian diturunkan menjadi
rancangan proses pembelajaran dan penyusunan indikator capaian sesuai
dengan kemampuan peserta didik, tujuan dan proses penilaian yang mendukung
pendidikan mitigasi bencana, menggunakan strategi yang efisien.
Metode ekstrakurikuler mitigasi bencana dapat dilakukan dengan
menggunakan metode simulasi atau demonstrasi dan metode Latihan.
Metode Simulasi atau Demontrsasi yaitu metode yang diterapkan dengan
cara mempraktikkan atau menampilkan keterampilan yang diperoleh dari hasil
belajar. Metode ini digunakan untuk materi pembelajaran yang berorientasi pada
pengembangan keterampilan. Materi pembelajaran yang bertujuan
mengembangkan sikap dan kesadaran diri juga dapat menerapkan metode ini.
metode ini dapat mengembangkan penghayatan peserta didik.
Metode latihan disebut juga metode training, yaitu suatu cara mengajar
ketrampilan-ketrampilan tertentu. Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh
suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan keterampilan. Hasil survei di
Jepang, pada kejadian gempa Great Hanshin Awaji 1995, menunjukkan bahwa
presentase korban selamat disebabkan oleh Diri Sendiri sebesar 35%, Anggota
Keluarga 31,9 %, Teman/Tetangga 28,1%, Orang Lewat 2,60%, Tim SAR 1,70
%, dan lain-Lain 0,90%.
Berdasarkan ilustrasi tersebut, sangat jelas bahwa faktor yang paling
menentukan adalah penguasaan pengetahuan yang dimiliki oleh “diri sendiri”
untuk menyelamatkan dirinya dari ancaman risiko bencana. Kemudian, diikuti
oleh faktor bantuan anggota keluarga, teman, bantuan Tim SAR, dan di
sekelilingnya. Maka, edukasi untuk meningkatkan pemahaman risiko berdesain
tema Latihan Kesiapsiagaan Bencana Siap, Untuk Selamat! merupakan
pesan utama bersama yang akan didorong dalam proses penyadaran
(awareness) dalam peningkatan kemampuan diri sendiri.

15
KURIKULUM EKSTRAKURIKULER MITIGASI
BENCANA

MITIGASI
UU PENAGGULANGAN
BENCANA KESIAPSIAGAAN

PENYUSUNAN KURIKULUM
PEMETAAN KOMPETENSI

INDIKATOR
TUJUAN

PENDEKATAN, METODE,
MATERI
STRATEGI

Membentuk Karakter Peserta


MEDIA PENILAIAN Didik yang siap siaga
menghadapai bencana

Gambar 2. Model Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana

3.4 Penerapan Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana


3.4.1. Kurikulum Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana
Langkah awal yang harus di lakukan dalam penyusunan kurikulum
ekstrakurikuler mitigasi bencana ialah melakukan kajian risiko bencana
terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung risiko bencana sebuah
daerah, harus mengetahui bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability)
dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan karakteristik
kondisi fisik dan wilayahnya. Sekolah menyiapkan kurikulum berdasarkan
konsep dan pelaksanaannya, maupun kurikulum berdasarkan struktur dan
materi pelajarannya. Pengembangan kurikulum ektrakurikuler akan
disesuaikan dengan dearah lokasi penerapan kurikulum karena potensi
bencana yang terjadi berbeda sesuai dengan karakteristik wilayah.
Untuk mendapatkan kurikulum kebencanaan yang bermakna,
kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan prinsip - prinsip
yang tepat. Ada sejumlah prinsip pengembangan kurikulum, di antaranya

16
prinsip relevensi, efektivitas, efesiensi dan fleksibilitas. Kurikulum kegiatan
ekstrakurikuler mitigasi bencana diharapakan akan sesuai dengan
karakteristik dan potensi bencana disetiap daerah namun memiliki garis
besar kurikulum yang sama untuk Indonesia, yaitu mengenai pegetahuan
dasar bencana, mitigasi bencana, kesiapsiagaan terhadap bencana,
tanggap darurat bencana dan tindakan pemulihan pasca bencana.
Kurikulum yang dipakai dalam kegiatan ekstrakurikuler mitigasi
bencana adalah kurikulum yang bersifat preventif yaitu kurikulum yang
didesain membahas segala hal yang berhubungan dengan aspek
kebencanaan (Nuryany dalam Ahmad, 2009). Preventif adalah suatu
tindakan pengendalian sosial yang di lakukan untuk mencegah atau
mengurangi kemungkinan terjadinya hal – hal yang tak diinginkan di
masa mendatang.
Pelaksanaan kegiatan dilakukan sekali dalam seminggu, di luar jam
pembelajaran sekolah karena merupakan kegiatan ekstrakurikuler.
Penyusunan kurikulum dengan melakukan beberapa tahapan yaitu
menyusun materi mitigasi bencana, menyusun silabus, dan selanjutnya
dirancang dalam Rancangan Proses Pembelajaran (RPP) yang memuat
tentang rancangan pembelajaran sebagai acuan kegiatan pembelajaran
ekstrakurikuler mitigasi bencana.
3.4.2 Indikator dan Tujuan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana
Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat di ukur
dan atau di observasi untuk menenunjukkan ketercapaian kompetensi
dasar tertentu yang menjadi penilaian mata pelajaran. Sedangkan Tujuan
Pembelajaran adalah proses dan hasil belajar yang diharapkan di capai
oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
Kegiatan ekstrakurikuler mitigasi bencana perlu menetapkan indikator
dan tujuan pembelajaran sebagai tolak ukur kompetensi peserta didik
untuk ketercapaian kegiatan. Komponen yang di kembangkan dalam
indikator dan tujuan kegiatan ekstrakurikuler adalah sikap, pengetahuan
dan keterampilan. Kompetensi peserta didik diharapkan menguasai
kompetensi sampai pada tingkat penerapan dalam kehidupan nyata. Dalam
hal ini adalah siap dan siaga saat menghadapi bencana.
3.4.3 Media Pembelajaran
Media ialah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan kegiatan yang mampu merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, keinginan peserta didik untuk memahami diri,
mengarahkan diri, dan mengambil keputusan atas masalah yang dihadapi.
Pada dasarnya media kegiatan ekstrakurikuler tidak terbatas hanya
berfungsi sebagai perantara sebuah pesan, melainkan memiliki makna yang
lebih luas yaitu segala alat bantu yang dapat digunakan dalam
melaksanakan program kegiatan ekstrakurikuler. Terkait dengan media

17
sebagai perantara pesan, maka seorang pembina memerlukan media pada
saat memberikan atau menyampaikan pembelajaran kegiatan
ekstrakurikuler mitigasi bencana.
Media ekstrakurikuler mitigasi bencana yaitu media visual dan Non
visual. media visual merupakan media penyampai pesan gambar dan
simbol dari sumber ke penerima pesan melalui indera penglihatan. Bentuk
media grafis/visual yaitu gambar atau foto, sketsa, diagram, bagan/chart,
grafik, kartun, poster, peta/globe, papan majalah dinding. Di jepang sudah
melakukan mitigasi siaga bencana melalui metode Kamishibai, yaitu salah
satu kebudayaan Jepang yang menceritakan suatu hal melalui media
gambar. Dalam penelitian yang mereka lakukan, melalui metode
kamishibai, ditemukan bahwa dengan menggunakan media dari budaya
setempat berdampak lebih besar dalam upaya mengurangi bencana.
Banyak kisah atau tradisi lokal yang dapat diadopsi untuk dijadikan bahan
pendidikan sebagai upaya penanggulangan bencana (fisip.ui.ac.id).
Media Non Visual merupakan media yang pesannya ditangkap melalui
indera mata dan pendengaran. Bentuk media ini diantaranya TV, video,
dan DVD player. Media proyeksi, merupakan media yang teknis
menyajiannya memerlukan alat proyektor. Bentuk media ini yaitu film slide
dan film.
3.4.4 Pembina Ektrakurikuler Mitigasi Bencana
Ekstrakurikuler mitigasi bencana di kelola oleh guru dan pembina
ektrakurikuler di bawah tanggung jawab kepala sekolah. Guru dan tenaga
kependidikan sebagai pembina perlu memiliki keterampilan dan
pengetahuan tentang mitigasi bencana , prinsip dan parameter yang
dipakai, program sosialisasi kepada peserta didik dan komponen sekolah
lainnya, termasuk orang tua dan pejabat pemerintan setempat dan sudah
mengikuti Pelatihan dan tersertifikasi.
Selain itu kegiatan ekstrakurikuler dapat melibatkan dan bekerjasama
dengan Basarnas, BPBD asal sekolah dan kegiatan penyuluhan tentang
pendidikan mitigasi bencana maupun LSM dan pihak – pihak yang terkait
dengan bidangnya.
3.4.5 Penilaian, Monitoring dan Evaluasi
Penilaian dilakukan secara kualitatif, proses penilaian dilaksanakan
setiap kali dan setiap hari di dalam proses pembelajaran. Penilaian di buat
dalam bentuk laporan peserta didik dan disampaikan kepada orang tua/wali
di setiap akhir semester. Pihak sekolah juga harus melakukan Monitoring
dan evaluasi kesiapsiagaan pada kapasitas yang dimiliki sekolah seperti
analisis risiko bencana, sistem pendidikan kebancanaan, menejemen
sumber daya serta panduan dan kebijakan dalam menghadapi bencana
yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Hasil penilaian mitigasi bencana
kemudian dianalisis oleh pihak sekolah secara seksama dan menyeluruh

18
terhadap seluruh populasi peserta didik dalam kajian ini. Hasil yang telah
ada kemudian dikaji mengenai parameter-parameter yang lemah dan
faktor-faktor yang menjadi penghambat pencapaian peserta didik.
Kemudian hasil yang telah didapatkan dilaporkan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan seperti Dinas Pendidikan, Badan Penanggulangan Bencana
Daerah dan wali peserta didik

19
BAB IV
KESIMPULAN

Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana, merupakan serangkaian


pendekatan, metode dan langkah-langkah kegiatan ekstrakurikuler yang
sistematis dan terorganisir. Dalam penerapannya strategi Kegiatan
Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana adalah kegiatan Pembelajaran tambahan yang
diikuti oleh peserta didik , dengan tujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan
keikutsertaan mitigasi serta kemampuan siap siaga menghadapi bencana,
sehingga memiliki karakter yang siap siaga dan tangguh menghadapi bencana
serta mengurangi resiko nbencana.
Dalam penerapannya ekstrakurikuler mitigasi bencana melalui kegiatan
mitigasi struktural non struktural dan peningkatan kesiapsiaaan. Kurikulum yang
dipakai dalam kegiatan ekstrakurikuler mitigasi bencana adalah kurikulum yang
bersifat preventif yaitu kurikulum yang didesain membahas segala hal yang
berhubungan dengan aspek kebencanaan yang di rancang dalam bentuk RPP.
Metode ekstrakurikuler mitigasi bencana dapat dilakukan dengan
menggunakan metode simulasi atau demonstrasi dan metode Latihan. Hasil
survei di Jepang, pada kejadian gempa Great Hanshin Awaji 1995, menunjukkan
bahwa presentase korban selamat melaui metode latihan disebabkan oleh Diri
Sendiri sebesar 35%, Anggota Keluarga 31,9 %, Teman/Tetangga 28,1%, Orang
Lewat 2,60%, Tim SAR 1,70 %, dan lain-Lain 0,90%.
Pembina merupakan guru dan fasilitator dari BNPB, BPBD,LSM, serta
melibatkan relawan pada bidang kebencanaan yang terlatih dan telah
tersertifikasi. Bentuk mitigasi dilingkungan sekolah berupa pembersihan selokan,
pembuatan selokan, pengamanan perabotan di kelas, dan pembuatan jalur
evakuasi.
Penilaian dilakukan secara kualitatif, proses penilaian dilaksanakan setiap
kali dan setiap hari di dalam proses pembelajaran. Penilaian di buat dalam
bentuk laporan peserta didik dan disampaikan kepada orang tua/wali di setiap
akhir semester. Pihak sekolah juga harus melakukan Monitoring dan evaluasi
kesiapsiagaan pada kapasitas yang dimiliki sekolah seperti analisis risiko
bencana, sistem pendidikan kebancanaan, menejemen sumber daya serta
panduan dan kebijakan dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu dapat
terjadi

20
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Barry Aditya, dkk. 2009. Muhammadiyah dalam Kesiapsigaan Bencana.


Bandung: Risalah MDMC.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2015. Data Kejadian periode Tahun
1815-2015. www.dibi.bnpb.go.id.
Gwee, Qiru, Yukiko Takeuchi, Jet-Chau Wen and Rajib Shaw. 2011. Disaster
Education System in Yunlin County, Taiwan. Asian Journal of
Environment and Disaster Management (AJEDM) Focusing on Pro-active
Risk Reduction in Asia. ISSN: 1793-9259, Volume: 3, Issue: 2
(2011:196)
Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana. 2011`Konsorsium Pendidikan Bencana
Indonesia.
PERKA BNPB No 02 /2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana,
2012, BNPB.
Modul-3, Pencegahan dan Pengurangan Resiko Bencana. 2016. Biro Perencanaan
dan Kerjasama Luar Negeri, Skretariat Jenderal Kemnedikbud Jakarata.
Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kepesertadidikan.
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Thn 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. (2003). Bandung: Citra Umbara.
Undang – Undang Republik Indonesia No 21 Tahun 2007 Tentang Bencana.
Undang – Undang Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 Tentang Penggulangan
Bencana
UNESCO/ISDR dan LIPI, 2006, Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam
Menghadapi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami,. Jakarta.
Wignyo Adiyoso dan Hidehiko, 2013. Efektifitas Dampak Penerapan Pendidikan
Kebencanaan Efektifi tas Dampak Penerapan Pendidikan Kebencanaan di
Sekolah terhadap Kesiapsiagaan Siswa Menghadapi di Sekolah terhadap
Kesiapsiagaan Siswa Menghadapi Bencana Tsunami di Aceh, Indonesia
Bencana Tsunami di Aceh, Indonesia, majalah indd Edisi 03/Tahun
XIX/2013

21
Lampiran 1. Biodata Guru

Biodata Guru
Judul Karya : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MITIGASI
BENCANA DI SEKOLAH MELALUI KEGIATAN
EKSTRAKURIKULER SEBAGAI UPAYA
PEMBENTUKAN KARAKTER SIAP SIAGA BAGI
PESERTA DIDIK
Nama : Elis Noviana Hasibuan, S.Pi
NIK : 7209056910840001
Tempat, tanggal Lahir : Trenggalek, 29 Oktober 1984
Alamat Rumah : Jl. Dayodara BTN Citra Pesona Indah IV
Blok E No.20 RT/RW 009/008 Kelurahan
Talise, Kec. Mantikulore Kota Palu, 94118
Sulawesi Tengah.
Alamat Surel : elis.hasibuan84@gmail.com
No HP : 0812 -1484-1144
Program Studi S-1 : Budidaya Perikanan
Tahun Lulus S-2 :-
Tahun Lulus S-3 :
Sekolah Tugas : SMKN 1 Sigi, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Sigi,
Provinsi Tugas : Sulawesi Tengah
Daftar Karya :-
Daftar Penghargaan :-

Sigi, 29 Maret 2019


Hormat Saya

Elis Noviana Hasibuan, S.Pi

22
PEMERINTAH PROPINSI SULAWESI TENGAH
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAERAH
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI 1 SIGI
Jalan Raya Palu – Palolo Km.14 Sidera Kode Pos.94364
Website : http://www.smkn1sigi.sch.id e-mail :smknsigi@gmail.com

SURAT KETERANGAN AKTIF MELAKSANAKAN TUGAS


No. KP.7/56 /421.5/DIKBUD/2019

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Ir. Yarpatiyani Tanning
NIP : 196601052000121004
Jabatan : Kepala Sekolah

Dengan ini menyatakan bahwa :


Nama : Elis Noviana Hasibuan, S.Pi
NIP : 198410292009022002
Jabatan : Guru

Adalah guru Kompetensi Keahlian Agribisnis Perikanan Air Tawar yang


masih aktif mengajar pada tahun ajaran 2018/2019 di satuan pendidikan SMKN 1
Sigi.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Sigi, 23 Maret 2019

Ir. Yarpatiyani Tanning


Nip. 196601052000121004

23
Lampiran 3. Pernyataan Hasil karya sendiri

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Elis Noviana Hasibuan, S.Pi


Tempat Tanggal Lahir : Trenggalek, 29 Oktober 1984
Alamat surel : elis.hasibuan84@gmail.com
Judul karya : Implementasi Pendidikan Mitigasi Bencana
Di Sekolah Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
Sebagai Upaya Pembentukan Karakter Siap
Siaga Bagi Peserta Didik
Alamat sekolah : SMK Negeri 1 Sigi
Jl. Raya Palu Palolo, Kel. Sidera, Kec. Sigi
Biromaru, Kab. Sigi Sulawesi Tengah

Menyatakan bahwa naskah best practice ini adalah benar hasil karya
sendiri, bukan jiplakan karya orang lain, belum pernah diikutkan dalam segala
bentuk perlombaan, dan belum pernah dipublikasikan.
Apabila dikemudian hari ternyata karya saya tidak sesuai dengan
pernyataan ini, secara otomatis karya saya dianggap gugur dan saya bersedia
menerima semua konsekuensinya.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Sigi, 28 Maret 2019

Yang Menyatakan

Elis Noviana Hasibuan, S.Pi

24
25

Anda mungkin juga menyukai