Anda di halaman 1dari 1

Ridwan Kamil memadukan konsep rumah tradisional Aceh dengan bukit penyelamatan

sehingga desain museum ia namakan dengan “Rumoh Aceh as Escape Hill”. Desain museum
sarat dengan nilai kearifan lokal. Hal itu tercermin dari desain museum yang menyerupai
Rumoh Aceh (rumah tradisional berupa rumah panggung) yang berpadu dengan konsep bukit
penyelamatan. Museum juga didesain menyerupai gelombang raya yang mengingatkan kita
pada tsunami.

Sementara dindingnya didesain dengan motif tari Saman (tari tradisional dari Gayo Lues). Di
tengah-tengah museum ada satu cerobong berbentuk slinder yang menjulang ke langit.
Melalui cerobong setinggi 33 meter ini nantinya akan memantulkan cahaya ke langit. Kamil
menamakan cerobong ini dengan The Light of God, pertanda hubungan manusia dengan
Tuhan.

Di museum juga ada terowongan yang menggambarkan suasana dukacita yang dinamakan
dengan tunnel of sorrow, memorial hall, amphitheatre. Di ruang paling atas (atap) didesain
berbentuk elips yang akan ditanami rumpung dan berfungsi sebagai escape hill. Dari atap ini,
dapat melihat Kota Banda Aceh.

Museum tsunami ini merupakan proyek bersama antara BRR Aceh-Nias, Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Provinsi Aceh, dan Pemerintah Kota Banda Aceh.
Pembangunan museum ini menelan biaya sebesar Rp 67,8 milyar.

Ia diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Februari 2009.

Anda mungkin juga menyukai