Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bangkitan kejang merupakan suatu masalah neurologis yang paling sering
dijumpai pada anak, dan sekitar 20% merupakan kasus epilepsi. Dalam 5 tahun
pertama kehidupan, kasus baru epilepsi biasanya bermanifestasi sebagai bangkitan
kejang umum dan sindrom Lennox-Gastaut (SLG) merupakan salah satu di
antaranya.1 Oleh karena sulit mengatasi sindrom tersebut, SLG dikelompokkan
sebagai salah satu bentuk intractable epilepsy.2
SLG terdapat pada sekitar 1-2% kasus epilepsi anak dan kurang dari 50%
kasus muncul sebelum usia 2 tahun.1,2 Diagnosis dan tatalaksana SLG tidak
mudah. Beaumanoir3 melaporkan terjadinya kesalahan diagnosis hingga 37%
kasus dari 103 penderita yang diduga mengidap SLG setelah perawatan selama 10
tahun.
Sampai saat ini belum didapatkan obat antiepilepsi yang benar-benar efektif
untuk mengatasi SLG. Setengah penderita mula-mula memberi respons yang baik,
namun beberapa bulan kemudian terjadi penurunan keampuhan obat antiepilepsi
yang diberikan.1,2,4 Prognosis SLG pada umumnya kurang memuaskan. Intervensi
bedah merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan di masa sekarang dan
mendatang untuk mengatasi kasus yang tergolong intractable epilepsy.5-7
Berdasarkan publikasi yang ada, Tissot pada tahun 1770 merupakan orang yang
pertama kali dianggap berupaya mendeskripsikan suatu sindrom klinis yang
mungkin adalah Sindroma Lennox - Gastaut.5 Lennox dan Davies8 pada tahun
1950, serta Gibbs9 pada tahun 1971 memberi istilah SLG sebagai bentuk lain
bangkitan kejang absans. Gastaut, Rojer dan Soulayrol 10 memberinya nama
epilepsi berat masa anak dengan berbagai bentuk tipe bangkitan kejang yang
sangat sering muncul dan gambaran EEG berupa paku ombak difus 2 Hz.
1.2 Ruang lingkup pembahasan
Pada kesempatan ini penulis berusaha membahas mengenai sindrom gastaut-
lennox dan penanganannya. Hal-hal yang akan dibahas dalam referat ini meliputi
definisi, anatomi, insidensi, patofiologi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, komplikasi, dan penanganannya. Adapun referat ini dibuat sebagai
salah satu syarat ujian dalam kepaniteraan klinik ilmu penyakit syaraf Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang Bari dan Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.

1.3 Tujuan penulisan


Referat ini disusun untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik ilmu syaraf
dan diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis juga sebagai bahan
informasi bagi para pembaca, khususnya kalangan medis agar dapat membuat
diagnosa, membuat perencanaan kasus sindrom gastaut-lennox, mampu
mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada pasien sindrom gastaut-lennox.

1.4 Teknik pengumpulan data


Dalam penyusunan referat ini , penulis menggunakan metode pengumpulan
data secara tidak langsung melalui study kepustakaan, yaitu dari buku-buku
referensi dan pustaka elektronik yang berkaitan dengan tema referat ini serta
pengarahan dari narasumber yang berwenang serta ahli dibidangnya.

Batasan Sindrom Lennox-Gastaut (SLG)


Liga Anti Epilepsi Internasional (LAEI) memperluas definisi SLG dengan
menambah tipe bangkitan kejang lain berupa mioklonik. Dengan demikian SLG
merupakan sindrom klinis yang bermanifestasi pada anak usia 1-8 tahun, terutama
anak usia prasekolah. Tipe bangkitan kejang yang terbanyak adalah tonik-aksial,
atonik dan absans. Tipe bangkitan kejang lain adalah mioklonik, tonik-klonik
umum atau parsial. Frekuensi bangkitan kejang maupun status epileptikus
berlangsung sering. Latar belakang EEG menunjukkan pola abnormal berupa
paku ombak lambat (POL) < 3 Hz dan abnormalitas yang ada kadang multifokal.
Saat tidur akan muncul letupan atau ritme yang cepat 10 Hz. Umumnya pada SLG
dijumpai retardasi mental.11

Epidemiologi
Kejadian SLG sangat kecil, yaitu 0,5/100.000 pertahun pada anak kurang dari 10
tahun, atau kira-kira hampir 1% di antara epilepsi anak. 3 Prevalensinya berkisar
antara 5-10%. Rasio jumlah pengidap SLG laki-laki terhadap perempuan adalah
20:14.1

Etiologi
Faktor Genetik
Disfungsi imunologis dicurigai berkaitan erat dengan timbulnya SLG. Smeraldi et
al,12 mendapatkan peningkatan frekuensi antigen HLA-7 pada 22 penderita SLG
berbeda secara bermakna dibanding kontrol, demikian pula orang tua mereka
terhadap kontrol. Oleh karena peningkatan antigen tersebut pada penderita SLG
hanya ditemukan pada proporsi 45% dan patogenesisnya belum dapat dijelaskan,
maka pengaruh faktor genetik masih menjadi perdebatan.

Cacat Otak Struktural


Gastaut dan Gastaut13 dengan computerized transverse axial tomography (CTAT)
melaporkan 20% kasus, yaitu 81 dari 401 penderita epilepsi yang lolos dari
pencarian faktor penyebab dengan deteksi konvensional ternyata mempunyai lesi
organik. Secara keseluruhan mereka mampu menemukan 55% lesi organik
penyebab epilepsi. Pada penelitian itu dari 42 kasus SLG, 25 (60%) di antaranya
memiliki lesi organik seperti atrofi otak difus dan lesi fokal termasuk tumor.
Yaqub14 dengan cara sama pada pemeriksaan terhadap 21 pengidap SLG
mendapatkan 3 (14%) anak diantaranya memiliki atrofi korteks difus, 2 (9%) anak
hemiatrofi korteks dan 2 (9%) anak menderita kalsifikasi intrakranial. Dengan
memadukan pemakaian EEG dan magnetic resonance immaging (MRI), Velasco
et al,15 memperoleh bahwa dari 7 pengidap SLG terdapat 4 (57%) diantaranya
bersifat simtomatik dan 3 lainnya idiopatik. Pada keempat penderita simtomatik
terdeteksi 2 kasus infark serebri, 1 displasi kortikal, dan 1 sisanya sklerosis
tuberosum.

Gangguan Metabolisme Otak


Chugani et al,16 dengan 2-deoxy-(18F)-D glukosa positron emission (FDG-PET)
berhasil mengungkap pola metabolik berdasarkan tingkat pemakaian glukosa oleh
otak pada 15 pengidap SLG seperti berikut ini:
1. Hipometabolisme fokal unilateral pada 2 (13%) anak.
2. Hipometabolisme difus unilateral pada 3 (20%) anak.
3. Hipometabolisme difus bilateral pada 8 (53%) anak.
4. Normal.
Dihubungkan dengan hasil pemeriksaan CTAT terlihat bahwa terdapatnya
cacat struktural otak tidak selalu diikuti hipometabolisme. Dari ketigabelas
anak dengan hipometabolisme otak, terdapat 5 anak tanpa lesi organik.
Tidak ditemukan korelasi yang jelas antara pola metabolik di atas dengan
kelainan EEG yang biasa muncul pada SLG. Selama pelaksanaan FDG-
PET, hanya 7 anak menunjukkan kelainan EEG.

Patofisiologi
Belum terdapat model hewan atau model patofisiologi untuk SLG. Keterkaitan
otak bagian depan dan usia timbulnya penyakit dipengaruhi maturasi bagian itu.
Beberapa nilai karakteristik berikut perlu untuk dipertimbangkan:4,16
1. Keberadaan SLG terkait erat dengan lobus frontalis otak dengan aktivitas
POL dominan di lobus tersebut.
2. Dijumpai adanya sinkronisasi kedua lobus frontalis namun bukan akibat
sinkronisasi bilateral secara sekunder dari satu fokus tunggal.
3. Terdapat sejumlah kasus SLG sebagai kesinambungan sindrom West.
4. Pada sindrom West yang mengalami perbaikan umumnya tidak ditemukan
lesi otak, dan bila ada minimal di bagian posterior.

Gambaran Klinis dan EEG


Tipe bangkitan kejang
Yaqub14 pada pengamatannya terhadap 21 penderita SLG mendapatkan, bahwa
semua (100%) penderita mengalami bangkitan kejang absans atipik, 18 (81%)
bangkitan kejang tonik, dan 4 (21%) atonik-mioklonik.

Bangkitan Kejang Tonik


Bangkitan tonik terdiri atas ekstensi lambat keseluruhan anggota badan dan
deviasi mata ke atas disertai perlambatan pernapasan. Keterlibatan fungsi motorik
bervariasi dengan beberapa bangkitan kejang yang terbatas pada mata atau
perubahan pernapasan. Bangkitan kejang yang ringan ini umumnya terjadi di saat
tidur dan berlangsung tanpa sempat diketahui kecuali bila dimonitor dengan video
disertai rekaman EEG.
Gambaran vegetatif terdiri atas pernapasan ireguler, henti napas, muka merah,
takikardi, atau pelebaran pupil. Lama bangkitan kejang berbeda-beda dari
beberapa detik hingga 20 detik bahkan lebih.4, 13

Bangkitan Absans Atipik


Bangkitan kejang ini terdiri atas gangguan kesadaran fluktuatif yang waktu awal
dan berakhirnya sulit ditentukan. Tonus aksial yang sering terganggu
menyebabkan penderita terjatuh. Kekejangan kelopak mata, bangkitan kejang
tonik ringan, gambaran otonomik atau otomatismus dapat pula
terlihat.
Keseluruhan manifestasi klinis bisa bervariasi dari absans yang khas hingga gejala
yang sangat ringan. Padaanak dengan gangguan intelektual sering ditemukan
kesulitan menghitung bangkitan kejang yang sifatnya ringan tersebut baru disebut,
bahkan dengan video sekalipun.4,13
Status Epileptikus
Sekitar 54-97% pengidap SLG dilaporkan mengalami satu atau beberapa kali
episode status epileptikus (SE) yang terdiri atas bangkitan kejang absans, tonik
atau campuran. Pada seri itu 94% penderita memperlihatkan komponen tonik
selama SE yang dicerminkan oleh irama EEG 10 Hz, identik dengan ciri-ciri
sewaktu tidur. SE tonik tersebut dapat dipresipitasi kemunculannya oleh
pemberian benzodiazepin intravena. Awal munculnya SE absans biasanya
tersembunyi dan mungkin terabaikan untuk beberapa jam atau hari, terlebih
pada penderita retardasi mental.4,17

Jenis-jenis Lain Tipe Bangkitan Kejang


Gastaut et al10 menyebutkan bahwa pada SLG dapat dijumpai jenis lain tipe
bangkitan kejang seperti tonik-klonik umum (15%), parsial kompleks (5%), dan
sekali-sekali mioklonik.

EEG Interiktal
Latar belakang EEG interiktal sifatnya lambat, terutama selama periode bangkitan
kejang berfrekuensi tinggi. Aktivitas tersebut memiliki korelasi dengan fungsi
kognitif yang buruk. Pola POL adalah petanda EEG interiktal dalam keadaan
sadar, terdiri atas letupan ireguler, gelombang umum paku atau tajam diikuti
gelombang lambat sinus 35-400 milidetik yang simetris atau asimetris dengan
pergeseran asimetris, terutama pada sadapan verteks. Lepas muatan listrik
seringkali menyebar difus, tetapi kadangkala dominan di bagian anterior. POL
tidak dipengaruhi oleh stimulasi fotik tetapi kadangkala berubah oleh
hiperventilasi. Tiga perempat dari para penderita juga menunjukkan adanya paku
fokal atau multifokal maupun gelombang tajam di daerah frontotemporal atau
anterio temporal.4

Gangguan Mental dan Motorik


Kemunduran mental, meski tidak selalu dijumpai pada saat timbulnya penyakit,
dalam perkembangan SLG pasti akan terjadi proses kehilangan kemampuan untuk
belajar secara progresif. Perburukan fungsi kognitif lebih meningkat pada
penderita dengan awitan penyakit yang lebih awal. Fungsi mental berfluktuasi
menurut frekuensi bangkitan kejang dan kemundurannya mengikuti SE serta
menjadi sangat jelek akibat politerapi obat antiepilepsi (OAE).4

Usia, Saat Timbul dan Cara Timbulnya Bangkitan Kejang


Gambaran EEG SLG tidak segera tampak pada saat kemunculan penyakit.
Bangkitan kejang pertama terjadi saat usia 1 hingga lebih dari 8 tahun, kadang
sekitar pubertas, sementara puncaknya terjadi antara 3-5 tahun. Bangkitan kejang
terdiri atas absans atipik, tonik, atau tak terklasifikasi. Recruiting rhythm dapat
mendahului ciri-ciri lain dari sindrom ini.2 SLG dapat timbul pada anak normal
atau didahului epilepsi, mencakup epilepsi parsial, absans, dan SE. Tercatat 30-
41% kasus dengan riwayat sindrom West yang positif.
SLG dicirikan oleh fluktuasi frekuensi bangkitan kejang, episode SE yang
rekuren, atau masa yang relatif baik. Pengobatan tidak berkaitan dengan fluktuasi
frekuensi bangkitan kejang. SLG memiliki prognosis yang buruk untuk frekuensi
bangkitan kejang dan fungsi kognitif. Bangkitan kejang menetap pada 60-80%
kasus.3,4

Diagnosis Banding
Letak kesulitan diagnosis SLG adalah dalam hal tipe bangkitan kejang dan ciri
karakteristik EEG. Sebagai contoh Tabel 1. Diagnosis Banding SLG
Diagnosis Banding Contoh Kelainan Temuan Klinis

No Diagnosis Banding Contoh Kelainan Temuan Klinis


1. Kondisi nonepileptik Paroxysmal dystonia Bangkitan tonik paroksismal, EEG
normal
2. Kelainan Sindrom Angelman Drop attack, absans atipik,
nonprogresif sesekali muncul spikes disertai
bangkitan tonik klonik
3. Kelainan progresif a. Kelainan metabolisme Retardasi mental (RM), absans
Jansky-Bielschowsky atipik, bangkitan tonikklonik,
spikes
b. Subacute Schlerosing Bangkitan absans atipik, drop
Panencephalitis
attack akibat klonus otot periodik.
4. Bangkitan Umum a. Kalsifikasi oksipital Bangkitan kejang partial dengan
Sekunder dan penyakit celiac atau tanpa menjadi umum secara
sekunder, kadang kala tonik, EEG
interiktal: menunjukkan POL
oksipital unilateral atau bilateral.
b. Enselopati pasca- RM, bangkitan umum kompleks,
radiasi parsial/atonik POL, kalsifikasi
subkorteks
c. Epilepsi pascatrauma POL, kalsifikasi subkorteks
d. Epilepsi lobus POL-paku majemuk
temporal lobus frontal/temporal
e. Epilepsi area motorik Kontraksi tonik umum, gelombang
tambahan lambat ritmis, EEG normal atau
gelombang paku di sebuah fokus
frontal
f. Epilepsi lesi frontal Sinkroni bilateral sekunder
bilateral/ unilateral
5. Sindrom epilepsi a. Epilepsi multifokal Riwayat Sindrom West (+),
multifokal dan umum berat sklerosis tuberosum

b. Epilepsi mioklonik Tahun I kehidupan gangguan


ensefalopati non kesadaran, episode
progresif status mioklonik,
POL
c. Sindrom bangkitan RM, mioklonus ritmis anggota
absans mioklonik gerak atas, spikes 3 Hz 5-20 “
d. Sindrom West awitan Umur 1-2 tahun, lambat EEG
lambat interiktal tersinkronisasi
Tatalaksana
Obat Anti epilepsi (OAE)
SLG bukanlah kelainan yang bersifat homogen, maka pendekatannya bersifat
individual. Efek OAE pada tiap tipe bangkitan kejang tidaklah menentu untuk satu
gangguan dengan beberapa tipe bangkitan kejang. Carbamazepine (CBZ)
mungkin dapat mengurangi bangkitan kejang tonik tetapi sebaliknya
meningkatkan aktivitas paku ombak dan bangkitan kejang absans. Phenytoin
(PHT) intravena sangat bermanfaat secara praktis untuk pengobatan SE.
Ethosuximide (ESM) mampu mengurangi bangkitan kejang absans tetapi pada sisi
lain bisa memprovokasi munculnya bangkitan kejang. Valproic Acid (VPA)
memiliki aktivitas sedang terhadap absans atipik dan bangkitan kejang tonik.
Benzodiazepin (BZDs) memiliki spektrum aktivitas yang luas, tetapi dengan
mudah kehilangan keampuhannya. Kadang terjadi kasus SE yang dipicu oleh
pemberian BZDs secara intravena. Toleransi terhadap OAE mendorong
penambahan dosis yang pada gilirannya malah meningkatkan terjadinya
efek samping.4,17
Steroid mungkin bermanfaat pada periode terjadi perburukan SLG atau saat SE.
Sayangnya pengobatan dengan cara itu memerlukan waktu 1-6 minggu untuk
memperoleh pengaruh yang diharapkan. Akibat efek samping kumulatifnya
terhadap tekanan darah, berat badan, serta pertumbuhan, maka pemberian steroid
tidak dapat diberikan lebih dari beberapa bulan.4,19 Pada Tabel 2 disajikan profil
beberapa OAE non-konvensional yang sudah diujicoba pada SLG:7,20-22
Tatalaksana Diet
Diet ketogenik merupakan salah satu alternatif tatalaksana epilepsi dan telah
diperkenalkan sejak tahun 1921. Diet terdiri atas lemak sebagai sumber kalori
utama dan sisanya karbohidrat (19%) serta protein (10%).7,23
Livingstone melaporkan bahwa dari 426 anak dengan epilepsi mioklonik, terdiri
dari 341 anak sesudah menerima diet ketogenik, 221 (52%) anak dapat dikontrol
kejangnya, 116 (27%) menunjukkan perbaikan nyata, sedang sisanya 89
(21%) tidak memperlihatkan respons sama sekali.18 Meski diet ini dinyatakan
bermanfaat bagi kasus epilepsi seperti di atas, namun sejauh mana pengaruhnya
terhadap SLG masih belum jelas.18

Tatalaksana Bedah
Kraniotomi untuk epilepsi pertama kali di era modern dilakukan oleh Sir Victor
Horsley.5 Semasa perang dunia Foerster dan Penfield 24 melaporkan keberhasilan
mereka dalam menangani 12 pengidap epilepsi dengan cara mengeksisi bagian
otak yang rusak seperti akibat luka tembak atau trauma kelahiran. Terdapat
laporan tentang keberhasilan anterior callosotomy untuk mengatasi SLG.
Tindakan itu kurang efektif untuk SLG dengan riwayat positif Sindrom West,
kecuali dilakukan completion of callosotomy, dengan 2/3 kasus menunjukkan
kemajuan seperti berkurangnya bangkitan kejang, perbaikan perilaku, serta
kewaspadaan.25

Prognosis
Prognosis SLG tergantung pada banyak faktor. Prognosis dinyatakan buruk bila
terdapat riwayat Sindrom West, awitan penyakit kurang dari 3 tahun, terdapat
gangguan kognitif atau defisit neurologis sebelumnya, bersifat simtomatik,
bangkitan kejang sangat sering, dan terdapat SE.5,18 Dengan tatalaksana
konvensional, 15-20% penderita mengalami penurunan bangkitan kejang dan
pengurangan obat, tetapi fungsi mentalnya tetap kurang baik. Hanya sekitar 5%
penderita mengalami bebas bangkitan kejang dengan fungsi mental normal.3,5
Tatalaksana bedah merupakan alternatif tindakan yang menjanjikan bagi
perbaikan prognosis SLG.7,6,7 cakupan keberhasilan tindakan ini atas intractable
epilepsy yang ditunjukkan oleh adanya perbaikan bangkitan kejang, perilaku dan
adaptasi social, dan dilukiskan oleh Vries et al5 berdasarkan laporan dari beberapa
klinik dan ahli bedah seperti Tabel 3.
Penutup
Sindrom Lennox-Gastaut merupakan epilepsi berat yang sangat sukar diatasi
dengan OAE dan merupakan sindrom yang terkait erat dengan umur, terdiri atas
bangkitan kejang tonik, absans atipik, dan status epileptikus yang sangat sering,
paku ombak lambat, serta paku majemuk 10-Hz dalam gelombang lambat tidur.
SLG disebabkan oleh berbagai macam bentuk lesi otak atau sebagai
kesinambungan Sindrom West serta sangat sulit dibedakan dengan sindrom
epilepsi berat lainnya, terutama epilepsi umum sekunder dan epilepsi genetis
seperti mioklonik astatik. Pada SLG dapat ditemukan gangguan mental tanpa
tendensi sembuh spontan. Sindrom ini tidak banyak, namun demikian tetap
diperlukan perhatian secara lebih seksama. Meskipun tindakan bedah memberi
harapan, untuk kasus yang tidak memenuhi syarat pembedahan diperlukan upaya
penemuan OAE spesifik untuk peningkatan kualitas hidup penderitanya.

Daftar Pustaka
1.
Hauser W.A. The prevalence and incidence of convulsive disorders
in children. Epilepsia 1994;35[Suppl]:S1-6.
2.
Holmes GL. New directions in medical treatment of epilepsy.
American Academy of Neurology 1996;144:13-42.
3.
Beaumanoir. The Lennox - Gastaut Syndrome : a personal study.
Electroencephalogr Clin Neurophysiol 1982;35 [Suppl]:85-99.
4.
Dulac O, N�Guyen T. The Lennox-Gastaut Syndrome. Epilepsia
1993:34[suppl 7]:S7-17.
5.
Vries JK, Crumrine PK, Dasheiff RM. Epilepsy Surgery in Childhood.
Dalam : McLaurin RL, Schut L, Venes JL, Epstein F. Pediatric
Neurosurgery, 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders;1989.p.53546.
6.
Smith KA, Detwiler PW, Porter RW. Surgical treatment of Intractable
Epilepsy. Barrow Neurological Institute 1999; 15(1):2735.
7.
Benbadis SR. Tatum WO. Advances in the treatment of epilepsy.
Am Fam Physician 2001;64(1):91-8.
8.
Lennox WG, Davis JP. Clinical correlates of the fast and slow
spike wave electroencephalogram. Pediatrics 1950:5:636-44.
9.
Gibbs FA. Petit mal variant revisited. Epilepsia 1971;12:89-96.
10.
Gastaut H, Roger J, Soulayrol R. Childhood epileptic encephalopathy
with diffuse slow spike maves (otherwise known as �petit
mal variant�) or Lennox Syndrome. Epilepsia 1966;7:139-79.
11.
Commission on classification and terminology of the International
League Againts Epilepsy. Proposal for revised classification
of HL-A antigens and haplotypes in patients and first-degree
relatives. Epilepsia 1975;17:325-36.
12.
Smeraldi E., Smeraldi RS, Cazzullo CL, Cazzullo AG, Fabio G,
Canges R. Immunogenetics of the Lennox-Gastaut Syndrome :
Frequency of HL-A antigens and haplotypes in patients and firstdegree
relatives. Epilepsia 1975:16:699-703.
13.
Gastaut H, Gastaut Jl. Computerized transverse axial tomography
in epilepsy. Epilepsia 1976;17:325-36.
14.
Yaqub BA. Electroclinical seizures in Lennox-Gastaut Syndrome.
Epilepsia 1993;34:120-7.
15.
Velasco AL, Boleaga B, Santos N, Velasco F, Velasco M. Electroencephalographic
and magnetic resonance correlation in children
with intractable seizure of Lennox Gastaut Syndrome and Epilepsy
Partialis Continuea. Epilepsia 1993;34:262-70.
16.
Chugani HT, Mazziotta JC, Engel J, Phelps ME. The Lennox-
Gastaut Syndrome: metabolik subtypes determinide by 2-Deoxy2
[18F] Flyoro D-Glucose Positron Emission Tomography. Ann
Neurol 1987:21:4-13.
17.
Tassinari CA, Gastaut H, Drave C, Roger JA. Paradoxical effect:
status epilepticus induced by benzodiazepines (valium and
mogadon). Electroencephalogr Clin Neurophysiol 1971;31:182.
18.
Livingstone S. Diagnosis and treatment of childhood myoclonic
seizures. Pediatrics 1974;53:542-8.
19.
Yamatogi Y, Ohtsuka Y, Ishida T. Treatment of the Lennox-
Gastaut syndrome with ACTH. A clinical and electroencephalographic
study. Brain Dev 1979;1:267-76.
20.
Oller LFV, Russi A, Oller D. Lamotrigine in the Lennox-Gastaut
Syndrome. Epilepsia 1991;32 [Suppl.1]:58.
21.
Felbamated study group in Lennox-Gastaut Syndrome. Efficacy
of felbamate in childhood epileptic encephalopathy (Lennox-
Gastaut Syndrome) N Eng J Med 1993.p.328-9-333.
22.
Sachdeo RC, Glauser TA, Ritter F, Reife R, Lim P, Pledger G. A
double-blind, randomized trial of topiramate in Lennox-Gastaut
Syndrome. Neurol 1999;52(9):882-7.
23.
Stephenson JBP. Ketogenic diet in the treatment of childhood
epilepsy. Dev Med Child Neurol 1977;19:833-4.
24.
Foester O, Penfield W. The structural basis of traumatic epilepsy
and results of radical operation. Brain 1930;53:99-118.
25.
Pinard JM, Dellande O, Plovin P. Results of callosotomy in
children according to etiology and epileptic syndromes. Epilepsia
1992;333[Suppl 3]:27.
SS
Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 1, Januari 2005

Anda mungkin juga menyukai