Anda di halaman 1dari 15

1.

Definisi
Perdarahan Defisiensi Vitamin K (PDVK) atau acquired prothrombin
complex deficiency (APCD) adalah terjadinya perdarahan spontan atau perdarahan
karena proses lain seperti pengambilan darah vena atau operasi yang disebabkan
karena berkurangnya aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor
II, VII, IX dan X), sedangkan aktivitas faktor koagulasi yang tidak bergantung
pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah trombosit masih dalam batas normal
. Hal ini dibuktikan bahwa kelainan tersebut akan segera membaik dengan
pemberian vitamin K dan setelah sebab koagulopati lain disingkirkan (1).
2. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang
selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme
vitamin K seperti, obat antikoagulan oral (warfarin), obat-obat antikonvulsan
(fenobarbital, fenitoin, karbamazepin), obat-obat antituberkulosis (INH,
rifampicin), sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian
antibiotik, khususnya pada bayi kurang bulan), gangguan fungsi hati (kolestasis),
kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI
eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L
bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali
lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga
disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik (1).

3. Klasifikasi
PDVK dibagi menjadi early, clasiccal dan late berdasarkan pada umur saat
kelainan tersebut bermanifestasi (2) :
1. Early VKDB (PDVK dini), timbul pada hari pertama kehidupan. Kelainan ini
jarang sekali dan biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang mengkonsumsi
obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme vitamin K. Insidens yang
dilaporkan atas bayi dari ibu yang tidak mendapat suplementasi vitamin K
adalah antara 6-12%.
2. Classical VKDB (PDVK klasik), timbul pada hari ke 1 sampai 7 setelah lahir
dan lebih sering terjadi pada bayi yang kondisinya tidak optimal pada waktu
lahir atau yang terlambat mendapatkan suplementasi makanan. Insidens
dilaporkan bervariasi, antara 0 sampai 0,44% kelahiran. Tidak adanya angka
rata-rata kejadian PDVK klasik yang pasti karena jarang ditemukan kriteria
diagnosis yang menyeluruh.
3. Late VKDB (PDVK lambat), timbul pada hari ke 8 sampai 6 bulan setelah
lahir, sebagian besar timbul pada umur 1 sampai 3 bulan. Kira-kira setengah
dari pasien ini mempunyai kelainan hati sebagai penyakit dasar atau kelainan
malabsorpsi. Perdarahan intrakranial yang serius timbul pada 30-50%. Pada
bayi berisiko mungkin ditemukan tanda-tanda penyakit hati atau kolestasis
seperti ikterus yang memanjang, warna feses pucat, dan hepatosplenomegali.
Angka rata-rata kejadian PDVK pada bayi yang tidak mendapatkan
profilaksis vitamin K adalah 5-20 per 100.000 kelahiran dengan angka
mortalitas sebesar 30%.

4. Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu
naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang
berperan dalam pembekuan darah, seperti protrombin atau faktor II, VII, IX, X
dan antikoagulan protein C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan
M yang belum banyak diketahui perannya dalam pembekuan darah (2).
Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K
dalam tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik
terendah dalam 48-72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan
bertambah secara perlahan selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah
kadar orang dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari
makanan (2).
Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai
alasan, antara lain simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir, sedikitnya
perpindahan vitamin K melalui plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada ASI
dan sterilitas saluran cerna. Tempat perdarahan utama adalah umbilikus, membran
mukosa, saluran cerna, sirkumsisi dan pungsi vena. Selain itu perdarahan dapat
berupa hematoma yang ditemukan pada tempat trauma, seperti hematoma sefal.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan
penyebab mortalitas atau morbiditas yang menetap (2).
WOC

Bumil mengonsumsi Sintesis vit. K Gangguan Malabsobsi


obat-obatan yang kurang oleh fungsi hati vit. K
mengganggu bakteri usus
metabolisme vit.K

Vit. K dalam
tubuh

APCD

spontan/trauma

Perdarahan di kulit, mata,


hidung, sal. Cerna (berupa
purpura/ekimosis)
Kekurangan
komplikasi
volume cairan

Perdarahan
intrakranial

TIK

muntah
Pucat, Sakit
kejang kepala

Nyeri akut

kesadaran
Resiko
cedera

kelemahan
Intoleransi
aktivitas
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan
hepatomegali ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma,
terutama trauma lahir. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata,
hidung dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau
perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik (3).
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100%
berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial
didapatkan gejala peningkatan tekanan intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang
tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%)
didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar
membonjol, pucat dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau
umum. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, edema papil,
penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan
neurologis fokal (3).

6. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Penurunan kompleks protombin (faktor II,VII,IX,X)
ditandai oleh pemanjangan masa pembekuan, masa protrombin dan masa
tromboplastin parsial. Masa perdarahan, jumlah leukosit dan trombosit biasanya
normal. Kebanyakan kasus disertai anemia normokromik normositik (4).
Pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan dekarboksilasi
kompleks protrombin (protein induced by vitamin K absence = PIVKA-II),
pengukuran kadar vitamin K1 plasma atau pengukuran areptilase time yang
menggunakan bisa ular Echis crinatum.12,15-16 Pemeriksaan tersebut saat ini
belum dapat dilakukan di Indonesia. Perdarahan intrakranial dapat terlihat jelas
dengan pemeriksaan USG kepala, CT-Scan, atau MRI. Pemeriksaan ini selain
untuk diagnostik, juga digunakan untuk menentukan prognosis (4).

7. Penatalaksanaan Medis
Hampir semua negara di dunia merekomendasikan pemberian profilaksis
vitamin K1 pada bayi baru lahir. Di Australia profilaksis dengan mengguna-kan
Konakion® 1 mg, IM dosis tunggal sudah diperkenalkan sejak awal tahun 1970-
an. Tindakan tersebut mula-mula diberikan kepada bayi sakit, yaitu bayi kurang
bulan, atau yang mengalami asfiksia perinatal, dan akhirnya menjadi rutin untuk
semua bayi baru lahir. Pada tahun 2000, National Health and Medical Research
Council (NHMRC) Australia menyusun rekomendasi pemberian profilaksis
vitamin K pada bayi baru lahir (5).
Dalam rekomendasi tersebut dinyatakan bahwa semua bayi baru lahir
harus mendapatkan profilaksis vitamin K1; bayi baru lahir yang bugar seharusnya
menerima vitamin K baik secara IM 1 mg, dosis tunggal pada waktu lahir atau 3
kali dosis oral, masing-masing 2 mg yang diberikan pada waktu lahir, umur 3-5
hari dan umur 4-6 minggu. Orang tua harus mendapat informasi pada saat
antenatal tentang pentingnya pemberian profilaksis vitamin K; dan setiap rumah
sakit harus memiliki protokol tertulis yang jelas tentang pemberian profilaksis
vitamin K pada bayi baru lahir. Efikasi yang tinggi, toksisitas dan harga yang
rendah, cara pemberian dan penyimpanan yang sederhana menjadikan profilaksis
vitamin K secara oral memungkinkan untuk dilakukan di negara berkembang (5).
Pemberian vitamin K profilaksis oral 2 mg untuk bayi baru lahir bugar dan
0,5–1 mg IM untuk bayi tidak bugar (not doing well) telah dilakukan secara rutin
di Thailand sejak 1988 dan pemberiannya diwajibkan di seluruh Thailand pada
tahun 1994-1998. Vitamin K yang digunakan untuk profilaksis adalah vitamin K1.
Cara pemberian dapat dilakukan baik secara IM ataupun oral. Intramuskular,
dengan dosis 1 mg pada seluruh bayi baru lahir. Pemberian dengan dosis tunggal
diberikan pada waktu bayi baru lahir (6).
1. Oral
Dengan dosis tunggal 2 mg diberikan tiga kali, yaitu pada saat bayi baru lahir,
pada umur 3-7 hari, dan pada umur 4-8 minggu. Terdapat 4 strategi pemberian
vitamin K, yaitu (6) :
a. pemberian vitamin K dosis rendah 25 ug/hari untuk bayi yang mendapat ASI
(Belanda)
b. 3x1 mg secara oral (Australia: January 1993 – Maret 1994 dan Jerman:
Desember 1992-Desember 1994)
c. 1 mg IM (Australia: Maret 1994)
d. 2x2mg vitamin K oral (preparat KMM) (Swiss).
Pemberian vitamin K profilaksis IM menunjukkan insidens PDVK lambat
lebih kecil dibandingkan dengan cara pemberian oral. Konsensus berbagai
organisasi profesi di Selandia baru (dokter anak, dokter umum, dokter kebidanan,
bidan dan perawat) merekomendasikan bahwa semua bayi seharusnya mendapat
profilaksis vitamin K. Cara pemberian yang direkomendasikan adalah secara IM 1
mg (bagi bayi prematur = 0,5 mg) diberikan pada waktu lahir. Jika orang tua tidak
setuju dengan pemberian secara IM, maka bayi diberikan vitamin K oral 2 mg
yang diberikan 3 kali yaitu pada waktu baru lahir, umur 3-5 hari dan 4-6 minggu.
2. Intramuskular
American Academy of Pediatricians (AAP) (tahun 2003) merekomendasikan
bahwa Vitamin K harus diberikan kepada semua bayi baru lahir secara IM dengan
dosis 0,5-1 mg. Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan alasan
berikut ini (6) :
a. Absorpsi Vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi
yang menderita diare.
b. Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa minggu. Sebagai
konsekuensinya, tingkat kepatuhan orang tua pasien merupakan suatu masalah
tersendiri.
c. Mungkin terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak adekuat karena
absorpsinya atau adanya regurgitasi.
d. Efektivitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh.

8. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


Pengkajian (7,8) :
1) Biodata Klien
Terjadi pada semua umur biasanya anak laki-laki dan anak perempuan.
2) Keluhan Utama
a) Perdarahan lama (pada sirkumsisi)
b) Epitaksis
c) Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai berjalan dan
terbentur pada sesuatu.
d) Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat perdarahan jaringan lunak
dan hemoragi pada sendi
e) Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
f) Perdarahan sistem GI track dan SSP
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari keluhan utama
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya serta
apakah klien mempunyai penyakit menular atau menurun seperti
Dermatitis, Hipertensi, TBC.
5) Riwayat Penyakit Keluraga
Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki atau carrier pada
wanita.
6) Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati dengan sempurna.
7) ADL (Activity Daily Life)
a) Pola Nutrisi
Anoreksia, menghindari anak tidak terlewati dengan sempurna
b) Pola Eliminasi
Hematuria, feses hitam
c) Pola personal hygiene
Kurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan dini.
d) Pola aktivitas
Kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam beraktivitas
e) Pola istirahat tidur terganggu arena nyeri
Kebutuhan untuk tidur terganggu karena nyeri.
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : kelemahan
b) BB : menurun
c) Wajah : Wajah mengekspresikan nyeri
d) Mulut : Mukosa mulut kering,perdarahan mukosa mulut
e) Hidung : epitaksis
f) Thorak/ dada :
- Adanya tarikan intercostanalis danbagaimana suara paru
- Suara jantung pekak
- Adanya kardiomegali
g) Abdomen adanya hepatomegali
h) Anus dan genetalia :
- Eliminasi urin menurun
- Eliminasi alvi feses hitam
i) Ekstremitas
Hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas bawah
9) Pemeriksaan Penunjang (labolatorium)
a) Uji Skrinning untuk koagulasi darah
- Masa pembekuan memanjang (waktu pembekuan nrmal adalah 5 sampai 10
menit)
- Jumlah trombosit (normal)
- Uji pembangkitan tromboplastin (dapat menemukan pembentukan yang tidak
efisien dari tromboplastin akibat kekurangan F VIII)
b) Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur. Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan
untuk mendeteksi adanya penyakit hati.

9. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul sebagai berikut :
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(perdarahan dalam tubuh)
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4) Resiko cidera dengan faktor resiko penurunan kesadaran
10. Rencana tindakan keperawatan yang lazim terjadi
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji BB, penyakit yang mendasari, dan 1. Informasi disediakan untuk
cairan b.d kehilangan keperawatan 2x24 jam prosedur bedah yang dijalani. menjelaskan penggantian
cairan aktif diharapkan volume cairan 2. Monitor tanda kehilangan cairan pada cairan.
klien kembali seimbang. pasien. 2. Memperlihatkan tingkat
Kriteria Hasil: 3. Monitor cairan yang masuk dan keluar. kehilangan cairan pada klien.
- Tekanan darah, nadi, suhu 4. Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang 3. Untuk mengetahui
tubuh dalam batas normal. diprograrmkan keseimbangan cairan tubuh
- Tidak ada tanda-tanda 4. Mencegah terjadinya dehidrasi
dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik,
membrane mukosa
lembab, tidak ada ras haus
yang berlebihan.
2. Nyeri akut b.d agen cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Langkah pertama dalam
biologis keperawatan selama 3x 60 komprehensif termasuk lokasi, pengkajian nyeri untuk
menit pasien menunjukkan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas menentukan jika klien tidak
penurunan nyeri, dibuktikan dan symbol presipitasi dapat mendiskripsikan nyerinya
dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari sendiri. Tanyakan kepada klien
- Tanda vital dalam rentang ketidaknyamanan tentang intensitas nyerinya
normal 3. Kontrol lingkungan yang dapat kemudian memilih symbol yang
- Tidak mengalami mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, sesuai dengan tingkatan
gangguan tidur dan tampak pencahayaan dan kebisingan nyerinya.
tenang 4. Tingkatkan istirahat 2. Reaksi nonverbal dari pasien
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah seringkali mengungkapkan nyeri
pemberian analgesik pertama kali yang tidak bias disampaikan
6. Kolaborasi: Berikan analgetik untuk secara langsung.
mengurangi nyeri 3. Lingkungan yang tidak kondusif
juga merupakan faktor yang
memperparah rasa nyeri yang
dirasakan .
4. Dengan beristirahat perasaan
nyeri yang dialami pasienakan
lebih bias diminimalkan.
5. Dengan memonitor vital sign
sebelum dan sesudah pemberian
analgesik dapat diketahui
seberapa efektif analgesik bisa
mengurangi rasa nyeri pasien.
Karena nyeri yang meningkat
dicerminkan oleh perubahan
vital sign di luar batas normal.
6. Penatalaksanaan secara medis
3. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan kolaborasi degan fisioterapi 1. Therapi aktivitas terbukti cepat
kelemahan keperawatan selama 3x24 jam, berkenaan dengan therapi aktivitas di membantu pasien untuk
diharapkan pasien mampu planninng dan mengawasi program mengembalikan level kekuatan
melakukan aktivitas dengan kegiatan, secara tepat . aktivitas pasien.
kriteria Hasil : 2. Kaji kesanggupan dan keterbatasan 2. Mengetahui level kelelahan
 Kekuatan otot pasien pasiendalam meningkatkan frekuensi dan pasien.
dalam rentang normal jarak kegiatan.
 Pemeriksaan TTV dalam 3. Membantu memilih aktifitas yang sesuai 3. Aktivitias yang tepat dimulai
batas normal dengan fisik, kejiwaan, dan kemampuan dari aktivitas yang ringan dan
 Pasien menyatakan siap sosial. bertahap.
melakukan aktivitas 4. Membantu pasienmembuat jadwal 4. Jadwal teratur diharapkan

 Pasien tidak menyatakan kegiatan. mampu meningkatkan toleransi


adanya kelelahan aktivitas pasien.
5. Berikan kegiatan pengganti bila 5. Kegiatan pengganti ditujukan
pasienmendapatpembatasan energi atau agar pasien memiliki alternatif
pergerakan. kegiatan dan tidak hanya berada
6. Tentukan penyebab ketidaktoleransi di tempat tidur.
aktivitas 6. Untuk menentukan tindakan
7. Kaji aktivitas yang mampu dilakukan oleh keperawatan yang tepat.
pasien. Mobilisasi pasien sedini mungkin. 7. Mencegah terjadinya gangguan
8. Monitor kemampuan aktivitas pasien. sirkulasi dan juga respirasi
kepada pasien yang sering bed
rest.
8. Pengkajian dilakukan agar bisa
menentukan perencanaan yang
tepat. Mobilisasi dilakukan
sedini mungkin mencegah
terjadinya kekakuan otot dan
atropi otot.
4. Resiko cidera dengan faktor Setelah dilakukan tindakan  Sediakan lingkungan yang aman untuk 1. Lingkungan yang aman
resiko penurunan kesadaran keperawatan selama 3x 24 jam pasien meminimalkan terjadinya cedera
klien tidak mengalami injury  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, 2. Mengetahui kebutuhan dan
dengan kriterian hasil: sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kondisi klien
 Klien terbebas dari cedera kognitif pasien dan riwayat penyakit 3. Mencegah terjadinya cedera
 Klien mampu menjelaskan terdahulu pasien 4. Mengurangi resiko terjadinya
cara untuk mencegah cedera  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya cedera yang datang dari luar
 Mampu memodifikasi gaya  Membatasi pengunjung 5. Mengontrol dan menjaga klien
hidup untuk mencegah  Menganjurkan keluarga untuk menemani
injury pasien.

Keterangan :
b.d = berhubungan dengan
11. DAFTAR PUSTAKA

1. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

2. Suriadi dan Yulianni, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta:
CV.Sagung Seto.

3. Hidayat, AAA. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba


Media. Jakarta

4. Markum, AH. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. Jakarta : FKUI.

5. Setiadi, SFA. 2001. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI

6. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga., Jilid 2.
Jakarta; Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran UI.
7. Smeltzer SC, Brenda GB. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 vol.1.
Jakarta: EGC.

8. Lia A. http://bidanlia.blogspot.com/2009/05/perdarahan-akibat-defisiensi-
vitamin-k.html. Diunduh pada tanggal 11 Mei 2014.

Anda mungkin juga menyukai