Kitkit 9
Kitkit 9
Kelompok 3
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR i
DAFTAR TABEL i
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Ragi (Yeast) 2
Uji Aktivitas Antibakteri 2
Cu (Tembaga) 2
Bahan Alami Penyerap Logam 3
METODOLOGI 3
Waktu dan Tempat 3
Bahan dan Alat 3
Prosedur Kerja 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Hasil 4
Pembahasan 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7
Kesimpulan 7
Rekomendasi 7
DAFTAR ISI 7
LAMPIRAN 9
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Ragi (Yeast)
Ragi merupakan kultur starter kering yang terbuat dari campuran tepung
beras dan kulur mikroba Saccharmoyces cerevisiae (Arnata dan Anggreni 2013).
Ragi dapat digunakan dalam proses fermentasi dan proses sakarifikasi. Kultur
mikroba yang terdapat dalam ragi memiliki aktivitas amilolitik. Aktivitas tersebut
mampu memproduksi enzim-enzim hidrolase yang dapat menguraikan komponen
gula kompleks menjadi lebih sederhana. Enzim tersebut akan memecahkan pati
menjadi glukosa melalui proses hidrolisis enzimatis. Ragi juga dapat digunakan
dalam proses hidrolisis dan fermentasi pada produksi bioetanol.
Uji aktivitas antibakteri adalah suatu uji yang digunakan untuk menguji
kepekaan suatu bakteri terhadap suatu zat antibakteri. Uji kepekaan/sensitivitas
antibateri ini bertujuan untuk mengetahui daya kerja/efektifitas dari suatu
antibakteri dalam membunuh bakteri. Uji aktivitas antibakteri terdiri dari dua
macam yaitu metode dilusi dan difusi. Metode dilusi adalah metode yang dilakukan
dengan penentuan penghambatan berdasarkan Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) zat antibakteri (Hariati et al. 2018). Metode difusi yang umumnya banyak
digunakan adalah metode disc diffusion. Metode disc diffusion merupakan metode
dimana piringan atau kertas cakram yang berisi agen antimikroba diletakkan pada
media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media
agar tersebut. Area jernih akan mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme pada permukaan media agar. Syarat dari jumlah bakteri untuk uji
kepekaan/sensitivitas yaitu sebanyak 105-108 CFU/mL (Wulandari et al. 2015).
Cu (Tembaga)
Tembaga merupakan salah satu jenis logam dan dibutuhkan dalam tubuh
dengan jumlah yang sangat sedikit. Konsumsi tembaga yang berlebih akan
mengakibatkan berbagai macam penyakit diantaranya sakit perut, diare, gagal
ginjal, hingga kematian. Keracunan tembaga dengan dosis tinggi akan
menunjukkan gejala akut toksisitas, seperti mual, ketidaknyamanan perut atau
diare, hemoglubinura (darah dalam urin), penyakit kuning, ganguan ginjal, dan
hipotensi. Peran tembaga cukup penting dalam ekosistem lingkungan contohnya
3
sebagai katalis enzim dalam metabolisme karang, dan transport electron pada
proses oksidasi fotosistem II (Luthfi et al. 2017).
METODOLOGI
Prosedur Kerja
Pencampuran
Pengamatan
Gambar 1 Prosedur kerja pengamatan kitosan sebagai
antibaktei dan penyerapan logam berat
Hasil
Hasil pengujian kitosan sebagai adsorben logam berat dan antibakteri pada
Tabel 1 menunjukkan perubahan yang berbeda di setiap waktu pengamatan.
Pengamatan kitosan menit ke-0 menunjukkan belum terjadinya penyerapan logam
berat dan antibakteri pada sampel. Pengamatan kitosan menit ke-5 mulai terjadi
penyerapan logam Cu yang ditunjukkan dengan perubahan sampel menjadi agak
keruh hingga jernih dan aktivitas antibakteri pada meja 1. Pengamatan menit ke-10
dan menit ke-15 telah terjadi penyerapan logam yang menyeluruh ditunjukkan
dengan perubahan warna larutan menjadi jernih. Keberadaan aktivitas antibakteri
pada pengamatan menit ke-10 dan menit ke-15 terhadap ragi mulai terjadi dengan
perubahan warna sampel menjadi agak keruh.
Pembahasan
bila melewati ambang batas yang di tetapkan. Kandungan logam berat dapat
diadsorbsi menggunakan kitosan. Kitosan sebagai absorben logam berat dapat
berlangsung secara spontan dengan menyerap kation kation logam berat dalam
bentuk basa lewis sehingga kitosan dapat menyerap logam berat dalam keadaan pH
sekitar netral (Shyam dan Raut 2014)
Kitosan merupakan produk turunan kitin yang termasuk ke dalam
biopolimer kedua terbanyak setelah selulosa dan banyak ditemukan pada cangkang
Crustacea. Aplikasi kitosan dalam kehidupan sehari-hari yaitu dapat digunakan
sebagai bahan adsorben logam berat. Kitosan dapat menjadi flokulan dan agen
kelasi dalam proses penghilangan logam berat yang terkandung di dalam air limbah
industri. Kitosan dapat menyerap logam Cu(II), Cr(IV), Fe(II), dan Zn(II) pada air
limbah industri (Mohanasrinivasan et al. 2014). Penyerapan logam oleh kitosan
pada konsentrasi rendah cenderung membentuk ikatan khelat dengan gugus amina.
Gugus amina dan gugus hidroksi memiliki elektron bebas yang dapat mengikat
proton pada ion logam membentuk suatu kompleks. Interaksi antara atom N dengan
iom logam lebih kuat dibandingkan dengan ikatan antara ion H + dengan atom N.
Kekuatan interaksi yang berbeda disebabkan oleh interaksi elektrostatik antara ion
logam polivalen dengan pasangan electron bebas dari atom N yang lebih kuat
(Febriasari et al. 2016).
Faktor yang mempengaruhi kitosan sebagi penyerap logam salah satunya
Kitosan sebagai polimer kationik yang dapat mengikat logam dimana gugus amino
yang terdapat pada kitosan berikatan dengan logam dapat membentuk ikatan
kovalen. Prinsip dasar dalam mekanisme pengikatan antara kitosan dan logam berat
yang terkandung dalam limbah cair adalah prinsip penukar ion. Kitosan dapat
berfungsi sebagai adsorben terhadap logam dalam air karena chitosan mempunyai
gugus amino bebas (-NH2) dan hidroksil yang berfungsi sebagai situs chelation
(situs ikatan koordinasi) ion logam guna membentuk chelate. Kitosan mampu
menjadi salah satu solusi mengurangi pencemaran logam berat di perairan, karena
mampu mengikat ion-ion logam berat dengan memanfaatkan gugus hidroksil dan
amina yang terdapat pada chitosan. (Ahmad et al. 2015).
Kitosan sebagai anti bakeri dan penyerap logam berat pada praktikum kali
ini menunjukkan hasil baik. Hasil pengujian anti bakteri dengan media ragi
mendaptkan hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Damayanti
et al. (2016) yang mendaptkan hasil semakin lama penggunaan kitosan sebagai anti
bakteri maka semakin sedikit koloni bakteri yang ada. Hasil yang berbeda ini di
sebabkan oleh konsentrasi kitosan dan lama waktu pengamatan dalam penggunaan
kitosan sebagai antibakteri. Hasil pengujian kitosan sebagai pengikat logam berat
pada praktikum ini mendapatkan hasil semakain lama waktu perendaman kitosan
dalam cairan yang mengandung logam semakin banyak logam yang bisa di ikat.
Hasil praktikum ini mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Supriantini et al. (2018) dimana dalam penelitiannya mendaptkan
hasil semakin lama perendemann kitosan dalam air yang mengandung logam berat
semakin banyak logam yang diserap. Hasil ini bisa terjadi karena kitosan
merupakan adsorben logam.
7
Kesimpulan
Rekomendasi
DAFTAR ISI
Ahmad M, Ahmed S, Swarni BL, Ikram S. 2015. Adsorption of heacy metal ions:
role of chitosan and cellulose for water treatment. International Journal of
Pharmacognosy. 2(6): 280-289.
Arnata IW, Anggreni AAMD. 2013. Rekayasa bioproses produksi bioetanol dari
ubi kayu dengan teknik ko-kultur ragi tape dan Saccharomyces cerevisiae.
Jurnal Agrointek. 7(1): 21-29.
Asni N, Saadilah MA, Saleh D. 2014. Optimalisasi sintesis kitosan dari cangkang
kepiting sebagai adsorben logam berat Pb (II). Jurnal Fisika dan
Aplikasinya. 15(1): 1-8.
Damayanti E. Rochima E. Hasan. 2016. Aplikasi kitosan sebagai antibakteri pada
filet patin selama penyimpanan suhu rendah. JPHPI. 19(3): 321-328
Erlina, Umiatin, Budi E. 2015. Pengaruh konsentrasi larutan KOH pada karbon
aktif tempurung kelapa untuk adsorbsi logam Cu. Prosiding seminar
nasional fisika. 4: 55-60.
Febriasari A, Maulana A, Nurdin. 2016. Uji kemampuan kitosan dan selulosa pada
proses penyerapan logam Fe dan Zn yang terkandung dalam limbah oli
bekas dengan metode kolom filtrasi. Analit: Analytical and Environmental
Chemistry. 1(1): 1-7.
8
Handayani MF, Muhlis, Gunawan ER. 2016. Analisis kandungan logam berat Pb
pada sedimen dan kerang darah (Genus: Anadara) di perairan pantai labuhan
tereng kabupaten lombok Barat. Jurnal penelitian pendidikan IPA. 2(2): 68-
77.
Hariati S, Wahjuningrum D, Yuhana M, Tarman K, Effendi I, Saputra F. 2018.
Aktivitas antibakteri ekstrak kapang laut Nodulisporium sp. KT29 terhadap
Vibrio harveyi. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 21(1): 250-
257.
He X, Li K, Xing R, Liu S, Hu L, Li P. 2016. The production of fully deacetylated
chitosan by compression method. Egyptian Journal of Aquatic Research.
42(1): 75-81.
Luthfi OM, Rijatmoko S, Isdianto A, Setyohadi D, Jauhari A, Lubis AA. 2017.
Kandungan logam esensial tembaga (Cu) di lingkaran tahun karang Porites
lutea dari perairan cagar alam pulau sempu malang. Dinamika Maritim.
6(1):23-26.
MohanasrinivasanV, Mishra M, Paliwal JS, Singh SK, Selvarajan E, Suganthi V,
Devi CS. 2014. Studies on heavy metal removal efficiency and antibacterial
activity of chitosan prepared from shrimp shell waste. Biotechnology. 4:
167-175.
Nur M. 2017. Pengaruh kitosan terhadap jumlah osteoklas dan osteoblas pada tikus
galur wistar model menopause. Journal of Islamic Medicine. 1(2): 76-87.
Olohigbe AB, Etiosa OR, Wesley O. 2018. Highly deacetylated chitosan as low-
cost adsorbent material for removal of heavy metals from water. Asian
Journal of Physical and Chemical Science. 5 (2): 1-7.
Sarwono R. 2015. Pemanfaatan kitin/kitosan sebagai bahan antimikroba. JKTI.
12(1): 32-38.
Setiawan H. 2013. Akumulasi dan distribusi logam berat pada vegetasi mangrove
di perairan pesisir Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kehutanan. 7(1): 12-24.
Shyam RK, Raut AR. 2014. Adsorption studies for the removal heavy metal by
chitosan - g – polyacrylicacid-co-acrylamide composite. Science Journal of
Analytical Chemistry. 2(6): 67-70.
Supriyantini E. Yulianto B. Ridlo A. Sedjati S. Nainggolan AC. 2108. Pemanfaatan
chitosan dari limbah cangkang rajungan (portunus pelagicus) sebagai
adsorben logam timbal (pb). Jurnal Kelautan Tropis. 21(1):23–28
Wulandari K, Sulistijowati R, Mile L. Kitosan Kulit Udang Vaname (L. Vannamei)
Sebagai Edible Coating Pada Bakso Ikan Tuna (Thunnus Sp.). KIM
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. 2(3): 1-8.
9
LAMPIRAN