Referat Meningitis Virus PDF
Referat Meningitis Virus PDF
PENDAHULUAN
Infeksi sistem saraf pusat pada umumnya lebih sering terjadi bila
dibandingkan dengan infeksi bakteri, infeksi jamur ataupun infeksi parasit.
Infeksi sistem saraf pusat dibedakan menjadi dua kategori besar yaitu
meningitis ( yang melibatkan meningens ) dan ensefalitis ( yang terbatas pada
parenkim otak).
Meningitis virus pada umumnya dapat sembuh sendiri dan seringkali tidak
membahayakan dengan pemulihan sempurna. Meskipun demikian, pada
beberap kasus didapatkan virus patogen yang dapat mengakibatkan
meningoenchepalitis dan meningomyelitis sehingga perjalanan penyakit
menjadi berlarut-larut. Saat ini, lebih dari 85% kasus meningitis virus
disebabkan oleh enterovirus non-polio. Karakteristik penyakit, gejala, dan
epidemiologi umumnya menyerupai infeksi enterovirus pada umumnya Virus-
virus lain seperti mumps, herpes simpleks virus tipe 1 dan tipe 2, varicella
zooster virus, polio dan Lymphocytic Choriomeningitis Viruses (LCMVs) saat
ini jarang menyebabkan, kelainan ini khususnya pada negara-negara
berkembang.
1
oleh meningitis virus bisa menyebabkan kesalahan diagnosis yang semestinya
tidak perlu terjadi. Oleh karena itu, tujuan dari penyusunan referat ini adalah
untuk mempelajari dan memahami tentang penyakit meningitis virus sehingga
dapat memberikan pemahaman mengenai proses perjalanan penyakit,
penegakan diagnosis serta prognosis dan komplikasi yang dapat menyertai
perjalanan penyakit meningitis virus.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Duramater
Duramater / pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa kuat yang bersatu
dengan endosteum (periosteum dalam) dari tulang kepala. Duramater
memiliki suatu lapisan dalam ( meningeal ) dan lapisan luar ( periostal ) yang
saling menyatu kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus. Lapisan endosteal merupakan
periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang tengkorak. Pada foramen
magnum, lapisan ini tidak bersambung dengan duramater medula spinalis. Di
sekitar pinggir semua foramina di dalam tengkorak, lapisan ini menyambung
dengan periosteum pada permukaan luar tulang tengkorak. Pada sutura-
sutura, lapisan endosteal berlanjut dengan ligamentum sutura. Lapisan
endosteal melekat paling kuat pada tulang-tulang di atas basis cranii.
3
Gambar 2 Anatomi lapisan meningea kranium
2. Arakhnoid
Membrana arahnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanya dipisahkan oleh suatu ruang, yaitu spatium subdural yang menutupi
spatium subarachnoideal yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-
septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi sistem rongga-
rongga yang saling berhubungan. Tonjolan-tonjolan seperti jamur yang keluar
dari arachnoidea ke dalam sinus venosus utama disebut juga granulationes
pacchioni ( granulation / villi arachnoidea ). Sebagian besar villi arachnoidea
terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Liquor
cerebrospinali diduga memasuki circulus venosus melalui villi tersebut.
3. Piamater
Pia mater adalah membran vaskular yang diliputi oleh sel-sel mesotelial
yang gepeng. Struktur ini melekat erat pada otak, menutupi gyrus-gyrus dan
turun hingga mencapai bagian sulcus yang paling dalam. Lapisan ini meluas
keluar hingga mencapai saraf kranial dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteria cerebri masuk ke dalam jaringan otak setelah dibungkus oleh pia
mater.
4
Seperti arachnoid, piamater juga berupa fibroseluler. Komponen selulernya
bersifat permebael dari liquor serebrospinalis. Komponen fibosanya
menempati spatium subpial sempit yang bersambungan dengan spatium
perivaskular
C. Epidemiologi
5
resmi melebihi 10.000 kasus namun jumlahnya diperkirakan dapat mencapai
75.000 kasus. Kurangnya laporan data disbabkan oleh gejala klninis yang
tidak khas dan sulitnya menumbuhkan virus dalam media kultur. Menurut
data yang dilaporkan oleh Centers for Disease Control and Prevention
( CDC ), pasien yang menjalani rawat inap dengan meningitis virus berjumlah
sekitar 25.000-50.000 tiap tahunnya. Sedangkan menurut penelitian yang
dilakukan Khetsuriani et al menyebutkan bahwa angka rata-rata kejadian
meningitis virus di Amerika Serikat mencapai lebih dari 36.000 kasus per
tahunnya.
6
Virus lain penyebab meningitis virus adalah herpes simpleks tipe 2,
arbovirus, virus campak, varicella zooster, human immunodeficiency virus,
lymphocytic choriomeningitis virus, adenovirus, Epsteinn-Barr virus, human
herpes virus 6, cytomegalovirus ( terutama pada pasien immunocompromised
), dan herpes simpleks virus tipe 1, yang mana masing-masing berpengaruh
pada kurang dari 5% kasus. Lymphocytic choriomeningitis terjadi pada
individu yang memiliki kontak dekat dengan hewan pengerat seperti tikus,
hamster,dan lain-lain. Herpes simpleks juga terdistribusi secara luas, bersifat
sporadik, dan tidak dipengaruhi oleh musim. Pada beberapa kesempatan,
transmisi virus lympocytic choriomeningitis melalui transplantasi organ solid
muncul dengan hasil yang fatal.
D. Etiologi
Beberapa virus penyebab meningitis :
7
o Adenovirus
o Rhinovirus
o Influenza virus tipe A dan tipe B
Arbovirus
Mumps
Lymphocyticchoriomeningitis
HIV
1. Enterovirus
Enterovirus berperan pada lebih dari 80% kasus meningitis virus. Virus
ini merupakan keluarga dari picornaviridae bersama dengan echovirus,
coxackievirus A dan B, poliovirus, dan enterovirus lainnya. Enterovirus
non-polio merupakan virus yang sangat sering ditemui dan prevalensi
kelainan yang ditimbulkannya sama dengan prevalensi rhinovirus yang
menyebabkan demam pada umumnya (common cold).
2. Herpes virus
Herpes simplex virus (HSV)-1, HSV-2, varicella-zoster virus (VZV),
Ebsteine-Barr virus (EBV), cytomegalovirus (CMV), dan human
herpesvirus-6 menyebabkan 4% dari kasus menigitis virus. HSV-2
merupakan penyebab yang paling sering diantara virus lainnya. Virus-virus
ini dapat menyerang kapanpun sepanjang tahun. Meningitis yang
disebabkan oleh virus ini umumnya dapat sembuh dengan sendirinya.
Ketika disertai dengan enchepalitis, angka mortalitas dapat meningkat.
Penanganan dini dengan acyclovir dapat menurunkan morbiditas. HSV-1
masih menjadi penyebab tersering enchepalitis sporadik, sedangkan infeksi
HSV-2 pada sistem saraf pusat umumnya hanya menyebabkan meningitis
aseptik.
3. Arbovirus.
Arbovirus berperan pada sekitar 5% kasus meningitis di Afrika selatan.
Arbovirus merupakan singkatan dari Atrhropod-borne virus dimana virus
ini dibawa oleh hewan golongan Arthropoda. Nyamuk merupakan salah
satu populasi terbesar sebagai vektor transmisi penyakit ini. Meningkatnya
8
populasi nyamuk pada skitar musim panas dan awal musim gugur
menyebabkan meningkatnya insidens meningitis viral yang disebabkan
oleh arbovirus pada waktu-waktu tersebut.
4. Mumps
Merupakan keluarga dari Paramyxovirus. Virus ini merupakan virus
pertama yang dikenal sebagai agen penyebab meningitis dan
meningoenchepalitis dan manusia terinfeksi melalui inhalasi. Insiden
kejadiannya turun drastis menjadi 1 per 100.000 populasi di Amerika
semenjak ditemukan vaksin dari virus ini.
5. HIV
HIV dapat menjadi penyebab meningitis atipikal yang ditandai dengan
kronisitas dan rekurensinya. Seiring dengan perjalanannya, pasien dapat
9
disertai dengan peningkatan level protein, dan terkadang dengan tekanan
intrakranial yang tinggi.
E. Patofisiologi
Pathogenesis dari setiap agen ataupun famili virus yang menyebabkan
meningitis virus sangat bervariasi. Namun, kejadian dari meningitis virus
jarang berupa komplikasi dari infeksi sistemik. Pertama virus memasuki
inang melalui traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, traktus urogenital,
ataupun melalui kulit yang terbuka. Sebagian besar dari virus bereplikasi di
dekat tempat masuknya ( replikasi primer) dan mendapatkan akses ke sistem
saraf pusat melalui jalur hematogen yang paling sering ataupun melalui jalur
neural ( saraf perifer ). Setelah replikasi primer, virus menyebar ke jaringan
limfatik, dimana dapat terjadi amplifikasi dari jumlah virus, kemudian
menuju ke peredaran darah sehinnga menyebabkan viremia primer. Virus
diperkirakan memasuki sistem saraf pusat ketika viremia primer, atau
mungkin melewati viremia sekunder, setelah amplifikasi di tempat sekunder
seperti otot, kulit, organ internal, dan jaringan lemak. Kemudian virus
memasuki sistem saraf pusat melewati pleksus choroid atau melalui infeksi di
sel endotel kapiler.
10
mononukelar, dengan destruksi fokal dari lapisan ependimal, lepromeninges
basal fibrotik, dan inflamasi pleksus choroid. Kadang-kadang inflamasi di
sekitar pembuluh darah dapat menyebabkan perivasvcular cuffing di lapisan
terluar dari cortex. Inflamasi di bagian otak dan nekrosis sel-sel saraf tidak
terlihat. Kombinasi dari destruksi meningeal dan sel-sel ependimal serta
respons inflamasi berperan dalam manifestasi klinis demam, kaku kuduk,
nyeri kepala, dan photophobia. Di sebagian besar kasus ( namun tidak
semua ), respons sistem inflamasi imun membatasi jumlah replikasi virus dan
lamanya waktu sindrom meningitis virus.
11
mengakibatkan meningitis virus, sedangkan yang melalui jalur penyebaran
yang lain lebih sering menyebabkan encephalitis ataupun myelitis.
Bukti yang lain menunjukkan bahwa beberapa virus mencapai sistem saraf
pusat melalui transport retrograde melalui saraf. Sebagai contoh, jalur yang
dilalui HSV-1 ialah melalui saraf olfaktori dan saraf trigeminal. Sedangkan
faktor predisposisi seseorang terkena meningitis termasuk otitis media,
imunosupresi, pneumonia, sinusitis dan riwayat diabetes sebelumnya.
F.
Manifestasi Klinis
1.
Anamnesis
Pada pemeriksaan anamnesis, kebanyakan pasien mengeluhkan
adanya demam, sakit kepala, iritabilitas, mual, muntah, kaku leher, ruam
kemerahan, ataupun perasaan lelah pada 18-36 jam pertama. Diare, mual,
batuk, dan myalgia dikeluhkan lebih dari 50% pasien. Sakit kepala
merupakan gejala yang hampir selalu muncul pada pasien dengan
meningitis virus. Nyeri kepala yang terjadi biasanya di daerah frontal
hingga retro-orbital dan terkadang dilaporkan sangat parah. Walau begitu,
nyeri kepala sangat hebat harus dibedakan dengan perdarahan
subarachnoid yang diakibatkan oleh aneurisma. Riwayat peningkatan suhu
terjadi pada 76 – 100 % pasien yang datang mencari pertolongan medis.
Pola yang paling sering tampak ialah adanya demam yang ringan pada
stase prodromal, dan demam tinggi pada saat gejala neurologis muncul.
Gejala yang lebih jarang terjadi adalah photophobia, malaise, myalgia,
mual, muntah, sakit tenggorokan, menggigil, dan pusing.
12
Perjalanan gejala beberapa virus dapat terjadi dengan amat cepat,
sedangkan virus yang lainnya menampilkan gejala yang tidak begitu jelas,
seperti gambaran fase prodromal virus pada umumnya : malaise, myalgia,
dan gangguan saluran pernafasan atas. Pada banyak kasus, gejala memiliki
pola bifasik, gejala seperti flu yang tidak spesifik dan demam ringan
diserta gangguan neurologis terjadi bergantian pada 48 jam. Pada saat
munculnya kaku di leher dan sakit kepala, demam biasanya kembali
muncul.
2. Pemeriksaan Fisik
Beberapa hasil pemeriksaan fisik pada meningitis virus tidak dapat
membedakan semua penyebab dari penyakit ini. Trias yang menunjukkan
adanya menigitis ialah demam, kaku kuduk, dan gangguan status mental.
Akan tetapi, pada kenyataannya, tidak semua pasien memiliki ketiga gejala
tersebut. Bahkan kurang dari separuh kasus meningitis.23
Demam
Demam merupakan suatu gejala yang umum (80-100% kasus)
dan biasanya berkisar antara 38⁰-40⁰C.
Iritasi meningeal
13
Kaku kuduk atau tanda lain yang menunjukkan iritasi pada
selaput meningens (brudzinski dan kernig) dapat ditemukan pada
lebih dari 50% pasien, namun gejala ini tidak separah yang
ditemukan pada meningitis bakteri serta tidak dapat menginklusi
ataupun mengekslusi pasien meningitis. Pasien pediatri,
khususnya neonatus cenderung tidak menunjukkan adanya kaku
kuduk pada pemeriksaan. Iritasi meningens juga dapat ditandai
dengan nyeri kepala yang makin hebat bila digerakkan dari dan
ke arah horizontal dengan kecepatan 2 hingga 3 kali per detik.
Pada iritasi meningeal yang parah, pasien dapat membentuk
seperti posisi tripod, dimana terjadi fleksi panggul dan lutut,
ekstensi leher, dan tangan ke arah belakang untuk menyokong
thoraks.
Fotofobia
Fotofobia cukup sering ditemukan tetapi umumnya ringan.
Fotofobia ini juga dapat saja tidak ditemukan pada beberapa
kasus.
Kejang
14
Kejang terkadang muncul namun jarang dan biasanya diakibatkan
oleh karena demam tinggi yang berkelanjutan.
15
3.
Pemeriksaan Penunjang
Penghitungan sel darah putih perifer biasanya normal, namun dapat
meningkat atau menurun. Pada meningitis bakterial, jumlah sel darah putih
perifer dan C-reactive protein biasanya meningkat. Pada pemeriksaan CRP
didapatkan angka 50-150 untuk meningitis bakteri, dan kurang dari 20
pada meningitis virus. Studi dewasa ini menemukan bahwa serum
procalcitonin dapat menjadi pembeda antara meningitis bakterial dengan
aseptik meningitis pada anak-anak.
16
pada pasien-pasien immunocompromised dan pada masyarakat dengan
insidens Tuberculosis yang tinggi). Beberapa tanda yang dapat
ditemukan ataupun digunakan untuk pemeriksaan LCS pasien
meningitis virus :
Pleocytosis
Pleocytosis dengan sel darah putih berkisar antara 50 sampai
lebih dari 1000 x 109/L darah mengarahkan diagnosis kepada
meningitis virus. Sel mononuklear yang mendominasi merupakan
ciri yang spesifik, namun polimorfonukelar dapat meningkat pada
12-24 jam pertama khususnya pada meninegitis enteroviral.
Hitung jenis umumnya didominasi oleh limfosit pada CSF yang
terkena meningitis virus. Hal ini sangat bermanfaat untuk
membedakan virus dari bakteri.
Kadar protein
Kadar protein pada CSF umumnya hanya meningkat sedikit.
Dapat ditemukan kadar dari normal sampai 200mg/dL. Biasanya
berkisar antara 50-100mg/dl
Kadar glukosa
Kadar glukosa umumnya normal pada kebanyakan kasus, namun
dapat turun pada sekitar 5% hingga 15% kasus meningitis
mumps. Kadar glukosa yang amat rendah dengan adanya
pleositosis limfositik menunjukkan adanya meningitis
tuberkulosa.
17
Tabel 1. Analisis LCS pada beberapa infeksi meningitis
b. Test PCR
Test PCR yang real time untuk enterovirus pertama kali di
publikasikan pada tahun 2007 oleh US Food and Drug Administration
(FDA) dan telah digunakan pada berbagai laboratorium. Hasil dari
pemeriksaan ini dapat keluar dalam waktu 3 jam, amat berbeda dengan
pemeriksaan PCR konvensional yang memakan waktu beberapa hari
hingga minggu.Untuk memastikan pemeriksaan ini, FDA telah
mengambil contoh dari beberapa senter dan dari pemeriksaannya
menunjukkan 96% pasien yang diperiksa positif memiliki meningitis
virus, dan 97% dari pasien yang diperiksa negative tidak menderita
meningitis virus.
18
virus yang menyebabkan meningitis. Akan tetapi, prosedur ini
sangatlah lambat, mahal dan tidak selalu sensitif. Perkembangan
mutakhir yang sedang dikembangkan ialah PCR dari LCS yang sangat
cepat, sensitif dan spesifik. Banyak laboratorium yang menggunakan
jasa PCR LCS untuk enterovirus, HSV, dan juga pilihan CMV, VZV,
ataupun EBV. Reverse-transcriptase (RT-PCR ) assay untuk
enterovirus terlihat lebih sensitif ( dan lebih cepat ) daripada kultur
LCS. Assay PCR untuk virus herpes juga terbukti efektif untuk
meningkatkan spesifisitas dan akurasi penegakan diagnosis.
Pemeriksaan bakteri tahan asam harus diperiksa pada cairan
serebrospinal dan sisa cairan yang ada dapat dikirim untuk diperiksa
dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR) untuk
diperiksa adanya HIV maupun CMV.
c. Kultur
Ketika LCS sulit diperoleh, kultur dari tenggorokan dan sampel
kotoran sangat membantu dalam penegakan diagnosis infeksi
enterovirus. Akan tetapi, korelasi antara kultur yang positif dengan
terbuktinya meningitis enterovirus masih belum dapat dipastikan benar
sepenuhnya. Spesimen untuk kultur virus yang didapatkan melalui
sekresi respiratorius, swab tenggorokan, LCS, darah, urin, dan kotoran
sebaiknya diambil sesegera mungkin . Coxsackie dan echovirus dapat
diperoleh dari kotoran ataupun swab tenggorokan. Mumps dapat
diperoleh melalui air ludah ataupun swab tenggorokan. HSV-2 dari lesi
genital dan LCMV dari darah.
d. CT scan
Pemeriksaan radiologi pada kasus yang diduga meningitis virus
dan enchepalitis harus disertai dengan CT scan kepala dengan / tanpa
kontras ataupun MRI otak dengan menggunakan gadolinium.
19
CT scan dengan kontras membantu untuk menentukan
gambaran patologi intrakranial. Hasil pemeriksaan yang menggunakan
kontras harus di periksa untuk menilai enhancement pada meninges,
dan menyingkirkan cerebritis, abses intracranial, empyema subdural,
dan lesi lainnya.
e. EEG
Pemeriksaan EEG dapat membantu membedakan encephalitis
virus dari encephalopati yang lainnya. Terutama pada HSV dan WNV
yang memiliki gelomb ang EEG yang khas.
f. MRI
MRI dengan menggunakan kontras merupakan kriteria standard
untuk menggambarkan gambaran patologi intrakranial pada
enchepalitis virus. Bila dibandingkan dengan CT-Scan, MRI lebih
sensitif untuk medeteksi demyelinisasi dan perubahan parenkimal yang
berhubungan dengan encephalitis, khususnya virus herpes dan
flavivirus. Encephalitis flavivirus biasanya terjadi enhancement di
daerah basal ganglia dan batang otak. Sedangkan encephalitis HSV
perubahan terjadi di lobus temporalis.
20
g. Lumbal puncture / LP
LP merupakan prosedur yang penting untuk mendiagnosis
meningitis virus. CT umumnya dilakukan sebelum LP untuk
menyingkirkan adanya hematoma intrakranial, efek massa, ataupun
obstruktive hydrochepalus. LP sendiri dapat berfungsi untuk
meringankan gejala sakit kepala yang dialami pasien, khususnya akibat
peningkatan tekanan intrakranial. LP harus dilakukan dalam keadaan
steril dan tekanan CSF harus diukur. Adanya coagulopati baik karena
faktor intrinsik maupun ekstrinsik merupakan kontra indikasi relatif
untuk dilakukannya LP.
G. Diagnosis Banding
Gejala klinis yang berupa nyeri kepala, demam, dan kaku kuduk
tidaklah spesifik terhadap meningitis virus. Segala kondisi inflamasi di ruang
subarachnoid dapat menunjukkan gejala klinis yang serupa. Oleh karena
meningitis virus seringkali menyebabkan reaksi meningeal lympocytic dengan
kadar glukosa liquor cerebrospinalis yang normal, semua kondisi yang
mengakibatkan gambaran liquor cerebrospinalis serupa wajib dianggap
sebagai diagnosis banding. Penyebab aseptik meningitis nonviral mencakup
meningitis bakterial yang belum diterapi tuntas, brucellosis, listeria,
mycoplasma pneumonia, infeksi spirochaeta ( syphilis, leptospirosis, penyakit
Lyme) infeksi rikets, infeksi parameningeal, tuberculosis, infeksi jamur, dan
parasit. Infeksi jamur, parasit, dan tuberkulosis seringkali menunjukkan
penurunan kadar gula LCS.
21
anti-inflammatory agents, antineoplastik, imunosupresan seperti antibiotik
OKT-3. imunoglobulin intravena, lamotrigine, adalimumabdan valacyclovir.
H. Penatalaksanaan
22
keadaannya tidak stabil harus diberikan perhatian lebih atau dirujuk ke
ICU untuk dijaga airway, dan persarafannya untuk menghindari terjadinya
komplikasi.
23
diidentifikasi. Dalam kasus lanjut ensefalitis HSV atau VZV, pemberian
acyclovir harus dilanjutkan selama 2-3 minggu.
Pada kasus enchepalitis yang parah, edema otak dapat saja terjadi
dan diperlukan pengendalian tekanan intrakranial dengan menggunakan IV
manitol (1g/kg untuk dosis awal, diikuti 0.25-0.5 g/kg), IV dexamethasone
atau intubasi dan hyperventilasi ringan dengan PCO2arterial berkisar antara
28-30 mmHg. Pemasangan intracranial monitor sangat disarankan pada
keadaan ini.
24
Gancyclovir yang biasan digunakan untuk infeksi CMV disimpan
untuk kasus yang parah yang disertai dengan temuan adanya CMV pada
kultur. Obat ini juga digunakan untuk infeksi kongenital atau pada pasien
yang terkena AIDS. Gansiklovir infus merupakan terapi antivirus untuk
CMV meningoencephalitis (5 mg/kg tiap 12 jam selama 2 minggu). Di
samping itu tersedia juga prodrug valgansiklovir oral, yang mencapai
tingkat darah yang mirip dengan gansiklovir infus, dan merupakan
alternatif yang sangat bkermanfaat. Selain itu, lini kedua obat anti-virus
herpes yakni foskarnet dan sidofovir. Kedua obat ini beserta gansiklovir
berhubungan dengan toksisitas renal, oleh karena itu wajib dilakukan
pemantauan ketat. Saat ini tidak ada terapi untuk infeksi enterovirus yang
berlisensi, namun pleconaril, obat dengan aktivitas anti-picornavirus, itu
memberikan hasil baik pada pasien dengan imunodefisiensi primer dan
dalam beberapa uji klinis pada infeksi enterovirus pada orang dewasa dan
anak-anak, termasuk meningitis pada bayi. 2Meskipun obat ini tampaknya
efektif pada banyak pasien dengan immunodeficiency primer. Hasil uji
coba menunjukkan kekhawatiran interaksi obat.
25
b. Tindakan pembedahan
Tidak ada terapi pembedahan yang diperlukan pada pasien dengan
meningitis virus. Pada kasus yang jarang, dapat terjadi komplikasi menjadi
hidrosefalus. Pada kasus seperti ini, VP shunt ataupun LP shunt
dibutuhkan. Ventrikulostomi dengan sistem penampung eksternal
merupakan indikasi pada kasus hidrosefalus akut.
c. Edukasi pasien
Pasien yang sedang hamil disarankan mencegah kontak dengan
hewan pengerat yang mungkin membawa LCMV. Beberapa
investigator bahkan menyarankan untuk menghindari anak-anak dan
kolam renang pada trimester ketiga untuk menurunkan resiko
enterovirus untuk berkolonisasi dan menyerang janin. Hewan
peliharaan yang terinfeksi juga beresiko bagi wanita yang hamil.
Neonatus harus dijauhkan dari paparan dengan nyamuk untuk
mencegah infeksi arbovirus.
Vaksinasi tetap menjadi proteksi utama untuk melawan infeksi oleh
polio, campak, mumps, dan varicella.
Cuci tangan yang benar sangat efektif dalam mengontrol penyebaran
enterovirus dan penyakit yang terkait, namun tetap saja kebersihan
lingkungan memegang peranan penting pada negara berkembang.
Edukasi kepada pasangan mengenai penggunaan pengaman dapat
menurunkan insidensi infeksi HSV-2.
Perlindungan dari nyamuk (dengan menggunakan spray anti-
nyamuk, kelambu, dan eradikasi tempat berkembang biak nyamuk)
harus dilakukan untuk mencegah infeksi arbovirus dan sangat
penting terutama paa pasien yang beresiko.
Menjauhkan diri dari paparan dengan hewan pengerat dapat
menurunkan insidensi meningoenchepalitis LCMV. Hewan
peliharaan yang terinfeksi, tikus merupakan resiko bagi wanita
hamil.
26
I. Komplikasi
Kejang, bahkan status epileptikus kadang-kadang dapat terjadi pada
meningitis aseptik tapi antikonvulsan profilaksis tidak dianjurkan. Jika kejang
terjadi, harus dikontrol dengan fenitoin dan fenobarbital. Meningoencephalitis
mumps dapat mengakibatkan tuli sensorineural dan stenosis aqueductal
sehingga menyebabkan hidrosefalus.
J. Prognosis
Sebagian besar pasien dengan meningitis virus sembuh dalam 1
sampai 2 minggu. Pemulihan biasanya dimulai setelah beberapa hari sakit,
dan kebanyakan pasien merasa hampir normal dalam waktu seminggu.
Namun, sekitar 5% dari pasien mengalami defisit, sisa defisit ini termasuk
malaise dan kelelahan, gangguan memori ringan, gangguan intelektual dan
bahasa ringan pada bayi, gangguan tidur, kejang, kejadian terisolasi
kelumpuhan, dan kelumpuhan saraf kranial termasuk neuritis optik.
27