Perceptor :
dr. High Boy Karumulborg Hutasoit, Sp.KJ
Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penyusun haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia Nya sehingga referat ini dapat diselesaikan. Penyusun juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. High Boy Karumulborg Hutasoit,
Sp.KJ sebagai pembimbing yang telah membantu dalam penyusunan laporan
kasus ini.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai sarana diskusi dan pembelajaran
mengenai gangguan napza, serta diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung. Semoga
refrat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga dapat memberi informasi
kepada para pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
NAPZA yaitu singkatan dari narkotik, psikotropik, dan zat adiktif yang
merupakan bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena
terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)
terhadap NAPZA. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu
zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku,
perasaan, dan pikiran (Husin & Siste, 2013).
2.2 Etilogi
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat adanya interaksi
antara berbagai faktor seperti faktor individu, faktor lingkungan dan faktor
tersedianya zat (NAPZA). Sehingga tidak adanya penyebab tunggal (single
cause). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan
NAPZA adalah sebagai berikut (Nasution, 2016):
1. Faktor individu:
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa
remaja. Hal ini dikarenakan remaja yang sedang mengalami perubahan
biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang
rentan untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-
ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna
NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara lain:
1) Cenderung membrontak dan menolak otoritas
2) Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti
depresi, cemas, psikotik, keperibadian dissosial
3) Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku
4) Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan
memiliki citra diri negatif (low self-esteem)
5) Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif
6) Mudah murung,pemalu, pendiam
7) Mudah merasa bosan dan jenuh
8) Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran
9) Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)
10) Keinginan untuk mengikuti mode, karena dianggap sebagai lambang
keperkasaan dan kehidupan modern.
4
11) Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.
12) Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”
13) Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit
mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas
14) Kemampuan komunikasi rendah
15) Melarikan diri sesuatu (kebosanan, kegagalan, kekecewaan, ketidak
mampuan, kesepianan kegetiran hidup, malu dan lain-lain)
16) Putus sekolah
17) Kurang menghayati iman kepercayaannya
2. Faktor Lingkungan:
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan
baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor
keluarga, terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang
anak atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah:
1) Lingkungan Keluarga
a. Komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif
b. Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam
keluarga
c. Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi
d. Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
e. Orang tua otoriter atau serba melarang
f. Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
g. Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
h. Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
i. Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang
konsisten)
j. Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam
keluarga
k. Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna
NAPZA
2) Lingkungan Sekolah
a. Sekolah yang kurang disiplin
b. Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA
c. Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan diri secara kreatif dan positif
d. Adanya murid pengguna NAPZA
3) Lingkungan Teman Sebaya
a. Berteman dengan penyalahguna
b. Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar
4) Lingkungan masyarakat/sosial
a. Lemahnya penegakan hukum
b. Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung
3. Faktor Napza
1) Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga “terjangkau”
5
2) Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk
dicoba
3) Khasiat farakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan
nyeri, menidurkan, membuat euforia/ fly/stone/high/teler dan lain-lain.
2.3 Klasifikasi Gangguan Penggunaan Zat
Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V), yang
disebut gangguan akibat zat psikoaktif dan sindrom ketergantungan
mencakup dua kategori, yakni gangguan penyalahgunaan zat psikoaktif dan
gangguan akibat zat psikoaktif. Penyalahgunaan dan Ketergantungan adalah
istilah klinis/medik-psikiatrik yang menunjukan ciri pemekaian yang bersifat
patologik yang perlu di bedakan dengan tingkat pemakaian psikologik-sosial,
yang belum bersifat patologik
1. Penyalahgunaan NAPZA
Adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala
atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan
kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial. Pola penggunaan zat
yang bersifat patologik dapat berupa intoksikasi sepanjang hari, terus
menggunakan zat tersebut walaupun penderita mengetahui bahwa dirinya
sedang menderita sakit fisik berat akibat zat tersebut, atau adanya
kenyataan bahwa ia tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa
menggunakan zat tersebut. Gangguan yang dapat terjadi adalah gangguan
fungsi sosial yang berupa ketidakmampuan memenuhi kewajiban
terhadap keluarga kawan-kawannya karena perilakunya yang tidak wajar,
impulsif, atau karena ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar.
2. Ketergantungan NAPZA
Adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis,
sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah
(toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan
timbul gejala putus zat (withdrawal syamptom). Oleh karena itu ia selalu
berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya dengan cara apapun,
agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara “normal”.
6
2.4 Klasifikasi Zat Psikoaktif
NAPZA secara umum dapat berasal dari tumbuh – tumbuhan (natural, alami)
seperti ganja, ada yang sintetis seperti shabu, dan ada yang semi sintetis
seperti putaw. Klasifikasi NAPZA berdasarkan undang – undang tahun 1997,
yaitu:
1. Narkotika (UU RI No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika)
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semisitesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
a. Golongan I : merupakan narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan tidak ditujukan untuk terapi serta memiliki
potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. (Contoh :
tanaman poppy, opium, kokain, ganja, heroin)
b. Golongan II : merupakan narkotika yang berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan. (Contoh : metadon, morfin,
petidin)
c. Golongan III : merupakan narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. (Contoh : kodein dan etilmorfina)
2. Psikotropika (UU RI No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika)
Adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivittas mental dan perilaku.
a. Golongan I : merupakan psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
memiliki potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
(Contoh : LSD, MDMA, meskalin)
b. Golongan II : merupakan psikotropika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. (Contoh : amfetamin, metilfenidat)
c. Golongan III : merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta memiiliki potensi sedang mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : fenobarbital, flunitrazepam)
d. Golongan IV ; merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta memiliki potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan (Contoh : diazepam, pil koplo, rohip)
7
Berdasarkan cara kerjanya, NAPZA dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(Husin & Siste, 2013)
1. Golongan Depresan (Downer)
Merupakan jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional
tubuh. Golongan depresan membuat pemakainya merasa tenang, pendiam
dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini
termasuk opioid, alkohol, benzodiazepin, solven, barbiturat, kanabis
(dosis rendah)
2. Golongan Stimulan (Upper)
Merupakan jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini akan membuat pemakainya
menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini
antara lain seperti amfetamin (shabu, esktasi), metamfetamin, nikotin,
kafein, kokain, khat, dan MDMA.
3. Golongan Halusinogen
Merupakan jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya
pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu.
Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Yang termasuk dalam
golongan ini adalah kanabis (dosis tinggi), LSD, PCP, ketamin, mescalin,
dan magic mushrooms.
8
dinding usus. Karena sifat khususnya, NAPZA akan menuju reseptornya
masing-masing yang terdapat pada otak (Husin & Siste, 2013).
9
Ethanol Meningkatkan Toleransi terjadi Menurunnya
aktivitas reseptor seiring dengan fungsi dan
GABA peningkatan struktur otak,
metabolisme terutama pada
hepar, dan prefrontal
perubahan korteks;
reseptor di otak. gangguan
Putus obat dari kognitif, dan
penggunaan menurunnya
kronis volum otak.
menyebabkan
tubuh gemetar,
berkeringat,
lemah, agitasi,
pusing, mual,
muntah, kejang,
dan delirium
tremens.
Hipnotik Benzodiazepin : Toleransi biasa Gangguan
dan sedatif membuka GABA berkembang memori.
chloride channel. dengan cepat
Barbiturat : karena adanya
berikatan dengan perubahan
spesific site pada reseptor otak.
GABA ionophore. Putus obat
ditandai dengan
cemas, bergairah,
tidak mudah
lelah, insomnia,
kejang, eksitasi.
Nikotin Mengaktivasi Toleransi Sama dengan
reseptor kolinergik berkembang pengaruh
nikotin. karena faktor kesehatan akibat
Meningkatkan metabolik, seperti merokok. Sulit
sintesis dan perubahan memisahkan efek
pelepasan dopamin. reseptor. nikotin dengan
Putus obat komponen
ditandai dengan tembakau lain.
iritabel, tidak
ramah, cemas,
disforia, mood
depresi,
peningkatan
denyut jantung,
dan peningkatan
nafsu makan.
Opioid Mengaktivasi Toleransi terjadi Perubahan
reseptor berupa karena adanya jangka panjang
reseptor opioid mu perubahan berupa adaptasi
dan delta. reseptor jangka menghargai,
pendek dan belajar, respon
panjang, dan stres.
adaptasi
10
penghantaran
intraselular.
Putus obat bisa
berat dengan
karakteristik mata
berair, hidung
berlendir,
menguap,
berkeringat, tidak
mudah lelah,
kedinginan,
kejang, dan
mialgia.
Kanabinoi Aktivasi reseptor Toleransi Gangguan
d kanabinoid. berkembang kognitif. Resiko
cepat pada eksaserbasi
kebanyakan efek. gangguan mental
Putus obat jarang, juga dapat
mungkin lamanya ditemukan.
sementara (half-
life).
Kokain Blokade transporter Toleransi akut Defisit kognitif,
neurotransmiter jangka pendek abnormalitas
seperti dopamin, dapat terjadi. Ada regio spesifik
norepinefrin, banyak buksi pada korteks,
serotonin dengan terkait putus obat, penurunan fungsi
cara memperpanjang adapun depresi motorik, dan
efeknya. paling sering penurunan waktu
terjadi pada reaksi juga
individu dengan ditemukan.
adiksi yang putus
obat.
Amfetami Meningkatkan Toleransi Gangguan tidur,
n pelepasan dopamin berkembang cemas,
dari saraf terminal dengan cepat penurunan nafsu
dan menghambat terhadap perilaku makan,
reuptake dopamin dan psikologis. perubahan
dan transmiter yang Putus obat reseptor dopamin
berkaitan. memiliki otak, pergantian
karakteristik metabolik,
mudah lelah, regional,
depresi, cemas, kerusakan
dan kompulsi. motorik dan
kognitif.
Ekstasi Meningkatkan Toleransi dapat Kerusakan
pelepasan serotonin berkembang pada sistem serotonin
dan blokade beberapa otak, yang
reuptake. individu. mengarah ke
Kebanyakan gangguan
gejala putus obat perilaku dan
berupa mual, psikologik.
kelemahan otot, Masalah fisik
pusing, mulut dan psikiatri
11
kering, depresi jangka panjang
dan insomnia. seperti kerusakan
memori,
pengambilan
keputusan dan
pengendalian
diri, paranoia,
depresi, dan
serangan panik.
Inhalan Mempengaruhi Beberapa Perubahan pada
penghambatan toleransi ikatan dan fungsi
transmiter berkembang, tapi reseptor
sulit dopamin,
memperkirakann penurunan fungsi
ya. Ada kognitif, masalah
peningkatan neurologis dan
kemungkinan psikiatri.
terjadi kejang
saat putus obat.
Halusinogen Berbeda Toleransi Episode psikotik
pengaruhnya berkembang akut atau kronik,
terhadap reseptor cepat terhadap flashback atau
tergantung kelas zat, efek fisik dan pengalaman
seperti serotonin, psikoogis. Tak kembali efek
glutamat, dan ada data untuk panjang zat
reseptor asetilkolin. putus obat. setelah
penggunaannya.
12
Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari,
mengantuk dikelas atau tempat kerja.
Sering berpegian sampai larut malam, kadang tidak pulang tanpa
memberi tahu lebih dulu
Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar
bertemu dengan anggota keluarga lain dirumah.
Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh
keluarga,kemudian menghilang
Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan
tapi tak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang
berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, terlibat tindak
kekerasan atau berurusan dengan polisi.
Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap
bermusuhan, pencuriga,tertutup dan penuh rahasia.
13
dan hidung, juga mengganggu kesehatan seperti lesi mulut dan kanker
(Kemenkes RI, 2010).
Nikotin adalah obat/zat yang bersifat adiktif, sama seperti heroin dan
kokain. Nikotin merupakan komponen psikoaktif dari tembakau, yang
mempunyai efek pada sistem saraf pusat dengan bekerja sebagai suatu
agonis pada reseptor asetilkolin subtipe nikotinik. Kira-kira, 25 %
nikotin yang terinhalasi saat merokok akan mencapai darah dan akan
mencapai otak dalam waktu kira-kira 15 detik. Waktu paruh nikotin
adalah 2 jam.Nikotin dianggap mempunyai sifat mendorong posiitf
dan adiktif karena nikotin mengaktivasi jalur dopaminergik yang
keluar dari area tegmental ventral ke korteks serebral dan sistem
limbik. Disamping mengaktivasi sistem dopamin tersebut, nikotin
menyebabkan peningkatan konsentrasi norepinefrin dan epinefrin
dalam sirkulasi dan peningkatan pelepasan vasopresin, endorfin-beta,
hormon ACTH dan kortisol. Hormon-hormon tersebut diduga berperan
dalam efek stimulasi dasar dari nikotin pada sistem saraf pusat
(Kemenkes RI, 2010).
Nikotin adalah zat kimia yang sangat toksik. Pada dosis rendah, tanda
dan gejala toksisitas dari nikotin adalah mual, muntah, kelemahan,
nyeri abdominnal, diare, pusing, nyeri kepala, peningkatan tekanan
darah, atkikardia, tremor dan keringat dingin. Gangguan yang bisa
muncul akibat penggunaan nikotin adalah gangguan penggunaan
nikotin, ketergantungan nikotin, gangguan akibat nikotin, putus nikotin
dan gangguan behubungan nikotin yang tidak ditentukan (Kemenkes
RI, 2010).
14
4. Kecemasan
5. Sulit berkonsentrasi
6. Gelisah
7. Penurunan denyut jantung
8. Peningkatan nafsu makan dan penambahan berat badan
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting yang lain.
D. Gangguan bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan medik lain
2.7.2 Alkohol
Alkohol adalah zat yang memproduksi efek ganda pada tubuh: pertama
adalah efek depresan yang singkat dan kedua adalah efek agitasi pada
susunan saraf pusat yang berlangsung enam kali lebih lama dari efek
depresannya (Kemenkes RI, 2010). Umumnya digunakan dalam
bentuk minuman beralkohol. Di Indonesia terutama di daerah
Indonesia bagian Timur dan beberapa daerah di Sumatera terdapat 2-3
juta orang yang menggunakan minuman alohol dari ringan sampai
berat. Di Amerika terdapat 12-18 juta orang mengalami adiksi alkohol
dan probem dinkers (Husin & Siste, 2013).
15
a. Intoksikasi: euforia, cadel, nistagmus, ataksia, bradikardi,
hipotensi, kejang, koma. Pada keadaan intoksikasi berat, refleks
menjadi negatif
b. Keadaan putus alkohol: halusinasi, ilusi (bad dream), kejang,
delirium, tremens, gemetar, keluhan gastrointestinal, muka merah,
mata merah dan hipertensi
c. Gangguan fisik: mulai dari radang hati sampai kanker hati,
gastritis, ulkus peptikum, pneumonia, gangguan vaskuler dan
jantung, defisiensi vitamin, fetal alcohol syndrome
d. Gangguan mental: depresi hingga skizofrenia
e. Gangguan lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, problem
domestik dan tindak kekerasan.
16
Gastrointestinal Perilaku/kebiasaan
Gastritis Ingkar janji
Mual muntah pagi hari Tidak menepati kesepakatan
Dispepsia non spesifik rencana perawatan
Diare berulang Penyalahgunaan resep obat
Pankreatitis
Nafsu makan berkurang
Kardiovaskular
Hipertensi
Stroke hemoragik
Takiaritmia/palpitations
Berkeringat malam
Kardiomiopati
2.7.3 Opioid
Termasuk dalam golongan opioid adalah morfin, petidin, heroin,
metado, kodein. Golongan opioid yang paling sering disalahguakan
adalah heroin. Di Indonesia, sekurangnya terdapat 300-500 ribu orang
dengan adiksi heroin. Akibat penyalahgunaan opioid adalah
a. Problem fisik:
Abses pada kulit sampai septikemia
Infeksi karena emboli, dapat sampai stroke
Endokarditis
Hepatitis B dan C
HIV/AIDS
Injeksi menyebabkan trauma pada jaringan syaraf lokal
Opiate neonatal abstinence syndrome.
b. Problem psikiater:
Gejala withdrawal menyebabkan perilaku agresif
Suicide
Depresi berat sampai skizofrenia
c. Problem sosial
Gangguan interaksi di rumah tangga sampai lingkungan
masyarakat
Kecelakaan lalu lintas
Perilaku kriminal sampai tindak kekerasan
Gangguan perilaku sampai antisosial (mencuri, mengancam,
menodong, menipu hingga membunuh)
d. Sebab-sebab kematian
Reaksi heroin akut menyebabkan kolapsnya kardiovaskuler dan
akhirnya meninggal
Overdosekarena heroin menekan susunan saraf pusat, sukar
bernafas dan menyebabkan kematian
17
Tindak kekerasan
Bronkhopneumonia
Endokarditis
18
terangkan oleh gangguan mental lain
2.7.4 Ganja
Nama lain: Mariyuana, Grass, Hash, Herb, Pot, Weed, Bubble Gum,
Northern Lights, Fruity Juice, Afghani #1, dan Skunk Ganja
merupakan kumpulan daun, tangkai, buah kanabis sativa yang
dikeringkan dan dirajang. Ganja dapat pula diolah dalam bentuk
minyak hashish yang merupakan cairan pekat berwarna coklat.
Penggunaannya adalah dengan cara dirokok dengan atau tanpa
tembakau (dilinting), dengan pipa, atau digunakan dalam campuran zat
lainnya. Penggunaan dengan cara dicampur makanan dan diseduh
seperti teh juga ditemukan dibeberapa tempat, namun demikian
pengolahan ganja dengan cara dimasak seperti ini melarutkan sebagian
besar zat aktif ganja. Zat aktif dalam ganja adalah THC (delta-9-
tetrahydrocannabinol). Membran sel syaraf tertentu dalam otak yang
mengandung reseptor protein akan mengikat erat THC. Baunya
menyengat asam-manis.
19
b. Nausea
c. Sakit kepala
d. Menurunnya koordinasi
e. Gangguan pernafasan
f. Nafsu makan meningkat
g. Menurunkan aliran darah ke otak
h. Menurunkan aktivitas organ reproduksi.
20
segera setelah, pemakaian kanabis
C. Dua (atau lebih) tanda berikut berkembang dalam pemakaian
ganja:
1. Injeksi konjungtiva
2. Peningkatan nafsu makan
3. Mulut kering
4. Takikardia
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental lain
2.7.5 Amfetamin
Amfetamin merupakan golongan stimulansia. Nama generik
amfetamin adalah D-pseudo epinefrin yang di sintesa tahun 1887 dan
dipasarkan tahun 1932 sebagai dekongestan. Nama jalanannya adalah
speed, meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Bentuknya berupa
bubuk warna putih dan keabu-abuan.
21
meningkatkan libido Gemerutuk gigi
Sakit kepala Distorsi bentuk tubuh
Gemerutuk gigi secara keseluruhan
Takikardia (mungkin Stimulasi kardiak
Kardiovaskular juga bradikardi (takikardia, angina, Ml)
.hipertensi) Vasokonstriksi/hipertensi
Palpitasi, aritmia Kolaps kardiovaskuler
Peningkatan frekwensi
Pernapasan Kesulitan bernapas/gagal
napas dan kedalaman
Napas
pernapasan
Mual dan muntah Mulut kering
Gastrointestinal
Konstipasi, diare atau Mual dan muntah
kram abdominal Kram abdominal
Kulit berkeringat,
Kemerahan atau flushing
Kulit pucat
Hiperpireksia, disforesis
Hiperpireksia
Peningkatan refleks
Otot
tendon
3) Gejala Intoksikasi:
a. Agitasi
b. Kehilangan berat badan
c. Takikardia
d. Dehidrasi
e. Hipertermi
f. Imunitas rendah
g. Paranoid
h. Delusi
22
i. Halusinasi
j. Kehilangan rasa lelah
k. Tidak dapat tidur
l. Kejang
m. Gigi gemerutuk, rahang atas dan bawah beradu
n. Stroke
o. Masalah kardiovaskular
p. Kematian
23
3. Peningkatan atau penurunan tekanan darah
4. Berkeringat atau menggigil
5. Mual atau muntah
6. Tanda-tanda penurunan berat badan
7. Agitasi atau retardasi psikomotor
8. Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada atau aritmia
jantung
9. Konfulsi, kejang diskinesia, distonia atau koma
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medik umum dan tidak lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental lain, termasuk intoksikasi
akibat zat lain
2.7.6 Inhalan
Inhalan seringkali digunakan anak dan remaja karena keterjangkauan
harga dan tidak masuk dalam zat yang melanggar hukum jika
digunakan. Inhalan yang digunakan adalah zat hidrokarbon yang
mudah menguap yang bersifat toksik dan biasanya ada dalam
perangkat rumah tangga seperti lem, tiner untuk cat, produk pembersih
lainnya. Ada juga inhalan lainnya yang mengandung gas nitrous oxide
dan poppers, yang dapat membuat penggunanya dimasukan dalam
kategori diagnosis Inhalant Use Disorder, Other Substance Use
Disorder, atau Unknown Substance Use Disorder. Inhalant Use
Disorder merupakan kondisi psikologik akibat sengaja menggunakan
inhalansia, dan bukan akibat kecelakaan terhirup zat beracun, meski
24
zat inhalannya serupa dengan yang digunakan secara sengaja.
Penggunaan inhalan sangat membahayakan dan sering mengakibatkan
kematian. Pengguna inhalan merupakan orang bermasalah perilaku dan
sikapnya (APA, 2013)
2.7.7 Kokain
Kokain adalah zat yang paling adiktif yang sering disalahgunakan dan
merupakan zat yang paling berbahaya. Kokain masih digunakan
25
sebagai anestetik lokal, khususunya untuk pembedahan mata, hidung
dan tenggorok, karena memiliki efek vasokonstriktif. Efek
farmakodinamika utama dari kokain yang berhubungan dengan efek
perilakunya adalah hambatan kompetitif re-uptake dopamin oleh
reseptor dopamin. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi
dopamin di celah sinapstik dan meningkatkan aktivasi reseptor
dopamin tipe 1 (D1) dan dopamin tipe 2 (D2). Efek perilaku tersebut
berlangsung dalam waktu yang relative singkat (30-60 menit), jadi
diperlukan pemberian yang berulang untuk dapat mempertahankan
efek intoksikasi. Walaupun efek perilaku berlangsung singkat,
metabolit kokain dapat ditemukan di dalam darah dan urine selama 10
hari (Kemenkes RI, 2010)
26
secara klinis (misalnya, euforia atau penumpulan afektif,
perubahan sosiabilitas, kewaspadaan berlebihan, kepekaan
interpersonal, kecemasan, ketegangan, atau kemarahan, perilaku
stereotipik, gangguan pertimbangan atau gangguan fungsi sosial
atau pekerjaan) yang berkembang selama, atau segera setelah,
pemakaian kokain
C. Dua (atau lebih) tanda berikut yang berkembang selama, atau
segera setelah pemakaian kokain yaitu:
1. Takikardia atau bradikardia
2. Dilatasi pupil
3. Peningkatan atau penurunan tekanan darah
4. Berkeringat atau menggigil
5. Mual atau muntah
6. Tanda-tanda penurunan berat badan
7. Agitasi atau retardasi psikomotor
8. Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada atau aritmia
jantung
9. Konfulsi, kejang, diskinesia, distonia atau koma
D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak dapat lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental lain
27
5. Retardasi atau agistasi psikomotor
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya
D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak dapat lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental lain
2.7.8 Halusinogen
Halusinogen disebut sebagai psikedelik atau psikotomimetik, karena
disamping menyebabkan halusinasi, obat tersebut menyebabkan
hilangnya kontak dengan realita. Menurut FDA (Food and Drugs
Administration), obat tersebut tidak memiliki penggunaan secara medis
dan memiliki kemungkinan penyalahgunaan yang besar. Halusinogen
alami klasik adalah psilocybin (dari semacam jamur) dan mescalin
(dari kaktus peyote). Halusinogen sintetik klasik adalah lysergic acid
diethylamide (LSD) (APA, 2013).
28
atau segera setelah, pemakaian halusinogen
D. Dua (atau lebih) tanda berikut,yang berkembang selama, atau
segera setelah, pemakaian halusinogen
1. Dilatasi pupil
2. Takikardia
3. Berkeringat
4. Palpitasi
5. Pandangan kabur
6. Tremor
7. Inkoordinasi
E. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain
29
kognitif. Segala upaya mesti dilakukan untuk memastikan bahwa
pengguna NAPZA sungguh – sungguh menyadari akan hakikat dan
besarnya bahaya.
2.9 Terapi dan Upaya Pemulihan
Beberapa prinsip-prinsip yang diterapkan dalam identifikasi, penatalaksanaan
dan intervensi pada pengguna NAPZA sangat terkait dengan hal ini meliputi:
Intoksikasi
Penyalahgunaan
Ketergantungan
30
Pengobatan pasien dengan kondisi akut, misalnya: trauma,
gangguan pencernaan, stress/kecemasan, masalah psikologis
Asesmen sebelum tindakan pembedahan
Klinik ibu dan anak serta antenatal care
Orang yang akan mengikuti asuransi kesehatan
d. Kuesioner-Skrining
Penggunaan kuesioner secara umum meliputi : isu-isu tentang gaya
hidup seperti merokok, diet, olahraga, penggunaan NAPZA mungkin
bukan ancaman bagi mereka. Banyak alat yang dapat digunakan untuk
melakukan skrining penggunaan NAPZA pada individu seperti
ASSIST (Alcohol, Smoking, Substance Involvement Screening Test).
a) Skrining Biologik
Beberapa Jenis Pemeriksaan Darah
Beberapa jenis pemeriksaan darah dapat digunakan untuk
skrining penggunaan NAPZA. Namun demikian hal ini sering
kurang sensitif maupun spesifik daripada penggunaan
kuesioner. Tes untuk skrining biologik termasuk:
Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk MCV
Tes Fungsi Hati termasuk gamma GT
Trigliserid
Tes Urin
Tes urin dapat mendeteksi adanya penggunaan berbagai jenis
NAPZA (alkohol, kokain, kanabis, benzodiazepin, barbiturat
dll.) berdasarkan sisa metabolitnya. Namun demikian
pemeriksaan urin harus disertai dengan wawancara untuk
mendeteksi adanya penggunaan zat lain yang akan
mempengaruhi hasil tes urin (misal: obat batuk yang
mengandung kodein, obat maag yang mengandung
benzodiazepin, obat flu yang mengandung fenilpropanolamin /
efedrin).
Skrining Etiologik Untuk Pengguna NAPZA Termasuk:
Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung lekosit
Tes Fungsi hati
Hepatitis B, C dan HIV/AIDS
2) Asesmen
Asesmen secara khusus mempunyai beberapa tujuan :
Mengidentifikasi perilaku penggunaan NAPZA awal
Menemukan batas-batas masalah kesehatan akibat efek NAPZA
Untuk menilai konteks sosial penggunaan NAPZA baik terhadap
pasien maupun orang lain yang bermakna
Untuk menentukan intervensi yang akan diberikan
31
Ada empat fase penting dalam melakukan asesmen yang harus terpenuhi:
Mengembangkan hubungan berdasarkan saling percaya, empati dan
sikap yang tidak menghakimi
Membantu pasien secara akurat untuk menilai kembali penggunaan
NAPZA mereka, yang mungkin akan menfasilitasi mereka untuk
berubah
Menfasilitasi untuk mengingat kembali kejadian masa lalu dan masa
kini dan menghubungkan dengan penggunaan NAPZAnya saat ini
Mendorong pasien untuk mereflekssi pilihan menggunakan NAPZA
dan konsekuensi dari perilaku penggunaan NAPZAnya.
C. Intoksikasi Kanabis
Umumnya tidak perlu farmakoterapi dapat diberikan terapi
supportif dengan 'talking down'
32
Bila ada gejala ansietas berat:
o Lorazepam 1-2 mg oral
o Alprazolam 0.5 - 1 mg oral
o Chlordiazepoxide 10-50 mg oral
Bila terdapat gejala psikotik menonjol dapat diberikan Haloperidol
1-2 mg oral atau i.m ulangi setiap 20-30 menit
D. Intoksikasi Alkohol
Bila terdapat kondisi Hipoglikemia injeksi 50 ml Dextrose 40%
Kondisi Koma :
o Posisi menunduk untuk cegah aspirasi
o Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit
o Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya
Wernicke Encephalopathy. Lalu 50 ml Dextrose 40% iv
(berurutan jangan sampai terbalik)
Problem Perilaku (gaduh/gelisah):
o Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif
o Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau
merasa terancam
o Buat suasana tenang dan bila perlu tawarkan makan
o Beri dosis rendah sedatif; Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol
5 mg oral, bila gaduh gelisah berikan secara parenteral (i.m)
E. Intoksikasi Halusinogen
Intervensi Non Farmakologik :
Lingkungan yang tenang, aman dan mendukung
Reassurance : bahwa obat tersebut menimbulkan gejala-gejala itu ;
dan ini akan hilang dengan bertambahnya waktu (talking down)
Intervensi Farmakologik:
Pilihan untuk bad trip (rasa tidak nyaman) atau serangan panic
Pemberian anti ansietas; Diazepam 10-30 mg oral /im/iv pelan atau
Lorazepam 1-2 mg oral.
33
of 10%/hari, perlu pengawasan tekanan darah bila systole kurang
dari 100 mmHg atau diastole kurang 70mmHg harus dihentikan
Pemberian Sedatif-Hipnotika, Neuroleptika (yang memberi efek
sedative, misal; Clozapine 25 mg, atau Chlorpromazine 100mg)
dapat dikombinasikan dengan obat-obat lain
C. Putus Alkohol
Pemberian cairan atas dasar hasil pemeriksaan elektrolit dan
keadaan umum
Atasi kondisi gelisah dan agitasinya dengan golongan
Benzodiazepin atau Barbiturat
Pemberian vitamin B dosis besar (mis: Vitamin neurotropik)
kemudian dilanjutkan dengan vitamin B1, multivitamin dan Asam
Folat 1 mg oral
Bila ada riwayat kejang putus zat atasi dengan Benzodiazepine
(Diazepam 10 mg iv perlahan)
Dapat juga diberikan Thiamine 100 mg ditambah 4 mg
Magnesium Sulfat dalam 1 liter dari 5% Dextrose/normal saline
selama 1-2 jam
Bila terjadi Delirium Tremens harus ada orang yang selalu
mengawasi.
34
atau kejang, ditunda sampai keadaan pasien stabil, setelah itu
penurunan dosis dilanjutkan.
Untuk keadaan putus Barbiturat, dapat diberikan obat yangnbiasa
digunakan oleh pasien. Penurunan dosis total 10 % per hari,
maksimal 100 mg/hari.
Teknik substitusi Fenobarbital (Luminal):
35
e) Berikan hipnotika malam saja (misalnya ; Clozapine 25 mg,
Estazolam 1-2 mg)
36
BAB III
KESIMPULAN
1
DAFTAR PUSTAKA
1
2