Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAR DARURAT


KEGAWATAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2


Nafiatul Amrah Reni Yulianti
Siti Maimunah Yandi Cahyadi Amni
Mita Pusparini Siti Hardianti
MeilaWati Nurzen Aprianti
Ni LuhSantini PutriNingsih

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PRODI S.1 KEPERAWATAN REGULER
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan “Makalah Kegawatdaruratan Syok
Hipovolemik” ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari teman-
teman untuk membantu menyelesaikan makalah ini.Oleh karena itu kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua teman-teman yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini.Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun kami.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Mataram 17 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................ ii


Daftar Isi ................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.1 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.2 Tujuan ............................................................................................ 3
1.3 Manfaat .......................................................................................... 3
1.4 Sistematika Penulisan .................................................................... 4
1.5 Metode Penulisan ........................................................................... 4
BAB II Pembahasan
2.1 Definisi ........................................................................................... 4
2.2 Etiologi ........................................................................................... 6
2.3 Patofisiologi ................................................................................... 6
2.4 Klasifikasi ...................................................................................... 7
2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................... 9
2.6 Penatalaksanaan ............................................................................ 10
BAB III Kasus ......................................................................................... 11
BAB IV Pembahasan .............................................................................. 12
BABV Penutup ........................................................................................ 14
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 20
5.2 Saran ............................................................................................ 20
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pasien yang masuk ke instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit tentunya butuh
pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlua dan yastandar dalam memberikan
pelayanan gawatdarurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannyas ehingga
dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan respons time yang cepat
dan tepat. Sebagai salah satu penyedia layanan pertolongan, dokter dituntut untuk
dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat agar dapat menangani kasus-
kasus kegawat daruratan.
Salah satu kasus kegawat daruratan yang memerlukan tindakan segeraa dalah
syok. Syok merupakang angguan sirkulasi yang diartikan sebagai tidak adekuatnya
transpor oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh gangguan
hemodinamik.Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan
vaskulersistemik, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel, dan
sangat kecilnya curah jantung.Berdasarkan bermacam-macam sebab dan kesamaan
mekanisme terjadinya, syok dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu syok
hipovolemik, syok distributif, syokobstruktif, dansyokkardiogenik (Hardisman,
2013).
Syok hipovolemik yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah secara akut
(syok hemoragik) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi
di negara-negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Salah satu penyebab
terjadinya syok hemoragik tersebut diantara nya adalah cedera Akibat kecelakaan.
Menurut World Health Organization (WHO) cedera akibat kecelakaan setiap
tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta kematian diseluruh dunia. Angka kematia n
pada pasien trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan
tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat
trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang
kurang memadai mencapai 36% (Diantoro, 2014).

1
Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita dengan perdarahan karena kasus
obstetri, angka kematian akibat syok hipovolemik mencapai 500.000 per tahun dan
99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagian besar penderita syok
hipovolemik akibat perdarahan meninggal setelah beberapa jam terjadinya
perdarahan karena tidak mendapat penatalaksanaan yang tepat dan adekuat. Diare
pada balita juga merupakan salah satu penyebab terjadinya syok hipovolemik.
Menurut WHO, angka kematian akibat diare yang disertai syok hipovolemik pada
balita di Brazil mencapai 800.000 jiwa. Sebagian besar penderita meninggal karena
tidak mendapat penanganan pada waktu yang tepat (Diantoro, 2014). Sedangkan
insiden diare yang menyebabkan syok hipovolemik pada balita di Indonesia 6,7%.
Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%),
DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan banten (8,0%) (Riskesdas, 2013).
Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif yang berlebihan
dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output, da nmemperburuk
keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi
tekanan positif dapat merugikan bagi pasien yang menderita syok hipovolemik
(Koleckidkk,2014). Pemberian cairan merupakan salah satu
Hal yang paling umum yang dikelola setiap hari di unit perawatan rumah sakit
dan Intensive Care Unit (ICU), dan itu adalah prinsip inti untuk mengelola pasien
dengan syokhipovolemik. Apabila syok hipovolemik berkepanjangan tanpa
penanganan yang baik maka mekanisme kompensasiaka ngagal mempertahankan
curah jantung dan isi sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan gangguan
sirkulasi/perfusijaringan, hipotensi, dan kegagalan organ. Pada keadaan ini kondisi
pasien sangat buruk dan tingkat mortalitas sangat tinggi. Apabila syok hipovolemik
tidak ditangani segera akan menimbulkan kerusakan permanen dan bahkan
kematian. Perlu pemahaman yang baik mengenai syok dan penanganannya guna
menghindari kerusakan organ lebih lanjut (Danusantoso, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi syok hipovolemik ?
2. Apa etiologi syok hipovolemik ?
2
3. Bagaimana patofisiologi syok hipovolemik ?
4. Apa klasifikasi syok hipovolemik ?
5. Bagaimana manifestasi syok hipovolemik
6. Bagaimana penatalaksanaan syok hipovolemik ?
7. Bagaimana contoh kasus dan penyelesaian dari syok hipovolemik ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran diharapkan mahasiswa dapat memahami
dan mengetahui tentang syok hipovolemik
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi syok hipovolemik
2. Untuk mengetahui etiologi syok hipovolemik
3. Untuk mengetahui patofisiologi syok hipovolemik
4. Untuk mengetahui klasifikasi syok hipovolemik
5. Untuk mengetahui manifestasi syok hipovolemik
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan syok hipovolemik
7. Untuk mengetahui contoh kasus dan penyelesaian dari syok hipovolemik

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Menambah pengetahuan dan informasi mengenai syok hipovolemik
1.4.2 Merangsang minat pembaca untuk lebih mengetahui syok hipovolemik
1.4.3 Mengetahui bagaimana konsep syok hipovolemik

1.5 Sistematika Penulisan


1.5.1 Bab I. Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang
masalah,rumusan masalah, maksud dan tujuan, sistematika penulisan, metode
penulisan.
1.5.2 Bab II. Tinjauan Teori, berisi pembahasan yang menjelaskan tentang definisi,
etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi dan pentalaksanaan syok
hipovolemik.
3
1.5.3 Bab III. Kasus
1.5.4 Bab IV Pembahasan kasus.
1.5.5 Bab V. Penutup, berisi kesimpulan, dan saran.

1.6 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan studi
keputusan.Studi kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara
mencari, mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku maupaun dari
media informasi lainnya dalam hal ini yang berkaitan dengan Ilmu Keperawatan
Keluarga.

4
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi
Syok adalah suatu kumpulan gejala akibat tidak adekuatnya perfusi jaringan.
Syok merupakan suatu respon sistemik terhadap kondisi sakit atau injury yang
mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi jaringan dan penurunan suplai oksigen di
tingkat seluler. Syok terjadi karena adanya penurunan volume darah (hipovolemi),
penurunan fungsi pompa jantung (kardiogenik), penurunan tahanan vascular perifer
(distributive) dan penurunan suplai darah ke organ penting tubuh seperti jantung dan
paru-paru (obstruktif). (Ningsih,2015)
Syok hipovolemik adalah tipe syok yang paling sering terjadi pada pasien
trauma. Hal tersebut terjadi akibat "volume failure" ketika volume cairan di sirkulasi
hilang dalam jumlah besar dan mendadak. Penurunan volume cairan di sirkulasi
menganggu perfusi ke jaringan sehingga menyebabkan gangguan metabolisme di
tingkat sel dan bahkan kematian sel.Bila tidak dikoreksi secepatnya, maka kematian
sel akan berlanjut menjadi kematian jaringan, gagal organ dan kemudian kematian
organisme. Terdapat dua jenis hipovolemia, yaitu hipovolemia absolut dan
hipovolemia relatif. Hipovolemia absolut terjadi pada keadaan injuri traumatik
seperti luka tembak, perdarahan masiv, dan/atau perdarahan saluran cerna.
Sedangkan,pada hipovolemia relatif, cairan di sirkulasi pindah ke ruangan ketiga,
sepertiasites, anasarka, peritonitis, crush injury, dan lain sebagainya.
Pada tingkat selular, syok hipovolemia didefinisikan sebagai gangguan metabolik
oksidatif dan homesostasis karena tidak adekuatnya oksigenasi dan tidak adekuatnya
pembuangan sisa metabolisme sel akibat hipoperfusi. Kegagalan progresif dari
metabolisme oksidatif akan meningkatkan produksilaktat pada jaringan yang
hipoperfusi sehingga berkembang menjadi asidosis metabolik. Apabila keadaan
hipoperfusi tidak ditangani danberlanjut melewati ambang batas kompensasi
kardiovaskular, dekompensasi hemodinamik akan mendepresi kontraktilitas miokard
dan asidosis laktat pada jaringan akan menghilangkan vasokonstriksi perifer.

5
2.2 Etiologi
Penyebab syok hipovolemik dapat adalah akibat dari berbagai faktorberikut ini :
1. Hipovolemia Absolut
a) Thorak
b) Trauma parenkim paru
c) Cedera vaskular paru
d) Cedera vaskular intercostal
e) Gangguan aorta
f) Hemoptosis masiv
2. Abdomen/pelvis/retroperiton
a) Cedera organ padat (hepar, limpa, lin ginjal)
b) Vaskular (trauma, ruptur ar mali vaskular,
c) Perdarahan gastrointest ses esofageal, ulkus, anomalydan lain-lain)
d) Gangguan ginekologi(ruptur kehamilan ektopik, perdaraharan peripartum,
perdarahanuterus abnormal, ruptur kista ovarium, danlain-lain)
3. Ortopedic
a) Fraktur pelvis
b) Fraktur tulang besar
c) Fraktur multipe
4. Ekstrimitas dan permukaan kulit
a) Cedera vaskular mayor
b) Cedera jaringan lunak yang masiv
5. Hipovole relative / Non hemoragik hipovolemia
a) Kelainan gastrointes inal: muntah, diare, asites
b) Luka bakar
c) Paparan lingkungan
d) Renal saltwasting/ gagal ginjal
e) Diabetes/ penggunaandiuretik kuat

6
2.3 Patofisiologi
Syok hipovolemik atau status syok akibat dari kehilangan volume cairan
sirkulasi (penurunan volume darah), dapat diakibatkan oleh berbagai kondisi yang
secara bermakna menguras volume darah normal, plasma, atau air. Patologi dasar,
tanpa memperhatikan tipe kehilangan cairan yang pasti, dihubungkan dengan defisit
volume atau tekanan cairan sirkulasi aktual. Penurunan volume cairan sirkulasi
menurunkan aliran balik vena, yang mengurangi curah jantung dan karenannya
menurunkan tekanan darah. Penurunan curah jantung disebabkan oleh penurunan
volume preload walaupun terdapat kompensasi peninggian resistansi vaskuler,
vasokonstriksi dan takikardia.
Tekanan darah masih dapat dipertahankan walaupun volume darah berurang 20-
25%. Pada permulaannny keadaan ventrikuler filling presure, CVP dan PAOP
rendah, akan tetapi dalam keadaan yang ekstrim dapat terjadi bradikardia. Pada
keadaan hipovelemik yang berat juga terjadi iskemi miokard, bahkan dapat terjadi
infark. Penurunan volume intra vaskuler ini menyebabkna penurunan volume intra
ventrikuler kiri pada akhir diastole. Yang akibatnya juga menyebabkan berkurangny
kontraktilitas jantung dan juga menyebabkan menurunnya curah jantung. Keadaan
ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah
dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi semakin
memburuk. Akan tetapi, bila kehilangan volume darah lebih dari 30% mulai terjadi
shock. Dan bila terjadi syok maka suplai O2 ke sel menurun sehingga menyebabkan
gangguan perfusi jaringan yang akhirnya bis amenimbulkan gangguan metabolism
seluler.

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan derajat kehilangan darah, syok sebagai berikut: hipovolemie dapat
dibagi sebagai berikut :
1. Perdarahan Kelas I-Kehilangan Volume Darah sampai 15%
Gejala klinis pada derajat ini adalah minimal. Bila tidak ada komplikasiakan
terjadi takikardi minimal. Bila tidak ada komplikasi. Tidak ada perubahan
yang berarti daritekanan darah, tekanan nadi, atau pernapasan. Untuk
7
penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah tidak perlu
diganti.
2. Perdarahan kelas II- Kehilangan Volume Darah 15% sampai 30% Gejala-
gejala klinis termasuk takikardi (HR>100x/menit), takipnea, dan penurunan
tekanan nadi. Tekanan sistolilkhanya mengalami sedikit perubahan, sehingga
penilaian menggunakan tekanan nadi lebih dapat diandalkan dari pada
tekanan darah. Dapat juga terjadi perubahan perilaku seperti rasa cemas,
ketakutan atau permusuhan.
Untuk menstabilkan pasien ini dapat diberikan infus kristaloid, hanya
sedikityang memerlukan transfusi darah.
3. Perdarahan Kelas III- Kehilangan Volume Darah 30% sampai 40% Penderita
dengan kehilangan darah sebanyak ini (2000 ml pada orangdewasa)
menunjukkan gejala perfusi yang tidak adekuat, termasuktakikardi dan
takipnea yang jelas, perubahan status mental danpenurunan tekanan darah.
Penderita pada tingkat ini memerlukantransfusi darah.
4. Perdarahan Kelas IV- Kehilangan Volume Darah Lebih dari 40%. Gejala-
gejala pada penderita ini yakni, takikardi yang jelas, tekanan nadi yang
sempit, produksi urin hampir tidak ada, dan kesadaranjelas menurun.
Penderita ini memerlukan transfusi cepat dan kadang intervensi pembedahan
segera.

Tabel.

Penilaian Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 3

Kehilangandara <15% 15%-30% 30%-40% >40%


h%

Frekuensijantun <100 >100 >120 >140


g, x/menit

Tekanandarah, Normal Normal Menurun Menurun

8
mmHg

Tekanannadi Normal Menurun Menurun Menurun


ataumeningkt
a

Frekuensinapas, 14-20 20-30 30-40 >35


x/menit

Status mental Gelisah Lebihgelisa Gelisah, Kebingunga


h kebingunga n, lesu
n

2.4 Manifestasi klinis


Syok hipovolemik merupakan keadaan dimana terdapat kehilangan volume darah
sirkulasi efektif yang dapat disebabkan oleh kehilangan cairan eksternal akibat
perpindahan cairan internal yaitu dehidrasi berat, edema hebat atau asites, muntah
dan diare berkepanjangan.
Manifestasi klinis yang dapat dilihat:
1. Tekanan vena menurun, peningkatan tahanan perifer, takikardia
2. Kulit dingin, lembab, haus, diaforesis
3. Perubahan sensorium, oliguria, metabolik asidosis dan hiperpnea
4. Kadar tekanan darah arteri
Syok hipovolemik terdiri dari 2 bagian yaitu syok hipovolemik akibat non
pendarahan dan syok hipovolemik akibat pendarahan. Tanda dan gejala syok
hipovolemik akibat pendarahan dan non pendarahan hanya berbeda pada kecepatan
timbulnya syok saja. Respon fisiologis yang normal adalah mempertahankan perfusi
pada otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi yang
efektif. Pada tahap ini akan terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi,
pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon stres serta ekspansi besar guna

9
pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan intersisial,
intraseluler dan menurunkan produksi urin.
Syok hipovolemik ringan (kurang dari atau sama dengan 20% volume darah)
menimbulkan takikardi ringan dengan gejala yang tampak terutama pada penderita
muda yang sedang berbaring. Syok hipovolemik sedang (20-40% dari volume
darah)pasien menjadi lebih cemas dan takikardi lebih jelas, meski tekanan darah
dapat ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan dengan jelas
hipotensi ortostatik dan takikardi. Pada hipovolemik berat maka gejala klasik syok
akan muncul, tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walaupun dalam
kondisi berbaring, terjadi takikardi berat, oliguria, agitasi/ bingung, penurunan
kesadaran. Perfusi ke susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok
bertambah berat. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi
bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut yang memiliki
penyakit berat yang mengancam kehidupan.

2.5 Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam menangani syok hipovolemik adalah dengan menormalkan
kembali volume intravaskular dan interstisial. Berbahaya bila menunggu sampai
tanda-tanda syok jelas, Resusitasi cairan harus dimulai segera bila tanda-tanda
kehilangan cairan terlihat, bukan saat terjadinya penurunan tekanan darah yang jelas
atau tak terdeteksi.
Pemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline
recording) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran.
Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita
mengijinkan.
A. Airway (+ lindungi tulang servikal)
B. Breathing (+ oksigen jika ada)
C. Circulation + kendalikan perdarahan
1. Posisi shock

10
Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi ± 45o. 300 – 500
cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.
2. Cari dan hentikan perdarahan
3. Ganti volume kehilangan darah
Menghentikan perdarahan (prioritas utama)
a. Tekan sumber perdarahan
b. Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka
c. Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka
d. Pasang tampon sub fasia (gauza pack)
e. Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)
Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan
sarung tangan atau plastik sebagai pelindung.
4. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah.
5. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi
Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang
paha (femur), kulit kepala (anak)
6. Lokasi dan Estimasi perdarahan
a. Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter
b. Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter
c. Fraktur pelvis : 3 liter
d. Hemothorak : 2 liter
e. Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc
f. Luka sekepal tangan : 500 cc
g. Bekuan darah sekepal : 500 cc.
D. Disability – Pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi system syaraf
sentral tidak selalu disebabkan cedera intracranial tetapi mungkin mencerminkan

11
perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat
dianggap berasal dari cedera intracranial.
E. Exposure – Pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai
bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting
mencegah hypothermia.
F. Folley Catheter
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.
Darah pada urethra atau prostat dengan letaktinggi, mudah bergerak, atau tidak
tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan
kateter urethra sebelum ada konfirmasi radiografis tentang urethra yang utuh.
G. Gastric Cholic – Dekompresi
Dilatasi lambung seringkali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada
anak-anak, dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tak
dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi syaraf vagus yang
berlebihan. Distensi lambung membuat terapi shock menjadi sulit. Pada penderita
yang tidak sadar, distensi lambung membesarkan resiko aspirasi isi lambung, ini
merupakan suatu komplikasi yang bias menjadi fatal. Dekompresi lambung
dilakukan dengan memasukkan selang/pipa kadalam perut melalui hidung atau
mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
Namun walau penempatan pipa sudah baik, masih memungkinkan terjadi
aspirasi.
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan shock hipovolemik
antara lain:
1. Memaksimalkan penghantaran oksigen
a. Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu.
Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus
diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks,
hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera
12
ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator
harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang
berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang mengalami shock
hipovolemik dan sebaiknya dihindari.
b. Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum
Poeseuille mengatakan bahwa aliran berbanding terbalik dengan panjang
kateter infus dan berhubungan langsung dengan diameter. Sehingga
kateter infus intravena yang ideal adalah pendek dan diameternya lebar;
diameter lebih penting daripada panjangnya. Jalur intravena dapat
ditempatkan pada vena antecubiti, vena sphena, atau vena tangan, atau
pada vena sentralis dengan menggunakan teknik Seldinger. Jika
digunakan jalur utama vena sentralis maka digunakan kateter infus
berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan jalur
intraosseus. Faktor yang paling penting dalam melakukannya adalah skill
dan pengalaman.
c. Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
perdarahan hebat. Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring
tekanan darah secara berkala dan juga analisa gas darah.
d. Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi
adalah kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal.
Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak),
dan respon pasien dinilai.
e. Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil
dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital
membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah
yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada,
infus kristaloid harus dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O
rhesus (-) harus diberikan kepada pasien wanita usia subur untuk
mencegah sensitasi dan komplikasi lanjut).

13
f. Jika pasien kritis dan hipotensi berat (shock derajat IV), diberikan cairan
kristaloid dan darah tipe O. Pedoman pemberian kristaloid dan darah
tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan kondisi pasien.
g. Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu
contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan.
Contoh lain dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang
sementara hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan
memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan
sirkulasi. Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan
hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg
juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu
pertukaran udara.
h. Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma.
Beberapa alat diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan
retransfusi darah disediakan. Pada penanganan trauma. Darah yang
berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang thorakostomi.
2. Kontol perdarahan lanjut
a. Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering
memerlukan intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan
luar harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan secara langsung,
perdarahan dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang
ditangani dengan traksi untuk mengurangi kehilangan darah.
b. Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau awal
tibanya, dapat diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem
menyilang pada aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak.
Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang
operasi.
c. Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena
dan H2 bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan
dengan reaksi negatif, seperti hipertensi, aritmia, gangren, dan iskemia
miokard atau splanikus. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan untuk
14
penggunaanya secara tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu
menguntungkan.
d. Infus somatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya pengurangan
perdarahan gastrointestinal yang bersumber dari varises dan ulkus
peptikum. Obat ini membantu kerja vasopressin tanpa efek samping yang
signifikan.
e. Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken-
Blakemore tube dapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster
dan balon esofagus. Balon gaster pertama dikembangkan dan dilanjutkan
balon esofagus bila perdarahan berlanjut. Penggunaan selang ini
dikaitkan dengan akibat yang buruk, seperti ruptur esofagus, asfiksi,
aspirasi, dan ulserasi mukosa. Oleh karena alasan tersebut, penggunaan
ini dipertimbangkan hanya sebagai alat sementara pada keadaan yang
ekstrim.
f. Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi
(contohnya kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur
kista, keguguran) memerlukan intervensi bedah.
g. PASG dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah
tulang pelvis atau ekstremitas bagian bawah, namun tidak boleh
mengganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan
menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin
diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
3. Resusitasi Cairan
Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang
dianjurkan masih menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak
cairan telah diteliti untuk digunakan pada resusitasi, yaitu: larutan natrium
klorida isotonis, larutan ringer laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi
protein murni, fresh frozen plasma, hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.
a. Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan
onkotik dengan menggunakan substansi ini akan menurunkan edema
pulmonal. Namun, pembuluh darah pulmonal memungkinkan aliran zat
15
seperti protein antara ruang intertisiel dan ruang intravaskuler.
Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner (< 15 mmHg tampaknya
menjadi faktor yang lebih penting dalam mencegah edama paru).
b. Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk
meningkatkan volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan
kebenaran hal ini. Namun, mereka belum menunjukkan perbedaan hasil
antara koloid dibandingkan dengan kristaloid.
c. Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70
mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami
seperti fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan
ini mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya
dan berat molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada
intravaskuler, mengurangi edema intertisiel. Meskipum secara teoritis
menguntungkan, penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada
parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan ventilator,
lama perawatan, atau kelangsungan hidup.
d. Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya
karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan
kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika Serikat dan
Jepang gagal menunjukkan perbedaan kombinasi ini jika dibandingkan
dengan larutan natrium klorida isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya,
meski ada banyak cairan resusitasi yang dapat digunakan, tetap
dianjurkan untuk menggunakan Ringer Laktat terlebih dahulu, dan
pilihan kedua yaitu Normal Saline 0,9%.
Area yang lain yang menarik tentang resusitasi adalah tujuan untuk
mengembalikan volume sirkulasi dan tekanan darah kepada keadaan
normal sebelum control perdarahan.

16
BAB III
KASUS

Seorang pria berumur 65 tahun dirujuk ke bagian gawat darurat dengan


riwayat melena selama 2 hari, yang berhubungan dengan pusing dan nyeri kepala
ringan. Kulit pucat, dingin dan lembab. Denyut radialis lemah dan kecepatannya
130 per menit. Pasien dispnea dengan kecepatan pernafasan 24 per menit dan
tekanan darah 110/60. Dengan progresifnya pemeriksaan, pasien menjadi
teragitasi dan timbul sianosis sirkumoral. Membrana mukosa menjadi kering, TD
berkurang menjadi 80/40 dan denyut nadi meningkat 150 per menit. Sonde
nasogaster dipasang, dan eritrosit segar di aspirasi.

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus tersebut merupakan gambaran syok perdarahan atau hipolemik,


mungkin sekunder dari perdarahan tractus gastrointestinal atas. Kehilangan volume
karena perdarahan lambung atau ulkus duodenum merangsang reseptor tekanan
aorta, jantung dan arteria carotis untuk mengeluarkan epinefrin, aldosteron dan
hormon antideuretik. Hormon-hormon ini akan menambah denyut jantung dan
tekanan kontraksi, merangsang vasokontriksi, dan mengurangi kehilangan volume
dari ginjal. Kenaikan curah jantung membantu mempertahankan volume darah agar
tetap memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigenasi. Vasokontriksi perifer, sekunder
terhadap epinefrin dan norefineprin, membawa darah ke jaringan vital, mengurangi
aliran darah ke organ nonvital. Bila ini terjadi, walaupun TD normal atau hampir
normal pada arteri sistematik atau arteri besar, maka syok timbul pada jaringan
nonvital dengan mikrosirkulasi. Aliran mimikrosirkulasi yang mengganggu
menyebabkan penurunan perpindahan oksigen ke sek, yang mempunyai massa sel
lebih besar dari pada jaringan vital. Tanpa oksigen, sel tidak dapat memetabolisme
glukosa dengan sempurna dan harus berpindah ke metabolisme anaerobik, yang
mengahasilkan asam metabolik (terutama asam laktat). Penumpukan asam metabolik
ini menyebabkan asidosis metabolik.

Pasien ini dalam syok dan walaupun TD 110/60 mmHg, ia sudah mengalami
rangsangan simpatis atau adrenergik dengan tanda khas konstriksi perifir : pucat,
berkeringat, kulit dingin dan lembab, lapar, nadi halus. Bila perdarahan terus
berlangsung, walaupun ada takikardi dan pintas, volume darah akan menjadi kurang
untuk perfusi organ vital. Tekanan darah menurun dan denyut nadi bertambah.
Aliran darah yang kurang ke otak, menimbulkan anoksia dan gelisah. Sianosis
sirkumoral adalah tanda akhir anoksia sel yang parah pada wajah dan kepala.
Membran mukosa yang kering menunjukkan dehidrasi sel. Anoksia sel merangsang
asidosis metabolik yang hebat karena dikeluarkannya konsentrasi asam laktat yang

18
besar karena metabolisme anaerobik. Selain itu tiap sel mengeluarkan 15-20% air
dalam usaha menggantikan volume vaskuler, yang menimbulkan dehidrasi sel,

Organ vital juga bereaksi terhadap pengurangan volume darah. Laju filtrasi
glomeroulus ginjal berkurang yang mengurangi pengeluran urin. Kemampuan
hati untuk membentuk glukosa baru, terganggu. Daerah paru-paru tertentu
menjadi atelektasis karena kurangnya perfusi. Jantung dan otak tidak terkena
kurangnya perfusi. Jantung dan otak tidak terkena sampai tahap akhir syok, yang
fungsinya menjadi rusak.

19
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syok hipovolemik adalah tipe syok yang paling sering terjadi pada pasien
trauma. Hal tersebut terjadi akibat "volume failure" ketika volume cairan di
sirkulasi hilang dalam jumlah besar dan mendadak. Pada tingkat selular, syok
hipovolemia didefinisikan sebagai gangguan metabolik oksidatif dan
homesostasis karena tidak adekuatnya oksigenasi dan tidak adekuatnya
pembuangan sisa metabolisme sel akibat hipoperfusi. Kegagalan progresif dari
metabolisme oksidatif akan meningkatkan produksilaktat pada jaringan yang
hipoperfusi sehingga berkembang menjadi asidosis metabolik.
Syok hipovolemik merupakan keadaan dimana terdapat kehilangan volume
darah sirkulasi efektif yang dapat disebabkan oleh kehilangan cairan eksternal
akibat perpindahan cairan internal yaitu dehidrasi berat, edema hebat atau asites,
muntah dan diare berkepanjangan.
B. Saran
1. Bagi penyusun, agar lebih giat lagi dalam mencari referensi-referensi dari
sumber rujukan, karena dengan semakin banyak sumber yang di dapat
semakin baik makalah yang dapat disusun.
2. Bagi Institusi, agar dapat menyediakan sumber-sumber bacaan baru,
sehingga dapat mendukung proses belajar mengajar.
3. Bagi pembaca, agar dapat memberikan masukan yang bersifat membangun
demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Anita & Sri Rahayu. 2015. Kegawat Daruratan


Syok Hipovolemik. Berita Ilmu Keperawatan
ISSN 1979-2697. Vol.2 No. 2. Hal 93-96

Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis.


Yogyakarta : Gosyen Publishing .

Ningsih.2015. Penatalaksanaan Kegawat daruratan Syok


Dengan Pendekatan Proses Keperawatan.
Malang : Tim UB Press.

Junaedi, Janggan Sargowo & Tina Handayani Nasution.


2016. Shock Index (Si) Dan Mean Arterial
Pressure (Map) Sebagai Prediktor Kematian
Pada Pasien Syok Hipovolemik Di Rsud
Gunung Jati Cirebon. Jurnal Kesehatan Hesti
WiraSakti, Volume 4, Nomor 2. Hlm. 45-59

Yane D Kakunsi, Maykel Killing &Deetje Supit. 2015.


Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan
Penanganan Pasien Syok Hipovolemik Di Ugd
Rsud Pohuwato. Fakultas Keperawatan Prody
Ilmu Keperawatan Universitas Sariputra
Indonesia Tomohon., Vol. 5 Hal. 3.

21

Anda mungkin juga menyukai