Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN TEORI

1.1 Nifas Fisiologis


1.1.1 Pengertian
Periode pascapartum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai
berbagai organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,
dkk., 2004:492).
Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin
(menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi
wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini disebut juga puerperium dan wanita
yang mengalami puerperium disebut puerperal. Periode pemulihan pascapartum
berlangsung sekitar enam minggu (Varney, dkk., 2007:958).

1.1.2 Tahapan Masa nifas (Saleha, Sitti, 2009:5)


1) Periode Immediete postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini
sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh
karena itu harus dilakukan pemeriksaan secara teratur yaitu kontraksi uterus,
pengeluaran lokea, tekanan darah dan suhu.
2) Periode early postpartum (24 jam – 1 minggu)
Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
pendarahan, lokea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3) Periode late postpartum (1 minggu - 5 minggu)
Pada fase ini tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari
serta konseling KB.

1.1.3 Perubahan Fisiologis dan Anatomis Puerperium


1.1.3.1 Sistem Reproduksi
1) Uterus
(1) Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Sub involusi adalah
kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebabnya

1
yang paling sering ialah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi (Bobak,
dkk., 2004:493).
Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua atau
endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai
dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus
juga ditandai dengan warna dan jumlah lokea (Varney, dkk., 2007:959).
Involusi TFU Berat Uterus (gram)
Bayi lahir Setinggi pusat 1000
Uri lahir 2 jari bawah pusat 750
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350
6 minggu Bertambah kecil 50
8 minggu Sebesar normal 30

Menurut Bobak (2004:493) dalam waktu 12 jam, tinggi fundus


mencapai ± 1cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian
perubahan involusi berlangsung cepat. Fundus turun kira-kira 1-2 cm
setiap 24 jam. Pada hari keenam postpartum fundus normal akan berada di
pertengahan umbilicus dan simfisis pubis. Pada hari ke 9 fundus tidak bisa
dipalpasi pada abdomen.
(2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume
intrauterine yang sangat besar (Bobak, dkk., 2004:493). Selama 1 sampai 2
jam pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi
tidak teratur. Penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus
selama masa ini, suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena atau
intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir.
(3) Afterpain
Afterpain adalah rasa sakit yang mencengkram pada abdomen. Gejala
ini sering ditemukan pada multipara karena uterus pada multipara lebih
kendor dari pada primipara sehingga harus berkontraksi lebih kuat. Gejala
afterpain biasanya terjadi saat menyusui karena hisapan putting
mengakibatkan pelepasan oksitosin yang membuat uterus berkontraksi
(Farrer, 1999:237).
(4) Lokea

2
Lokea adalah istilah untuk secret dari uterus yang keluar melalui
vagina selama puerperium (Varney, dkk., 2007:960).
Lokea rubra berwarna merah karena mengandung darah dan jaringan
desidua, ini adalah lokea yang pertama mulai keluar segera setelah
pelahiran dan terus berlanjut selama 2 sampai 3 hari pertama pascapartum.
Lokea serosa mulai terjadi sebagai bentuk yang lebih pucat dari lokea
rubra. Berhenti 7 sampai 8 hari dengan warna merah muda, kuning atau
putih hingga transisi menjadi lokea alba. Lokea serosa mengandung cairan
serosa, jaringan desidua, leukosit dan eritrosit.
Lokea alba mulai terjadi hari ke sepuluh pascapartum dan hilang
sekitar periode 2 sampai 4 minggu. Warna lokea alba putih krem,
mengandung leukosit dan sel desidua.
2) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam
pascapartum serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap
edematosa, tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah melahirkan.
Ektoserviks (bagian serviks yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada
sedikit laserasi. Muara serviks menutup secara perlahan, 2 jari mungkin
masih bisa dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6
pascapartum. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti
sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah (Bobak,
dkk., 2004:495).
3) Vagina dan Perineum
Segera setelah kelahiran, vagina tetap terbuka lebar, terdapat edema dan
memar. Setelah 1 sampai 2 hari pascapartum, tonus otot vagina kembali,
celah vagina tidak lebar dan edema berkurang. Dinding vagina menjadi lunak
lebih besar dari biasanya dan umumnya longgar. Ukurannya menurun dengan
kembalinya rugae vagina setelah minggu ke-3 pascapartum (Varney, dkk.,
2007:960).
Perineum menjadi kendur karena teregang oleh tekanan kepala bayi
yang bergerak maju. Postnatal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan
kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari keadaan
sebelum melahirkan.
1.1.3.2 Payudara dan Laktasi
1) Payudara

3
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara
selama wanita hamil (estrogen, progesteron, human chorionic gonadotropin,
prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
Waktu yang dibutuhkan hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil
sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak (Bobak, dkk.,
2004:498).
2) Memulai Laktasi
Setelah kelahiran, kadar estrogen dan progesterone menurun secara
drastis yang memungkinkan prolaktin merangsang sintesis ASI. Kadar
prolaktin meningkat drastis pada 3 jam pertama setelah melahirkan Kadar
prolaktin meningkat dengan segera pada awal penghispan dan jumlah
prolaktin yang dilepaskan serta volume ASI yang dihasilkan secara langsung
berkaitan dengan jumlah penghisapan (Farrer, 1997:226).
Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama
setelah wanita melahirkan. Kolostrum adalah cairan kekuningan yang
mengandung protein lebih tinggi dari ASI sejati dan mengandung Ig A dan Ig
G sehingga memberikan perlindungan pada bayi pada masa awal kehidupan
(Walsh, 2007:343).
Ditemukan adanya nyeri pada payudara saat palpasi yang dilakukan
hari kedua dan ketiga seiring dimulainya produksi susu. Hari ketiga atau
keempat pascapartum dapat terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara
teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan, hangat jika diraba (kongesti
pembuluh darah menimbulkan rasa hangat). Distensi payudara terutama
disebabkan oleh kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik, bukan
akibat penimbunan air susu. Air susu dapat dikeluarkan melalui puting.
Jaringan payudara di aksila (tail of Spence) dan jaringan payudara atau puting
tambahan juga bisa terlihat. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya
dan rasa tidak nyaman akan berkurang dalam 24 sampai 36 jam pertama.
Apabila bayi belum menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam
beberapa hari sampai satu minggu (Bobak, dkk., 2004:499).
1.1.3.3 Sistem Endokrin
1) Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan berbagai
hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon human
placental lactogen (hPL), estrogen dan kortisol serta placental enzyme

4
insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan sehingga kadar gula darah
menurun secara bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogren dan
progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta lahir, kadar
terendahnya dicapai kira-kira 1 minggu pascapartum. Penurunan kadar
estrogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan
ekstraseluler berlebihan yang terakumulasi selama masa hamil.
2) Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita
menyusui berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follicle-stimulating
hormone (FSH) terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui,
disimpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar
prolaktin meningkat (Bobak, dkk., 2004:496).
1.1.3.4 Sistem Urinarius
1) Komponen Urine
Glikosuria ginjal yang diiduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria
positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea
nitrogen), yang meningkat selama masa pascapartum merupakan akibat
otolisis uterus yang berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel
otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama 1 sampai 2 hari
setelah wanita melahirkan (Bobak, dkk., 2004:497).
2) Diuresis Pascapartum
12 jam setelah melahirkan ibu mulai membuang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk
mengurangi cairan yang teretensi selama hamil ialah diaphoresis luas,
terutama pada malam hari selama 2 sampai 3 hari pascapartum (Bobak, dkk.,
2004:498).
3) Uretra dan Kandung Kemih
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung
kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan
untuk berkemih menurun. Rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat
dorongan saat melahirkan, laserasi vagina atau episiotomy menurunkan atau
mengubah reflex berkemih (Bobak, dkk., 2004:498).
1.1.3.5 Sistem Pencernaan
1) Nafsu Makan

5
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengonsumsi makanan ringan. Permintaan untuk memperoleh makanan 2
kali dari jumlah biasanya (Bobak, dkk., 2004:498).
Ibu nifas memerlukan diet dan gizi yang lebih baik untuk membantu
tubuhnya pulih kembali. Diet yang diperlukan banyak mengandung protein,
besi, kalsium, vitamin, serat makanan harus mencakup 3000 ml cairan yang
1000 ml diantaranya adalah susu. Asupan kalori per hari harus ditingkatkan
sampai 2700 Kalori.

2) Defekasi
B.A.B secara spontan bisa tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun
selama proses persalinan dan pada masa pascapartum. Ibu sering kali merasa
nyeri saat b.a.b karena nyeri yang dirasakan di perineum akibat episiotomy,
laserasi dan hemoroid. Kebiasaan b.a.b yang teratur akan dicapai setelah
tonus usus kembali normal (Bobak, dkk., 2004:498).

1.1.3.6 Sistem Kardiovaskuler


1) Volume Darah
Penyesuaian pembuluh darah maternal setelah melahirkan berlangsung cepat.
Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi wanita yaitu:
(1) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran
pembuluh darah maternal 10%-15%.
(2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus
vasodilatasi.
(3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama
wanita hamil. Oleh karena itu syok hipovolemik tidak terjadi pada
perdarahan normal.
2) Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang wanita hamil. Segera setelah melahirkan keadaan ini akan
meningkat bahkan lebih tinggi karena darah yang biasanya melalui
uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum (Bobak, dkk., 2004:499).
Denyut nadi, volume sekuncup dan curah jantung tinggi selama proses
persalinan dan akan normal kembali setelah 1 jam pascapartum. Minggu ke-8

6
sampai ke-10 pascapartum denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil
(Bobak, dkk., 2004:500).
Setelah melahirkan banyak wanita mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolic yang akan kembali normal secara spontan dalam
beberapa hari (Varney, dkk., 2007:961).
Fungsi pernapasan kembali pada rentang normal wanita selama jam pertama
pascapartum. Napas pendek, cepat atau perubahan lain memerlukan evaluasi
adanya kondisi seperti kelebihan volume cairan, asma, eksaserbasi atau
embolus paru (Varney, dkk., 2007:961).
1.1.3.7 Sistem Neurologi
Rasa baal dan kesemutan pada jari biasanya hilang setelah anak lahir.
Nyeri kepala pascapartum bisa disebabkan karena berbagai keadaan,
termasuk hipertensi akibat kehamilan, stress. Lama nyeri kepala bervariasi 1
sampai 3 hari sampai beberapa minggu (Bobak, dkk., 2004:500).
1.1.3.8 Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi system musculoskeletal mencakup hal yang membantu
relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat Ibu akibat
pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6 sampai ke-8
pascapartum (Bobak, dkk., 2004:500).
1.1.3.9 Sistem Integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang
seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul
makin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya (Bobak, dkk., 2004:501). Suhu
Selama 24 jam pertama dapat meningkat sampai 380C sebagai efek akibat
dehidrasi persalinan dan kemudian akan menurun (Bobak, dkk., 2004:500).
1.1.3.10 Perubahan Perilaku dan Respon Psikologis
Ibu mengalami perubahan besar pada fisik dan fisiologis, ia membuat
penyesuaian yang sangat besar baik tubuh maupun psikisnya, mengalami
stimulasi dan kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan
asimilasi realitas bayinya, berada di bawah tekanan untuk cepat menyerap
pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan perawatan
untuk bayinya. Ibu merasa tanggung jawab luar biasa yang dipikulnya menjadi
nyata dan tuntutan ditempatkan pada dirinya sebagai ibu.

7
Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran,
pada saat yang sama ibu baru mungkin frustasi karena merasa tidak kompeten dan
tidak mampu mengontrol situasi (Varney, dkk., 2007:964).
Menurut beberapa peneliti, menerima peran sebagai orang tua adalah suatu
proses yang terjadi dalam tiga tahap yaitu:
1) Ketergantungan (taking in)
Bagi beberapa ibu baru tahap ini terjadi pada hari ke-1 dan ke-2 setelah
melahirkan. Rubin (1961) dalam Hamilton (2008) menjelaskan bahwa hari
tersebut merupakan tahap menerima, waktu dimana ibu membutuhkan
perlindungan dan pelayanan.
2) Ketergantungan-Ketidaktergantungan (taking hold)
Mulai sekitar hari ke-3 dan berakhir pada minggu ke-4 sampai ke-5
pascapartum. Ibu akan menerima peran barunya dan belajar semua tentang
hal baru. Namun demikian, tubuhnya mengalami perubahan yang sangat
signifikan sebagai akibat pengaruh hormonal yang sangat kuat, keluarlah ASI.
Uterus dan perineum terus dalam proses penyembuhan, pasien menjadi
keletihan. Ketika ia kembali ke rumah, ia mungkin merasakannya lebih buruk
lagi.
Selama fase ini system pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu
muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga
ia dapat istirahat dengan baik.
3) Saling Ketergantungan (letting go)
Dimulai sekitar minggu ke-5 sampai ke-6 setelah kelahiran, system
keluarga telah menyesuaikan diri dengan anggotanya yang baru. Keluarga
sudah tidak turut campur lagi dan kegiatan sehari-hari telah kembali
dilakukan. Secara fisik ibu mampu untuk menerima tanggung jawab
normal dan tidak lagi menerima peran sakit.

1.1.4 Penatalaksanaan
1. Melakukan evaluasi kontinu dan penatalaksanaan kesejahteraan wanita
a. Mengukur tanda-tanda vital
b. Memeriksa payudara
c. Auskultasi jantung dan paru-paru
d. Evaluasi abdomen terhadap involusi uterus, diastasis, evaluasi kandung
kemih.
e. Evaluasi perineum terhadap memar, edema, hematoma, penyuluhan
terhadap jahitan, inflamasi
f. Pemeriksaan tipe, kuantitas dan bau lokhea

8
2. Memulai pemulihan dari ketidaknyamanan fisik
3. Memberi bantuan dalam menyusui
4. Memfasilitasi peran sebagai orang tua
5. Pemberian obat-obat umum pada periode pascapartum
a. Analgesik
Untuk menghilangkan nyeri, contoh: ibuprofen 800mg (morfin),
asetaminofen dengan kodein 30 mg (Tylenol 3). Wanita yang melahirkan
normal tidak perlu memerlukan apapun yang lebih kuat daripada ibuprofen
pada hari kedua pascapartum.
b. Laksatif
Wanita yang mengalami persalinan lama hingga berjam-jam tanpa makan
atau mengalami laserasi sehingga menembus sfingter rectum dapat
menyebabkan rasa nyeri/ integritas jahitan sehingga keinginan mereka
untuk defekasi menurun. Pemberian pelunak feses ringan seperti dokusat
sodium (colace) 50-100mg per hari/2 kali sehari akan membantu
mempertahankan fungsi defekasi normal.
c. Methergin 0,2 mg per oral setiap 4 jam untuk 6 dosis
Diresepkan untuk ibu mengalami atonia uteri yang signifikan setelah
melahirkan untuk menurunkan resiko hemoragi postpartum lambat.

1.1.5 Program dan Kebijakan Teknis


Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu
dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani
masalah-masalah yang terjadi (Sarwono, 2002 ; 123).

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam setelah - Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
persalinan uteri.
- Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut.
- Memberikan konseling pada ibu atau salah satu
anggota keluarga bagaimana mencegah
perdarahan maa nifas karena atonia uteri.
- Pemberian ASI awal.
- Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru
lahir.
- Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hipotermi.
- Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia

9
harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir
untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau
sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.

2 6 hari setelah - Memastikan involusi uterus berjalan normal


persalinan uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus,
tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
- Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi
atau perdarahan abnormal.
- Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
- Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap
hangat dan merawat bayi sehari-hari.

3 2 minggu Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan).


setelah
persalinan
4 6 minggu - Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ia
setelah atau bayi alami.
persalinan - Memberikan konseling untuk KB secara dini.

10
11
1.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian Keperawatan
1) Anamnesis
Identitas klien meliputi nama dan usia untuk menentukan resiko tinggi
terutama bila usia lebih 35 tahun memiliki organ-organ yang mengalami
penurunan fungsi dan proliferasi sel sehingga penyembuhan dapat lebih
lama
Pendidikan berfungsi untuk menentukan penjelasan yang akan diberikan,
semakin tinggi tingkat pendidikan biasanya diikuti dengan tingkat
pemahaman yang lebih tinggi
Alamat dan no telepon sebagai informasi bila dibutuhkan menghubungi
keluarga jika ada sesuatu yang mendadak
Agama dan suku bangsa untuk mengetahui adanya adat-istiadat tertentu
yang harus dilakukan setelah melahirkan.
Status perkawinan dan identitas suami untuk mengetahui kejelasan status
istri dan anak
Keluhan utama yang sering didapat adalah mules, nyeri bekas luka jahitan,
nyeri payudara
Riwayat menstruasi untuk memantau prediksi dan melihat keteraturan
menstruasi setelah fungsi organ kembali normal
Riwayat obstetri sebelumnya untuk mengetahui adanya kelainan persalinan
dan masa nifas sehingga meningkatkan pengawasan.
Riwayat kontrasepsi untuk mengetahui keluhan, komplikasi sebelum hamil
dan rencana pemakaian kontrasepsi yang akan datang
Riwayat kehamilan dan persalinan untuk mengukur tingkat pengawasan
yang akan diberikan.
2) Riwayat Sakit dan Kesehatan
Meliputi penyakit HT, DM, anemia, PEB, riwayat alergi makanan dan obat-
obatan.
3) Psikososial Spiritual
Pengkajian mekanisme koping digunakan untuk menilai respon klien
terhadap kondisi pascapartum dan pengaruhnya terhadap keluarga. Adanya

12
perubahan hubungan dan peran karena klien memiliki anggota keluarga
yang baru.
4) Pemeriksaan fisik (abnormal dan normalnya)
(1) Tanda-tanda vital
Suhu sedikit meningkat pada hari pertama bisa mencapai 380C
kemudian sudah normal pada hari kedua, nadi mungkin didapatkan
takikardi atau bradikardi pada hari pertama kemudian kembali normal
pada hari kedua, tekanan darah dan RR sedikit meningkat pada hari 1
tetapi kembali normal setelah hari kedua.
(2) Pada daerah kepala dan leher:
Anemis pada konjuctiva bila terjadi perdarahan >500 cc saat persalinan
dan kemungkinan ikterus pada sclera yang menandakan adanya
kelainan fungsi hati, pembesaran kelenjar tiroid, dan vena jugularis.
(3) Pada daerah dada:
Pada hari 1 payudara sering didapatkan lunak jika di palpasi, kolostrum
dapat dikeluarkan. Pada hari 2 didapatkan Mulai terasa lebih padat,
kadang terasa besar. Pada hari 3 didapatkan Vaskularisasi meningkat
dan mulai membengkak, terasa padat dan lebih hangat saat disentuh,
susu diharapkan keluar 2 sampai 4 hari setelah bayi lahir.
Hiperpigmentasi pada areola masih terlihat.
(4) Pada abdomen:
Memantau perkembangan kontraksi uterus dan TFU, pada hari 1 teraba
Setinggi umbilicus atau sedikit dibawahnya, padat. Pada hari 2 teraba 1
cm atau lebih di bawah umbilicus, padat. Pada hari 3 teraba 2 cm atau
lebih dibawah umbilicus, padat. Linea nigra tidak hilang seluruhnya.
(5) Pada vulva dan perineum:
Memantau pengeluaran lokhea, pada hari 1 yaitu rubra, moderat, sedikit
bekuan, seperti cairan menstruasi normal, sedikit bau. Pada hari 2 yaitu
rubra moderat sampai sedikit, bau tetap atau tidak ada bau menyengat.
Pada hari 3 yaitu rubra sampai serosa sedikit, bau tetap sama.
Sedangkan pada daerah perineum yang terjadi perlukaan bisa
didapatkan edema, bersih, sembuh, utuh, tepi episiotomy menutup
dengan baik dan terus dipantau setiap hari.
(6) Anus

13
Adanya hemoroid yang bisa menimbulkan rasa gatal, nyeri, tidak
nyaman, dan perdarahan berwarna merah terang bila pembuluh darah
pecah. Biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir.

1.2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1) Risiko infeksi berhubungan dengan invasi bakteri sekunder akibat trauma
selama proses persalinan, kelahiran dan episiotomy.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil:
- TTV dalam batas normal: Suhu: 36,5-37,50C, RR:16-20 x/menit).
- Tidak ada kemerahan pada genitalia
- Tidak ada pembengkakan pada luka jahitan
- TFU turun 1-2 cm/24 jam
- Kontraksi uterus baik
- Lockea sesuai hari nifas, tidak bau
Intervensi:
1. Jelaskan pada ibu untuk segera melaporkan kepada perawat apabila merasa
nyeri/ rasa tidak enak dan mengganggu
R/: Nyeri merupakan salah satu indikator adanya infeksi
2. Lakukan perawatan teratur setiap kali mandi pada area perineum
R/: keadaan perineum yang bersih meminimalkan resiko terjadinya infeksi.
3. Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotic sesuai indikasi
R/: pemberian antibiotic dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
mikroorganisme penyebab infeksi
4. Observasi area perineum, episiotomy, keadaan luka dan jahitan
R/: adanya lesi merupakan port de entry bagi invasi bakteri
5. Observasi TTV, tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, nyeri, panas)
R/: Deteksi dini adanya infeksi dan menentukan dengan segera langkah
untuk mengatasi infeksi.
2) Konstipasi berhubungan dengan ketakutan nyeri defekasi, penurunan
peristaltis setelah melahirkan, penurunan aktivitas, penurunan asupan cairan,
efek dari analgetik, penurunan tonus otot perut.
Tujuan: eliminasi alvi adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria:
- Frekwensi BAB teratur setiap hari sekali
- Feses lunak dan berbentuk
- Mengeluarkan feses tanpa bantuan
Intervensi:
1. Berikan penjelasan pada ibu dan keluarga tentang penyebab terjadinya
konstipasi

14
R/: konstipasi terjadi karena tonus otot menurun selama proses persalinan
dan masa nifas. Selain itu, pemahaman mengenai kondisi kesehatan saat
ini dan mengurangi rasa cemas
2. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan banyak serat
R/: diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltic dan
eliminasi secara teratur.
3. Berikan minum cukup 2000-2500 cc/hari. Jika tidak ada kontraindikasi.
R/: masukkan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi
feses yang sesuai pada usus.
4. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaaan ibu
R/: aktivitas fisik regular membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus
otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.
5. Auskultasi bising usus
R/: bising usus menandakan sifat aktifitas peristaltic
6. Observasi pola eliminasi dan karakteristik feses
R/: pola eliminasi yang teratur dan feses lembek dan berbentuk
menunjukkan eliminasi alvi adekuat
3) Nyeri berhubungan dengan trauma pada perineum, episiotomy, hemoroid,
pembengkakan payudara.
Tujuan: Nyeri berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria:
- Ibu mengungkapkan nyeri berkurang/hilang
- Wajah ibu tidak tampak meringis kesakitan saat berubah posisi
- Skala nyeri 1-3
- TTV dalam batas normal (Nadi: 60-100 x/mnt, TD:120/80 mmHg , RR:
12-20x/mnt)
Intervensi:
1. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan peredah nyeri non
farmakologi dan non invasive
R/: pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan tindakan non
farmakologi lain seperti fiksasi menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
2. Ajarkan relaksasi (teknik mengurangi ketegangan otot) yang dapat
mengurangi intensitas nyeri dan tingkatkan relaksasi massage.
R/: dengan teknik relaksasi diharapkan dapat melancarkan peredaran darah
sehingga kebutuhan O2 dalam jaringan terpenuhi dan mengurangi nyeri
3. Ajarkan metode distraksi selama fase akut
R/: Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal yang
menyenangkan agar rasa nyeri berkurang

15
4. Beri kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan beri posisi yang
nyaman
R/: istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic
R/: analgesic mempunyai efek sebagai pereda nyeri pada ibu post partum.
6. Observasi intensitas dan tipe nyeri, VAS, istirahat pasien, TTV (nadi, TD,
suhu, RR)
R/: Nyeri merupakan respon subyektif yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Pasien dapat beristirahat dengan tenang, TTV
dalam batas normal menunjukkan masalah nyeri dapat teratasi.
4) Ketidakefektifan penetalaksanaan tentang KB berhubungan dengan kurang
pengetahuan
Tujuan: ibu mampu menjelaskan dan memahami tentang KB setelah
diberikan penjelasan selama 1 jam dengan kriteria hasil:
- Ibu mampu menjelaskan tentang pengertian KB
- Ibu mampu menjelaskan tentang jenis-jenis KB
- Ibu mampu menjelaskan tentang tujuan KB
- Ibu mampu menjelaskan tentang efek samping KB
Intervensi:
1. Jelaskan pengertian KB
R/ KB merupakan suatu program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk
mengatur jarak kelahiran anak, sehingga dapat tercapai keluarga kecil
yang sehat, bahagia dan sejahtera
2. Jelaskan tentang jenis-jenis KB
R/ jenis-jenis KB meliputi pil, suntik IUD, susuk, kondom.
3. Jelaskan tentang tujuan diberikan KB
R/ tujuan KB yaitu untuk kesejahteraan ibu dan anak, NKKBS (norma
keluarga kecil bahagia sejahtera), dan untuk mengembalikan pertambahan
penduduk.
4. Jelaskan tentang efek samping dari KB
R/ pengetahuan tentang efek samping KB dapat membantu dalam
pemilihan KB yang sesuai.
5. Diskusikan dengan ibu tentang KB yang sesuai untuk ibu menyusui
R/ dengan adanya diskusi dapat memberikan kesempatan kepada ibu untuk
mengungkapkan pendapatnya mengenai pemilihan KB. KB yang sesuai
untuk ibu menyusui adalah KB suntik 3 bulan (depoprogestin), dan KB pil
6. Berikan umpan balik

16
R/ dengan diberikan umpan balik dapat membantu mengetahui sejauh
mana ibu memahami tentang KB
5) Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan nyeri, pengaturan posisi bayi,
respon fisiologis normal, putting yang masuk ke dalam.
Tujuan: menyusui lebih efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan criteria hasil:
- Produksi ASI lancar
- Mamae lembek
- Teknik menyusui benar
- Putting susu tidak lecet
Intervensi:
1. Jelaskan pada ibu tentang perawatan payudara
R/: Perawatan payudara dapat menstimulasi kelancaran produksi ASI dan
mengurangi nyeri akibat bendungan ASI
2. Libatkan keluarga dalam memberikan motivasi dalam proses laktasi
R/: Dukungan emosional sangat membantu dalam peningkatan harga diri
dan menyadari peran sebagai ibu.
3. Ajarkan teknik menyusui yang benar
R/ Dengan teknik menyusui yang benar memungkinkan hisapan bayi yang
adekuat sehingga pengeluaran ASI menjadi lancar
4. Jelaskan factor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi ASI
R/ Produksi ASI dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu, stress, ibu
menderita penyakit yang parah.
5. Anjurkan ibu menyusukan bayinya pada kedua payudara secara bergantian
R/: Berganti posisi menghindari adanya bendungan ASI pada satu sisi
payudara
6. Yakinkan mulut bayi diposisikan dengan tepat pada putting susu
R/: Memaksimalkan isapan air susu dan menghindari distensi abdomen
karena bayi menghisap udara.
7. Observasi posisi ibu dalam menyusui, faktor-faktor yang menggganggu
dan meningkatkan menyusui.
R/: Posisi yang tepat dalam menyusui dan faktor-faktor yang mengganggu
menyusui dapat meningkatkan keefktifan dlam proses menyusui
6) Retensi urine berhubungan dengan edema jaringan local, efek dari pengobatan
atau anestesi, nyeri ketidakmampuan mengambil posisi untuk berkemih.
Tujuan: pasien dapat berkemih secara adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan criteria hasil:
- Kandung kemih teraba kosong setelah berkemih
- Tidak ada urine sisa setelah BAK
- Jumlah urine 1 cc/ KgBB/ jam
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien penyebab retensi urine

17
R/: retensi urine disebabkan oleh trauma karena kelahiran, peningkatan
kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi anestesi
2. Anjurkan ibu untuk minum banyak
R/: Minum banyak dapat membantu mempertahankan fungsi ginjal
3. Pasang dower kateter apabila ada indikasi
R/: Dower kateter dapat membantu proses evakuasi urine
4. Observasi kandung kemih, pola berkemih, produksi urine
R/: Kandung kemih kosong, pola berkemih lancar dan teratur serta
produksi urine lebih dari 100-200 cc menunjukkan tidak adanya retensi
urine.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk. 1995. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Alih bahasa: Maria A.
Wijayanti. 2004. Jakarta: EGC.

Carpenitto, Moyet, Lynda Juall. 2004. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Alih
bahasa: Yasmin Asih. 2006. Jakarta: EGC.

18
Doenges, Marilynn E., Mary Frances M., dkk. 1993. Rencana Asuhan
Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi ke-3. Alih bahasa: I Made Kariasa. 1999. Jakarta:
EGC.

Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Alih bahasa: Andry Hartono. 1999.
Jakarta: EGC.

Ladewig, Patricia W. 2005. Buku saku Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru


Lahir. Alih Bahasa: Salmiyatun.______. Jakarta: EGC.

Moya J. Morison. 2003. Manajemen luka. Alih bahasa: Tyasmono A F. 2004.


Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.

Ujiningtyas, C. Sri Hari. 2009. Asuhan Keperawatan Persalinan Normal.


Jakarta: Salemba Medika.

Varney, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Alih bahasa: Laily
Mahmudah dan Gita Tri Setyati. ______. EGC: Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai