Anda di halaman 1dari 3

RELEVANSI TEORI REALISME HUKUM DAN PENERAPANNYA PADA MASA KINI

Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa kajian dari teori Realisme hukum yaitu
mengkaji hukum dalam konteks realitas, maka tidak terlepas kajiannya dengan
praktek hakim di pengadilan sebagai penegak hukum (law enforcement) dan prilaku
manusia dalam kehidupan empiris. Oleh karena itu, realisme hukum itu dibagi
menjadi dua kelompok, yakni Realisme hukum Amerika yang menitikberatkan pada
pengalaman-pengalaman praktis hakim dalam mengadili perkara, dan Realisme
hukum Skandinavia yang lebih menekankan pada prilaku manusia sebagai suatu
kenyataan empiris. Untuk lebih jelasnya, kedua golongan tersebut akan digambarkan
dalam uraian berikut ini:

a. Realisme hukum Amerika


Aliran realisme hukum yang berkembang di Amerika memilki teman sehaluan
yang sama-sama menggunakan gerakan “realisme” adalah Realisme di Skandinavia. Jika
diamati beberapa ciri khas dari aliran realis Skandinavia, aliran realisme tersebut
mempunyai pandangan yang lebih empirikal dibandingkan realism hukum di amerika
serikat.
Realisme hukum Amerika menempatkan empirisme dalam sentuhan pragmatisme
atau sikap hidup yang menekankan aspek manfaat dan kegunaan berdasarkan
pengalaman. Kehidupan sehari-hari adalah dunia pengalaman. Dunia pengalaman tidak
bisa dipotret lewat skema ideal-ideal yang spekulatif. Ia hanya bisa ditangkap
keutuhannya lewat pengalaman. Itulah sikap realistis untuk memahami realita. Ciri utama
dari realisme Amerika didasarkan pada manfaat praktis (pragmanisme). Pendekatan
pragmatisme tidak percaya pada bekerjanya hukum menurut ketentuan-ketentuan hukum
di atas kertas. Hukum bekerja mengikuti peristiwa-peristiwa konkrit.
Sumber hukum utama aliran ini adalah putusan hakim. Seperti yang diungkapkan
oleh Chipman Gray “all the law is judge made law”, semua yang dimaksudkan dengan
hukum adalah putusan hakim. Hakim lebih sebagai penemu hukum daripada pembuat
hukum yang mengandalkan peraturan perundang-undangan.
b. Realisme Hukum Skandinavia
Aliran ini menempatkan empirisme dalam sentuhan psikologi. Aliran ini
berkembang di Uppsala, Swedia pada awal abad 20. Konsep penting dari realism hukum
Skandinavia adalah mencari kebenaran suatu pengertian dalam situasi tertentu dengan
menggunakan psikologi. Tidak seperti realisme hukum Amerika (yang memberi perhatian
pada praktek hukum dari para pelaksana hukum), realisme hukum Skandinavia justrru
menaruh perhatian pada prilaku manusia ketika berada dalam “control” hukum. Dengan
memanfaatkan psikologi, para eksponen aliran ini mengkaji prilaku manusia (terhadap
hukum) untuk menemukan arti hukum yang sebenarnya.
Eksponen penganut realisme hukum Skandinavia di antaranya, Axel Hegerstrom,
Olivecrona, Lundstet, dan Ross. Para penganut ini secara tegas menolak metafisika
hukum, dengan membela nilai-nilai yang dapat diverifikasi secara ilmiah atas gejala
hukum yang faktual. Di sisi lain aliran ini juga menolak ajaran Positivisme Hukum dari
John Austin, karena menurutnya; John Austin membiarkan begitu saja tanpa penjelasan
terhadap berbagai karakteristik yang hakiki dari hukum. Tegasnya, aliran realisme
Skandinavia memandang bahwa hukum itu berfungsi dalam masyarakat, lebih dari hanya
sekedar rasa takut (fear) kepada perintah atasan atau takut terhadap sanksi dari pada
penguasa. Padahal yang penting ditemukan adalah, masyarakat mematuhi hukum adalah
suatu tindakan yang baik dan benar.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa substansi penting dari realisme hukum
Skandinavia adalah lebih menekankan aspek psikologi hukum dalam kenyataan empiris
kehidupan manusia. Hukum memiliki relevansi erat dengan perilaku masyarakat dalam
kehidupan. Perbedaan dari realisme Amerika dibanding dengan realisme Skandinavia
yakni “menitikberatkan” kepada “Perilaku-Perilaku Hakim”. Sementara aliran realisme
Amerika melakukan penyelidikan terhadap hukum yang tumbuh dari perhatian hak-hak
dan kewajiban subjek hukum atau dengan kata lain lebih banyak memfokuskan diri pada
“gejala hukum” di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai