Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

Kotoran Ayam Ras Petelur

Permasalahan Kotoran Ayam Ras Petelur


Pemeliharaan ayam ras petelur biasanya dilakukan dengan sistem baterai,
yaitu ayam dipelihara dalam kandang terpisah dan ditempatkan agak tinggi dari
permukaan tanah dengan dasar kandang yang berlubang, sehingga kotoran akan jatuh
dan bertumpuk di bawah kandang. Jumlah kotoran ayam yang dikeluarkan setiap
harinya cukup banyak, rata-rata per ekor ayam 0,15 kg (Fauziah, 2009).
Fauziah (2009) mengatakan kotoran ayam sering dianggap sebagai penyebab
pencemaran pada lingkungan sekitar usaha peternakan ayam. Adanya usaha
peternakan ayam mulai dirasakan mengganggu warga sekitar. Hal ini dikarenakan
dekatnya usaha peternakan ayam dengan pemukiman masyarakat serta rendahnya
kesadaran peternak untuk mengolah limbah yang dihasilkan. Permasalahan yang
sering dikeluhkan oleh masyarakat adalah timbulnya bau amoniak yang menyengat
dan tingginya jumlah populasi lalat.

Komposisi Kotoran Ayam Petelur


Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak tercerna.
Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa organik
lainnya. Protein pada kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula
bentuk nitrogen anorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam atau kotoran ternak
pada umumnya sangat bervariasi bergantung pada jenis, keadaan individu, dan
makanan yang dimakan ternak (Mackie et al., 1998). Komposisi N, P, K, Mg pada
kotoran ayam dengan kotoran ternak lainya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Unsur Hara Kotoran Ayam dengan Kotoran Ternak Lain
Jenis Ternak N P K Mg
......................................... (%) ...........................................
Sapi 2-8 0,2-1 0,7-3 0,6-1,5
Ayam 5-8 1-2 1-2 0,6-3
Babi 3-5 0,2-1,1 0,5-1,1 0,98
Domba 3-5 0,4-0,8 2-3 0,2
Sumber: Kirchman dan Witter (1989)

3
Pengolahan Kotoran Ayam Ras Petelur
Pengolahan kotoran ayam yang sudah dilakukan adalah dengan
menambahkan senyawa pada pakan atau kotoran untuk mengurangi bau yang
ditimbulkan. Penambahan senyawa yang biasa digunakan adalah zeolit. Harjanto
(1983), menyatakan bahwa mineral zeolit dalam bidang peternakan dapat digunakan
untuk mengurangi bau kotoran, mencegah pencemaran udara, menciptakan
lingkungan sehat bagi ternak dan masyarakat sekitar, mengatur derajat kekentalan
kotoran ternak, meningkatkan mutu pupuk kandang, dan memurnikan gas metan
yang dihasilkan oleh pembusukan kotoran ternak yang dipelihara.
Pengolahan kotoran ayam yang sudah umum dilakukan adalah dengan
menjadikannya pupuk. Kandungan pupuk kandang dari kotoran ayam baik padat
maupun cair mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium yang cukup tinggi
dibandingkan dengan pupuk kandang lainya (Setyamidjaja, 1986).

Kumbang Kotoran
Kumbang kotoran termasuk pada kelompok jenis kumbang dalam famili
Scarabaeidae (Insekta : Coleoptera) hidupnya selalu membutuhkan tinja (Borror et
al., 1992). Beberapa spesies kumbang kotoran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Beberapa Spesies Kumbang Kotoran


Sumber : Koleksi Pribadi

Indonesia memiliki keanekaragaman kumbang kotoran sebanyak 1.500


spesies (Hanski dan Krikken, 1991) dan hasil studi Kahono dan Setiadi (2007)
menyatakan bahwa terdapat beberapa genus yang ditemukan pada hutan tropis basah

4
pegunungan Taman Nasional Gede Pangrango yang termasuk kumbang kotoran yaitu
pada genus Catarsius, Copris, Onthophagus, Paragymnopleurus, Phacosoma. Genus
kumbang kotoran tersebut ditemukan pada karateristik ketinggian yang berbeda.
Kumbang kotoran dapat diklasifikasi dan dibedakan berdasarkan cara
kumbang mengolah kotoran. Klasifikasi kumbang kototan ini antara lain tipe roller,
tunneller dan dweller (Hanski dan Krikken, 1991). Pada tipe roller memiliki ciri
membuat potongan pada kotoran dan membuatnya bulatan-bulatan serta
menggelindingkannya pada suatu tempat. Tipe tunneller memiliki ciri membuat
terowongan di bawah kotoran, terowongan tersebut digunakan untuk menyimpan
kotoran dalam bentuk bola-bola, sehingga bola-bola kotoran digunakan oleh
kumbang kotoran untuk menyimpan telur kumbang. Tipe dweller adalah gabungan
dari tipe roller dan tunneller (Hanski dan Krikken, 1991). Jumlah bola-bola yang
dibuat antara 13-25 bola dengan bentuk terowongan vertikal (Moniaga, 1991).

Morfologi
Kumbang kotoran termasuk dalam famili Scarabaeidae yaitu memiliki ciri
berbentuk bulat telur yang memanjang, tubuhnya bertekstur kuat serta elitranya keras
dan memiliki antena 8-11 ruas yang berbentuk lamelat yang merupakan ciri khusus
dari kumbang kotoran. Antena ini berfungsi untuk mendeteksi lokasi kotoran (Borror
et al., 1992). Bentuk kepala kumbang baik jantan dan betina berbentuk pipih dan
terdapat tonjolan berbentuk cula dimana antara jantan dan betina dibedakan dari ada
tidaknya cula dibagian kepala tersebut. Bentuk kumbang secara umum dapat dilihat
pada Gambar 2.

Tanduk
pada Jantan

(a) (b)
Gambar 2. Bentuk Kumbang (a) Jantan; (b) Betina
Sumber : Koleksi Pribadi

5
Bagian torak pada serangga, pada umumnya menempel tiga pasang tungkai
kaki dan dua pasang sayap. Bentuk tungkai kumbang kotoran adalah ambulatorial
yang dicirikan menurut fungsinya sebagai pejalan. Tungkai ambulatorial ini umum
dimiliki oleh serangga (Borror et al., 1992). Tungkai depan pada kumbang kotoran
pada spesies Onthopagus sp. berbentuk forosial dan bagian belakang terdapat duri
metatibia, yang ujungnya terdapat kuku. Bentuk tungkai depan(1) dan belakang(2)
serta antena Onthophagus sp.(3) dapat dilihat pada Gambar 3.

1 2

Gambar 3. Bentuk Tungkai Depan(1) dan Belakang(2) serta Antena Onthophagus sp(3)
(a. Koksa, b. Tibia, c. Femur, d. Tibia, e. Tarsus, f. Duri, g. Kuku, p.
Skapus, q. Pedisel, y.Tergum akhir).
Sumber : Moniaga (1991)

Saluran pencernaan serangga secara umum berbentuk tabung yang dibagi


menjadi tiga ruas. Ruas pertama atau ruas bagian depan terdapat esofagus, dan
tembolok. Pada bagian ini dilengkapi juga semacam duri-duri yang berfungsi sebagai
alat bantu untuk menghancurkan makanan. Pada bagian tengah dan belakang setiap
ruas dicirikan dengan adanya katup kardiak dan pilorik (Metcalf dan Flint, 1967).
Kumbang kotoran mempunyai ciri mulut tipe mandibulata. Mandibulata ini
dicirikan dengan adanya mandibel yaitu bentuk mulut yang menjajar secara
horizontal, berbentuk segitiga yang berfungsi memotong dan menggigit makanan
padat. Tipe ini merupakan tipe alat mulut serangga primitif yang kebanyakan
dimiliki hampir pada serangga kumbang (Borror et al., 1992).

6
Tingkah Laku
Tingkah laku hewan pada dasarnya merupakan sikap dasar dari hewan untuk
menyesuaikan terhadap lingkungan sekitar. Setiap hewan akan belajar untuk
beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Menurut Stanley dan Andrykovitch (1987),
tingkah laku maupun kemampuan beradaptasi dipengaruhi oleh gen dan dapat
diwariskan pada keturunannya berupa tingkah laku dasar.
Mukhtar (1986) menyebutkan, tingkah laku hewan dapat dikelompokan ke
dalam sembilan perilaku dasar. Tingkah laku dasar pada setiap hewan itu adalah
tingkah laku makan dan minum (ingestive behaviour), agonistik (agonistic behavior),
seksual (sexual behavior), membuang kotoran (eliminative behavior), beristirahat
(resi behavior), memeriksa (investigative behavior), merawat tubuh (epimeletic
behavior), meniru (allelomimetic behavior), dan tingkah laku membuat teritori
(shelter seeking behavior).
Kumbang kotoran dalam tingkah lakunya sangat tertarik pada kotoran. Di
Afrika disebutkan kumbang kotoran akan segera menghampiri kotoran kerbau yang
baru dan dalam beberapa hari tumpukan kotoran kerbau akan hilang dari permukaan
tanah (Moniaga, 1991). Tingkah laku kumbang kotoran dalam mengurangi tumpukan
kotoran diawali dengan membuat bola-bola pada kotoran dan terowongan di bawah
kotoran. Terowongan-terowongan ini digunakan untuk menyimpan bola-bola dan
bola-bola tersebut digunakan untuk menanamkan telur kumbang. Tingkah laku
kumbang kotoran dalam mengurangi kotoran dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kumbang Kotoran Membuat Liang-liang di Bawah Tinja


Sumber: Waterhouse (1974)

7
Jumlah bola dan telur yang diletakan pada setiap liang dipengaruhi oleh
perbedaan jenis, keadaan tanah, kanopi tumbuhan dimana kotoran dikeluarakan.
Kumbang kotoran pada spesies tertentu akan menggelindingkan kotoran sampai
ditemukan kondisi kanopi dan tanah yang ideal bagi kumbang (Waterhouse, 1974).
Moniaga (1991), menyebutkan bahwa kondisi kadar air tanah mempengaruhi jumlah
bola dan siklus hidup anak kumbang kotoran. Disebutkan kadar air tanah yang ideal
untuk perkembangbiakan kumbang kotoran antara 40 sampai 60 persen.

Sifat Kimia Tanah


Sifat kimia tanah adalah sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa yang
bersifat kimia dan terjadi di dalam maupun di atas permukaan tanah sehingga akan
menentukan sifat dan ciri tanah yang terbentuk. Sifat tanah yang sering dijadikan ciri
kualitas tanah pada uji tanah adalah pH tanah, ketersediaan unsur hara makro dan
mikro, serta kapasitas tukar kation (Abadi, 2009).
Komponen kimia tanah berperan dalam menentukan sifat, ciri, dan kesuburan
tanah. Komponen kimia tanah ini akan menjelaskan reaksi kimia yang menyangkut
masalah ketersediaan unsur hara bagi tanaman (Hakim et al., 1986).
Analisis tanah sangat konstektual dengan kondisi tanah. Penilaian hasil
analisis tanah dapat merujuk pada hasil penelitian yang sudah ada (Balai Penelitian
Tanah, 2005). Kriteria Penilaian analisis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Penilaian Analisis Tanah


Nilai
Parameter Satuan
Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat
Rendah Tinggi
C-org % <1 1-2 2-3 3-5 >5
N-Total % < 0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,51-0,75 >0,75
P ppm <4 5-7 8-10 11-15 > 15
Ca me/100g <2 2-5 6-10 11-20 > 20
Mg me/100g < 0,3 0,4-1 1,1-2 2,1-8 >8
K me/100g < 0,1 0,1-0,3 0,4-0,5 0,6-1 >1
Na me/100g < 0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1 >1
KTK me/100g <5 5-16 17-24 25-40 > 40
Sumber : Balai Penelitian Tanah (2005)

8
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah dinyatakan
dengan nilai pH. Nilai pH dalam tanah merupakan sifat kimia yang penting.
Pentingnya nilai pH dikarenakan pH tanah menentukan mudah tidaknya unsur hara
diserap tanaman dan sebagai indikator unsur beracun terutama pada pH tanah rendah,
selain itu pH tanah juga mempengaruhi mikroorganisme berkembang
(Hardjowigeno, 2003). Penilaian pH dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Penilaian pH Tanah

Nilai
Parameter Satuan Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis
Masam Masam Alkalis
pH - < 4,5 4,5-5,5 5,5-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 > 8,5

Sumber : Balai Penelitian Tanah (2005)

Hardjowigeno (2003), mengklasifikasi unsur hara esensial bedasarakan


keperluan unsur terhadap tanaman. Pembagian unsur hara esensial yaitu unsur hara
makro dan mikro. Penilaian unsur hara mikro dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Penilaian Unsur Mikro Tanah

Nilai
Parameter Satuan
Defisiensi Marginal Cukup
Zn ppm 0,5 0,5-1,0 1,0
Fe ppm 2,5 2,5-4,5 4,5
Mn ppm 1,0 - 1,0
Cu ppm 0,2 - 0,2
Sumber: Balai Penelitian Tanah (2005)

Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa unsur hara mikro diperlukan oleh


tanaman dalam jumlah kecil, jika dalam jumlah yang berlebihan akan menjadi racun
bagi tanaman. Faktor utama yang menentukan unsur hara mikro adalah pH tanah,
drainase tanah, jerapan liat dan ikatan kation terhadap bahan organik.

Anda mungkin juga menyukai