Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan manusia sebagai individu maupun makhluk sosial


kepribadian senantiasa mengalami warna warni kehidupan. Ada kalanya senang,
tentram dan gembira. Tetapi pengalaman hidup membuktikan bahwa manusia
juga kadang kadang mengalami hal-hal yang pahit, gelisah, frustasi dan
sebagainya, ini menunjukan bahwa manusia senantiasa mengalami dinamika
kehidupan.

Berbagai macam cara dilakukan agar manusia dapat menyalurkan rasa


senang, tenang dan gembira atau dengan kata lain agar manusia memperoleh
kebahagiaan dan terhindar dari hal-hal yang mengecewakan. Mampu tidaknya
seseorang dalam mencapai keinginannya tergantung dari vitalitas, temperamen,
watak serta kecerdasan seseorang. Vitalitas merupakan semangat hidup, pusat
tenaga seseorang, ia merupakan dasar kepribadian dan merupakan unsur penting
yang ikut menentukan kemampuan berprestasi, dan bersifat dinamis. Setiap orang
memiliki vitalitas yang berbeda ada yang kuat ada juga lemah.[1]

Kepribadian juga merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan


manusia. Ia akan ikut menentukan sukses tidaknya seseorang. Kepribadian
meskipun ia merupakan faktor yang penting dalam kejiwaan dan berada pada
tataran rohani namun wujudnya dapat terlihat pada tingkah laku dan sikap hidup
seseorang.

Beberapa ahli psikologi telah banyak mengemukakan teori tentang


kepribadian antara lain William James, ia berpendapat bahwa kepribadian
merupakan unsur kesatuan yang berlapis-lapis. Terdiri dari The Material Self atau
diri materi, The Social Self atau diri sosial, The Spiritual Self atau diri rohani
dan Pure Ege atau ego murni atau Self of Selves.

Sementara itu Sigmund Freud menyatakan bahwa kepribadian itu terdiri atas
tiga system yaitu id, ego dan super ego. Id merupakan kepribadian yang
berhubungan dangan prnsip kesenangan atau pemuasan biologis,
sedang ego merupakan bagian kepribadian yang berhubungan dengan lingkungan
dasarnya adalah kenyataan dan super ego merupakan bagian kepribadian yang
berhubungan dengan norma sosial, moral dan rohani.[2]

Di kalangan intelektual Muslim masalah psikologi sudah banyak dibahas oleh


para ahli diantaranya Al-Farabi, Ibnu Sina, Ikhwan Ash Shafa, Al-Ghazali, Ibnu
Rusyd, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al Jauzi.[3]

1
Psikologi Islam juga membahas tentang syakhsiyah atau personality atau
kepribadian. Dalam literature klasik seperti Al-Gazali telah membahas tentang
keajaiban hati[4] dan Ibnu Maskawaih ditemukan pembahasan tentang akhlak
yang maksudnya mirip dengan syakhsiyah. Bedanya syakhsiyah dalam psikologi
berkaitan dengan tingkah laku yang didevaluasi sedangkan akhlak adalah tingkah
laku yang dievaluasi. [5] Karena itu kepribadian muslim selain mendiskripsikan
tentang tingkah laku seseorang juga menilai baik buruknya.

Makalah ini akan membahas tentang struktur kepribadian muslim meliputi


substansi jasmani, substansi ruhani dan substansi nafsani, juga akan membahas
pergulatan psikologis dan ciri-ciri kepribadian Islam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu mencakup tentang:

a. Bagaimana Pengertian kepribadian islam


b. Bagaimana kepribadian islam dalam perspektif psikologi pendidikan islam
c. Bagaimana maksud dan apa saja struktur kepribadian islam
d. Bagaimana cici-ciri kepribadian islam

1.3 TUJUAN MASALAH

a. Untuk mengetahui pengertian kepribadian.


b. Untuk mengetahui kepribadian muslim dalam perspektif psikologi
pendidikan Islam.
c. Untuk mengetahui maksud dan apa saja struktur kepribadian Islam
d. Untuk mengetahui ciri – ciri kepribadian Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

KEPRIBADIAN ISLAM

2.1 Pengertian Kepribadian

Kepribadian dalam bahasa Arab disebut as-syakhshiyyah, berasal dari kata


syakhshun.Artinya, orang atau seseorang atau pribadi. Kepribadian bisa juga
diartikan identitas seseorang (haqiiqatus syakhsh). Kepribadian atau syakhshiyyah
seseorang dibentuk oleh cara berpikirnya (aqliyah) dan caranya berbuat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginannya (nafsiyah).[6]

Kepribadian berasal dari kata Personality (bahasa Latin) yang berarti kedok
atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain
panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi
seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas, yang hanya
dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik, ataupun
yang kurang baik. Secara filosofis dapat dikatakan bahwa pribadi adalah ”aku
yang sejati” dan kepribadian merupakan “penampakan sang aku” dalam bentuk
prilaku tertentu.

Disini muncul gagasan umum bahwa kepribadian adalah kesan yang diberikan
seseorang kepada orang lain yang diperoleh dari apa yang dipikir, dirasakan,
diperbuat yang terungkap mealui perilaku.

Selanjutnya berdasarkan pengertian kata-kata tersebut para ahli


mengemukakan definisinya sebagai berikut:

 Woodworth: Kualitas dari seluruh tingkah laku seseorang.


 Morrison: Keseluruhan dari apa yang dicapai seseorang individu dengan
jalan menampilkan hasil- hasil kultural dari evolusi social.
 Hartmann: Susunan yang terintegrasikan dari ciri-ciri umum seseorang
individu sebagaimana yang dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang
diperhatikannya kepada orang lain.[7]
 William James: kepribadian ialah unsur kesatuan yang berlapis lapis dari
diri materi, diri sosial, diri ruhani dan ego murni.
 Sigmond Freud: kepribadian adalah terdiri atas tiga sistem yaitu id, ego
dan super ego.
 Sementara itu John Hocke telah mengemukakan teori tabula, rasa atau
papan lilin yang siap untuk digambari, berbeda dengan Islam yang
menempatkan fitrah sebagai potensi dasar kejiwaan.[8]

3
 Para intelektual Muslim: mendefinisikan kepribadian yakni merupakan
bentuk integrasi antara system kalbu, akal dan nafsu manusia yang
menimbulkan tingkah laku.[9]

2.2 Tujuan Pembentukan Kepribadian Muslim

Menjadi diri sendiri harus dimulai dari nalar berpikir kearah mana tujuan hidup
individu selama dia hidup. Adapun tujuan yang diinginkan dalam membentuk
kepribadian yaitu:

a. Membentuk sikap disiplin terhadap waktu,


b. Mampu mengendalikan hawa nafsu,
c. Memelihara diri dari perilaku menyimpang,
d. Mengarahkan hidup menuju kepada kebaikan dan tingkah laku yang benar,
e. Mempelajari perubahan-perubahan dalam gaya hidup,
f. Meningkatkan pengertian diri, nilai-nilai diri, kebutuhan diri, agar dapat
membantu orang lain melakukan hal yang sama, dan
g. Mengembangkan perasaan harga diri dan percaya diri melalui aspek
dukungan dan tanggung jawab yang bersifat timbal balik.

Dalam islam, pendidikan mengacu pada tujuan hidup manusia itu sendiri. Dalam
hakikat tujuan hidup manusia adalah mengabdikan dirinya pada Tuhan, dengan
penyerahan mutlak. Dengan kata lain sorang muslim selalu mengaitkan segala
aktifitas kegiatannya dengan melihat dan menyesuaikannya di atas ketentuan
norma – norma yang ditetapkan Allah.

Pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan


kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya, sesuai dengan cita-cita
islam karena nilai-nilai islam telah menjiwai kepribadian seseorang dan
mempedomani kehidupan manusia muslim dalam aspek duniawi dan ukhrawi.

Muhammad Omar al-Toumy al-Syaibani mengatakan, bahwa tujuan pendidikan


islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai nilai akhlak
al-karimah.

Adapun beberapa tujuan dalam pendidikan islam antara lain:

a. Membimbing manusia agar dapat menempatkan diri dan berperan sebagai


individu yang taat dalam menjalankan ajaran agama allah,
b. Pembentuk sikap takwa,
c. Menumbuhkan pola kepribadian manusia yang sempurna,
d. Menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berbudi
luhur menurut ajaran islam,
e. Penguasaan ilmu terhadap agama islam,

4
f. Mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh
melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pemikiran, kecerdasan, dan
pancaindra,
g. Pembentuk kepribadian yang akhlakul karimah,
h. Menopang keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia sesuai dengan
perintah syari’at islam.
i. Memiliki keterampilan yang serasi dengan bakat yang dimiliki.

2.3 Pribadi muslim menurut al-quran dan sunnah

1.Salimul Aqidah (Aqidah yang Bersih)

Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap


muslim.Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan
yang kuat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.Allah Subhanahu wa Ta’ala
Berfirman :
‫صالتِي إِن قُل‬ ُ ُ‫اي َون‬
َ ‫س ِكي‬ ِ ‫العَالَ ِمينَ َر‬
َ َ‫ب ِلِلِ َو َم َماتِي َو َمحي‬
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi
ALLAH tuhan semesta alam” (QS. Al-An’aam : 162).

2. Shahihul Ibadah (Ibadah yang Benar)

Shahihul Ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah Shallallahu


Alaihi wa Sallam yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda:
“Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”.

3. Matinul Khuluq (Akhlaq yang Kokoh)

Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh
setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala maupun dengan makhluk-makhlukNya.Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam diutus untuk memperbaiki akhlaq dan beliau sendiri
telah mencontohkan kepada kita akhlaqnya yang agung sehingga
diabadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :
َ‫َع ِظيم ُخلُق لَ َعلَى َو ِإنك‬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlaq yang agung” (QS.
Al-Qalam : 4 )

4. Qawiyyul Jismi (Kekuatan Jasmani)

Qawiyyul jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus
ada.Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :

5
“Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah. (HR.
Muslim)

5. Mutsaqqaful Fikri (Intelek dalam Berfikir)

Mutsaqqaful fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga
penting. Karena itu salah satu sifat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam adalah fatanah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-
ayat yang menyemangati manusia untuk berfikir, Allah Subhanahu wa
Ta’ala Berfirman :

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “pada


keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah
ALLAH menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” (QS. Al-
Baqarah : 219).

2.4 Pola dan Ciri – Ciri Kepribadian Islam

Kepribadian merupakan “keniscayaan”, suatu bagian dalam (interior) dari


diri kita yang masih perlu digali dan ditemukan agar sampai kepada keyakinan
siapakah diri kita yang sesungguhnya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT telah
menerangkan model kepribadian manusia yang memiliki keistimewaan dibanding
model kepribadian lainnya.

Di antaranya adalah Surah al-Baqarah [2] ayat 1-20. Rangkaian ayat ini
menggambarkan tiga model kepribadian manusia, yakni kepribadian orang
beriman, kepribadian orang kafir, dan kepribadian orang munafik.[40]

Berikut ini adalah sifat-sifat atau ciri-ciri dari masing-masing tipe kepribadian
berdasarkan apa yang dijelaskan dalam rangkaian ayat tersebut, adapun sesuai
dengan tema pada kali ini, fokus pada ciri atau sifat kepribadian muslim sesuai
Al-Qur'an dan Sunnah, yang merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus
selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian
aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan
pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al- Qur'an dan sunnah
adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai
oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt. Ada sepuluh profil atau ciri khas
yang harus lekat pada pribadi muslim, yaitu:

1. Salimul Aqidah

6
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada
setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan
yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan
menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan
kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya
kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya:

'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan
semesta alam' (QS Al-An’am [6] :162). ‘

2. Shahihul ‘Ibadah

Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw
yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: 'shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihat aku shalat.' Dari ungkapan ini maka dapat
disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk
kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau
pengurangan.

3. Matinul Khuluq

Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan
sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam
hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya.

4. Qowiyyul Jismi

Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim
yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan
tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya
yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang
harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan
Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.

Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang


muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan.
Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal
itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan.
Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw
bersabda yang artinya:'Mu'min yang kuat lebih aku cintai daripada mu'min yang
lemah' (HR. Muslim).’

5. Mutsaqaful Fikri

Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi
muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas)

7
dan Al-Qur'an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk
berpikir, dalam firman Allah SWT:

“Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: 'pada


keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: 'Yang lebih dari keperluan.' Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).

6. Mujahadatun Linafsihi

Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu


kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia
memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan
kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut
adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang
dalam melawan hawa nafsu.

Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan
tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya:“Tidak beriman
seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang
aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).”

7. Haritsun 'ala Waqtihi

Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi
manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar
dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur'an
dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan
sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang
sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam.

Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit
manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: 'Lebih
baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu'. Waktu merupakan sesuatu yang
cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim
amat dituntut untuk memenuhi waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat
berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia.

Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah: “memanfaatkan


momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup
sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk
dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syu'unihi

8
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk
kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur'an maupun sunnah.
Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah
maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu
urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik
sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.

9. Qodirun 'alal Kasbi

Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri
(qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini
merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan
berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki
kemandirian, terutama dari segi ekonomi.

10. Naafi'un Lighoirihi

Bermanfaat bagi orang lain (nafi'un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan


kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik
sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya
karena bermanfaat besar. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir,
mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam
hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil
peran yang baik dalam masyarakatnya.

HR. Bukhari Muslim: "Khoirunnas Anfa 'uhum linnas", yang artinya: sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.[41]

Gambaran manusia mukmin dengan segenap ciri yang terdapat dalam Al-
Qur’an ini merupakan gambaran manusia paripurna (insan kamil) dalam
kehidupan ini, dalam batas yang mungkin dicapai oleh manusia. Allah
menghendaki kita untuk dapat berusaha mewujudkannya dalam diri kita,
Rasulullah saw telah membina generasi pertama kaum mukminin atas dasar ciri-
ciri tersebut. Beliau berhasil mengubah kepribadian mereka kaum jahilin secara
total serta membentuk mereka sebagai mukmin sejati yang mampu mengubah
wajah sejarah dengan kekuatan pribadi dan kemuliaan akhlak
mereka.[42] Singkatnya, kepribadian orang beriman dapat menjadi teladan bagi
orang lain.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kepribadian atau watak, ciri khas atau karakter seseorang yang secara
eksis dan terus menerus dipertahankan, meskipun demikian kepribadian bisa
berubah ubah sesuai dengan faktor yang mempengaruhi.

Dalam Islam kepribadian Muslim identik dengan akhlak Islam, ia


merupakan perpaduan harmonis antara system kalbu, akal dan nafsu yang
menimbulkan tingkah laku dan merupakan ciri khas umat Islam. Karena itu ciri
khas kepribadian Muslim ialah yang selalu menjaga hatinya untuk taat kepada
Allah sehingga senantiasa mendapat sinarnya dan menjauhi segala larangannya
yang merupakan kotoran-kotoran manusia.

Struktur kepribadian Muslim meliputi tiga substansi, yaitu jasad atau


jasmani, ruh atau ruhani dan nafsani atau jiwa, jiwa itu sendiri terdiri dari kalbu,
akal dan nafsu. Sedangkan nafsu terdiri dari nafsu amarah, lawamah dan
muthmainah. Semuanya ini merupakan struktur kepribadian Islam, yang jika
system kerjanya bagus semua akan membentuk kepribadian kamil atau manusia
paripurna yang tenang, selalu berbuat kebaikan, tawakal dan terhindar dari sifat
sifat tercela.

Dan ciri – ciri kepribadian muslim ada 10: Aqidah yang bersih, Ibadah yang
benar, Akhlak yang kokoh, Kekuatan jasmani, Intelek dalam berpikir, Berjuang
melawan hawa nafsu, Pandai menjaga waktu, Teratur dalam suatu urusan,
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri dan
Bermanfaat bagi orang lain.

Tetapi kenyataanya sering ada gangguan-gangguan kejiwaan yang dapat


menurunkan derajat kepribadianya atau kesehatan mentalnya. Untuk
menyembuhkannya harus melalui latihan latihan mental secara terus menerus
seperti sabar ,taubat , tawakal, ridha dan sebagainya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Afifi, AE, Filsafat Mistik Ibnu Arabi, terj Syahrir Mawi dan Nandi Rahman,
judul: A Mystical Philosophy of Muhyidin Ibnu Arabi, Jakarta, Media Pratama,
1995

Al Jauriah, Ibnu Qoyyim, Keajaiban Hati, Jakarta, Pustaka Ahzam, 2000

Al Gazali, Imam, Ihya Ulumuddin, Bab Keajaiban Hati, terj. H. Ismail Yakub,
Jakarta, Faisan, 1984

Al Gazali, Muhammad, Abu Hamid, Ihya Ulumu al Din, Beirut, Dar a Fikr, 1980

Al Kindi, Al Qaul fi an Nafs dalam Risail al Kindi al Falasifat, TP, TT

Ali Rajab, Mansur, Ta’am Mulat Fi Falsafah al Akhlaq, Mesir, Maktabah al


Anjalu al Ibn Kholdum, Abd Rahman, Muqaddimah min Kitab al Ibar wa Diwan
al Mubtada’ wa al Khabar fi Ayyam al Arab wa al Ajam wa al Bar bar, Beirut,
Dar al Fikr, Mishroyah, 1961

An Nabhani, Syekh Taqiyuddin, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah, jilid I, TT

Asyim Muhammad, Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi, Telaah atas Pemikiran
Psikologi Humanistik Abraham Maslaw, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002

Bastaman, Djumhana, Hanna, Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi


Islami, Yogyakarta , Pustaka Pelajar, 1997

Bukhary, Imam, Shahih al Bukhary Juz I, Semarang, Thaha Putra, TT

De Bali Tj, The History of The Philosophy in Islam, New York, Dowh
Publication Inc, 1967

Fauzi, Ahmad, Drs, H, Psikologi Umum, Bandung, Pustaka Setia, 1999

Ibn Abd Allah Muhammad Ibn Ismail Ibn al Mughirah Ibn Bardhahal al ya’fi al

Intan, Ciri – Ciri Pribadi Muslim, dalam http://kmmtp.lifeme.net/t45-ciri-ciri-


pribadi-muslim diakses pada: Kamis 03 Nov 2011, Pkl. 22.54 wib

Maisyaroh, Siti, Dalam pengertian kepribadian muslim,


http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2191444-pengertian-kepribadian-
muslim/ dikases pada: Kamis, 03 Nov 2011. Pkl. 21.13 WIB

11
Maslaw, Abraham, Motivasi dan Kepribadian, terj Nurul Iman jilid I, Bandung,
Pustaka Binaan Pressindo, 1993

12

Anda mungkin juga menyukai