Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, hampir di seluruh bagian dunia mengembangkan program

kesehatanmental. Survei WHO mengungkapkan bahwa beban sosial ekonomi

yang disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa menempati urutan ke 4. Survei lain

mengungkapkan bahwa 20-30% pasien yang berkunjung ke Pelayanan Kesehatan

Primer memperlihatkan gejala-gejala gangguan mental. Berdasarkan hasil

penelitian,prevalensi gangguan mental yang lazim ditemui di masyarakat, yaitu

Depresi danAnxietas cukup tinggi (10-20%), sedangkan prevalensi gangguan jiwa

berat seperti Psikosis, Bipolar, dan Demensia berkisar antara 3-5%. Sebagian

besar dari penderita gangguan jiwa tersebut hidup di masyarakat. Sebagian besar

dari mereka datangberobat ke dokter umum atau ke pelayanan kesehatan primer,

baik untuk alasan keluhan somatis ataupun karena gejala-gejala gangguan jiwa. 1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sehat Mental

Terdapat beberapa keadaan mental yang secara khusus perlu mendapat

perhatian, yaitu “sehat mental”, “mental tak sehat”, dan “sakit mental”. Sehat

mental secara umum dapat diartikan sebagai kondisi mental yang tumbuh dan

didasari motivasi yang kuat ingin meraih kualitas diri yang lebih baik, baik dalam

kehidupan keluarga, kehidupan kerja/profesi, maupun sisi kehidupan lainnya.

Orang yang disebut memiliki mental yang tidak sehat ialah orang yang meskipun

secara potensial memiliki kemampuan, tetapi tidak punya keinginan dan usaha

untuk mengaktualisasikan potensinya itu secara optimal.Sementara itu orang yang

disebut sakit mental adalah orang yang secara mental memiliki berbagai macam

unsur yang saling bertentangan dan dengan demikian, sering merusak atau

menghambat, sehingga perilakunya tidak menentu.1,2

Beberapa definisi daan pengertian sehat mental yang dapat dikemukakan

adalah sebagai berikut :2,3,4

1. World Federation for Mental Health, pada tahun 1948 dalam konvensinya di

London mengemukakan bahwa sehat mental adalah suatu kondisi yang optimal

dari aspek intelektual, yaitu siap untuk digunakan, dan aspek emosional yang

cukup mantap atau stabil, sehingga perilakunya tidak mudah tergoncang oleh

2
situasi yang berubah dilingkungannya, tidak sekedar bebas atau tidak adanya

gangguan kejiwaan, sepanjang tidak mengganggu lingkungannya.

2. Karl Menninger, mendefinisikan sehat mental sebagai penyesuaian manusia

terhadap lingkungannya dan orang-orang lain dengan keekfetifan dan

kebahagiaan yang optimal. Tidak sekedar efisiensi atau sekedar kegembiraan atau

ketaatan atas aturan permainan. Dalam mental yang sehat terdaapat kemampuan

untuk memelihara watak intelegensi yang siap untuk digunakan, perilaku yang

dipertimbangkan secara sosial, dan disposisi yang bahagia.

3. HB. English, menyatakan sehat mental sebagai keadaan yang secara relatif

menetap di mana seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik, memiliki

semangat hidup yang tinggi yang terpelihara dan berusaha mencapai aktualisasi

diri yang optimal. Hal ini merupakan keadaan yang positif bukan sekedar tidak

adanya gangguan mental.

4. W.W Boehm, menyatakan bahwa sehat mental adalah kondisi dan taraf

pemfungsian sosial yang diterima secara sosial dan memberikan kebahagiaan

secara pribadi.

5. Coleman dan Broen, Jr, menyatakan ada 6 sifat orang yang sehat mental :

Sikap terhadap diri sendiri yang positif, menekankan pada penerimaan diri,

identitas diri yang adekuat, penghargaan yang relistik terhadap kelebihan dan

kekurangan orang lain.2,3

• Persepsi atas realitas yaitu suatu pandangan realistik atas diri sendiri dan

dunia, orang, serta benda-benda yang nyata ada di lingkungannya.

3
• Keutuhan yaitu, kesatuan dari kepribadian, bebas dari ketidakmampuan

menghadapi konflik dalam diri, dan toleransi yang baik terhadap stress.

• Kompetensi adalah, adanya perkembangan kompetensi, baik fisik,

intelektual, emosional, dan sosial untuk menanggulangi masalah-masalah

kehidupan. Kompetensi mengandung pengetahuan, keterampilan, sikap, dan

perilaku yang sesuai dan memadai.

• Otonomi, adalah keyakinan diri, rasa tanggung jawab, dan pengaturan diri

yang adekuat, bersama-sama dengan kemandirian yang memadai menyangkut

pengaruh sosial.

• Pertumbuhan atau aktualisasi diri ialah menekankan pada kecenderungan

terhadap kematangan yang meningkat, perkembangan potensial, dan kepuasan

sebagai pribadi.

6. Killander, pada tahun 1957 mengindentikkan orang yang mentalnya sehat

dengan apa yang disebutnya sebagai individu yang normal. Mereka adalah orang-

orang yang memperlihatkan kematangan emosial, kemampuan menerima realitas,

kesenangan hidup bersama orang lain, dan memiliki filsafat atau pegangan hidup

pada saat mengalami komplikasi kehidupan sehari-hari sebagai gangguan.

Ciri-ciri individu yang memiliki sehat mental seperti yang dikatakan oleh

Killander tadi tampaknya sederhana tetapi seringkali sukar terlihat dalam

kenyataannya sehari-hari. Untuk itu, perlu dikemukanan rincian pengertian ciri-

ciri tersebut sesuai dengan maksudnya, sebagai berikut :2,3,4,5

4
a. Kematangan emosional.

Terdapat 3 dasar emosi yaitu: cinta, takut, dan marah. Kita mencintai hal yang

membuat kita senang, takut bila ada hal yang mengancaam rasa aman kita, dan

marah jika ada yang mengganggu dan menghambat jalan dan usaha untuk

mencapai apa yang kita inginkan. Ketiga dasar emosi ini diturunkan dan bersifat

universal.

Terdapat 3 ciri perilaku dan pemikiran pada orang yang emosinya disebut

matang, yaitu memiliki disiplin diri, determinasi diri, dan kemandirian. Seorang

yang memiliki disiplin diri dapat mengatur diri, hidup teratur, menaati hukum dan

peraturan. Orang yang memiliki determinasi diri akan dapat membuat keputusan

sendiri dalam memecahkan suatu masalah dan melakukan apa yang telah

diputuskannya. Ia tidak mudah menyerah dan akan menganggap masalah baru

lebih sebagai tantangan daripada sebagai ancaman. Individu yang mandiri akan

berdiri di atas kaki sendiri. Ia tidak banyak menggantungkan diri pada bimbingan

dan kendali orang lain, melainkan lebih mendasarkan diri pada kemampuan,

kemauan dan kekuatannya sendiri.

b. Kemampuan menerima realitas.

Adanya perbedaan antara dorongan, keinginan, dan ambisi di satu pihak, serta

peluang dan kemampuan di pihak lainnya, merupakan hal yang biasa terjadi.

Orang yang memiliki kemampuan untuk menerima realitas antara lain

memperlihatkan perilaku, mampu memecahkan masalah dengan segera dan

menerima tanggung jawab. Bahkan kalau memungkinkan, ia mampu

mengendalikan lingkungan dan kalau tidak mungkin, tidak sukar untuk

5
menyesuaikan diri dengan lingkungan, terbuka untuk pengalaman dan gagasan

baru, membuat tujuan-tujuan yang realistis, serta melakukan yang terbaik sampai

merasa puas atas hasil usahanya tersebut. Selain itu, mereka juga tidak terlalu

banyak menggunakan mekanisme pertahanan diri, yaitu perilaku emosional yang

tidak tepat ketika menghadapi masalah yang mengganggunya atau yang tidak ia

kehendaki. Penggunaan meknisme pertahanan diri adalah perilaku yang bersifat

palivatif, ialah membangun situasi seolah-olah menyelesaikan masalah, padahal

tidak. Oleh karena itu, masalahnya tidak akan hilang justru akan makin

berkembang.

c. Hidup bersama dan bekerjasama dengan orang lain

Hal ini menyangkut hakekat dirinya sebagai makhluk sosial yang tidak sekedar

mau dan bersedia serta mampu bekerjasama untuk mencapai prestasi yang lebih

tinggi daripada dikerjakan sendiri, melainkan juga karena tidak dapat bertahan

hidup sendiri. Manusia adalah makhluk solider bukan soliter dan memanfaat.

Ciri normal secara sosial ini antara lain terlihat pada adanya kemampuan

dan kemauan untuk mempertimbangkan minat dan keinginan orang lain dalam

tindakan-tindakan sosialnya, mampu menemukan dan memanfaatkan perbedaan

pandangan dengan orang lain, dan mempunyai tanggung jawab sosial serta

merasa bertanggung jawab terhadap nasi orang lain.

d. Memiliki filsafat atau pandangan hidup.

Yang dimaksud dengan memiliki falsafah hidup memiliki pegangan hidup yang

dapat senantiasa membimbingnya untuk berada dalam jalan yang benar, terutama

6
saat menghadapi atau berada dalam situasi yang mengganggu atau membebani.

Filsafat hidup ini memiliki dua muatan utama, yaitu makna hidup dan nilai hidup.

Jadi, orang yang sehat mental senantiasa dibimbing oleh makna dan nilai hidup

yang menjadi pegangannya. Ia tidak akan terbawa begitu saja oleh arus situasi

yang berkembang di lingkungannya maupun perasaan dan suasana hatinya sendiri

yang bersifat sesaat.

Dari berbagai definisi yang dkemukakan diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa perilaku sehat atau mental sehat adalah perialaku yang dilandasi oleh

pemanfaatan potensi pikir yang efektif dan optimal serta siap digunakan,

emosionalitas yang stabil dan dewasa motivasi atau kemauan yang terarah dan

bersumber dari diri sendiri sosiabilitas yang kokoh, persepsi yang realistis, dan

makna serta nilai hidup terbaik yang dimilikinya.

B. Psikiatri Komunitas

Perkembangan mutakhir tentang ilmu pengetahuan tampak mengintegrasi satu

dengan yang lain. Seperti bidang Ilmu Psikiatri yang berkembang dari psikiatri

individual ke psikiatri komunitas, dan psikologi juga berkembang menjadi

psikologi komunitas. Baik psikiatri komunitas maupun psikologi komunitas

berkembang atas pengaruh bidang ilmu kesehatan masyarakat, khususnya ilmu

mengenai kesehatan mental masyarakat.2,5,6

Psikiatri komunitas maupun psikologi komunitas menaruh perhatian pada

upaya-upaya promosi kemampuan mayarakat dan pencegahan terhadap berbagai

masalah atau gangguan yang ada di masyarakat sesuai dengan fokus perhatian

7
bidang ilmu itu. Kedua bidang ilmu itu, psikiatri komunitas dan psikologi

komunitas, sama-sama menggunakan pendekatan kelompok dengan sasarannya

adalah masyarakat3.

Yang membedakan keduanya terletak pada 8ocus perhatian yang


dipelajari. Psikiatri komunitas lebih menekankan pada promosi kesehatan mental
dan upaya pencegahan terhadap timbulnya gangguan-gangguan psikiatris, dengan
basis keilmuan yang digunakan adalah psikiatri. Psikologi komunitas lebih
menekankan pada promosi potensi psikologis masyarakat serta upaya-upaya
pencegahan terhadap munculnya perilaku yang tidak tepat termasuk bidang
kesehatan mental, dan basis keilmuan yang digunakan adalah psikologi.5,7

Sementara kesehatan mental masyarakat pada prinsipnya tidak membatasi

basis keilmuan tertentu untuk memahami, dan melakukan intervensi dalam bidang

kesehatan mental masyarakat. Psikiatri komunitas dan psikologi komunitas turut

membantu dalam penanganan kesehatan mental masyarakat. Karena itu dari sisi

pendekatan masyarakat pada dasarnya tidak berbeda antara kesehatan mental

masyarakat, psikiatri komunitas dan psikologi komunitas.6,7

C. Prinsip dan dimensi Psikiatri Komunitas

a. Prinsip-prinsip dalam kesehatan metal.

Menurut Schneiders, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan untuk

memahami kesehatan mental. Prinsip ini berguna dalam upaya pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan mental serta pencegahan terhadap gangguan-gangguan

mental. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :3,5,7,8

8
1. Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, meliputi :2,4,7

a. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan atau bagian yang tidak

terlepas dari kesehatan fisik dan integritas organisme.

b. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik, perilaku

manusia harus sesuai dengan sifat manusia sebagai pribadi yang bermoral,

intelektual, religius, emosional, dan sosial.

c. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan pengendalian

diri, yang meliputi pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi, dan

perilaku.

d. Dalam pencapaian dan khususnya memelihara kesehatan dan penyesuaian

mental, memperluas pengetahuan tentang diri sendiri merupakan suatu

keharusan.

e. Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, yang meliputi :

Penerimaan diri dan usaha yang realistik terhadap status atau harga dirinya

sendiri.

f. Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan terus menerus dalam

memperjuangkan untuk peningkatan diri dan realisasi diri jika kesehatan dan

penyesuaian mental hendak dicapai.

g. Stabilitas mental dan penyesuaian yang baik memerlukan pengembangan terus

menerus dalam diri seseorang mengenai kebaikan moral yang tertinggi, yaitu :

hukum, kebijaksanaan, ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerendahan

hati dan moral.

9
h. Mencapai dan memelihara kesehatan dan penyesuain mental tergantung

kepada penanaman dan perkembangan kebiasaan yang baik.

i. Stabilitas dan penyesuaian mental menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas

untuk mengubah meliputi mengubah situasi dan mengubah kepribadian.

j. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan perjuangan yang terus

menerus untuk kematangan dalam pemikiran, keputusan , emosionalitas dan

perilaku.

k. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan belajar mengatasi belajar

secara efektif dan secara sehat terhadap konflik mental dan kegagalan dan

ketegangan yang ditimbulkannya.

2. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan lingkungannya,

meliputi :2,5,7,8

a. Kesehatan dan penyesuaian mental tergantung hubungan interpersonal yang

sehat, khususnya di dalam kehidupan keluarga.

b. Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung pada kecukupan

dalam kepuasan kerja.

c. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan sikap dan realistik yaitu

menerima realitas tanpa distorsi dan objektif.

10
3. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi :2,4,5,8

a. Stabilitas mental memerlukan seseorang mengembangkan kesadaran atas

realitas terbesar daripada diririnya yang menjadi tempat bergantung kepada

setiap tindakan yang fundamental.

b. Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang konstan

antara manusia dengan Tuhannya.

b. Dimensi Kesehatan Mental.

Di dalam dimensi kesehtan mental terdapat tiga faktor yang berpegaruh yaitu

lingkungan biologis, psikologis, lingkungan sosial-budaya. Faktor-faktor diatas

perlu ada homeostatis yaitu keseimbangan yang dinamis.2,3

1. Dimensi biologis Kesehatan Mental

Para ahli telah banyak melakukan studi tentang hubungan antara dimensi biologis

dengan kesehatan mental. Penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa dimensi ini

sangat terkait dengan kesehatan mental. Bagian yang amat terkait dengan

kesehatan mental diantaranya otak, sistem endokrin, genetik, serta sensori.3,4,5

2. Dimensi Sosial Budaya Kesehatan Mental.

Lingkungan sosial secara nyata juga berpengaruh pada perilaku sehat dan sakit.

Peran sakit dan sehat juga berkaitan dengan nilai sosialnya. Faktor lingkungan

yang secara langsung berpengaruh pada kesehatan mental adalah stratifikasi

sosial, pekerjaan, keluarga, budaya , dan stressor psikososial lainnya.

11
D. Intervensi

Adapun mengenai bentuk penekanan pendekatan psikiatri komunitas menurut

Bloom, mencakup lima hal, yaitu :9,10,11

• Intervensi dalam komunitas

• Intervensi yang dilakukan dalam komunitas yang terbatas seperti high risk

population (populasi beresiko tinggi).

• Penekanan pada pencegahan

• Promosi pelayanan tidak langsung seperti mengadakan konsultasi dan

pelatihan

• Pelaksanaan oleh ahli dari berbagai bidang ilmu dan awam

Berdasarkan penjelasan di atas maka konsep pendekatan psikologi komunitas

paling tidak harus melingkupi dua unsur dibawah ini :

• Pencegahan

Pencegahan gangguan jiwa yang bertujuan untuk menghemat biaya perawatan

penderita sedangkan pencegaha into sendiri terbagi dalam pencegahan primer,

sekunder, dan tersier.

• Pemberdayaan

Adalah upaya mencegah terbentuknya perasaan tak berdaya dan pasrah pada

individu atau kelompok individu yang terkena suatu dampak perubahan

12
lingkungan yang merugikan. Oleh karenanya pemberdayaan manusia disini

bertujuan untuk menciptakan kesehatan dan mencegah penyakit jiwa.

Price dkk, mengemukakan perbandingan antara orientasi klinis dan

orientasi komunitas dalam strategi intervensinya. Orientasi klinis

memperhatikan bagaimana mengatasi gangguan pada tingkat individual,

orientasi klinis melakukan terapi somatic dan terapi tradisional. Pada tingkat

organisasi, orientasi klinis melakukan terapi kelompok, pendidikan khusus,

dan pendidikan remedical pada kelompok rentan. Pada tingkat kominitas

orientasi klinis melakukan institusionalisasi atau memberikan fasilitas khusus

bagi mareka yang mengalami disability ( buta, lumpuh, tuli, dan lain-lain.)12,13

Orientasi komunitas disisi lain mengutamakan peningkatan

kompetensi. Pada tingkat individual, orientasi komunitas melakukan pelathian

ketrampilan dan program pencegahan untuk orang-orang beresiko tinggi.

Pada tingkat organisasi, orientasi komunitas menciptakan program

pencegahan secara menyeluruh dalam masyarakat untuk mengurangi stress

lingkungan dan meningkatkan keberdayaan pendudukan. 11,12

Metode-metode Intervensi.

Metode interverensi dan perubahan dalam pendekatan komunitas meliputi

(Korchin, 1976):10,14,15

• Konsultasi yaitu mengajak oranag-orang yang mempunyai peran besar dalam

masyarakat seperti guru, polisi, dan Rohaniawan untuk membahas dan membantu

13
mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Dengan cara ini masyarakat yang

terjangkau intervensi lebih banyak dibandingkan bila intervensi dilakukan oleh

tenaga profesional.

• Mengadakan layanan masyarakat ( community lodge)sebagai pengganti

layanan rumah sakit, tempat penitipan sementara bagi penderita gangguan jiwa

menahun.

• Intervensi krisis (crisis intervention) misalnya memberi bantuan dan

dukungan pada orang-orang dalam kondisi stres akut agar mereka terhindar dari

gangguan yang lebih parah, dan mendirikan pusat-pusat intervensi krisis yang

berdekatan dan memnerikan pelayanan langsung.

• Intervensi pada usia dini. Hal ini hanya dilakukan di Indonesia skitar tahun

1975 hingga sekarang. Program yang dijalankan waktu itu antara lain program ibu

bayi dan balita, [enyuluhan gizi kesehatan, imunisasi, dan lain sebagainya.

• Pengembangan berbagai program pelatihan upaya pemberdayaan masyarakat

dapat dilakukan dengan membuat tulisan-tulisan singkat tentang upaya-upaya

yang cepat untuk mengatasi berbagai keadaan darurat psikologis misalnya

mengatas kecemasan dan mengatasi stres.

Preverensi dalam Psikiatri Komunitas.

Preverensi secara etimolgi berasal dari bahasa latin praevenire, yang artinya

“datang sebelum” atau “antisipasi” atau “mempersiapkan diri sebelum terjadi

sesuatu” atau “mencegah agar tidak terjadi sesuatu”. Dalam pengertian yang luas,

14
preverensi dimaknakan sebagai upaya yang secara sengaja dilakukan untuk

mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, dan kerugian bagi seseorang atau

masyarakat. Dengan lebih singkat dapat disebut sebagai upaya pencegahan, dalam

pandangan mutakhir usaha pencegahan itu perlu dilakukan sebelum dilahirkan,

misalnya melalui konseling genetika.6,7,10,12

Prinsip-prinsip Prevensi

a. Menekankan pada praktik di masyarakat dibandingkan dengan lembaga

khusus seperti RSJ

b. Berusaha untuk meningkatkan pelayanan dan program yang diarahkan

kepada masyarakat secara keseluruhan dibandingkan kepada pasien secara

individual.

c. Pelayanan pencegahan diberikan sebagai prioritas tertinggi dibandingkan

dengan usaha terapi.

d. Petugas memberikan pelayanan tidak langsung seperti konsultasi,

pendidikan kesehatan mental pelatihan pada Pembina masyarakat (guru, penyuluh

kesehatan masyarakat dll) dibandingkan dengan bekerja secara langsung dengan

pasien, sekaligus mencakup jumlah populasi yang lebih besar.

e. Strategi klinis yang inovatif yang dikembangkan agar dapat lebih cepat

menemukan kebutuhan kesehatan mental untuk anggota masyarakat yang lebih

besar cakupannya daripada sebelumnya, misalnya intervensi krisis.

f. Lebih menggunakan dasar-dasar rasional untuk mengembangkan program

spesifik, didasarkan atas analisis demografik masyarakat yang dilayani,

menemukan kebutuhan kesehatan mental, identifikasi orang-orang yang berada

pada resiko tinggi bagi munculnya gangguan tingkah laku.

15
g. Menggunakan tenaga-tenaga baru semi professional untuk melengkapi

pelayanan yang diberikan oleh psikiater, psikolog klinis, pekerja social psikiatris,

dan perawat psikiatris.

h. Ada keterikatan untuk “mengendalikan masyarakat” dengan membangun

masyarakat dengan program-programnya.

i. Mengidentifikasi sumber-sumber stress dalam masyarakat dan tidak

meremehkan terjadinya gangguan yang bersifat individual

Prevensi Tersier

Sebenarnya prevensi tersier memiliki pengertian yang sama dengan rehabilitasi.

Tetapi rehabilitasi lebih bersifat individual dan mengacu pada pelayanan medis.

Sementara prevensi tersier lebih menekankan pada aspek komunitas, sasarannya

adalah masyarakat dan mencakup perencanaan masyarakat dan logistic, prevensi

tersier ini adalah intervensi yang anti Hospitalisasi.12,15

Prevensi Sekunder

Prevensi sekunder berarti upaya pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi

durasi kasus gangguan mental. Sasarannya adalah penduduk atau sekelompok

populasi yang sudah menderita suatu gangguan mental. Dengan memperpendek

durasi suatu gangguan mental yang ada di masyarakat, maka dapat membantu

mengurangi angka prevalensi gangguan di masyarakat. Dibandingkan dengan

prevensi tersier, prevensi sekunder adalah usaha penyehatan mental yang lebih

progresif. 12,15

16
Prevensi Primer

Usaha progresif dalam usaha pencegahan kesehatan mental dengan mencegah

terjadinya suatu gangguan di masyarakat. Jadi kesehtan mental masyarakat

diproteksi agar tidak terjadi gangguan. Terdapat dua cara yang digunakan untuk

melakukan program prevensi primer ini, yaitu memodifikasi ingkungan dan

memperkuat kapasitas individu atau masyarakat dalam menangani situasi. 12,15

17
BAB III

PENUTUP

Pengetahuan untuk melaksanakan program masyarakat dengan

menggunakan pendekatan masyaraka dan berorientasi pada masyarakat dalam hal

peningkatan, pencegahan, pengobatan dan rehabilitatif. Beda dengan psikiatri

kinik yang terletak pada orientasi dan pendekatannya, dimana seroang psikiatri

klinik bertanggung jawab atas kesejahteraan pasiennya yang mengadakan kontak

pribadi dengannya unuk berobat, jadi bersifat kuratif. Tetapi pada psikiatri

masyarakat bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang bertempat

tinggal di daerah kerjanya dan yang sebagian besar ia tidak kenal serta tidak

berhubungan langsung dengannya jadi bersifat preventif.

Sehat mental secara umum dapat diartikan sebagai kondisi mental yang

tumbuh dan didasari motivasi yang kuat ingin meraih kualitas diri yang lebih

baik, baik dalam kehidupan keluarga, kehidupan kerja/profesi, maupun sisi

kehidupan lainnya, sedangkan orang yang disebut sakit mental adalah orang yang

secara mental memiliki berbagai macam unsur yang saling bertentangan dan

dengan demikian, sering merusak atau menghambat, sehingga perilakunya tidak

menentu. Dalam psikologi komunitas kesehatan mental tersebut mencakup

interaksi antara manusia dengan lingkungan, mengidentifikasi peran dan daya

lingkungan yang dapat menciptakan atau mengurangi masalah-masalah individu

serta selanjutnya memusatkan diri pada pemberdayaan individu dan kelompok

untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Serta bentuk

18
penekanan pendekatan kesehatan mental komunitas yang diranggah oleh

Psikologi Komunitas tersebut kurang lebih melingkupi tentang penanganan dan

pemberdayaannya .

19
DAFTAR PUSTAKA

1. McArthur-Miller D, Jacques Daniel Revised: March 7, 2006

2. The American Heritage®Stedman's Medical Dictionary, 2nd Edition

Copyright 2004 by Houghton Mifflin Company. Published by Houghton

Mifflin Company.

3. Calderon Narvaez G. Community psychiatry. In Neurol Neurocir Psiquiatr.

2005;16(1):49-58.

4. Tornicof, et al; Textbook of Community Psychiatry, 2008

5. Kaplan HI, Sadock: Comprehensive text book of Psychiatry

6. Ardani, Tristiadi Ardi, dkk. 2007. Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu

7. Latipun, Moeljono Notosoedirdjo. 2009. Kesehatan Mental. Malang: UMM

Press

8. Wiranihardja, Sutardjo A. 2004. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: PT

Refika Aditama

9. Soewadi. 2009. Simptomatologi dalam Psikiatri. Medika. FK UGM. Yogyakarta

10. Soewadi. 2013. Catatan Kuliah Psikiatri Komunitas. FK UGM. Yogyakarta

11. Leighton, A.H. and Hughes. J.M. 2005. Cultures as a Causative of Mental

Disorder. The Milbank Quarterly; Vol. 83(4): 1–22.

12. Keliat, B. A dkk (2011) Keperawatan Kesehatan Jiwa Komonitas: CMHN (

BasicCourse ) EGC: Jakarta

13. Keliat, B. A dkk (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN (

Intermediate Course) EGC: Jakarta

14. Mubarak, W. H. (2006). Pengantar Psikiatri Komunitas 2: Sagung Seto:

Jakarta

20
15. Muhlisin, Abi (2012). Psikiatri Komunitas Keluarga. Gosyen Publising:

Jogjakarta

21

Anda mungkin juga menyukai