atau dapat didefinisikan secara sederhana sebagai patah atau kerusakan pada tulang. Fraktur
intertrokhanter adalah fraktur yang terjadi pada ekstrakapsuler proksimal femur. Fraktur
intertrokhanter sering terjadi pada orang lanjut usia dan umumnya dapat bertaut dengan terapi
konservatif maupun operatif karena perdarahan di daerah ini sangat baik. Penatalaksanaannya
Metode: Pasien perempuan umur 90 tahun MRS dengan keluhan bengkak dan nyeri di paha
kanan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Bengkak dan nyeri di paha kanan akibat
terjatuh. Awalnya penderita berjalan, karena licin kemudian penderita terjatuh dilantai.
Riwayat pingsan (-), muntah (-). Kemudian penderita dibawa ke RSU GMIM Bethesda
Tomohon dan dirujuk ke RSU. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan infus dan skin traksi
terpasang.
Hasil: Proses penyembuhan dari pasien ini merupakan proses yang kompleks, umumnya
Kecepatan dan keberhasilan berbeda antara individu dan waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan tulang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk jenis fraktur, usia
Kesimpulan: ORIF (Open Reduction Internal Fixation) atau fiksasi internal dengan
memasukan paku, sekrup atau pin ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian
1
PENDAHULUAN
Fraktur merupakan pemecahan (patahnya) suatu bagian terutama tulang atau dapat
didefinisikan secara sederhana sebagai patah atau kerusakan pada tulang. Kesalahan
pergerakan dalam beraktivitas merupakan faktor resiko terbesar dari kejadian fraktur femur
termasuk di dalamnya peningkatan tiba-tiba dari kuantitas dan intensitas aktivitas serta
dimulainya aktivitas yang baru. Faktor lain mencakup rendahnya densitas tulang dan
kurang baik, kondisi medis yang mengganggu mineralisasi tulang dan inaktivitas dapat
Wanita memiliki insiden fraktur yang lebih tinggi. Kejadian fraktur yang lebih tinggi
ini sebagian disebabkan oleh perbedaan mekanis dan variasi anatomi antara laki-laki dan
perempuan. Perbedaan pada perempuan mencakup panjang langkah, jumlah langkah per
jarak, pelvis yang lebih lebar dan lain sebagainya. Penurunan kandungan mineral tulang yang
dapat disebabkan oleh penurunan produksi estrogen menjadi salah satu penyebab fraktur pada
atlet wanita dengan kelainan endokrin akibat olahraga atau pada lansia.3
femur. Patah tulang yang bersifat ekstra kapsuler dari femur, sering terjadi pada lansia
dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki risiko nekrotik avaskuler yang rendah
pemasangan fiksasi internal. Intervensi konservatif hanya dilakukan pada penderita yang
Berikut akan dipaparkan sebuah laporan kasus mengenai fraktur intertrochanter femur
dextra tertutup.
2
TINJAUAN PUSTAKA
trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsuler. Fraktur terjadi jika
tulang dikena stres yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.1
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma tidak langsung,
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan eksistensi dapat menyebabkan fraktur pada
Tipe Fraktur yaitu Fraktur Komplit, Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen.
Pada fraktur transversal fragmen tetap pada tempatnya setelah reduksi, sedangkan pada oblik
atau spiral lebih cenderung memendek dan terjadi pergeseran meskipun tulang telah dibidai.
Fraktur segmental membagi tulang menjadi 3 bagian. Pada fraktur impaksi fragmen
menumpuk saling tumpang tindih dan garis fraktur tidak jelas. Pada fraktur kominutif
terdapat lebih dari dua fragmen, karena kurang menyatunya permukaan fraktur yang
membuat tidak stabil.3 Fraktur inkomplit, Pada fraktur ini, tulang tidak terbagi seutuhnya dan
terdapat kontinuitas periosteum. Pada fraktur buckle, bagian yang mengalami fraktur hampir
tidak terlihat. Pada fraktur greenstick, tulang melengkung atau bengkok seperti ranting yang
retak. Hal ini dapat terlihat pada anak‒anak, yang tulangnya lebih elastis daripada orang
Klasifikasi Fraktur yaitu Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan
patahan tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
3
1) Fraktur tertutup (simple fracture), Fraktur tertutup adalah fraktur yang
yaitu:5
sehingga terjadi kontaminasi berupa infeksi. Luka pada kulit dapat berupa
tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit (form within) atau dari
luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung
(from without).6
4
kerusakan tulang minimal, dengan intamedullary nailing waktu
Grade III
membutuhkan perbaikan
- Grade III A
- Grade IIIB
5
- Grade IIIC
jaringan luka.7
kurang baik, kondisi medis yang mengganggu mineralisasi tulang dan inaktivitas dapat
Wanita memiliki insiden fraktur yang lebih tinggi. Kejadian fraktur yang lebih tinggi
ini sebagian disebabkan oleh perbedaan mekanis dan variasi anatomi antara laki-laki dan
perempuan. Perbedaan pada perempuan mencakup panjang langkah, jumlah langkah per
jarak, pelvis yang lebih lebar dan lain sebagainya.Penurunan kandungan mineral tulang yang
dapat disebabkan oleh penurunan produksi estrogen menjadi salah satu penyebab fraktur pada
atlet wanita dengan kelainan endokrin akibat olahraga atau pada lansia.3
Penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan adanya riwayat trauma, baik yang hebat
maupun trauma ringan diikuti dengan rasa nyeri dan ketidakmampuan untuk menggunakan
ekstremitas bawah. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin terjadi di daerah lain. Anamnesis dilakukan
untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan cedera tersebut. Riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial
ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat
6
osteoporosis serta penyakit lain. Bila tidak ada riwayat trauma, teliti apakah ada
Pada pemeriksaan awal perlu diperhatikan adanya tanda syok, anemia atau
perdarahan, kerusakan organ lainnya dan faktor predisposisi seperti pada fraktur patologis.11
a. Look
disekitar fraktur
b. Feel
c. Move
7
eksternal dapat ditemukan. Juga ditemukan keterbatasan LGS
fraktur.12
Pemeriksaan penunjang :
b. Pemeriksaan radiologi :
8
paling sensitive terhadap stress tulang namun kurang spesifik
untuk mendiagnosis.14
medulla.14
Metode penanganan fraktur ada dua macam yaitu metode non operatif dan metode
operatif. Penanganan dengan metode non operatif maksudnya penanganan fraktur tanpa
dilakukan tindakan operasi misalnya dengan reduksi tertutup disebut juga dengan
reposisi. Dimana prinsip reposisi adalah berlawanan dengan arah fraktur. Setelah
mencegah terjadinya pergeseran kembali fragmen tulang. Salah satu contoh eksternal
fiksasi adalah pemasangan gips. Umumnya reduksi tertutup digunakan untuk semua
fraktur dengan pergeseran fragmen minimal. Penanganan dengan metode operatif adalah
suatu bentuk operasi dengan pemasangan open reduction internal fixatie (ORIF) maupun
open reduction external fixatie (OREF). Metode penanganan fraktur dengan internal
fiksasi harus dipilih atau disesuaikan dengan jenis frakturnya. Bentuk-bentuk internal
fiksasi antara lain plate and screw, intramedullary nail, oblique transfixion
screws,circumferential wire.15
KASUS
Pasien perempuan umur 90 tahun MRS dengan keluhan bengkak dan nyeri di paha
kanan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Bengkak dan nyeri di paha kanan akibat
terjatuh. Awalnya penderita berjalan, karena licin kemudian penderita terjatuh dilantai
9
dengan posisi paha sebelah kanan atas terbentur telebih dahulu, setelah jatuh pasien merasa
nyeri jika menggerakkan tungkai sebelah kanan. Riwayat pingsan (-), muntah (-). Kemudian
penderita dibawa ke RSU GMIM Bethesda Tomohon dan dirujuk ke RSU. Prof. Dr. R. D.
1.Foto klinis
o Look :
Edema -/+, skin traksi terpasang -/+, hematoma -/+, deformitas -/+,
o Feel :
Nyeri tekan regio proksimal femur dekstra, pulsasi arteri dorsalis pedis
++/++, pulsasi arteri tibialis posterior ++/++, CRT<2 detik, sensorik dalam
batas normal
Eritrosit 2,86 x 106 Hemoglobin : 8,8 g/dL Hematokrit 26,5% Trombosit 173 x 103 /µL MCH
30,8 pg MCHC 33,2 g/dL MCV 92,6 fL SGOT 25 U/L SGPT 14 U/L Ureum 34 mg/dL
10
Kreatinin 0,6 mg/dL GDS 133 mg/dL Cl 104 mEq/L K 3,5 mEq/L Na 136 mEq/L PT
Pemeriksaan radiologis :
2. X- Fotopelcvis AP
Kesan : frakturintertrokanterdekstra
Pasien didiagnosis dengan Fraktur intertrokanter femur dekstra tertutup dan diberikan
penanganan dengan IVFD NaCl 0,9% Ceftriaxone 2x 1gram Ketorolac injeksi 2x30 mg
Ranitidine injeksi 2x20 mgdan Transfusi Packed Red Cells (PRC) sampai Hb ≥ 10 mg/dL.
Pasien direncanakan untuk dilakukan Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) elektif.
11
HASIL
Pasien dilakukan penangan operatif pada tanggal 4 Juli 2018 yaitu dengan Open
Reduction and Internal Fixation (ORIF). Post interlocking nail ec fraktur intertrokanter
femur dekstra. Pada tanggal 06 Juli 2018 pasien direncakan untuk pulang dengan edukasi
Proses penyembuhan dari pasien ini merupakan proses yang kompleks, umumnya
12
Kecepatan dan keberhasilan berbeda antara individu dan waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan tulang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk jenis fraktur, usia
PEMBAHASAN
Pada kasus, pasien adalah seorang perempuan berusia 90 tahun. Hal ini sesuai dengan
kepustakan bahwa fraktur femur, khususnya fraktur proksimal sering terjadi pada usia lebih
dari 50 tahun dimana pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada
laki-laki hal ini berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan
hormone pada menopause, fraktur femur proksimal merupakan fraktur yang paling serius
yang ditimbulkan akibat osteoporosis. Fraktur proksimal femur juga merupakan penyebab
Diagnosa fraktur pada pasien ini didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, riwayat trauma harus
terperinci, kapan, dan dimana terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah dan mekanisme
trauma.
Dari anamnesis didapatkan perempuan, usia 90 tahun dengan riwayat jatuh. Awalnya
penderita berjalan, karena licin kemudian penderita terjatuh dilantai dengan posisi paha
sebelah kanan atas terbentur telebih dahulu, setelah jatuh pasien merasa nyeri jika
menggerakkan tungkai sebelah kanan Fraktur dapat disebabkan oleh 1) cedera; 2) stress
berulang; atau 3) kelemahan tulang akibat kelainan patologis (fraktur patologis).1,2 dari
kepustakaan didapatkan bahwa cedera adalah penyebab yang jelas pada patah tulang pinggul
dimana pada populasi lanjut usia, cedera merupakan hasil dari hilangnya keseimbangan dan
insiden jatuh.
Pemeriksaan fisik pada kasus ini didapatkan status generalis kepala konjungtiva tidak
anemis kiri dan kanan, leher tidak ditemukan adanya kelainan, thoraks tidak ditemukan
13
adanya kelainan, abdomen tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan status lokalis
didapatkan Edema -/+, skin traksi terpasang -/+, hematoma -/+, deformitas -/+, shortening -
/+, angulasi -/-, rotasi -/- , Nyeri tekan regio proksimal femur dekstra, pulsasi arteri dorsalis
pedis ++/++, pulsasi arteri tibialis posterior ++/++, CRT <2 detik, sensorik dalam batas
normal, range of movement (ROM) terbatas pada ekstremitas dekstra karena nyeri.
Pada pasien ini juga melalui pemeriksaan penunjang radiologis X-Ray femur dekstra
terputusnya kontinuitas jaringan tulang pada area di antara trokanter mayor dan trokanter
minor. Berdasarkan klasifikasi fraktur intertrokanter femur, pada pasien ini termasuk pada
tipe 1 yaitu fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa ada pergeseran. Disesuaikan
dengan teori bahwa klasifikasi fraktur intertrokanter femur terbagi menjadi 4 tipe, yaitu, tipe
1 fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran, tipe 2 fraktur melewati
trokanter mayor disertai pergeseran trokanter minor, tipe 3 fraktur disertai fraktur komunitif,
Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan
pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstremitas
seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang
tepat adalah (1) survey primer meliputi Airway, Breathing, Circulation (2) meminimalisir
rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemik-reperfusi, (4) menghilangkan dan mencegah sumber-
sumber potensial kontaminasi. Ketika semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat
direduksi dan direposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk proses
14
a. Recognation; diagnosis dan penilaian fraktur
d. Rehabilitation
traksi kulit), reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutaneus dengan K-
Wire,reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksternal tulang, atau eksisi fragmen
tulang dan pergantian dengan protesis. Pada kasus ini dilakukan tidakan Open Reduction
Indikasi ORIF15
KESIMPULAN
Telah dilaporkan, seorang perempuan uisa 90 tahun, bengkak dan nyeri di paha kanan
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu terapi operatif Open Reduction and Internal
Fixation (ORIF) sesuai dengan indikasi pada kasus ini. Dengan penanganan yang cepat, tepat
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Edisi ke-3. Makassar: Yayasan
editors. Appley’s system of orthopedics and fractures. 9th ed. Bristol: Hodder Arnold;
2010.p. 706 .
geriatik di rumah sakit umum pusat sanglah Denpasar tahun 2013. E-Jurnal Medika,
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/6300/4790
5. Carter MA.Fraktur dan dislokasi. In: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. 6th Ed.
Townson H, editors. Appley’s system of orthopedics and fractures. 9th ed. Bristol:
7. Lee C, Porter KM. Prehospital Management of Lower Limb Fracture. Emerg Med J
2005; p:660–3.
8. AAPC. Fracture classification in-ICD-10-CM. 2013 Dec 02 [cited 2017 Oct 04].
Classification_ICD-10-CM.pdf
9. American College of Surgeons. Advances trauma life support. 9th Ed. ACS
Committee on Trauma;
16
10. Ropyanto CB. Analisis faktor- faktor yang berhubungan dengan status fungsional
pasien paska open reduction internal fixation (ORIF) fraktur ekstrimitas bawah di RS
11. Sjamsuhidajat, Wim DJ. Buku ajar ilmu bedah, Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.
12. Brunner, Suddarth. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC;2002
14. Moore KL, Dalley AF. Anatomi Berorientasi Klinis. Edisi Ke-5. Jakarta: Erlangga;
2013.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12522/5.BAB%20I.pdf?sequ
ence=5&isAllowed=y
17
18