Isi Maju Febuari 2019-1
Isi Maju Febuari 2019-1
PROPOSAL TESIS
NIM 20081021004
Pembimbing :
2019
i
HALAMAN PENGESAHAN
______________________________________________________________
Judul penelitian :
PENGARUH PANJANG SERVIKS DAN INDEKS CAIRAN
AMNION TERHADAP LAMANYA PERIODE LATEN
PADA KEHAMILAN PREMATUR DENGAN KETUBAN
PECAH DINI
Semarang
_______________________________________________________________
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian tesis
dengan judul “Pengaruh panjang serviks dan indeks cairan amnion terhadap
lamanya periode laten pada kehamilan prematur dengan ketuban pecah dini”.
Penelitian tesis ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Dokter Spesialis 1 Obstetri dan Ginekologi pada Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro / RSUP dr. Kariadi Semarang.
Penulis berharap penelitian yang akan dilakukan ini dapat memberikan
manfaat dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan menambah wawasan
dalam Bidang Obstetri dan Ginekologi.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif dari berbagai pihak agar
tulisan ilmiah ini dapat menjadi lebih baik serta memberikan manfaat bagi
pelayanan kesehatan dan pendidikan.
iii
DAFTAR ISI
JUDUL……………………………………………………………………………………........i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..iii
2.2.5 Diagnosis................................................................................................................. 22
iv
2.4 Serviks Uteri .............................................................................................................. 29
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. Mekanisme Biokimia dan Seluler dalam Inisiasi Persalinan Prematur pada
Infeksi Intra-uteri…..…………………………………………………………………………15
Gambar 5. Skema Mekanisme Ketuban Pecah Dini dan Ketuban Pecah Dini Prematur…...25
Gambar 8.Pengukuran serviks (A) Serviks diukur dengan mengikuti garis lurus pada
endoserviks, (B) panjang serviks yang menekuk (aterm)…..………...……………………...39
Gambar 10.Skema yang menggambarkan bentuk tampilan antara ostium serviks interna dan
segmen uterus bawah ………………………………………………………………………..41
Gambar 11.Funneling (1A) dan dilatasi kanal servikal pada USG Transvaginal serviks….42
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan prematur masih menjadi penyebab utama kematian anak usia kurang dari 5
tahun. Lebih dari 60% angka kejadian persalinan prematur terjadi di Afrika dan Asia
Selatan. Kejadian persalinan prematur banyak terjadi di negara dengan sosial ekonomi
rendah yaitu sebesar 12% dibandingkan dengan negara sosial ekonomi tinggi, yaitu
9%. Indonesia sendiri, menduduki peringkat ke 5 sebagai negara dengan jumlah
persalinan prematur terbanyak di dunia setelah India, China, Nigeria, dan
Pakistan.(1)Angka kejadian persalinan prematur di Indonesia 15,5% per 100 kelahiran
hidup pada tahun 2014. Penelitian di RSUP Dr Kariadi Semarang pada tahun 2013
didapatkan 82 (4,7%) persalinan premature dari 1719 persalinan.(2) Pada penelitian
di Parkland Hospital, dari 295 wanita dengan kehamilan prematur dan ketuban pecah
dini, 75% nya menjalani proses persalinan, 10% melahirkan dalam 48 jam, dan
sisanya melahirkan setelah lebih dari 48 jam atau bahkan lebih.(3)
1
Pemeriksaan dengan menggunakan USG transvaginal dinilai lebih objektif
untuk menilai panjang serviks dan bukan merupakan prosedur yang rumit dilakukan.
Keuntungan dari pemeriksaan serviks dengan menggunakan USG trnasvaginal adalah
pemeriksaan ini mampu melihat panjang serviks secara keseluruhan, dan mampu
menilai penipisan serviks dan menilai ostium internal serviks pada kondisi serviks
yang masih menutup.(4) Penelitian menunjukkan akurasi pengukuran panjang serviks
tidak dapat dilakukan dengan baik menggunakan USG transabdominal ataupun
translabial. Keamanan penggunaan USG transvaginal dilaporkan secara konsisten
dalam beberapa penelitian. USG transvaginal tidak signifikan meningkatkan kejadian
endometritis, chorioamnionitis, atau infeksi neonatal pada wanita dengan kehamilan
prematur dan ketuban pecah dini.(3)
Panjang serviks kurang dari 25 mm merupakan cut off point yang paling
sering digunakan untuk mendeteksi wanita dengan risiko terjadinya persalinan
prematur(RR 4,40; 95% CI 3,53 – 5,49).(4) Penelitian sebelumnya menemukan bahwa
indeks air ketuban rendah (≤ 5 cm) pada kehamilan prematur dengan ketuban pecah
dini berhubungan dengan semakin pendeknya periode melahirkan dan semakin
tingginya persalinan dalam 7 hari dibandingkan dengan indeks cairan ketuban normal.
Penelitian yang lain menyebutkan panjang serviks yang pendek (≤2 cm) dan indeks
cairan ketuban rendah (≤ 5 cm) secara mandiri dapat memprediksi kelahiran dalam 7
hari pada wanita dengan kehamilan prematur dan ketuban pecah dini. Kombinasi
indeks air ketuban >5 cm dan panjang serviks>2 cm,meningkatkan prediksi kelahiran
janin > 7 hari.(5)
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah panjang serviks dan indeks cairan
amnion berpengaruh terhadap lamanya periode laten pada kehamilan prematur dengan
ketuban pecah dini?
2
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Mengetahui pengaruh panjang serviks transvaginal terhadap lamanya
periode laten pada kehamilan prematur dengan ketuban pecah dini.
Mengetahui pengaruh indeks cairan amnion terhadap lamanya periode laten
pada kehamilan prematur dengan ketuban pecah dini.
Mengetahui pengaruh kombinasi panjang serviks transvaginal dan indeks
cairan amnion terhadap lamanya periode laten pada kehamilan prematur
dengan ketuban pecah dini.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar dalam konseling dan
optimalisasi penatalaksanaan ibu dan janin pada wanita dengan kehamilan
prematur dan ketuban pecah dini.
3. Manfaat untuk penelitian
3
1.5 KEASLIAN PENELITIAN
4
Tabel 1. Penelitian-penelitian sebelumnya tentang pengaruh panjang serviks
transvaginal dan indeks cairan amnion pada lamanya periode laten pada
kehamilan prematur dengan ketuban pecah dini.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan persalinan prematur ialah sebagai berikut.(3)
a. Faktor idiopatik
Apabila tidak ada faktor-faktor penyebab lain sehingga penyebab
prematuritas tidak dapat diterangkan, maka penyebab persalinan prematur
dapat disebut idiopatik.
b. Faktor iatrogenik
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran
menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas
kehidupannya(fetus as a patient). Dengan demikian, apabila kelanjutan
kehamilan diduga dapat membahayakan janin, janin akan dipindahkan ke
lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari rahim ibunya sebagai tempat
kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan persalinan prematur
buatan/iatrogenik disebut juga sebagai elective preterm. Sekitar 25%
persalinan prematur termasuk dalam golongan ini.(3)
Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan prematur elektif
adalah: preeklampsia berat dan eklampsia, perdarahan antepartum (plasenta
previa dan solusio plasenta), korioamnionitis, penyakit jantung yang berat
atau penyakit paru/ginjal yang berat.
Keadaan janin yang dapat menyebabkan persalinan prematur
elektif adalah: gawat janin (anemia, hipoksia atau gangguan jantung janin),
infeksi intrauterin, Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), isoimunisasi rhesus
dan tali pusat kusut (cord entanglement) pada kembar monokorionik.
c. Faktor sosio-demografik
Faktor psiko-sosial meliputi kecemasan, depresi, adanya stres, respon
emosional, dukungan sosial, pekerjaan, perilaku, aktivitas seksual, dan
keinginan ibu untuk hamil. (9)
Faktor demografik meliputi : (9)
Umur ibu: Angka kejadian persalinan prematur tinggi pada usia ibu
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, dengan kejadian terendah
pada usia 26-35 tahun.
Indeks Massa Tubuh (IMT) ibu: Kejadian persalinan prematur
meningkat 1,25 kali pada ibu dengan IMT < 18,5 kg/m2 sebelum
8
hamil. Risiko persalinan prematur juga meningkat 1,25 hingga 3 kali
lipat pada ibu dengan IMT > 30 kg/m2 sebelum hamil.
Keadaan sosial ekonomi : wanita pada tingkat sosial ekonomi
(pekerjaan dan pendidikan) lebih rendah memiliki kemungkinan 50%
lebih tinggi mengalami persalinan prematur dibandingkan dengan
tingkat sosial ekonomi lebih tinggi. Frekuensi persalinan prematur
hampir dua kali lipat pada buruh kasar dibandingkan dengan
kelompok terpelajar.
Aktivitas seksual: prostaglandin yang terlibat dalam mekanisme
orgasme serta ada dalam cairan seminal dapat merangsang
pematangan serviks dan kontraksi miometrium sehingga menyebabkan
persalinan prematur pada ibu yang sensitif.
Kebiasaan buruk seperti merokok, konsumsi alkohol, dan narkoba:
Berdasarkan penelitian, 1 dari 3 wanita yang merokok lebih dari 20
batang sehari melahirkan bayi dengan berat badan kurang. Risiko
kelahiran prematur juga meningkat, yaitu rata-rata dua kali lipat dari
wanita bukan perokok. Lebih dari itu risiko keguguran pada usia
kehamilan antara minggu ke 28 sampai 1 minggu sebelum persalinan
empat kali lebih tinggi dari yang bukan perokok.
d. Faktor ibu
1. Inkompetensi serviks
Inkompetensi serviks dalam kehamilan dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan sonografi. Funneling dan panjang serviks sebagai prediktor
persalinan premature.(10)
2. Riwayat reproduksi
Riwayat persalinan prematur dan abortus merupakan faktor yang
berhubungan sangat erat dengan persalinan prematur berikutnya.
Penderita yang pernah mengalami 1 kali persalinan prematur
mempunyai risiko 37% untuk mengalami persalinan prematur lagi dan
penderita yang pernah mengalami persalinan prematur 2 kali atau lebih
mempunyai risiko 70% untuk mengalami persalinan prematur kembali.
(10)
3. Kehamilan multipel/kehamilan kembar
Di Austria dan Denmark, kehamilan multipel memang hanya memiliki
proporsi 2% dari seluruh kehamilan, namun menempati proporsi 10%
dari keseluruhan persalinan prematur. Lebih dari 25% bayi yang lahir
9
sebelum 28 minggu merupakan bayi kembar.(11)Kehamilan multipel
memiliki risiko terjadinya persalinan prematur 10x lebih besar
dibandingkan kehamilan tunggal.(10)
4. Program bayi tabung (ART-Assisted Reproduction
Techniques/Teknologi Reproduksi berbantu)
Program ART menempati proporsi 2,8% dari keseluruhan persalinan
prematur spontan; 1,9% dari keseluruhan ketuban pecah dini prematur;
dan 9,3% dari keseluruhan persalinan prematur elektif.(10)
5. Kelainan uterus dan vagina
Wanita yang mengalami abnormalitas saluran reproduksi seperti septum
vagina longitudinal, uterus bikornis, uterus berbentuk pelana, dan
septum uterus terbukti memiliki risiko persalinan prematur tiga kali lebih
besar dibandingkan yang tidak mengalami abnormalitas tersebut.(10)
6. Pemeriksaan kehamilan
Kejadian persalinan prematur pada ibu hamil yang tidak rutin melakukan
pemeriksaan kehamilan meningkat sebanyak 2,3 kali.(9)
7. Penyakit medis dan keadaan kehamilan
Penyakit sistemik terutama yang melibatkan sistem peredaran darah,
oksigenasi, dan nutrisi ibu; dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
plasenta. Gangguan sirkulasi plasenta tersebut akan mengurangi suplai
nutrisi dan oksigen bagi janin. Penyakit pada ibu yang menyebabkan hal
tersebut antara lain hipertensi kronis dan hipertensi dalam kehamilan,
lupus eritematosus sistemik, penyakit paru restriktif, hipertiroidisme,
diabetes melitus pregestasional dan gestasional, penyakit jantung,
penyakit ginjal. Kondisi kehamilan ibu yang dapat meningkatkan
kejadian persalinan prematur antara lain; hidramnion, janin dengan
kelainan kongenital dananemia berat. Kadar hemoglobin < 10 gram/dL
tercatat meningkatkan risiko persalinan prematur sebesar 1,5 kali lipat
sedangkan kadar hemoglobin 10-12 gram/dL meningkatkan risiko
persalinan prematur sebesar 1,2 kali lipat.(10)
e. Faktor genetik
Terdapat beberapa bukti predisposisi genetik dan eksistensi interaksi gen-
lingkungan yang berhubungan dengan persalinan prematur. Demikian juga
terdapat beberapa bukti adanya pengaruh familial dan intergenerasional
terhadap persalinan prematur. Beberapa gen yang telah ditemukan memiliki
10
hubungan bermakna dengan kejadian persalinan prematur ialah gen CFH,
CR1, F13B, F5, CR2, dan C4BPA.(10)
f. Infeksi
Sumber infeksi yang berhubungan dengan kejadian persalinan prematur
adalah : (12)
8. Infeksi genital, antara lain oleh; bakterial vaginosis, grup B
streptococcus, Clamydia trachomatis.
9. Infeksi intra-uterin, antara lain; penjalaran dari saluran genital,
melalui plasenta, melalui darah (blood borne), melalui saluran telur
(transfallopian, intraperitoneal), dan iatrogenik (akibat prosedur
invasif).
10. Infeksi ekstra-uterin, antara lain; pielonefritis, bakteriuria
asimtomatik, periodontitis, malaria, penyakit radang paru
(pneumonia).
2.1.4 Patofisiologi
Proses patologis yang terlibat dalam persalinan premature dijelaskan pada table
dibawah ini.
Tabel 3. Mekanisme terjadinya persalinan prematur
11
Aktivasi aksis hipotalamik-pituitari-adrenal (HPA) ibu dan janin dapat
disebabkan stres fisik dan pskiologis ibu yang berdampak terhadap janin.
Aktivasi endokrin janin yang terlalu cepat menyebabkan peningkatan
CorticotropicReleasing Hormone (CRH) plasenta. Jumlah CRH akan
meningkat sesuai dengan respon terhadap seluruh faktor-faktor biologis utama
dari stres. Faktor biologis yang dimaksud adalah kortisol, katekolamin,
oksitosin, angiotensin II, dan IL-1.(13) CRH akan merangsang adrenal janin
membentuk steroid. CRH juga akan meningkatkan pengeluaran androgen yaitu
dehydroepiandrosteronesulfat (DHEAS) melalui pelepasan ACTH. Androgen
dikonversi dalam plasenta menjadi estrogen. Meningkatnya produksi estrogen
akan menggeser rasio estrogen terhadap progesteron dan mendorong ekspresi
serangkaian kontraksi miomsetrium.(3)
12
E1-E3 : estron, estradiol, dan estriol HPA : hipofisis-pituitari adrenal
EP1 : reseptor prostaglandin E tipe 1 PR : reseptor prostaglandin
Selain stres fisik dan psikologis, mekanisme yang bisa mencetuskan persalinan
prematur ialah infeksi. Infeksi saluran kemih memiliki kaitan kuat dengan
persalinan prematur. Infeksi ini biasanya mewakili infeksi bakteri secara
asenden dari saluran genital bawah. Infeksi intra-uterin dikenal sebagai salah
satu penyebab persalinan prematur paling penting, namun paling berpotensi
untuk dicegah. Infeksi ini diperkirakan berperan hingga 50% dari keseluruhan
persalinan prematur ekstrim yang terjadi di usia kehamilan kurang dari 28
minggu, dengan tingkat mortalitas dan morbiditas neonatal yang tinggi. (14)
13
Gambar 3. Mekanisme Biokimia dan Seluler dalam Inisiasi Persalinan Prematur
pada Infeksi Intra-uterin. (Goldenberg, Robert L, John C. Hauth, and William W.
Andrews, Intrauterine Infection and Preterm Delivery, NEJM 342, Mechanisms
of Desease (2000) : 1503)
Hubungan antara trombin dan PPROM dapat terjadi. MMP akan memecah
matriks ekstraseluler dari membran fetal dan koriodesidua, sehingga berkontribusi
terhadap PPROM. Secara in vitro, trombin secara signifikan meningkatkan level
ekspresi protein MMP-1, MMP-3 dan MMP-4 pada sel desidua dan membran
fetal.Trombin juga melepaskan IL-8 desidua, suatu sitokin yang menarik neutrofil.
Solusio plasenta merupakan contoh perdarahan desidua, yang juga diasosiasikan
dengan infiltrasi desidua oleh neutrofil, yang yang kaya akan protease dan MMP. Hal
ini dapat menjadi dasar bagi mekanisme PPROM pada perdarahan desidua. Analisi ini
mendukung hipotesis bahwa terdapat hubungan signifikan antara persalinan prematur
idiopatik atau PPROM, yang dapat diakibatkan oleh perdarahan desidua subklinis.
(15)
14
Distensi uterus berlebihan memerankan peran kunci pada onset persalinan
prematur yang berhubungan dengan gemeli, polihidramnion, dan makrosomia.
Tekanan intra-amniotik relatif konstan selama kehamilan, meskipun terdapat
perkembangan fetus, plasenta, dan uterus. Stabilitas tekanan ini menyebabkan
relaksasi miometrial progresif disebabkan oleh progesteron dan nitrit oksida.
Peregangan dapat menginduksi peningkatan kontraktilitas miometrium, pelepasan
prostaglandin, ekspresi connexin-43 dan peningkatan reseptor oksitosin. Ekspresi
gen dari kontraksi yang dicetuskan oleh peregangan, contraction-associated protein
(CAPs) selama kehamilan diinhibisi oleh progesteron. Peregangan in vitro dari
miometrium juga meningkatkan PGHS-2 dan PGE. Peregangan dari otot segmen
bawah rahim telah menunjukkan peningkatan dari IL-8 dan produksi kolagenase
yang pada akhirnya akan memfasilitasi pematangan serviks.(16)
15
ECM : matriks ekstraseluler MMPs : matriks metalloproteinase
IL-8 : interleukin 8 PG : prostaglandin
MAPK : mitogen-activated protein PPROM: preterm premature rupture
Kinase of membrane
Hingga saat ini, penyebab utama terjadinya ketuban pecah dini masih
belum diketahui dengan jelas. Beberapa penelitian telah mencoba
mengungkap penyebab ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini secara
garis besar disebabkan oleh : (17)
Kelemahan selaput ketuban
Abnormalitas atau rendahnya struktur kolagen yang diakibatkan:
o Berkurangnya ketebalan kolagen.
o Enzim kolagenase dan protease yang menyebabkan
depolimerisasi kolagen sehingga elastisitas kolagen
berkurang.
Infeksi bakteri melalui mekanisme berikut
Aktivitas enzim fosfolipase-A2 (PLA2) yang merangsang
pelepasan prostaglandin, IL-1 maternal dan endotoksin bakteri.
Produksi enzim proteolitik yang menyebabkan lemahnya selaput
amnion.
16
Dilepaskannya radikal bebas dan reaksi peroksidase yang
merusak selaput amnion.
Meningkatnya jumlah lisolecitin dalam cairan amnion yang
mengaktifasi fosfolipid-A2.
Ascending infection o1eh bakteri yang difasilitasi oleh sperma
dan/atausemen.
Peningkatan tekanan distensi
Peningkatan tekanan distensi pada selaput ketuban di atas ostium
uteri internum pada serviks yang sudah terbuka atau peningkatan
tekanan intra uterin (misal: kehamilan ganda, polihidramnion,
solusio plasenta, atau trauma) dapat menyebabkan ketuban pecah
dini.
17
MMP-9, selama terjadinya proses infeksi intra-uterin yang
ditimbulkan oleh invasi mikroba pada kavum amnion.(19)
Nutrisi
Kejadian ketuban pecah dini meningkat pada ibu hamil yang
mengalami defisiensi Cu, Zn, dan vitamin C. Kekurangan nutrien
ini berpengaruh terhadap perubahan matriks ekstraseluler dari
kolagen pada korion dan amnion sehingga terjadi perubahan
struktur selaput ketuban.(17)
Perokok
Terjadi perubahan struktur plasenta dan selaput ketuban yang
diambil dari ibu hamil perokok, yang ternyata lebih tipis
dibandingkan dengan kelompok ibu hamil yang tidak
merokok.(17)
Aktivitas seksual
Aktivitas seksual diduga mempengaruhi hormon atau perubahan
infeksius segmen bawah rahim yang menjadi predesposisi
kontraksi uterus dan KPD.(17)
Kelainan struktur biokimia (Sindroma Ehler-Danlos)
Sindroma Ehler Danlos yaitu sekelompok gangguan herediter
pada jaringan penyokong yakni terjadi kelemahan jaringan
kolagen sehingga bermanifestasiseperti hiperekstensi sendi,
mudah memar, dan gangguan fragilitas membran amnion.(20)
Trauma
Trauma dapat berupa tindakan amniosentesis, pemeriksaan
dalam, bahkan riwayat koitus.(17)
18
Status sosial ekonomi rendah
KPD lebih sering terjadi terjadi pada wanita dengan tingkat
sosial ekonomi rendah.(17)
2.2.4 Patofisiologi
Terdapat beberapa pendekatan penyebab dari ketuban pecah dini yaitu melalui
pendekatan biofisika, biokimia dan histopatologi. Penelitian biofisika menerangkan
bahwa ketuban dapat pecah sebelum waktunya karena elastisitas yang berkurang. Hal
ini menunjukkan bahwa defek lokal pada amnion bisa menyebabkan ketuban pecah
dini. Dikatakan pula bahwa integritas membran tidak hanya tergantung pada
elastisitas namun juga viskositas. Penelitian biokimia menemukan bahwa kandungan
total jaringan ikat kolagen menurun pada amnion penderita ketuban pecah dini.
Penurunan terjadi pada konsentrasi kolagen III yang memberikan ketegangan elastis
pada jaringan ikat. Terdapat bukti yang mendukung peran aktivitas enzim proteolitik
dalam memperlemah selaput ketuban. Pemeriksaan histopatologi pada wanita dengan
ketuban pecah dini menunjukkan penipisan dari korion dan terjadi penurunan jumlah
kolagen dibanding tanpa ketuban pecahdini.(21)
Ketuban pecah dini dikaitkan dengan penurunan sintesis jaringan ikat kolagen
serta perubahan struktur jaringan ikat. Serupa dengan jaringan lain, distribusi dan
organisasi kolagen merupakan penunjang utama jaringan ikat pada selaput ketuban.
Dengan demikian, daerah tepi robekan ini merupakan daerah yang strukturnya lemah.
Apabila dua komponen selaput ketuban (yang kekuatan mekaniknya kurang)
dipersatukan, maka komponen tersebut dapat menahan tekanan yang tinggi. Akan
tetapi, bila kedua komponen itu terpisah, maka masing-masing komponen itu tidak
dapat menahan tekanan yang tinggi. Hal ini diperkirakan menjadi awal dari pecahnya
selaput ketuban.(21)
19
Gangguan keseimbangan antara faktor seperti interferon dan tumornecrosing
factor, serta transforming growth factor dapat menyebabkan perubahan-perubahan
aktivitas seluler trofoblas, desidua, dan lapisan penunjang yang bersifat
depolimerisasi kolagen atau destruksi kolagen. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
menyatakan bahwa jumlah kolagen amnion akan berkurang mendekati masa aterm.
Penipisan lapisan trofoblas pada daerah ini dapat disebabkan oleh satu atau kedua
dari hal berikut ini:(21)
a) Kurang berkembang atau atrofi dini dari lapisan trofoblas dan desidua.
b) Peregangan selaput ketuban yang progresif.
Desidua kurang berkembang pada segmen bawah uterus dan suplai darah untuk
desidua di sekitar serviks sangatlah terbatas. Selaput ketuban harus meregang agar
sesuai dengan pertumbuhan uterus yang cepat. Hal inilah yang menyebabkan
berkurangnya ketebalan lapisan seluler dan menerangkan mengapa terjadi perubahan
struktur pada robekan selaput ketuban.(21)
20
Ketuban pecah dini berkaitan dengan stres psikologi pada ibu hamil.
Terdapat perbedaan respon biologi dengan melakukan analisis kortisol, IL-10, IgG
dan IFN γ antara ibu hamil yang mengalami ketuban pecah dini disertai stres
psikologi, dibandingkan dengan ibu hamil normal tanpa stres psikologi. Oleh sebab
itu, stres pada ibu hamil dapat memacu ketuban pecah dini.(9)
21
Gambar 5. Skema Mekanisme Ketuban Pecah Dini dan Ketuban Pecah Dini
Prematur (Creasy & Resnik’s Maternal-Fetal Medicine Principle and Practice, 7th
edition, p 600)
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini pada kehamilan prematur dapat dicapai dengan
melakukan anamnesis yang baik dan komprehensif. Beberapa tahapan untuk
menegakkan diagnosis ketuban pecah dini antara lain:
22
d) Pemeriksaan laboratorium/penunjang lainnya:
Tes Ferning
Tes ferning atau uji pakis adalah metode yang paling umum digunakan untuk
menentukan ada atau tidaknya pecah ketuban.Sekresi vagina dari forniks
posterior diambil dengan aplikator lidi kapas steril dan dioleskan tipis pada
kaca slide. Setelah beberapa saat sampai sampel mengering, sampel
kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat gambaran
percabangan menyerupai daun pakis.Untukmencegah hasil negatif palsu,
slide harus benar-benar kering. Gambaran menyerupai pakis harus dibaca
sebagai tes positif. (18)
Tes Nitrasin
Uji nitrasin tergantung pada pH cairan ketuban (pH 7,0-7,5), yang secara
signifikan lebih basa dari cairan vagina normal (pH 4,5-5,5).Sampel cairan
vagina dioleskan ke kertas pH nitrasin. Perubahan warna biru-hijau (pH 6.5)
atau biru (pH 7,0) adalah bukti kuat adanya cairan ketuban.Positif palsu dapat
terjadi dengan adanya darah, urin, air mani, atau cairan pembersih
antiseptik.(3,18,23)
Tes AmniSure®
Tes AmniSure® merupakan tes imunokromatografik kualitatif untuk deteksi
in vitro cairan amnion pada sekresi vagina wanita hamil.Tes AmniSure®
mendekteksi marker protein PAMG-1 (placental alpha-1 microglobulin)
pada cairan amnion.Dibandingkan tes lainnya, AmniSure® sangat akurat,
dengan sensitivitas 98,9% dan spesifisitas 100% (tes ferning dan nitrasin
memiliki sensitivitas sekitar 90%). (24)
Tes ActimTM PROM
Tes ActimTM merupakan tes dipstik imunokromatografi untuk menguji
adanya Insulin-like growth factor-binding protein-1 (IGFBP-1), yang
merupakan protein utama pada cairan amnion dari trimester kedua hingga
usia kehamilan aterm. Pada cairan amnion, bentuk IGFBP-1 yang dominan
23
adalah bentuk tidak terfosforilasi (npIGFBP-1). Ditemukannya nilai
npIGFBP positif dengan kadar lebih dari 25 – 50 µg/L menunjukkan
terjadinya pecah ketuban. Dengan menggunakan spekulum, sekret atau cairan
serviks diambil dari endoserviks dengan swab Dacron. Uji ini memerlukan
minimal 150 µL sampel (ekstraksi cairan serviks). Swab kemudian
dibandingkan dengan kertas interpretasi, untuk mengetahui kadar IGFBP-1.
Proses pengambilan sampel hingga interpretasi membutuhkan waktu sekitar
10 menit.(25,26)Pada keadaan ketuban pecah dini sulit didiagnosis secara
klinis, pemeriksaan IGFBP-1 pada sekret serviks dan vagina menggunakan
uji cepat dipstik memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 92%.(24)
2.2.6 Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan ketuban pecah dini adalah untuk mencegah mortalitas
dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
akibat kelahiran prematur pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia
gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana
morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis.(27)
24
Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu
Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD prematur
didapatkan bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia
dan takipnea transien lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut
dibanding pada kelompok usia lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti
sindroma distress pernapasan dan perdarahan intraventrikular tidak secara
signifikan berbeda (level of evidence III). Pada saat ini, penelitian
menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah pilihan yang
lebih baik. (Lieman JM 2005) (18)
Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24 - 34 minggu.
Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik daripada
mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis
secara signifikan (p<0.05, level of evidence Ib). Tetapi tidak ada
perbedaan signifikan berdasarkan morbiditas neonatus. Pada saat ini,
penelitian menunjukkan bahwa persalinan lebih baik dibanding
mempertahankan kehamilan.(18)
Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan
akan meningkatkan risiko korioamnionitis dan sepsis (level of evidence
Ib).Tidak ada perbedaan signifikan terhadap kejadian respiratory distress
syndrome. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan
kehamilan lebih buruk dibanding melakukan persalinan.(18)
Tabel 4. Medikamentosa yang digunakan pada KPD (PNPK Ketuban Pecah Dini,
POGI Himpunan Kedokteran Fetomaternal, 2016)
25
Gambar 6. Algoritme Manajemen Ketuban Pecah Dini (PNPK Ketuban Pecah Dini,
POGI Himpunan Kedokteran Fetomaternal, 2016)
26
27
2.3. Air ketuban
Volume air ketuban meningkat dari sekitar 30cc pada 10 minggu, menjadi 200cc pada
16 minggu dan mencapai 800cc pada pertengahan semester tiga. Pada fetus aterm,
cairan amnion mencapai kisaran 2800cc air dan plasenta 400cc.(28)
Pada awal kehamilan, kavitas amniotik diisi oleh cairan yang komposisinya
menyerupai cairan ekstraseluler. Pada pertengahan pertama kehamilan, perpindahan
cairan dan molekul lainnya terjadi pada amnion, disebut aliran transmembrane,
melewati pembuluh fetal pada permukaan plasenta, disebut aliran intramembranosa.
Produksi urin dimulai antara minggu ke-8 dan 11, namun tidak menjadi komponen
utama cairan amnion hingga trimester kedua. Transport air melalui kulit fetal
berlanjut hingga keratinisasi pada minggu ke-22 hingga 25.(28)
Pada usia gestasi yang lebih lanjut, terdapat empat jalur utama yang berperan
dalam regulasi volume cairan amnion yaitu urinasi fetal, perpindahan cairan pada
plasenta dan pembuluh darah fetal, traktus respiratorius, dan penelanan cairan
fetal.(28)
Pada dasarnya, air ketuban berfungsi sebagai pelindung-penyerap getaran,
mencegah perlengketan embrio dan amnion, memungkinkan gerakan janin secara
bebas, kontrol suhu dan memungkinkan pengembangan paru-paru janin. Air ketuban
bersirkulasi setiap 3 jam mengacu pada daur ulang antara aliran darah ibu dan rongga
amnion. Air ketuban terdiri atas 98% air, 2% garam anorganik dan
organik.(28)Sehingga dapat disimpulkan produksi cairan-fungsi keseluruhan air
ketuban berasal dari ginjal janin, paru-paru, kulit, tali pusat dan selaput amnion.
Pengukuran jumlah air ketuban secara kuantitatif dapat diukur dengan dua
metode pengukuran sebagai berikut:
a) Single Deepest Pocket (Kantung Vertikal Terdalam)
Merupakan ukuran kantong terbesar dari cairan amnion tanpa bagian janin
atau tali pusat. Disebut polihidramnion bila ukuran kantung lebih dalam dari 8
28
cm; disebut oligohidramnion moderat bila ukuran kantung antara 1 dan 2 cm;
oligohidramnion bila ukuran kantung kurang dari 1 cm.(28)
b) Indeks Cairan Amnion
Pengukuran dilakukan pada bidang perpendicular terhadap lantai dan parallel
terhadap aksis panjang ibu hamil. Indeks cairan amnion secara kuantitatif
adalah jumlah terdalam vertikal diukur kedalaman kantong bebas dari cairan
ketuban, tanpa bagian janin atau tali pusat, diukur dalam empat kuadran
uterus, kemudian dijumlahkan dalam sentimeter. Secara umum nilai normal
adalah 5 - 25. Nilai kurang dari 5 berarti oligohidramnion, sementara lebih
dari 25 polihidramnion. Pengukuran indeks cairan amnion dilakukan hanya
pada kehamilan tunggal. Pengukuram dilakukan pada mesin USG dengan
kemampuan menampilkan empat gambar sekaligus dalam satu layar.(28)
Bagian dari uterus yang berbentuk fusiformis dan tiap-tiap ujungnya terdapat lubang
kecil atau disebut sebagai ostium internal dan ostium eksternal. Bagian atas dari
serviks sebelah anterior yang merupakan ostium internal berada pada level dimana
peritoneum pada anterior uterus berbalik arah melingkupi kandung kemih.
Berdasarkan posisi terhadap vagina, serviks dibagi menajdi dua bagian yaitu
supravaginalis yang terletak di atas vagina. Bagian serviks ini pada posteriornya
tertutup dengan peritoneum dan melekat dengan ligamentum kardinale pada sisi
lateralnya, dan terpisah dari kandung kemih oleh jaringan ikat longgar. Bagian bawah
dari serviks yang terletak pada vagina disebut portio vaginalis.(29)
Bagian luar dari serviks sampai ke ostium eksternal disebut sebagai
ektoserviks dan dilapisi terutama oleh epithelium sqoaumous stratifikatum non-
keratin. Lain halnya dengan kanalis endoserviks yang dilapisi oleh epithelium
kolumner selapis yang mensekresi musin, yang membentuk lekukaan kedalam atau
29
kelenjar. Mukus yang dihasilkan oleh epithelium endoserviks mengalami perubahan
selama kehamilan. Mukus ini menjadi kental dan membentuk plak mucus didalam
endoseviks. Mukus ini kaya akan immunoglobulin untuk melindungi isi uterus
melawan infeksi infeksi yang berasal dari vagina. Pada waktu onset persalinan atau
sesaat sebelumnya, mucous plague ini akan keluar, dan menimbulkan terjadinya
bloody show. Selanjutnya konsistensi mucus serviks akan mengalami perubahan
selama kehamilan. Pada sebagian besar wanita hamil ketika mucus serviks ini keluar,
dan kemuadian diletakkan dan dikeringkan dalam objek gelas, akan terlihat
kristalisasi atau untaian (beading) sebagai akibat dari efek progesterone. Stroma
serviks terdiri dari kolagen, elastin, dan proteoglikan dengan sangat sedikit otot polos.
Pada awal kehamilan, terjadi peningkatan vaskularitas dan edema pada stroma yang
mengakibatkan perubahan warna pada serviks atau disebut sebagai tanda Chadwick
dan serviks menjadi lebih lembut atau disebut tanda Hegar. (29)
Selama kehamilan, serviks akan tetap kaku. Fungsi dari serviks adalah agar kanalis
servikalis tetap dalam keadaan tertutup sehingga tidak ada kontak atara dunia luar
dengan cavum uteri. Serviks dan lender serviks bertindak sebagai barrier agar tidak
terjadi invasi mikroorganisme. Tetapi pada akhir kehamilan serviks akan mengalami
pematangan ditandai dengan adanya peningkatan konsistensi, kemampuan meregang,
penipisan dan apabila kita melakukan pemeriksaan dalam mulai adanya pembukaan
dari serviks, semua mekanisme ini terjadi agar janin dapat dilahirkan melewati
serviks dan vagina.(29)
30
serviks selama kehamilan adalah menjaga agar serviks tetap tertutup dan
mempertahankan kehamilan sampai janin matur dan siap untuk dilahirkan. Namun
serviks tidak hanya mempunyai kemampuan mekanik namun berfungsi juga sebagai
pelindung untuk mencegah terjadinya infeksi ascenden.(29)Selama kehamilan serviks
akan mengalami berbagai macam perubahan meliputi beberapa fase yaitu fase awal
yang merupakan fase pelunakan dari serviks dimana pada fase ini terjadi peningkatan
komponen matrik yang mempengaruhi jaringan ikat kolagen. Fase kedua adalah
pematangan serviks yang terjadi mendahului kontraksi uterus pada fase ini terjadi
peningkatan sintesis proteoglikan, glikosaminoglycan, penurunan konsentrasi kolagen
dan peningkatan kelarutan kolagen. Fase yang ketiga adalah melibatkan leukosit dan
pelepasan protease ke dalam matriks ekstra seluler dan pada akhirnya akan
menyebabkan dilatasi dari serviks. Fase keempat merupakanfase akhir adalah proses
remodeling dari serviks yang terjadi pasca persalinan dimana pada fase ini terjadi
resolusi dari proses inflamasi, pembetukan kembali jaringan ikat yang padat, dan
integritas yang kuat dari serviks.(30)
31
2.4.4 Panjang serviks
Panjang serviks bervariasi sesuai dengan usia kehamilan dan relative konstan dimana
semakin tua usia kehamilan, maka ukuran serviks akan semakin memendek untuk
memungkinkan persalinan dimulai. (29,30)
32
dan pembukaan serviks. Penilaian serviks yang lebih baik dapat dilakukan
menggunakan USG.(31)
33
dan elevasi dari pinggul akan memberikan gambaran serviks dengan USG
transperineal yang lebih jelas. Pada pinggul pasien yang sedikit naik, usus
akan berpindah dari cul-de-sac, sehingga serviks akan terlihat lebih jelas.(31)
Pada sebagian besar penelitian, luaran utama yang digunakan untuk menilai
prediksi keberhasilan induksi persalinan dengan menggunakan pengukuran
panjang serviks denan USG transvaginal. Panjang serviks yang pendek ≤31
mm48, <30 mm49, <28 mm. (31)
34
Sebelum melakukan pemeriksaan panjang serviks, pasien diminta untuk
mengosongkan kandung kemih. Selama pemeriksaan pasien tidur telentang
dengan posisi supine dengan lutut dan pinggul dalam posis fleksi. Probe USG
transvaginal dapat dilapisi dengan sarung tangan atau kondom. Gel diletakkan
pada permukaan antara probe dengan penutup probe dan juga diletkakkan
disebelah luar penutup probe. Kemudian operator memasukkan probe ke
dalan vagina dengan gentle, sampai ke fornik anterior dan didaptkan
gambaran mid sagital dari serviks, segmen bawah rahim, dan os internal dan
eksternal, kanalis servikalis dan mukosa endoserviks.
35
Gambar 8. Pengukuran serviks (A) dapat diukur dengan garis lurus, (B) dapat diukur
dengan mengikuti lengkung serviks. (Meijer-Hoogeveen, M Stoutenbeek, P Visser G.
Methods of sonographic cervical length measurement in pregnancy: a review of the
literature. J Matern Neonatal Med. 2006;19(2):758)
Pengukuran funnling sulit dilakukan, karena seringnya funneling ini akan berubah
bentuk akibat efek dari penekanan pada probe transvaginal, atau karena kandung
kemih yang mengalami distensi, dan semakin panjang funneling semakin pendek
panjang serviks. Seperti telah dikemukakan sebelumnya panjang endoservik yang
mengandung informasi paling penting dalam memprediksi persalinan.(31)
36
Gambar 9. Skema pengukuran panjang serviks dengan teknik USG
transvaginal. (Markham KB, Iams JD. Measuring the cervical length. Clin
Obstet Gynecol. 2016;59(2):254)
2.4.5 Funneling
37
Gambar 10 Skema yang menggambarkan bentuk tampilan antara ostium
serviks interna dan segmen uterus bawah. (Markham KB, Iams JD. Measuring
the cervical length. Clin Obstet Gynecol. 2016;59(2):254)
38
Gambar 11.Funneling (1A) dan dilatasi dari kanal servikal padad USG Transvaginal
serviks (IB) (Markham KB, Iams JD. Measuring the cervical length. Clin Obstet
Gynecol. 2016;59(2):254)
39
BAB III
Umur kehamilan
Dilatasi serviks
Paritas Ibu
Panjang serviks Periode Laten
Penggunaan
antibiotic profilaksis
Kontraksi uterus
Tokolitik
Indeks cairan amnion Persalinan Prematur
40
3.2 Kerangka Teori
Panjang Serviks
Paritas Ibu
Umur kehamilan
Penggunaan antibiotik profilaksis
Penggunaan tokolitik
Dilatasi serviks
Kontraksi uterus
Panjang Serviks
Paritas Ibu
Umur kehamilan
Penggunaan antibiotik profilaksis
Penggunaan tokolitik
Dilatasi serviks
Kontraksi uterus
41
3.4 Hipotesis
3.4.1 Hipotesis Mayor
Pada kehamilan prematur dengan ketuban pecah dini, panjang serviks 25
mm atau indeks cairan amnion 50 mm menghasilkan periode laten
pendek.
3.4.2 Hipotesis Minor
a. Pada kehamilan prematur dengan ketuban pecah dini, panjang serviks
25 mm periode laten lebih pendek dibandingkan 25 mm.
b. Pada kehamilan prematur dengan ketuban pecah dini, indeks cairan
amnion 50 mm periode laten lebih pendek dibandingkan 50 mm.
c. Pada kehamilan prematur dengan ketuban pecah dini, kombinasi
panjang serviks 25 mm dan indeks cairan amnion < 50 mm; panjang
serviks <25 mm dan indeks cairan amnion 50 mm, panjang serviks
25 mm dan indeks cairan amnion < 50 mm, serta panjang serviks 25
mm dan indeks cairan amnion 50 mm menghasilkan periode laten
yang berbeda.
42
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Populasi target
Populasi target adalah wanita hamil prematur yang mengalami ketuban
pecah dini.
2. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah wanita hamil prematur yang mengalami ketuban
pecah dini di ruang perawatan dan kamar bersalin RSUP Dr. Kariadi
Semarang dan rumah sakit jejaring Program Pendidikan Dokter Spesialis 1
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro pada
periode penelitian.
43
3. Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah wanita hamil prematur yang mengalami ketuban
pecah dini di ruang perawatan dan kamar bersalin RSUP Dr. Kariadi
Semarang dan rumah sakit jejaring Program Pendidikan Dokter Spesialis 1
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro pada
periode penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai
berikut.
4. Kriteria inklusi
a. Wanita hamil dengan usia kehamilan 24 minggu sampai dengan 34
minggu 6 hari.
b. Janin tunggal hidup intrauterin,
c. Mengalami ketuban pecah dini
d. Setuju diikutsertakan dalam penelitian
5. Kriteria eksklusi
b. Perdarahan antepartum
44
6. Besar sampel
Besar sampel untuk uji hipotesis pengaruh panjang serviks transvaginal dan
indeks cairan amnion pada lamanya periode laten pada kehamilan prematur
dengan ketuban pecah dini, dihitung rumus besar sampel untuk uji hipotesis
rerata 2 populasi sebagai berikut:
2
(Zα+Zβ)SB
n1 =n2 =2 [ ]
X1 -X2
Keterangan:
β = Kesalahan tipe II= 20%, power 80%; maka nilai Z= 0,842
45
Apabila ada kemungkinan terjadi drop-out akibat subyek penelitian tidak
dapat di follow-up, maka besar sampel setelah koreksi drop-out adalah:
𝑛 10
𝑛𝑛𝑛 = = = 11,1 ≈ 12
(1 − 𝑛𝑛) 1 − 0,1
7. Cara sampling
Pemilihan subyek penelitian dilakukan dengan cara consecutive sampling
yaitu berdasarkan kedatangan subyek penelitian di RSUP Dr. Kariadi atau
rumah sakit jejaring.
8. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas adalah panjang serviks dan indeks cairan amnion
b. Variabel terikat
Variabel terikat adalah periode laten pada kehamilan prematur dengan
ketuban pecah dini.
9. Variabel perancu
a. Paritas Ibu
b. Umur kehamilan
c. Penggunaan antibiotik profilaksis
d. Penggunaan tokolitik
e. Dilatasi serviks
f. Kontraksi uterus
46
10. Definisi Operasional
No Definisi operasional variabel Unit Skala
1. Panjang kanalis servikalis mm Nominal-rasio
Panjang kanalis servikalis diukur dengan
pemeriksaan USG transvagginal.
2. Indeks cairan amnion (ICA) mm Nominal-rasio
ICA diukur dengan usg transabdominal
3. Periode laten adalah rentang waktu antara jam Nominal
diagnosis ketuban pecah dini pada
kehamilan premature sampai dengan
4 cm.
4. Paritas ibu Nominal-rasio
Paritas ibu adalah banyaknya riwayat
melahirkan bayi 2500 gram.
5. Umur kehamilan minggu Nominal-rasio
Umur kehamilan ditentukan berdasarkan
HPHT atau USG saat umur kehamilan
trimester 1
6. Penggunaan Antibiotik Nominal
Penggunaan antibiotik adalah pasien -Ya
mendapatkan terapi antibiotic sesuai - Tidak
panduan praktik klinik RS tempat
penelitian
7. Penggunaan tokolitik - Nominal
Penggunaan tokolitik adalah pasien -Ya
mendapatkan terapi tokolitik sesuai - Tidak
47
No Definisi operasional variabel Unit Skala
panduan praktik klinik RS tempat
penelitian.
8. Dilatasi serviks Cm Nominal
Dilatasi serviks adalah hasil pengukuran
pembukaan serviks
9. Kontraksi Uterus Nominal rasio
Kontraksi uterus adalah jumlah kontraksi
dalam 10 menit dan durasi kontraksi
Cara kerja :
- Diagnosis kehamilan prematur dengan ketuban pecah dini ditegakkan oleh
residen obstetri ginekologi yang bertugas dan disetujui oleh DPJP.
- Calon peserta penelitian akan diberikan penjelasan mengenai tujuan,
manfaat, risiko dan cara penelitian yang akan dilakukan. Bila pasien setuju,
diminta menandatangani surat persetujuan untuk mengikuti penelitian ini,
sedangkan bila pasien tidak setuju maka tidak diikutsertakan dalam
penelitian.
- Semua subyek penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik obstetri,
pemeriksaan laboratorium darah rutin, urin rutin dan pemeriksaan
ultrasonografi untuk menyingkirkan adanya kelainan sistemik dan faktor
penyulit lainnya.
48
- Pemeriksaan ultrasonografi yang utama adalah penilaian panjang serviks
dengan USG transvaginal dan indeks cairan amnion dengan USG
transabdominal.
- Data-data mengenai penderita diambil sesuai variabel yang diperlukan oleh
residen setingkat level II atau hasil pemeriksaan Dokter Penanggung Jawab
Pasien.
- Pasien diterapi sesuai dengan Panduan Praktik Klinik Ketuban Pecah Dini
pada kehamilan prematur.
- Dilakukan pengawasan tanda-tanda persalinan prematur dan tanda-tanda
inpartu.
- Pasien dapat dipulangkan sesuai dengan pertimbangan klinis Dokter
Penanggung Jawab Pasien.
- Subyek penelitian drop out bila peneliti tidak dapat berkomunikasi dengan
subjek penelitian.
49
4.6 Alur Penelitian
Eksklusi :
Inpartu, pembukaan ≥ 4 cm
Perdarahan antepartum
Polihidramnion atau oligohidramnion
Ada indikasi terminasi segera
Tidak diterapi sesuai PPK KPD
periode laten
50
4.7 Analisis data
Pada data yang terkumpul sebelum dilakukan analisis data akan dilakukan
pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran data. Data selanjutnya ditabulasi dan diberi
kode lalu dimasukkan kedalam komputer. Analisis data meliputi analisis deskriptif
dan uji hipotesis. Pada analisis data secara umum dilakukan uji homogenitas dan
normalitas data. Karakteristik pasien masing-masing kelompok dapat berbeda
bermakna atau tidak bermakna. Apabila terdapat perbedaan bermakna maka akan
disebutkan sebagai faktor perancu yang memerlukan analisis multivariat. Pada
penelitian ini, jumlah sampel penelitian < 50, maka uji normalitas data menggunakan
uji Saphiro-Wilk. Pada data numerik, bila hasilnya berdistribusi normal, uji hipotesis
menggunakan kelompok uji parametrik dan bila tidak normal, menggunakan uji non
parametrik. Semua data kategorik menggunakan uji non parametrik.
Pada analisis univariat, data kategori menggunakan n %, data numerik
parametrik menggunakan mean (SD) dan data numerik non parametric menggunakan
median (min-max). Pada analisis bivariat komparativ, data kategori-kategori tidak
berpasangan menggunakan uji Chi Square, Fisher, Kolmogorov Smirnov; data
numerik atau numerik-kategorik tidak berpasangan >2 kelompok uji parametrik
menggunakan uji One Way Anova, uji non parametrik menggunakan Kruskall-
Wallis. Apabila diperlukan uji multivariate, data kategori menggunakan uji Logistic
Regression dan data numerik menggunakan uji Linier Regression.
Penelitian ini merupakan penelitian prognostic, sehingga dilakukan uji
hipotesis spesifik menggunakan uji Survival Analysis. Nilai p dianggap bermakna
apabila p<0,05 dengan 95% interval kepercayaan. Analisis data akan dilakukan
dengan program komputer.
Penelitian akan dilaksanakan setelah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik
Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan
51
RSUP Dr. Kariadi Semarang dan persetujuan dari Bagian Diklit RSUP Dr. Kariadi
Semarang.
Seluruh calon subyek penelitian akan penjelasan tentang maksud, tujuan dan
manfaat penelitian serta protokol penelitian. Subyek yang setuju ikut serta dalam
penelitian diminta persetujuannya dalam bentuk informed consent tertulis.
52
DAFTAR PUSTAKA
6. Pereira APE, Dias MAB, Bastos MH, Da Gama SGN, Leal MDC. Determining
gestational age for public health care users in Brazil: Comparison of methods
and algorithm creation. BMC Res Notes. 2013;6(1).
53
9. Hetherington E, Doktorchik C, Premji SS, McDonald SW, Tough SC, Sauve
RS. Preterm Birth and Social Support during Pregnancy: A Systematic Review
and Meta-Analysis. Paediatr Perinat Epidemiol. 2015;29(6):523–35.
14. Kemp M. Preterm birth, intrauterine infection and fetal inflammation. Front
Immunol. 2014;5:524.
54
Abnormal labor. In: Williams Obstetrics. 24th ed. Chicago: McGraw Hill;
2014. p. 462–3.
22. Saglam A, Ozgur C, Derwig I, Unlu BS, Gode F, Mungan T. The role of
apoptosis in preterm premature rupture of the human fetal membranes. Arch
Gynecol Obstet. 2013;288(3):501–5.
55
26. Birkenmaier, A Ries, J-J Kuble, J Burki, J Lapaire, O Hosli I. Placental α-
microglobulin-1 to detect uncertain rupture of membranes in a European
cohort of pregnancies. Arch Gynecol Obstet. 2012;285:21–5.
31. Markham KB, Iams JD. Measuring the cervical length. Clin Obstet Gynecol.
2016;59(2):252–63.
56
34. Demir C. Predictive factors for latency period in viable pregnancies
complicated by preterm premature rupture of the membranes Preterm prematür
membran rüptürü ile komplike viabl. 2015;90–3.
57