Anda di halaman 1dari 91

POLITIK DALAM NEGERI

DAN HUBUNGAN LUAR NEGERI


BAB XXII

POLITIK DALAM NEGERI


DAN HUBUNGAN LUAR NEGERI

A. PENDAHULUAN

Pembangunan politik dalam Repelita VI merupakan tahap


awal dari pembangunan politik dalam PJP 11 dan merupakan
kelanjutan, peningkatan, dan pendalaman dari pembangunan politik
dalam PJP I. Pernbangunan bidang politik telah dapat mewujudkan
stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, sehingga memungkin -
kan pelaksanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan
dan telah menghasilkan peningkatan kesejahteraan, menuju kearah
tujuan nasional seperti yang termaktub di dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

XXII/3
Sesuai amanat GBHN 1993 pembangunan politik dalam
Repelita VI sebagai tahap awal PJP 11 diarahkan pada terwujudnya
tatanan kehidupan politik berdasarkan demokrasi Pancasila yang
makin mampu menjamin berfungsinya lembaga politik dan
lembaga kemasyarakatan , mantapnya proses komunikasi politik,
baik antara supra dan infrastruktur politik maupun antar sesama
supra dan infrastruktur politik dan dengan masyarakat, serta
mengembangkan suasana dan sikap keterbukaan yang bertanggung
jawab. Pembangunan politik dalam Repelita VI berupaya
meningkatkan kualitas pendidikan politik, keteladanan dan
kaderisasi politik, memantapkan etika, moral, dan budaya politik
yang berdasarkan Pancasila, meningkatkan peran serta politik
masyarakat, dan membangun suasana kekeluargaan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Salah satu tujuan pokok pembangunan politik adalah


menegakkan kehidupan konstitusi, demokrasi dan tegaknya hukum
di atas landasan Pancasila dan UUD 1945. Dalam rangka itu pada
tahun 1997 telah diselenggarakan pemilihan umum sesuai dengan
asas-asasnya, yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia. Pemilu
1997 telah diselenggarakan dalam suasana demokrasi yang makin
marak. Meskipun tidak terlepas dari adanya masalah-masalah
seperti kerusuhan-kerusuhan selama kampanye berlangsung,
pemilu tahun 1997 menurut pengamatan tampak lebih maju
penyelenggaraannya dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Dalam
pemilu 1997 tercermin kesadaran politik rakyat yang makin tinggi,
yang ditunjukkan oleh partisipasi , rakyat yang luas, sejak
pelaksanaan kampanye sampai pada waktu pelaksanaan pemilunya
sendiri. Salah satu buktinya yang nyata adalah bahwa dalam pemilu
1997, 93,38% rakyat yang berhak memilih telah menggunakan hak
XXII/4
pilihnya. Dengan demikian kehidupan dan kualitas demokrasi di
Indonesia bertambah maju dan semakin mantap.

Dalam rangka pembangunan politik pemahaman,


penghayatan pengamalan dan pemasyarakatan Pancasila terus
ditingkatkan melalui penataran P4 sehingga mencakup lapisan
masyarakat yang seluas-luasnya. Dalam Repelita VI peranan BP-7
telah diperluas dan dikembangkan sampai ke tingkat 11. Dalam
Repelita VI, suasana keterbukaan telah sangat meningkat, didorong
oleh perkembangan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya teknologi informasi. Tidak hanya kekuatan -
kekuatan sosial politik, organisasi-organisasi kemasyarakatan dan
lembaga-lembaga swadaya masyarakat juga makin berkembang dan
makin berperan dalam menyuarakan berbagai aspirasi masyarakat.
Lembaga-lembaga perwakilan telah makin meningkat kualitas baik
kelembagaannya maupun dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Peranan ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan


kekuatan sosial politik telah semakin mantap baik sebagai modal
dasar maupun sebagai kekuatan efektif sehingga telah semakin
mendukung terciptanya dan terpeliharanya stabilitas nasional yang
mantap dan dinamis. Dalam menjalankan fungsi sosial politiknya
ABRI merupakan kekuatan yang mendorong dan menjamin
terselenggaranya kehidupan yang demokratis dan konstitusional.
Dalam Repelita VI jumlah Fraksi ABRI dalam lembaga perwakilan
telah berkurang, namun hal ini tidak mengurangi hakekat peran
serta ABRI dalarn kehidupan politik.

Di bidang hubungan luar negeri, sikap politik luar negeri


Indonesia yang bebas dan aktif dan selalu diarahkan untuk
mendukung terciptanya perdamaian dunia, telah menempatkan

XXII/5
Indonesia dalam posisi dan peranan yang makin mantap dan
dipercaya dalam percaturan politik regional dan global. Di samping
itu telah berhasil pula ditingkatkan kerjasama bilateral dan
multilateral dengan berbagai negara sahabat dan berbagai lembaga
internasional untuk mendukung kepentingan pembangunan
nasional.

Dalam rangka kerjasama regional, Indonesia telah memper


kuat kerjasama antar anggota ASEAN, yang terus meningkat ke -
giatannya dalam mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang damai,
bebas, netral, sejahtera dan bebas dari ancaman senjata nuklir.

Dalam lima tahun terakhir ini, stabilitas keamanan di


kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik telah menunjukkan
kemajuan yang berarti. "ASEAN Regional Forum (ARF) " telah
memperlihatkan fungsinya yang semakin penting sebagai wahana
kerjasama di bidang politik dan keamanan antara ASEAN dengan
para mitra wicara. Keterpaduan bangsa-bangsa Asia Tenggara
nampak semakin nyata dengan bergabungnya Vietnam, Laos dan
Myanmar kedalam ASEAN, sedangkan Kamboja, diharapkan akan
segera menyusul dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dengan
demikian, Visi ASEAN-10 semakin mendekati kenyataan,
sebagaimana dicita-citakain dalam Deklarasi Bangkok 1967.
Kerjasama ekonomi intra ASEAN terus meningkat pesat, yang
dipacu oleh kebijakan menuju terciptanya "ASEAN Free Trade
Area (AFT)": AFTA merupakan gerbang pertama bagi Asia
Tenggara, menuju liberalisasi perdagangan regional yang lebih
luas.

Di kelompok negara berkembang, Indonesia telah berhasil


membangun kepercayaan dan rasa solidaritas yang mendalam
XXII/6
antara negara yang tergabung dalam Gerakan Non Blok (GNB).
Negara-negara anggota GNB menilai kepemimpinan Indonesia atas
GNB telah berhasil, terutama dalam mengubah pendekatan yang
konfrontatif menjadi pendekatan kerjasama berdasarkan kemitraan
yang lebih diarahkan pada kerjasama pembangunan di bidang
ekonomi dan sosial.

Dalam rangka kerjasama Selatan-Selatan yang bersifat inter


regional, telah ditingkatkan penggalangan upaya bersama untuk
memajukan pembangunan di negara-negara berkembang antara lain
melalui forum D-8. Indonesia mendapat kepercayaan untuk
menjadi koordinator dalam pelaksanaan proyek pengentasan
kemiskinan. Pada Kelompok-77 Indonesia terpilih menjadi Ketua
untuk periode 1998. Kepercayaan semacam ini menjadi pendorong
untuk berperan lebih aktif lagi dalam berbagai forum kerjasama
negara-negara berkembang lainnya seperti Kelompok-15, dan
Organisasi Konperensi Islam (OKI).

Dalam Repelita VI telah berkembang upaya kerjasama


kawasan yang lebih luas, yaitu APEC. Indonesia menjadi tuan rumah
per-temuannya yang kedua di Bogor tahun 1995. Di Bogor para
Pemimpin APEC telah menjadwalkan tahap-tahap liberalisasi
perdagangan dan investasi di kawasan, yaitu tahun 2010 untuk
negara-negara maju dan tahun 2020 untuk negara-negara
berkembang.

Peranan aktif dan konstruktif Indonesia dalam AFTA, APEC


dan ASEM, merupakan langkah strategis untuk menarik manfaat
yang sebesar-besarnya dari dinamika segitiga tata hubungan antara
Asia Timur dengan kawasan Eropa Barat dan Amerika Utara. Hal
ini diikuti pula dengan berkembangnya secara pesat berbagai
XXII/7
daerah pertumbuhan bersama antara negara-negara yang
berbatasan, seperti IMS-GT, IMT-GT, BIMP-EAGA dan AIDA.

Dalam memperjuangkan hak-hak asasi manusia, Indonesia


berpegang pada nilai-nilai luhur yang bersumber pada budaya
bangsa kita sendiri. Perjuangan bangsa Indonesia dalam
menegakkan hak-hak asasi ini dilaksanakan melalui peningkatan
berbagai perangkat perlindungan hak-hak asasi manusia di dalam
negeri termasuk dengan pembentukan Komnas HAM dan
partisipasi aktif diberbagai forum di luar negeri, antar lain sebagai
anggota komisi Hak Asasi Manusia PBB.

Indonesia telah meningkatkan program bantuan kemanusiaan


yang bertujuan untuk mendorong kesetiakawanan sosial berkaitan
erat dengan upaya mewujudkan suasana perdamaian dan kemitraan,
terutama antara Indonesia dan negara berkembang lainnya serta
negara-negara yang memerlukan bantuan.

Dalam konteks yang lebih luas, hubungan luar negeri yang


dibina selama ini telah berhasil menumbuhkan kepercayaan dunia
terhadap Indonesia dan pembangunan nasionalnya, seperti
tercermin antara lain dengan meningkatnya arus wisatawan,
investasi, kerjasama internasional untuk pembangunan, percepatan
alih teknologi, perluasan akses komoditas ke pasar internasional
dan sebagainya.
XXII/8
B. POLITIK DALAM NEGERI

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sesuai amanat GBHN 1993, sasaran pembangunan bidang


politik dalam Repelita VI adalah tertatanya kehidupan politik yang
didukung oleh suasana yang memungkinkan berkembangnya
budaya politik yang mengarah pada perwujudan sikap
pembaharuan dan keterbukaan yang bertanggung jawab dalam
komunikasi antar dan antara suprastruktur dan infrasruktur politik
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta terselenggaranya
otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung
jawab.

Kebijaksanaan dan program pembangunan politik dalam


negeri dalam Repelita VI pokok-pokoknya adalah pengembangan
etika, moral, dan budaya politik; pemasyarakatan dan pembudayaan
P4; peningkatan fungsi suprastruktur politik; peningkatan kualitas
dan kemandirian organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi
kemasyarakatan; peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilihan
umum; serta pengembangan otonomi daerah yang nyata, dinamis,
serasi, dan bertanggung jawab.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Sampai Dengan


Tahun Keempat Repelita VI

Pembangunan politik dibandingkan dengan pembangunan di


sektor-sektor lain, lebih banyak merupakan kegiatan masyarakat
serta lembaga-lembaga politik yang ada di masyarakat. Hasil
pembangunan politik pada umumnya tidak diukur secara
kuantitatif, yang teramat penting adalah berkembangnya sinergi

XXII/9
antara kegiatan yang diprakarsai pemerintah dan kegiatan
masyarakat sendiri untuk membangun kehidupan politik yang
demokratis, konstitusional, dan berlandaskan hukum.

Secara garis besar upaya-upaya yang dilakukan dalam


melaksanakan program-program pembangunan politik dalam empat
tahun Repelita VI pokok-pokoknya adalah sebagai berikut.

a. Program Pengembangan Etika, Moral, dan Budaya


Politik

Program ini bertujuan mewujudkan penghayatan dan


pengamatan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi terbuka di tengah
arus perubahan dinamika masyarakat, yang dipengaruhi pula
perkembangan di dunia serta kemajuan teknologi, umumnya di
bidang informasi.

Dalam rangka ini pemasyarakatan dan pembudayaan P4


merupakan kegiatan utama, dan diarahkan pada pemahaman,
penghayatan dan pendalaman serta kukuhnya keyakinan
masyarakat akan kebenaran dan keampuhan Pancasila baik sebagai
dasar negara, ideologi nasional maupun pandangan hidup bangsa.
Upaya yang dilakukan dalam Repelita VI merupakan kelanjutan
dari pemasyarakatan P4 yang telah diselenggarakan sejak PJP I,
sekaligus juga merupakan upaya pembaharuan dan peningkatan
dalam pemasyarakatan dan pembudayaan P4, berdasarkan Intruksi
Presiden No. 2 Tahun 1994 tentang Peningkatan Penataran P4,
yang diikuti oleh Gerakan Peningkatan Pembudayaan Pancasila.

Dalam Repelita VI pemasyarakatan dan pembudayaan P4


telah diupayakan dengan menyempurnakan program-program yang

XXII/10
sudah ada sebelumnya dengan mengembangkan berbagai metode
yang lebih mudah diterima oleh berbagai lapisan masyarakat
dengan pendekatan kontekstual, sehingga bukan saja dapat
menjangkau seluruh kelompok masyarakat tetapi juga lebih dapat
dipahami secara rasional dan bernilai praksis.

1) Kegiatan Pemasyarakatan dan Pembudayaan P4

Pelaksanaan penataran dan upaya pemasyarakatan dan


pembudayaan P4 dalarn Repelita VI tidak hanya dibatasi pada
rumusan baku mengenai nilai-nilai dasar yang bersifat normatif,
tetapi juga dikaji dan dikembangkan ke dalam nilai-nilai
instrumental dan praksis, dan dapat dirumuskan dalam bentuk
penjabaran yang lebih operasional dan dapat diamalkan secara
nyata. Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai
bidang sangat bervariasi dan beraneka ragam. Oleh sebab itu dalam
Repelita VI metode dan materinya dikembangkan dan diselaraskan
sedemikian rupa sehingga dapat disesuaikan dengan konteks
bidang, fungsi dan kelompok masyarakat.

Mengingat tantangan yang dihadapi, maka titik berat


pengembangan metode dan materi menjadi faktor kunci penentu
keberhasilan. Pengulangan yang berlebihan dihindarkan. Karena
sasaran pemasyarakatan dan pembudayaan P4 dalam Repelita VI
sebagian besar telah menerima P4 baik melalui kegiatan penataran
maupun non penataran sebelurnnya, maka aspek yang mendapat
perhatian adalah penjabaran nilai dasar kepada nilai instrumental
dan operasional, sehingga materi P4 selalu dikaitkan dengan
bidang/sektor/lembaga masing-masing.

XXII/11
Dengan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1994 pemasyarakatan
dan. pembudayaan P4 menggunakan pendekatan kontekstual.
Dengan pendekatan kontekstual pelaksanaan penataran dan upaya
pemasyarakatan dan pembudayaan P4 tidak terbatas pada rumusan
yang bersifat normatif, akan tetapi dibakukan pula dalam bentuk-
bentuk penjabaran operasional. Metode dan materi penataran
dikembangkan dan diselaraskan sedemikian rupa sehingga
disesuaikan dengan konteks, bidang, fungsi, dan kelompok
masyarakat.

Dalam penjabarannya, materi umum dikembangkan kedalam


materi yang lebih rinci sesuai dengan kekhasan bidang masing -
masing. Metode yang diterapkan diarahkan agar mampu menjadi
motivasi untuk menggali dan mengidentifikasikan cara yang tepat
di bidang masing-masing. Implementasi pemasyarakatan dan
pembudayaan P4 secara kontekstual dilakukan melalui penjabaran
operasional dalam berbagai aspek agar tercipta konsistensi dalam
pelaksanaan keputusan kebijaksanaan maupun pelaksanaannya.

Upaya aktualisasi nilai-nilai Pancasila dengan pendekatan


kontekstual secara bertahap dilakukan melalui peningkatan dan
perluasan di berbagai kalangan, dimulai dari pejabat eselon I dan
Gubernur. Di samping itu dilaksanakan pula penataran Calon
Manggala bagi rektor, pembantu rektor dan dekan perguruan tinggi
negeri/IAIN maupun pimpinan perguruan tinggi swasta dan para
guru besar serta para pelaku komunikasi massa nasional. Untuk
menyiapkan calon penatar baik di pusat maupun daerah telah
dilaksanakan penataran sebanyak 272 kali (Tabel XXII-1) yang
sampai dengan tahun keempat Repelita VI mencapai jumlah 35.390
orang (Tabel XXII-2). Penataran P4 bagi organisasi
kemasyarakatan mencapai jumlah peserta 22.873.141 orang (Tabel
XXII/12

XXlv1z
XXII-3). Dalam periode yang sama telah ditatar sebanyak 1.696
orang bagi para pelaku ekonomi, lektor, dan pelaku komunikasi
nasional (Tabel XXII-4).

Di samping itu untuk lebih meningkatkan dan mengefektifkan


pemasyarakatan dan pembudayaan P4 di lingkungan instansi
masing-masing, dilaksanakan penataran P4 bagi para eselon II
termasuk didalamnya Bupati/Walikotamadya seluruh Indonesia dan
para lektor. Lektor, lektor madya dan lektor kepala telah ditatar
sebanyak 5.097 orang. Dalam rangka mempersiapkan penataran P4
bagi eselon 1II, IV, dan V di instansi pusat dan daerah pada tahun
1996/97 telah diselenggarakan penataran bagi pembina TOT
(Training of the Trainer) dan penataran TOT baik di pusat maupun di
daerah sebanyak 13.899 orang (Tabel XXII-5).

Bagi mahasiswa baru, mulai Repelita VI telah digunakan pola


terpadu 45 jam sebagai prasyarat untuk menempuh mata kuliah
dasar umum Pancasila. Hal ini merupakan penyempurnaan metode
sebelumnya yang menggunakan pola pendukung 100 jam bagi
mahasiswa baru dengan bobot 2 Sks yang sampai dengan tahun
1996/1997 mencapai jumlah 8.485.912 orang yang meliputi pola
100 jam, 45 jam, 25 jam, dan 17 jam. Di samping itu penataran
bagi siswa SLTA telah mencapai jumlah 17.500.529 orang, dan
siswa SLTP sampai dengan tahun 1996/97 telah mencapai jumlah
27.646.875 orang (Tabel XXII-6).

Selanjutnya dengan dibentuknya lembaga Menteri Negara


Urusan Khusus, bekerjasama dengan BP-7, pada tanggal 10
Agustus 1997 s/d 14 September 1997 telah dilaksanakan Sarasehan
Pembekalan Anggota Legislatif DPR/MPR Hasil Pemilu 1997 yang
terdiri dari lima angkatan.

XXII/13
2) Penyiapan Sumber Daya Manusia

Mengingat kelompok sasaran dari pemasyarakatan dan


pembudayaan P4 akan semakin kritis, di samping iklim
keterbukaan serta kesadaran akan arti pentingnya pendidikan, maka
tuntutan terhadap peran BP-7 semakin berat. Agar mampu
meningkatkan efektivitas penataran, para manggala dan penatar
dituntut lebih terbuka dan siap dengan pengetahuan dan wawasan
yang lebih luas, dan perlu mendapat bahan bandingan yang lebih
luas untuk menguji materi yang disampaikan kepada para peserta
penataran.

Guna menyiapkan sumber daya manusia yang tangguh mental


ideologinya dalam menghadapi tuntutan tersebut di atas, maka
diupayakan untuk meningkatkan kemampuan jajaran aparat BP-7
dan tenaga penatar tingkat nasional/ Manggala baik di pusat
maupun di daerah dalam menyampaikan materi nilai-nilai P4
secara aktual dan kontekstual. Sampai dengan tahun keempat
Repelita V1, dicetak 2.377 orang Manggala yang terdiri dari
Manggala Eselon I/Eksekutif, Manggala di lingkungan kampus, dan
Manggala di lingkungan media massa nasional. Mereka adalah
Manggala yang bertugas melaksanakan penataran kontekstual di
sektor dan daerah masing-masing sehingga dapat
mengopersionalisasikan Pancasila, UUD 1945 dan GBHN sesuai
dengan jabatan, tugas, fungsi serta kedudukan masing-masing dan
secara lintas sektor.

Di samping itu untuk memenuhi kebutuhan tenaga penatar


yang diperlukan di lingkungan lembaga pemerintah maupun
organisasi kemasyarakatan, telah disempurnakan tata cara

XXII/14
penataran P4 Calon Penatar P4 Pola 144 Jam. Sedangkan tenaga
penatar sektoral yang disiapkan melalui TOT adalah para pejabat
eselon I dan II di lingkungan masing-masing dan diharapkan lebih
mampu menatar pegawai di lingkungannya.

3) Kegiatan Pembudayaan Non Penataran

Selain kegiatan pemasyarakatan dan pembudayaan P4


melalui penataran seperti tersebut di atas, upaya lainnya adalah
melalui jalur non penataran. Upaya ini antara lain meliputi lomba
pemasyarakatan dan pembudayaan P4 (lomba P2P4), simulasi P4,
modulasi P4, media massa, pembinaan tradisional, dakwah maupun
kelompok belajar yang tersebar di berbagai pelosok tanah air.

Lomba P2P4 mulai dilaksanakan pada awal Repelita VI, dan


merupakan upaya pemasyarakatan dan pembudayaan untuk
menjangkau lapisan masyarakat yang terdiri dari kelompok pelajar,
mahasiswa, dan organisasi kemasyarakatan, yang melibatkan
segenap anggota masyarakat yang terkait secara langsung maupun
tidak langsung. Kegiatan dalam lomba tersebut meliputi lomba
cerdas tangkas P4 (LCT P4) untuk kelompok Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama/Madrasah Tsanawiyah, lomba pidato P4 dan lomba
menyanyi lagu-lagu bernafaskan P4 untuk kelompok Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas/Madrasah Aliyah, lomba diskusi P4
kelompok mahasiswa, dan lomba simulasi P4 untuk Kelompok
Belajar.

XXII/15
b. Program Peningkatan Fungsi Suprastruktur Politik

Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan memantapkan


fungsi suprastruktur politik, dengan mengembangkan kerjasama
yang serasi dan terbuka berdasarkan atas asas kekeluargaan dan
didukung oleh sumber daya yang memadai..

Program ini sesungguhnya adalah upaya yang berkelanjutan


dalam pemantapan hubungan dan tata kerja antara pemerintah dan
lembaga-lembaga tinggi negara lainnya serta antar lembaga-
lembaga tinggi negara dalam rangka peningkatan peranan dan
fungsinya sesuai UUD 1945.Kegiatan dalam program ini terus
menerus berjalan , dalam upaya untuk mewujudkan amanat UUD
1945 mengenai penyelenggaraan negara, dan fungsi serta peranan
masing-maing lembaga dalam menegakkan kehidupan yang
demokratis dan konstitusional. Dalam program ini termasuk pula
upaya untuk memperkuat dukungan kelembagaan serta sumberdaya
manusia dari lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara tersebut.

Sebagai bagian dari upaya ini pada bulan Agustus dan


September 1997 telah diselenggarakan pembekalan bagi calon
anggota legislatif (calon anggota DPR-RI). Untuk meningkatkan
peranan dan fungsi DPRD, maka telah diprogramkan Orientasi
Pembekalan Bidang Tugas Anggota DPRD I dan DPRD II. Di
samping itu juga telah diprogramkan santiaji politik bagi aparatur
pemerintah di jajaran Departemen Dalam Negeri, serta peningkatan
fungsi wadah-wadah partisipasi masyarakat perdesaan dan
perkotaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
di daerah melalui Kegiatan Bulan Bhakti LKMD.
XXII/16
c. Program Peningkatan Peranan Organisasi
Kekuatan Sosial Politik

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas organisasi


kekuatan sosial politik dalam rangka mewujudkan dan memantap-
kan kehidupan demokrasi Pancasila.

Dalam rangka pembinaan infrastruktur politik telah diupaya -


kan penciptaan iklim yang mendukung berfungsinya lembaga-
lembaga politik baik Partai Politik, Golongan Karya dan lembaga
kemasyarakatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Sebagai modal dasar pembangunan kekuatan-kekuatan sosial


politik, organisasi-organisasi sosial politik dan ABRI telah
menjalankan peranannya dalam kehidupan politik dan dalam
memantapkan serta memperkuat demokrasi serta stabilitas nasional
yang mantap dan dinamis.

d. Program Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan


Pemilihan Umum

Program ini bertujuan untuk memantapkan penyelenggaraan


Pemilihan Umum agar semakin berkualitas, berdasarkan asas
langsung, umum, bebas dan rahasia.

Pelaksanaan Pemilu 1997 telah diupayakan untuk


ditingkatkan kualitasnya di antaranya melalui penyempurnaan
peraturan perundang-undangan tentang Pemilihan Umum dan
pengaturan kampanye. Dalam upaya peningkatan peran OPP dalam
pelaksanaan pemilu, yang tidak terlepas dari keanggotaan OPP

XXII/17
dalam Badan Penyelenggara/Pelaksana Pemilu, telah diadakan
perubahan terhadap PP No. 35 Tahun 1985 tentang pelaksanaan
UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu (sebagaimana telah
beberapa kali dirubah), tertuang dalam PP No. 10 Tahun 1995 dan PP
No. 74 Tahun 1996. Pelaksanaan kampanye pemilihan umum 1997
untuk wilayah Indonesia dibagi enam wilayah kampanye. Hari-
hari kampanye telah diatur untuk mencegah terjadinya benturan
antar OPP yang berkampanye. Kampanye pemilu tahun 1997 telah
berlangsung semarak, yang menunjukkan bahwa kesadaran politik
rakyat telah meningkat. Diberbagai daerah telah terjadi ekses yang
menimbulkan kerusuhan, tetapi pada umumnya kampanye berjalan
lancar. Bentuk kampanye diatur dalam bentuk kampanye monologis
dan dialogis, yang pengaturannya tertuang dalam KEPPRES No. 99
Tahun 1996 Yo KEPMENDAGRI/Ketua LPU No. 7 Tahun 1997.
Perubahan lainnya menyangkut perubahan UU No. 16 Tahun 1969
tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD yaitu dengan
UU No. 5 Tahun 1995. Perubahan tersebut hanya menyangkut 1 pasal
yaitu Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) mengenai perubahan jumlah
anggota Fraksi ABRI di DPR yang diangkat dari 100 orang menjadi
75 orang, diikuti perubahan dengan PP No. 20 Tahun 1995.

e. Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran seluruh


warga negara akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 serta untuk berperan sepenuhnya dalam
pembangunan.

XXII/18
Program ini mengupayakan untuk meningkatkan peran dan
fungsi organisasi kemasyarakatan; menumbuhkembangkan kreatifi -
tas, pemanfaatan potensi, dan menyalurkan minat masyarakat untuk
ikut berkiprah dalam pembangunan. Juga diupayakan untuk mem -
berikan dorongan serta bimbingan kepada organisasi
kemasyarakatan dan lembaga kemasyarakatan untuk meningkatkan
kemampuan, kualitas dan kemandirian dalam menjalankan fungsi
dan perannya serta mendorong terselenggaranya forum konsultasi
dan komunikasi antar LSM secara periodik. Program ini
melanjutkan inventarisasi perkembangan data keberadaan
organisasi kemasyarakatan dan lembaga kemasyarakatan baik di
pusat maupun di daerah, serta mengevaluasi keberadaannya dalam
rangka peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
nasional.

Dalam Repelita VI khususnya dalam kurun waktu empat


tahun terakhir, peran serta masyarakat dalam pembangunan telah
makin meningkat dan mengakar, terutama berkat upaya yang
semakin intensif untuk memberdayakan masyarakat melalui berbagai
kegiatan penerangan, pendidikan, penyuluhan, pelatihan dan
pemberdayaan ekonomi.

Suasana keterbukaan yang antara lain didorong oleh tingkat


kecerdasan masyarakat yang makin tinggi, interaksi dengan dunia
luar yang makin kerap dan makin luas dan mudahnya dijangkau
informasi, telah mendorong berkembangnya peranan organisasi-
organisasi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat
dalam pembangunan dan kehidupan masyarakat pada umumnya.

XXII/19
f. Program Pemantapan Integrasi Bangsa

Program ini diarahkan untuk memperkuat jiwa dan semangat


kebangsaan bagi segenap warga negara Indonesia yang tercermin
dalam sikap dan perilaku anggbta masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga semakin
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.

Program ini dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, antara


lain pemantapan wawasan kebangsaan bagi seluruh lapisan
masyarakat baik yang asli maupun warga negara keturunan asing,
dengan perhatian khusus diberikan kepada generasi muda. Dalam
program ini diupayakan pula peningkatan kewaspadaan nasional
untuk menangkal pengaruh ideologi asing, peningkatan keamanan
dan perlindungan masyarakat dan pemantapan stabilitas nasional,
serta peningkatan pembinaan para bekas tahanan dan bekas
narapidana G.30.S/PKI.

Dalam program ini diselenggarakan berbagai pelatihan antara


lain latihan pembinaan bagi Tenaga Pelaksana Pembauran Daerah
(TPPD) yang terdiri dari 2 (dua) angkatan yang diikuti oleh pejabat
pusat dan daerah sebanyak 79 orang, Kelompok Penggerak
Pembauran Lapangan (KPPL) dan Tenaga Pelaksana Pembauran
Rukun Tetangga/Rukun Warga (TPP-RT/RW) di beberapa daerah
sebanyak 16 (enam belas) kali dengan jumlah peserta 530 orang
sebagai kader-kader andalan dalam memacu proses pembauran
bangsa. Dalam rangka upaya pembauran telah ditingkatkan
penggunaan bahasa Indonesia dikalangan warga negara keturunan
asing dan masyarakat di wilayah perbatasan guna memantapkan
persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam rangka peningkatan
pembauran itu pula ditingkatkan peran BAKOM PKB sebagai mitra
XXII/20
pemerintah dalam memberikan masukan yang berdayaguna.
Termasuk dalam program ini peningkatan kerjasama antar umat
beragama guna memantapkan kerukunan hidup intern umat
beragama, antara umat beragama dan antara umat beragama dengan
pemerintah, dari sudut pembinaan politik dalam negeri.

g. Program Peningkatan Penyelenggaraan Otonomi


Daerah

Program peningkatan penyelenggaraan otonomi daerah


dilaksanakan melalui penataan dan penyerahan secara bertahap
kewenangan dan penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan
dan pembangunan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
dalam rangka peningkatan otonomi daerah yang bertitik berat pada
Daerah Tingkat II. Melalui program ini diupayakan untuk
meningkatkan kemampuan pemerintah dalam memberikan
pelayanan secara lebih efisien dan efektif pada masyarakat, dan
kemampuan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan
rumah tangganya sendiri secara lebih mantap dan berkualitas.

Secara rinci kegiatan program tersebut adalah sebagai


berikut:

1) Penataan Wilayah Daerah (Kota dan Desa)

Dalam rangka penatanaan wilayah daerah (kota dan desa)


yang didasarkan pada ketentuan perundangan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas rentang kendali penyelenggaraan
pemerintah daerah, selama Repelita VI telah terbentuk Kotamadya
Dati II Denpasar, Mataram, Jayapura, Palu, Kendari, Kupang dan
Kabupaten Dati II Tulang Bawang dan Tanggamus, Bekasi dan

XXII/21
Tarakan. Disamping itu telah dilaksanakan perluasan wilayah
Kotamadya dati II Bogor dan Sukabumi serta pemindahan Ibukota
Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang, Tapanuli Tengah dan
Kabupaten Dati II Agam.

Penataan wilayah desa di beberapa daerah dilanjutkan secara


bertahap dan ditingkatkan pembinaan dan pengembangannya
dengan tujuan agar desa-desa hasil penataan tersebut dapat lebih
cepat berfungsi dan berkembang atas dasar kemampuan
penyelenggaraan urusan rumah tangga sendiri.

2) Penataan Kewenangan

Penataan dan pendistribusian urusan pemerintahan di Daerah


Tingkat I dan II dilaksanakan dalam rangka memperjelas kewe-
nangan penyelenggaraan urusan pemerintahan antara pusat dan
daerah serta antar unit-unit pemerintahan di daerah dalam satu
sistem manajemen. Hal tersebut dilakukan sebagai perwujudan
penyelenggaraan tugas-tugas desentralisasi, dekonsentrasi dan
tugas pembantuan, yang dilaksanakan secara bersama-sama dengan
pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan
bertanggung jawab.

Dalam rangka penataan kewenangan urusan pemerintahan,


telah dilaksanakan langkah-langkah pengkajian Peraturan Pemerin -
tah (PP) tentang penyerahan urusan pemerintahan kepada Daerah
dan program percontohan Otonomi Daerah pada 26 Kabupaten Dati
II untuk memantapkan penyelenggaraan Otonomi Daerah pada Dati
II. Pada dasarnya urusan pemerintahan yang telah diserahkan
kepada Dati I dan Dati II adalah sebanyak 19 urusan yaitu urusan
pertanian, kehewanan/peternakan, perikanan darat, perikanan laut,
XXII/22
kehutanan dan karet rakyat, perkebunan, transmigrasi,
pemerintahan umum, sosial, koperasi dan PKK, pariwisata,
pekerjaan umum, LLAJ, pertambangan, perdagangan, kesehatan,
perburuan, perindustrian, pendidikan, pengajaran dan kebudayaan.

3) Penataan dan Pengembangan pengelolaan keuangan


Daerah dan Sumber Pendapatan Daerah

Upaya penataan dan pengembangan sumber-sumber


pendapatan daerah, dilaksanakan bersama dengan pengembangan
sistem pengelolaan keuangan daerah yang mendukung terciptanya
kondisi yang lebih memberikan kepastian dan menjamin laju
pertumbuhan daerah. Dalam Repelita VI, upaya tersebut meliputi
hal-hal sebagai berikut:

a) Penataan dan peningkatan pengelolaan pajak, retribusi daerah


serta pendapatan lain-lain. Untuk itu antara lain telah
diterbitkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.

b) Realokasi dan restrukturisasi APBD, dikaitkan dengan pena-


taan pembinaan dan pengelolaan Subsidi Derah Otonom
(SDO), ganjaran, lembaga keuangan, lembaga swadana dan
lain-lain. Dalam rangka itu kewenangan pembayaran gaji
guru SD dan pegawai Daerah Otonom telah diserahkan
kepada Pemerintah Daerah Tingkat II.

c) Pengembangan sistem informasi administrasi keuangan


daerah guna mewujudkan administrasi keuangan daerah yang
berdayaguna dan berhasilguna.

XXII/23
Dengan berbagai upaya tersebut dalam Repelita VI pengelo-
laan pemungutan restribusi daerah telah semakin tertib dan
kemampuan aparat pengelola restribusi daerah serta penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin meningkat.

4) Penataan dan pendayagunaan Manajemen/


Administrasi Pemerintahan Daerah

Sasaran penataan dan pengembangan sistem administrasi


pemerintahan ini adalah Tingkat Daerah, Desa dan Kelurahan.
Dalam Repelita VI telah diupayakan hal-hal sebagai berikut:

a) Penataan organisasi dan restrukturisasi unit-unit penyeleng-


gara pemerintahan di Daerah, Desa dan Kelurahan, yang
mengarah pada terwujudnya unit pemerintahan yang semakin
kuat dalam kemampuan administrasi dan pelayanan.

b) Upaya realokasi dan refungsionalisasi personil, yang


mengarah pada profesionalisme pelaksanaan tugas struktural
maupun fungsional.

c) Penciptaan iklim dan kondisi yang mendukung dalam


menguasai, mengembangkan dan mendayagunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi (proses kearah sadar IPTEK bagi
aparat dan masyarakat).

d) Pembakuan hubungan kerja antar perangkat pemerintah


dalam suatu sistem manajemen pemerintahan di daerah yang
terpadu, selaras dan serasi.
XXII/24
e) Penataan pemerintahan desa/kelurahan yang mengarah pada
kemandirian dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan
dan pembangunan.

5) Penataan dan Pengembangan Sumber-Sumber


Pendapatan Desa

Program ini berupaya untuk menyehatkan pengelolaan


keuangan dan kekayaan desa secara lebih rasional, melalui
penataan dan pembinaan pendapatan dan kekayaan desa, dan
peningkatan kemampuan aparat desa dalam mengelola keuangan
kekayaan desa.

Dalam Repelita VI kekayaan milik desa telah mulai tertata


sumber-sumber pendapatan desa telah lebih pasti dan jelas, dan
sebagian pajak dan restribusi daerah telah diberikan kepada desa.

6) Penataan dan Pengembangan Lembaga Ekonomi


Daerah

Dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah, diupayakan


penyempurnaan pengelolaan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)
agar berdayaguna dan berhasilguna. Dalam Repelita VI telah
diupayakan:

a) Penataan struktur organisasi dan sistem perencanaan serta


manajemen administrasi dan keuangan BUMD seperti BPD
(Bank Pembangunan Daerah) milik Daerah Tingkat I, BKPD
(Bank Karya Pembangunan Daerah) milik Daerah Tingkat II,
PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) milik Daerah
Tingkat II dan perusahaan daerah lainnya.

XXII/25
b) Pengembangan dan perluasan jaringan usaha organisasi
perusahaan daerah pada kawasan padat pembangunan serta
pelayanan jasa pemerintahan dan keikutsertaan swasta dalam
peningkatan ekonomi daerah, dan

c) Peningkatan pengetahuan dan kemampuan pimpinan dan


karyawan BUMD di bidang dunia usaha secara profesional.

C. HUBUNGAN LUAR NEGERI

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran penyelenggaraan hubungan luar negeri dalam


Repelita VI sesuai amanat GBHN 1993 adalah meningkatnya
hubungan kerjasama internasional yang saling menguntungkan dan
menunjang kepentingan nasional.

Pembangunan hubungan luar negeri pada Repelita VI,


dilaksanakan dengan senantiasa memperhatikan kepentingan
nasional dalam menegakkan kedaulatan, kemandirian dan
kepribadian bangsa serta memperhatikan beberapa kebijaksanaan
yang meliputi (a) pemantapan prinsip politik luar negeri bebas
aktif; (b) peningkatan upaya perwujudan tatanan dunia baru; (c)
peningkatan kerjasama bilateral dan multilateral, baik regional
maupun global, sesuai dengan kepentingan nasional; dan (d)
peningkatan peran GNB.
XXII/26
Program pembangunan hubungan luar negeri terdiri atas
program pokok, yaitu Program Pembinaan Hubungan Luar Negeri;
dan program penunjang, yaitu Program Pendidikan, Pelatihan dan
Penyuluhan Hubungan Luar Negeri; Program Penelitian dan
Pengembangan Hubungan Luar Negeri dan Program Bantuan
Kemanusiaan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan


Tahun Keempat Repelita VI

a. Program Pokok

1) Program Pembinaan Hubungan Luar Negeri.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan dan


kerjasama luar negeri dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan, dan teknologi. Program ini
dilaksanakan di berbagai fora internasional melalui berbagai
kegiatan yang seluruhnya ditujukan untuk memperjuangkan dan
menunjang kepentingan dan pembangunan nasional.

Dalam meningkatkan hubungan dan kerjasama luar negeri,


Indonesia tetap berpegang pada prinsip politik luar negeri yang
bebas dan aktif dan diarahkan untuk turut mewujudkan tatanan
dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial serta ditujukan untuk lebih meningkatkan kerjasama
regional dan internasional.

Dalam rangka mewujudkan kerjasama regional di kawasan


Asia Tenggara, Indonesia menjadikan ASEAN sebagai prioritas
politik luar negeri untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan politik

XXII/27
di Asia Tenggara dengan terus meningkatkan peranan konstruktifnya
dalam meningkatkan keserasian hubungan antarnegara,
memperkukuh perdamaian, dan meningkatkan kesejahteraan
bersama.

Dalam Repelita VI berbagai kemajuan telah dicapai antara


lain: terbentuknya ASEAN Regional Forum (ARF) pada bulan Juli
1994 dan berlakunya implementasi CEPT-AFTA mulai Oktober
1994. Disamping itu pada tahun 1995, seluruh negara Asia Tenggara
telah memiliki peran dalam Traktat Persahabatan dan kerjasama di
Asia Tenggara (TAC) dan pada bulan Maret 1997, Traktat Kawasan
Bebas Senjata Nuklir - Asia Tenggara mulai diberlakukan.

Keterpaduan bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara


nampak semakin nyata dengan masuknya Laos dan Myanmar pada
bulan Juli 1997. Indonesia terus mengupayakan agar Kamboja
dapat segera menjadi anggota ASEAN. Dalam hubungan ini,
ASEAN telah meminta Indonesia untuk mengetuai "Troika
ASEAN" untuk membantu memulihkan stabilitas politik di
Kamboja.

Pada KTT Informal ke-2 di Kuala Lumpur bulan Desember


1997, Indonesia mendorong kesepakatan ASEAN untuk
memperkokoh komitmen "Visi ASEAN tahun 2020", yaitu
meningkatkan kerjasama di bidang politik, ekonomi, dan
fungsional serta mendorong peningkatan kerjasama eksternal
ASEAN terutama dengan para mitra dialog dari kawasan Asia
Timur, dalam menyongsong abad ke-21. Dalam KTT tersebut
diresmikan berdirinya Yayasan ASEAN yang berkedudukan di
Jakarta, untuk meningkatkan partisipasi aktif masyarakat Asia
XXII/28
Tenggara dalam upaya mengatasi masalah kesenjangan ekonomi,
kemiskinan, dan masalah sosial lainnya. Indonesia dan negara -
negara ASEAN lainnya bersepakat untuk saling membantu
mengatasi krisis keuangan di Asia Tenggara akhir-akhir ini.

Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF)


telah berkembang sebagai forum yang efektif untuk dialog dan
konsultasi di bidang politik dan keamanan negara-negara di
kawasan ini. Selama kepemimpinan Indonesia sebagai Ketua ARF
tahun 1996 telah diselenggarakan kegiatan-kegiatan ARF yang
melibatkan baik pemerintah maupun lembaga-lembaga non-
pemerintah. Dalam rangka itu Indonesia telah berhasil memenuhi
mandat untuk menyusun kriteria partisipasi ARF.

Pertemuan Forum Regional ASEAN III (ARF III) yang


terakhir telah berlangsung di Jakarta pada tanggal 23 Juli 1996
dihadiri oleh seluruh negara peserta ARF. Selama tiga kali
pertemuan, ARF telah berhasil melakukan pertukaran pikiran
mengenai isu-isu politik dan keamanan regional yang merupakan
kepentingan bersama untuk pemantapan perdamaian dan stabilitas
di kawasan Asia Pasifik. Indonesia akan terus mengupayakan
peningkatan peranan ARF.

Bagi Indonesia, terciptanya Asia Tenggara sebagai kawasan


bebas senjata nuklir merupakan kepentingan nasional yang sangat
mendasar. Indonesia saat ini telah menyelesaikan proses ratifikasi
kawasan bebas senjata nuklir Asia Tenggara dan telah menjadi
undang-undang yakni Undang-Undang No 9 tahun 1997.

Berkaitan dengan mulai diberlakukannya traktat Kawasan


Bebas Senjata Nuklir - Asia Tenggara sejak tahun 1997, Indonesia

XXII/29
mengupayakan agar negara-negara pemilik senjata nuklir mengakui
traktat tersebut tidak hanya bermanfaat bagi peningkatan stabilitas
keamanaan di kawasan Asia Tenggara, tetapi juga memberikan
perlindungan hukum terhadap kemungkinan pencemaran
lingkungan hidup akibat pembuangan limbah nuklir.

Di samping itu Indonesia juga mendukung pelarangan dan


pembatasan terhadap beberapa senjata' konvensional tertentu.
Dalam kaitan itu, pada awal Desember 1997, Indonesia telah
menandatangani konvensi mengenai Pelarangan Menyeluruh
Terhadap Ranjau Darat Anti Personel di Ottawa.

Keanggotaan Indonesia pada Dewan Keamanan PBB periode


1995-1996 telah meningkatkan sumbangsih Indonesia dalam
pemeliharaan perdamaian dan keamanan Internasional, tidak hanya
dalam mengatasi situasi konflik tetapi juga dalam upaya
restrukturisasi Dewan Keamanan. Indonesia terus memperjuangkan
restrukturisasi Dewan Keamanan melalui Kaukus GNB di Dewan
Keamanan. Atas permintaan GNB, Indonesia turut merumuskan
suatu Deklarasi mengenai restrukturisasi Dewan Keamanan pada
KTM GNB ke-12 bulan April 1997.

Bidang kelautan merupakan salah satu aspek sangat strategis


dalam kebijaksanaan hubungan luar negeri. Dalam rangka itu
lndonesia terus melanjutkan usaha-usaha penetapan Alur-Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI) melalui berbagai konsultasi, terutama
dengan negara-negara besar dan negara-negara tetangga. Saat ini
usulan Indonesia mengenai penetapan ALKI tengah dibahas oleh
Sub-Committee on Safety and Navigation, IMO.

XXIU30
XXII/30
Sebagai wakil ketua dari Council of International Seabed
Authority (ISBA), Indonesia terus mengupayakan pengembangan
ketentuan-ketentuan hukum untuk mengelola kekayaan alam di
dasar laut internasional dan berperan aktif dalam mendirikan
Mahkamah Hukum Laut Internasional dan Komisi Landas
Kontinen Internasional.

Indonesia terus meningkatkan partisipasinya dalam


mengembangkan kerjasama di Samudra Hindia melalui Indian
Ocean Rim - Association for Regional Cooperation (IOR-ARC)
dalam rangka mencari bentuk-bentuk kerjasama yang efektif di
kawasan tersebut. Sementara itu kerjasama dalam kerangka Indian
Ocean Marine Affairs Cooperation (IOMAC) terus digiatkan,
sekalipun menghadapi kesulitan keuangan.

Sementara itu Indonesia terus menghadapi praktek-praktek


negara yang menggunakan isu-isu global baru sebagai alat penekan,
terutama berkaitan dengan masalah hak asasi manusia, lingkungan
hidup, demokrasi dan demokratisasi, dan good governance.

Dalam perjuangan menegakkan hak-hak asasi manusia,


bangsa Indonesia melaksanakannya melalui peningkatan perangkat-
perangkat perlindungan hak-hak asasi manusia di dalam negeri dan
partisipasi aktif Indonesia di luar negeri. Partisipasi Indonesia di
luar negeri antara lain dilaksanakan melalui kapasitas Indonesia
sebagai anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB periode 1991-
1993 dan periode 1994-1996. Di dalam negeri, sedang disusun
Rencana Aksi Nasional di bidang HAM sebagai implementasi dari
Deklarasi Wina 1993 tentang HAM.

XXII/31
Banyak pihak di dunia internasional mengkaitkan masalah
HAM dengan penyelesaian internasional masalah Timor Timur.

Dalam mengupayakan penyelesaian masalah Timor Timur di


fora internasional, Indonesia telah mengintensifkan perjuangan
melalui first-track diplomacy yang bersifat formal dan second-track
diplomacy yang bersifat informal.

Langkah-langkah konkrit dalam kerangka first-track


diplomacy meliputi upaya-upaya dialog segitiga Indonesia-Portugal
di bawah naungan Sekjen PBB yang telah dilakukan secara berkala
dan berkelanjutan. Atas prakarsa Indonesia, format dialog segitiga
tersebut diubah dari tingkat menteri menjadi tingkat pejabat tinggi
(Senior Officials Meeting/SOM), yang sejauh ini telah dilaksanakan
sebanyak tiga kali. Dengan format baru tersebut, semakin terbuka
peluang bagi kedua belah pihak untuk membahas berbagai segi
secara lebih leluasa tanpa merugikan sikap dasar masing-masing.

Indonesia juga terus meningkatkan langkah-langkah konkrit


dalam kerangka second-track diplomacy dengan memanfaatkan
berbagai fora bilateral dan multilateral. Pada bulan April 1993,
terbentuk European Parliament - Indonesia Friendship Association
(EPIFA) di Parlemen Eropa. Pada bulan Oktober 1993, terbentuk
Portugal - Indonesia Friendship Association (PIFA) di Portugal.
Indonesia juga terus mendorong upaya-upaya dialog diantara warga
Timor-Timur, All-Inclusive Intra-East Timorese Dialogue
(AIETD). Pada bulan Juni 1995 dilaksanakan AIETD I, pada bulan
Maret 1996 dilaksanakan AIETD II dan pada tahun 1997
dilaksanakan AIETD III. Berbagai pertemuan AIETD tersebut telah
meningkatkan dialog di antara para warga Timor-Timur baik yang
berada di dalam maupun di luar negeri.
XXII/32
Berbagai kegiatan dalam kerangka first-track dan second-
track diplomacy tersebut telah menurunkan derajat dan intensitas
pembahasan masalah Timor-Timur yang semula dibahas di Dewan
Keamanan ke tingkat Sidang Majelis Umurn dan bahkan ke tingkat
Dialog Segitiga yang bersifat bilateral, dan pada akhirnya di
turunkan lagi ke tingkat SOM. Sebagai hasil lobi Indonesia dalam
menghadapi kegiatan diplomasi Portugal, telah dikalahkan resolusi
Timor-Timur dalam Sidang PDPM di Jenewa pada tahun 1995 dan
1996. Sementara itu, kunjungan berbagai delegasi asing ke Propinsi
Timor-Timur juga telah membentuk opini yang lebih obyektif di
kalangan internasional.

Dalam rnemperjuangkan masalah lingkungan hidup,


Indonesia berpegang pada perundang-undangan nasional dan
kesepakatan internasional yang dicapai dalam KTT Bumi. Dalam
konteks ini Indonesia menjadi tuan rumah dari sidang ke-2 Para
Pihak Pada Konvensi Keanekaragaman Hayati pada bulan
November 1995.

Dalam periode tahun 1994 - 1998, hubungan bilateral


Indonesia di berbagai bidang dengan negara-negara sahabat terus
mengalami peningkatan. Dalam rangka pengembangan hubungan
bilateral, Indonesia telah menerima 82 kunjungan tamu negara baik
dalam kapasitas sebagai kepala pemerintahan, kepala negara
maupun utusan organisasi internasional. Sebaliknya, Presiden RI
telah melakukan 37 kunjungan keluar negeri, baik dalam kapasitas
kunjungan kenegaraan maupun kunjungan kerja.

XXII/33
Seiring dengan meningkatnya kerjasama regional di kawasan
Asia Tenggara, hubungan bilateral Indonesia dengan masing-
masing negara anggota ASEAN semakin erat.

Sejak tahun 1993 hingga tahun 1996, Indonesia secara aktif


bertindak sebagai "fasilitator" dalam berbagai perundingan antara
pemerintah Filipina dengan Front Pembebasan MORO (MNLF)
sehingga tercapai perjanjian perdamaian pada tanggal 2 September
1996. Untuk meningkatkan kerjasama pertahanan dan keamanan
antar kedua negara, pada tahun 1997 Indonesia dan Filipina
menandatangani Perjanjian Kegiatan Bersama di bidang Pertahanan
dan Keamanan.

Hubungan Indonesia - Vietnam semakin erat dengan


kunjungan Presiden Vietnam ke Indonesia pada bulan Maret 1994,
walaupun masih ada kendala yaitu belum tuntasnya penetapan
landas kontinen kedua negara di sekitar pulau Natuna. Penyelesaian
masalah pengungsi Vietnam di pulau Galang telah tercapai secara
tuntas pada bulan September 1996.

Pada bulan Februari 1997 Presiden RI telah berkunjung ke


Kamboja dan telah menandatangani sejumlah persetujuan bilateral
di bidang ekonomi, dan ke dua negara sepakat untuk membentuk
Komisi Bersama Tentang Upaya Peningkatan Kerjasama Bilateral.
Indonesia secara konstruktif membantu proses perdamaian di
Kamboja. Proses rekonsiliasi nasional di Kamboja ternyata tidak
berjalan lancar, dan pada akhirnya terjadi konflik bersenjata yang
menghancurkan rekonsiliasi di negeri itu. Pada bulan Juli 1997,
ASEAN telah meminta Indonesia mengetuai "Troika ASEAN"
untuk kembali membantu memulihkan stabilitas politik di
Kamboja.
XXII/34
Hubungan Indonesia - Laos semakin meningkat, terutama
sejak kunjungan Presiden RI ke Vientiane pada bulan Oktober 1994
dan kunjungan PM Laos ke lndonesia pada bulan Nopember 1996.
Pada tahun 1997 Presiden Rl kembali berkunjung ke Laos dan
menghasilkan MOU tentang Kerjasama Kehutanan dan Pertanian
serta di Bidang Perhubungan Udara yang semakin memperkuat
hubungan kedua negara.

Dalam pembicaraan antara Presiden RI dan PM Malaysia di


Kuala Lumpur pada bulan Oktober 1996, dicapai kesepakatan
penyelesaian masalah Sipadan dan Ligitan melalui Mahkamah
Peradilan Internasional. Pada tahun 1997 kedua negara telah
berhasil merumuskan Special Agreement yang saat ini sedang
dalam proses ratifikasi, untuk selanjutnya akan diserahkan ke
Mahkamah Peradilan Internasional.

Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menjadi topik


yang hangat dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Indonesia
mendukung rencana Malaysia untuk memulangkan para pencari
kerja bermasalah, termasuk pemulangan TKI ilegal dan orang -
orang yang baru menjalani hukuman. Sampai bulan September
1997, terdapat 5034 TKI bermasalah yang ditahan di Malaysia.
Konsulat Republik Indonesia di Johor Bahru terus berupaya untuk
menertibkan dan menyelesaikan permasalahan TKI yang bekerja di
Malaysia. Demikian pula dalam hubungan bilateral Indonesia
dengan Brunei Darussalam masalah TKI juga menjadi kendala.
Dewasa ini ada sekitar 11.000 TKI yang bekerja di Brunei, yang
akan ditertibkan.

Hubungan Indonesia dengan Thailand semakin meningkat,


Thailand merencanakan akan membuka Konsulat di Medan,

XXII/35
Surabaya atau Bali. Sementara itu, Indonesia telah membuka
Konsulat baru di Sonkhla, Thailand Selatan pada bulan Maret 1997.
Demikian pula hubungan Indonesia dengan Myanmar juga
meningkat ditandai dengan kunjungan Presiden RI ke negara
tersebut pada bulan Februari 1997.

Hubungan bilateral RI-RRC senantiasa berjalan dengan baik


sejak normalisasi hubungan kedua negara pada tahun 1991.
Kerjasama kedua negara pada forum regional seperti ASEAN, ARF
dan APEC semakin erat. RRC menghargai upaya Indonesia dalam
penyelesaian masalah-masalah di Laut Cina Selatan, serta
dukungannya sehingga RRC dapat diterima menjadi anggota ARF
pada tahun 1994 dan mitra wicara ASEAN tahun 1996.

Indonesia juga mendukung proses penyatuan seluruh Cina.


Dalam kaitan ini, Indonesia mengikuti dengan seksama proses
persiapan Hongkong menjadi Special Administrative Region (SAR)
RRC pada tanggal 1 Juli 1997 yang telah berjalan dengan lancar.
Indonesia mengharapkan agar peranan ekonomi Hongkong dalam
membantu negara-negara berkembang termasuk Indonesia dapat
terus dipertahankan.

Perkembangan di kawasan Pasifik Selatan dan Barat Daya,


secara umum cukup baik, terlihat pada peningkatan kerjasama
bilateral di antara negara-negara kawasan dan melalui Forum
Pasifik Selatan. Negara-negara di kawasan tersebut juga berusaha
meningkatkan hubungan kerjasama dengan Indonesia. Bagi
Indonesia, kawasan Pasifik Selatan memiliki arti penting karena
Indonesia berbatasan langsung dengan Papua Nugini dan Australia
yang memiliki peranan penting dalam Forum Pasifik Selatan.
XXII/36
Meningkatnya hubungan Indonesia - Australia ditandai
dengan kunjungan Perdana Menteri Paul Keating ke Indonesia pada
bulan Oktober 1993 dan bulan Desember 1995, kunjungan Perdana
Menteri John Howard pada bulan September 1996 dan pada bulan
Oktober 1997. Kedua negara telah menandatangani Perjanjian
kerjasama bidang keamanan pada bulan Desember 1995,
membentuk Australian - Indonesian Development Area (AIDA)
pada bulan Oktober 1996, dan menandatangani Perjanjian Batas
Maritim di Perth pada bulan Maret 1997.

Hubungan Indonesia dengan Papua Nugini juga terus berkem -


bang. Pada tahun 1993, kedua negara telah mengadakan pertemuan
Joint Border Committee di Rabaul tahun 1996 dan pada pertemuan
Joint Border Committee di Bali, kedua negara rnenandatangani
MOU berkaitan dengan Mata Uang, untuk perdagangan di
perbatasan. Dalam pertemuan Joint Border Committee pada bulan
Nopernber 1997, dicapai kesepakatan di bidang SAR dan
Ekstradisi.

Hubungan Indonesia dengan negara-negara di kawasan Timur


Tengah terus berkembang dan pada umumnya tidak ada suatu
ganjalan yang berarti kecuali sehubungan dengan masalah TKI.
Jumlah WNI bermasalah di Saudi Arabia yang telah dipulangkan
pada tahun 1997 adalah sebanyak 24.357 orang. Dalam kaitan ini,
Pemerintah Indonesia telah rnernbentuk satuan tugas (Satgas)
pemulangan TKI di Arab Saudi.

Di kawasan Afrika, masih berkecamuk pertentangan etnis,


agama, perbatasan dan perebutan kekuasaan. Negara-negara Afrika
mulai mengalihkan perhatiannya kepada kerjasama dengan sesama
negara-negara berkembang (Selatan-Selatan) melalui forum

XXII/37
Gerakan Non Blok, antara lain melalui perluasan program
Kerjasama Teknik Negara Berkembang. Citra Indonesia sebagai
pemrakarsa Konferensi Asia Afrika di Bandung tetap dihargai di
Afrika, demikian juga kedudukan Indonesia sebagai Ketua Gerakan
Non Blok sampai tahun 1995 merupakan faktor positif bagi upaya
peningkatan hubungan dan kerjasama dengan negara-negara di
Afrika. Indonesia terus meningkatkan pemeterian bantuan teknik
sebagai salah satu sarana untuk membina persahabatan dengan
bangsa-bangsa Afrika.

Hubungan bilateral Indonesia - Amerika Serikat pada


umumnya terselenggara dengan cukup baik, akan tetapi di sisi lain
tidak luput dari berbagai masalah dengan adanya sikap sementara
anggota Kongres Amerika Serikat yang sering melancarkan kritik
terhadap pelaksanaan HAM, lingkungan hidup, demokratisasi dan
ketenagakerjaan di Indonesia, sehingga merupakan unsur yang
mengganggu bagi hubungan kedua negara. Namun hubungan antara
kedua pemerintah berjalan baik dan penuh pengertian.

Hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara di


kawasan Amerika Tengah dan Karibia juga menunjukkan
peningkatan. Peningkatan hubungan RI - Kuba ditandai dengan
penandatanganan persetujuan pada bulan September 1997 tentang
perlindungan dan peningkatan investasi, kerjasama kebudayaan,
pembentukan konsultasi bilateral RI-Kuba, kerjasama di bidang
olah raga dan kerjasama di bidang media massa. Pada bulan itu
pula telah dibuka hubungan diplomatik antara RI-Honduras. Juga
tengah direncanakan pembentukan mekanisme konsultasi bilateral
RI-Meksiko.
XXII/38
Demikian pula hubungan bilateral Indonesia dengan negara-
negara Amerika Selatan semakin meningkat terlihat dari semakin
seringnya kunjungan pejabat-pejabat tinggi dari wilayah tersebut ke
Indonesia dan sebaliknya. Dalam kunjungan Presiden Suriname ke
Jakarta pada bulan Oktober 1997, kedua negara menandatangani
sejumlah persetujuan, termasuk persetujuan di bidang kerjasama
pertanian, kebudayaan dan pembangunan. Kedua negara juga
membentuk mekanisme konsultasi bilateral dan pertemuan komisi
bersama RI-Suriname.

Sementara itu dalam kurun waktu lima tahun terakhir,


hubungan RI dengan negara-negara di kawasan Eropa Timur dan
khususnya negara-negara bekas Uni Soviet mengalami peningkatan
yang ditandai dengan telah dilakukannya kunjungan oleh kepala
negara/ pemerintahan maupun pejabat tinggi lainnya ke Indonesia
maupun sebaliknya. Demikian pula hubungan perdagangan telah
dirintis untuk lebih ditingkatkan, termasuk kegiatan imbal beli dan
investasi.

Selama Repelita V1, Indonesia telah meningkatkan hubungan


diplomatik dengan berbagai negara di berbagai kawasan dengan
membuka 13 Perwakilan baru, yaitu: Konsulat Jenderal Republik
Indonesia (KJRI) di Ho Chi Minh City, Konsulat Republik
Indonesia (KRI) di.Perth, KBRI di Kiev, KBRI di Tashkent, KBRI
di Pretoria, KJRI di Cape Town, KBRI di Bratislava, KBRI di
Praha, KBRI di Khartoum, KBRI di Havana, KBRI di Beirut, KRI
di Johor Baru dan KRI di Songkla.

Dalam bidang kerjasama ekonomi, wahana ASEAN


dimanfaatkan untuk menggalang solidaritas dan kerja sama guna

XXII/39
menghadapi permasalahan di tingkat regional dan global terutama
untuk menghadapi liberalisasi pasar.

Indonesia mendukung penuh pelaksanaan program AFTA


yang akan mulai diberlakukan pada tahun 2003. Saat ini lebih dari
90 % pos tarif di ASEAN telah masuk dalam skema CEPT. Ekspor
intra-ASEAN meningkat pesat. Kecenderungan yang positif ini
diharapkan akan berlanjut menuju implementasi AFTA secara
penuh pada tahun 2003.

Di sektor industri, Skema Kerjasama Industri ASEAN


(AICO), yang berlaku efektif sejak bulan November 1996 telah
mendorong negara-negara ASEAN untuk melaksanakan program
kerja dalam kurun waktu 1996-1998 yang terdiri dari 32 jenis
kegiatan. Di sektor keuangan, telah dicapai kemajuan berupa
implementasi Ministerial Understanding tentang Kerjasama
Keuangan dan penandatanganan Persetujuan Kepabeanan ASEAN.
Berbagai kesepakatan tersebut menjadi semakin relevan untuk
dilaksanakan setelah sejumlah negara ASEAN mengalami krisis
moneter akhir-akhir ini.

Di sektor angkutan dan komunikasi, ASEAN terus


melaksanakan Rencana Aksi di bidang Transportasi dan
Komunikasi melalui Program Implementasi Terpadu yang meliputi 45
proyek kegiatan. Di sektor energi, Indonesia telah menyediakan diri
menjadi tempat Pusat Energi ASEAN mulai Januari 1999. Kerjasama
di bidang energi ini, merupakan langkah antisipatif bagi
kemungkinan ASEAN menjadi pengimpor neto bahan bakar
minyak di abad ke-21 mendatang. Sementara itu, Kamar Dagang
dan Industri ASEAN telah mengadakan The First ASEAN Business
XXII/40
Summit di Jakarta pada bulan Maret 1997, yang berhasil
mempertemukan 600 pengusaha dari seluruh dunia.

Asia Europe Economic Meeting (ASEM) merupakan wahana


yang relatif baru untuk menggalang kemitraan dalam rangka
mempererat kerjasama antara Asia dan Eropa. Keberadaan ASEM
semakin penting dengan diselenggarakannya Pertemuan Asia -
Eropa (ASEM-1) di Bangkok tanggal 1-2 Maret 1996 yang
ditindaklanjuti antara lain dengan didirikannya Yayasan Asia Eropa
yang berkedudukan di Singapura dan pelaksanaan "Konferensi
Bisnis Asia Eropa" pada bulan Juli 1997 di Jakarta.

ASEAN sepakat untuk rnendorong sektor-sektor usaha dan


swasta tennasuk perusahaan-perusahaan berskala kecil dan
rnenengah guna meningkatkan arus investasi dan perdagangan antara
Asia dan Eropa; serta meningkatkan pertukaran ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pertemuan ASEM II direncanakan akan
diselenggarakan pada tahun 1998 di Inggris dan ASEM III di Korea
Selatan tahun 2000

Dalam rangka kerjasama Selatan-Selatan yang bersifat inter-


regional, wahana kerjasama Gerakan Non Blok (GNB), Kelompok-
77, Organisasi Konperensi Islam, Kelompok-15, Development- 8
(D-8), Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation
(IOR-ARC) dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan
pembangunan nasional.

Di bawah kepemimpinan Indonesia, GNB pada periode 1992-


1995 mengintensifkan kerjasama Selatan-Selatan berdasarkan
prinsip kemandirian kolektif dan meningkatkan kerjasama Utara -
Selatan berdasarkan prinsip kemitraan global. Indonesia telah

XXII/41
mengupayakan misi perdamaian GNB dalam penyelesaian krisis
Irak-Kuwait dan mendorong pembahasan masalah kependudukan
dalam kerangka GNB, yang akhirnya menjadi sumbangan yang
konstruktif bagi Konferensi Internasional Mengenai Kependudukan
dan Pembangunan di Kairo. Indonesia mengarahkan peran GNB
yang semakin intensif di bidang perlucutan senjata nuklir dan
melalui GNB, Indonesia secara konsisten terus meminta perhatian
dan kesungguhan negara maju, khususnya Kelompok G7 dan
lembaga keuangan internasional untuk membantu menyelesaikan
hutang luar negeri, terutama hutang negara-negara berkembang
yang terbelakang.

Dalam pertemuan-pertemuan GNB selama tahun 1997,


diperoleh sambutan yang sangat positif terhadap orientasi dan
pendekatan yang dikembangkan oleh Indonesia. Berbagai
pandangan Indonesia telah diterima sebagai masukan dalam
dokumen akhir KTM GNB ke XII pada bulan April 1997, yang
meliputi masalah penghapusan hutang negara-negara paling miskin,
pembentukan Pusat Kerjasama Teknik Selatan-Selatan GNB,
masalah Agenda Pembangunan, pelembagaan dialog GNB dan G-8,
peningkatan koordinasi antara GNB dengan G-77, penyelenggaraan
KTT UNCTAD di Bangkok pada tahun 2000, serta masalah
perlucutan senjata.

Upaya Indonesia untuk membantu penyelesaian masalah


hutang luar negeri negara-negara paling miskin (Least Developed
Countries/LDC) mulai menunjukkan hasil konkrit dengan
ditetapkannya Heavily Indebted Poor Countries (HIPCs) Initiative
oleh Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Beberapa negara
mulai mendapat fasilitas pengurangan hutang dalam kerangka
HIPCs tersebut, seperti Uganda, Burkina Faso dan Bolivia.

XXII/42
Sementara itu, Cote d'Ivoire, Guyana dan Mozambique juga mulai
dipertimbangkan sebagai negara-negara yang memenuhi syarat
untuk memperoleh fasilitas pengurangan hutang.

Kerjasama dalam kerangka Kelompok-77 masih tetap


merupakan sarana penting bagi negara-negara berkembang untuk
menggalang kerjasama Selatan-Selatan. Indonesia telah terpilih
menjadi ketua Kelompok-77 untuk periode 1998. Terpilihnya
Indonesia merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk memimpin
kelompok negara berkembang terbesar setelah rangkaian
kepemimpinan Indonesia di GNB, APEC, Dewan Keamanan PBB
dan OKI dan juga mencerminkan harapan negara-negara berkembang
kepada Indonesia untuk secara realistis dan pragmatis membawa
Kelompok-77 dalam dialog mengenai pembangunan di era
globalisasi saat ini. Indonesia berperan aktif dalam Organisasi
Konperensi Islam. Indonesia telah mendapat kepercayaan untuk
menjabat sebagai ketua KTM OKI ke-24.

Indonesia sebagai salah satu negara anggota kerjasama


Kelompok-15, terus berusaha memberikan sumbangan dan
berperan aktif dengan menjadi negara pemrakarsa tiga proyek
kerjasama ekonomi, yaitu di bidang produksi pangan,
kependudukan/keluarga berencana dan masalah hutang luar negeri.
Konperensi Tingkat Tinggi ke-6, Kelompok-15, di Harare,
Nopember 1996 telah menghasilkan beberapa kesepakatan pokok,
yaitu menyetujui komunike bersama "Sistem Perdagangan
Internasional Dewasa ini" dan "Prospek Peningkatan Perdagangan
Antar Negara Berkembang". Di samping itu secara terpisah
Kelompok-15 mengeluarkan pernyataan khususterhadap WTO
yaitu perlunya kesatuan sikap setiap negara-negara berkembang
guna menghadapi tekanan negara-negara maju dan menentang

XXII/43
upaya negara maju untuk memasukkan isu baru lainnya ke dalam
agenda KTM I WTO di Singapura tahun 1996.

Dalam KTM 11 - WTO yang direncanakan dilaksanakan pada


tahun 1998, Indonesia mengupayakan agar negara-negara berkem-
bang dapat menggalang posisi bersama untuk mengidentifikasi isu-
isu yang terkait dengan kepentingan negara-negara berkembang.

Dalam rangka kerjasama negara berkembang, telah terbentuk


kelompok D-8,(Developing Eight) yang tidak dimaksudkan untuk
mengimbangi kelompok apapun baik secara politis maupun
ekonomis melainkan untuk menunjang terciptanya kemitraan bagi
pembangunan baik secara global, regional maupun sub-regional.
Dalam pertemuannya di Istambul, Turki tahun 1997, dengan
keberhasilan Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan, Indonesia
telah diminta untuk menangani masalah penanggulangan kemis -
kinan dan pengembangan sumber daya manusia.

Keikutsertaan Indonesia dalam kerjasama ekonomi regional


Negara-negara di Kawasan Samudera Hindia (India Ocean Rim-
Association for Regional CooperationlIOR-ARC) yang baru saja
dibentuk, dapat dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan akses
ekspor Indonesia ke pasaran negara-negara IOR-ARC, khususnya
yang berada di belahan barat Samudera Hindia. Ditinjau dari segi
ekonomi, IOR-ARC menjanjikan masa depan yang cukup cerah
karena potensi ekonomi kawasan itu cukup besar dan bidang -
bidang kerjasama yang dapat dikembangkan cukup luas. Meskipun
demikian, sebagai suatu perhimpunan kerjasama ekonomi regional
yang baru dan yang pertama di kawasan Samudera Hindia, masih
perlu mendapat perhatian berbagai kendala yang mempengaruhi
cakupan dan kedalaman substansi kerjasama.
XXII/44
Indonesia secara aktif berpartisipasi dalam kerjasama
ekonomi regional di berbagai pertemuan Asia Pacific Economic
Cooperation (APEC). dan Economic and Social Commission for
Asia and the Pasific (ESCAP).

Dalam rangka kerjasama APEC, Deklarasi Bogor telah


menyepakati Iiberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi
bebas dan terbuka di negara-negara Pasific pada tahun 2010/2020,
kemudian lebih diperinci dengan Agenda Aksi Osaka dan Manila
Action Plan for APEC (MAPA). Pada KTT APEC di Vancouver di
tahun 1997, para pemimpin ekonomi di kawasan Asia Pasifik
mencatat langkah konkrit di bidang perdagangan dan fasilitasi
investasi. Pertemuan tersebut juga menggarisbawahi perlunya suatu
kerangka kerja untuk memajukan kemitraan antara pemerintah dan
swasta dalam pembangunan infrastruktur.

Dalam forum ESCAP, yang Sekjen-nya dijabat oleh


Indonesia, Indonesia berpartisipasi aktif dalam setiap pembahasan
untuk meningkatkan kerjasama ekonomi regional. Indonesia telah
menjadi tuan rumah pertemuan SOM ESCAP pada bulan
September 1996. Indonesia mengupayakan agar kegiatan-kegiatan
ESCAP yang berkaitan dengan pembangunan industri dan
teknologi dapat diarahkan kepada bidang pengembangan investasi,
teknologi dan keahlian di kalangan sektor swasta skala kecil dan
menengah. Dalam kaitan ini Indonesia dan ESCAP telah
menandatangani perjanjian di bidang kerjasama teknik dan
ekonomi pada bulan September 1997.

XXII/45
Sementara itu, berbagai kerjasama ekonomi sub-regional
antara daerah-daerah perbatasan telah berjalan dan terus meningkat
kegiatannya.

"Indonesia - Malaysia - Singapore Growth Triangle (IMS-


GT)" yang merupakan penyempurnaan dari kerjasama Sijori telah
mulai terlihat hasil-hasil konkritnya. Dalam kerangka IMS-GT ini
telah ditandatangani 13 MOU dan 3 "joint venture" yang
melibatkan sektor swasta ketiga negara.

Keberhasilan kerjasama IMS-GT mendorong dibentuknya


Indonesia -Malaysia - Thailand Growth Triangle (IMT-GT). Dalam
rangka itu telah ditandatangani sebanyak 47 MOU antara lain
meliputi: sektor perdagangan, investasi, industri dan keuangan,
perhubungan darat dan laut, perhubungan udara, pertanian dan
perikanan, energi, telekomunikasi, pengembangan sumber daya
manusia dan mobilitas tenaga kerja, pariwisata, dan bea cukai.

Kerjasama Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-The


Philippines - East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), pada tahun
1996, telah melahirkan 54 MOU untuk meningkatkan kerjasama
diantara usaha-usaha swasta, dalam sektor-sektor perhubungan
udara dan laut, perikanan, pariwisata, energi, kehutanan, serta
pengembangan sumber daya manusia dan mobilitas tenaga kerja.

Dalam rangka pembinaan hubungan sosial budaya dan


penerangan, kegiatan promosi citra Indonesia di Iuar negeri terus
ditingkatkan. Upaya ini dilakukan melalui pengembangan Media
Production Center, untuk mensuplai bahan-bahan penerangan yang
dibutuhkan oleh Perwakilan RI di luar negeri, berupa publikasi
dalam bentuk bahan-bahan tulisan seperti Indonesia Handbook,
XXII/46
Indonesia in Brief,' News and Views, Statement Menlu, News
Letter, brosur, booklet serta melalui pemanfaatan media internet.

Penyediaan bahan-bahan informasi yang mengikuti setiap


perkembangan, perubahan dan gejolak dunia baik politik, ekonomi,
sosial budaya maupun pertahanan keamanan, terus ditingkatkan
sebagai usaha mengimbangi pemberitaan negatif, penciptaan citra
yang positif bagi Indonesia, maupun menarik simpati pihak asing
terhadap Indonesia.

Untuk meningkatkan promosi investasi, perdagangan dan


pariwisata di berbagai kawasan yang potensial, Indonesia telah
menetapkan 18 Perwakilan RI di luar negeri sebagai pusat promosi,
yaitu: Melbourne, Sydney, Seoul, Tokyo, Osaka, Hongkong, Bonn,
Den Haag, London, Paris, Roma, Stockholm, Los Angeles,
Houston, Washington, New York, Toronto dan Vancouver.

Di bidang kebudayaan, telah dikirim misi-misi kebudayaan ke


luar negeri untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia,
sekaligus untuk membantu memperdalam pemahaman dan
pengertian tentang Indonesia, sehingga tercipta citra positif
Indonesia di mancanegara.

Pada bulan Juli 1996, beberapa tokoh agama dari Afrika


Selatan telah berkunjung ke Indonesia untuk mempelajari masalah
kerukunan beragama. Dilain pihak Indonesia juga aktif
mengirimkan Qori dan Qoriah dalam berbagai MTQ internasional,
seperti di Afrika Selatan, Malaysia, Saudi Arabia, dan Thailand.

Selama tahun 1997, tecatat sebanyak 48. delegasi perutusan


kebudayaan dari negara-negara sahabat yang berkunjung ke
XXII/47
Indonesia dan sebaliknya Indonesia mengirim 23 delegasi kesenian
keluar negeri. Atas permintaan Kementerian Islam Iran, Indonesia
juga telah mengirimkan poster dan Al-quran untuk diikutsertakan
dalam pameran di Khorramabad dan Isfahan. Di bidang kerjasama
pendidikan, Indonesia telah memberikan 47 beasiswa kepada
peserta dari 20 negara anggota GNB di Asia, Afrika dan Timur
Tengah untuk belajar di Indonesia.

b. Program Penunjang

1) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan


Hubungan Luar Negeri

Program ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah dan


kualitas sumber daya manusia, yang mencakup wawasan kejuangan
maupun kemampuan profesional yang mendukung terlaksananya
hubungan luar negeri yang mantap.

Sejalan dengan tujuan tersebut, pada tahun 1997 telah


ditandatangani Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Surat Keputusan Bersama Menteri Luar
Negeri dan Ketua BAKN tentang Jabatan Fungsional Diplomat.
Sebagai tindak lanjut dari penerapan Jabatan Fungsional Diplomat
tersebut telah diupayakan penyempurnaan Diklat Sekdilu, Sesdilu
dan Sesparlu menjadi Diklat Fungsional Berjenjang Caraka Muda,
Caraka Madya dan Caraka Utama dengan tujuan untuk melahirkan
diplomat-diplomat yang handal, dengan pengetahuan yang
komprehensif dan bersikap pro-aktif. Penyempurnaan ini meliputi
semua aspek baik penggemblengan sikap mental, peningkatan
penguasaan substansi hubungan internasional dan peningkatan

XXII/48
ketrampilan diplomatik, terutama keterampilan negosiasi dan
penguasaan bahasa-bahasa asing.

Sementara itu Departemen Luar Negeri telah mengadakan


kerjasama dengan Universitas Indonesia berdasarkan Piagam
Kerjasama yang ditandatangani pada bulan Agustus 1997. Dengan
kerjasama tersebut para peserta Caraka Muda dapat mengikuti
program Pasca Sarjana Ilmu Politik (S2), khususnya Hubungan
Internasional. Disamping mengikuti program Pasca Sarjana di
Universitas Indonesia, para peserta Caraka Muda mengikuti pula
Diklat-diklat Teknis Komunikasi Publik, Administrasi dan
Manajemen Perwakilan RI, serta Diklat-diklat bahasa asing, baik
bahasa Inggris maupun bahasa asing pilihan kedua. Untuk
mengintegrasikan rnata pelajaran Caraka Muda, Departemen Luar
Negeri bersama Universitas Indonesia sedang menyiapkan
pembentukan suatu School of Diplomacy yang bersifat kompre -
hensif dan multi-disipliner.

Diklat Caraka Madya dan Caraka Utama juga ditingkatkan


mutunya sejalan dengan upaya pendidikan dan pelatihan yang
teratur, dalam rangka pengembangan karier para diplomat atas
dasar profesionalisme, keahlian dan keterampilan, serta loyalitas
yang tinggi kepada cita-cita perjuangan bangsa.

Disamping diklat fungsional, diadakan juga diklat teknis dan


pendukung lainnya seperti orientasi isteri Pejabat Luar Negeri
(Taribatlu) baik untuk tingkat Caraka Muda, Caraka Madya, Caraka
Utama maupun bagi isteri-isteri Kepala Perwakilan dan Wakil
Kepala Perwakilan RI.

XXII/49
2) Program Penelitian dan Pengembangan Hubungan
Luar Negeri

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hubungan


internasional dan politik luar negeri Indonesia berdasarkan konsep
yang telah dikaji secara mantap dan terpadu.

Dalam rangka program penelitian dan pengembangan


hubungan luar negeri, telah dilaksanakan serangkaian loka karya,
seminar, forum dialog, ceramah dan diskusi-diskusi baik yang berskala
nasional maupun internasional. Departemen Luar Negeri juga
bertindak sebagai koordinator media center guna menangkal isu-isu
negatif yang merugikan kepentingan nasional Indonesia. Pusat
media ini diharapkan akan lebih mempermudah koordinasi dalam
rangka mengumpulkan data untuk kepentingan penyusunan bahan-
bahan counter dan kampanye penerangan lainnya.

Dalam upaya meningkatkan pelaksanaan politik luar negeri


dan hubungan internasional Indonesia, telah dilakukan berbagai
studi penelitian bekerjasama dengan universitas/lembaga
penelitian. Dalam kaitannya dengan peranan Indonesia di fora
internasional khususnya sebagai fasilitator dalam mencegah konflik
di Laut Cina Selatan, telah dilakukan lokakarya mengenai Laut
Cina Selatan serta serangkaian Forum Dialog tentang politik dan
keamanan regional dalam era pasca perang dingin. Selain itu juga
telah dilakukan berbagai kegiatan studi; seperti studi
pengembangan pola kerjasama antar kota/propinsi untuk
mengetahui potensi ekonomi wilayah untuk dipergunakan dalam
rangka penggalangan kerjasama ekonomi dengan kota -
kota/propinsi lain di luar negeri; studi peningkatan peran
Perwakilan RI di luar negeri dalam upaya menanggulangi

XXII/50
permasalahan tenaga kerja Indonesia di luar negeri; pengkajian
antisipasi Indonesia terhadap kecenderungan perda-gangan dan
kerjasama komoditi internasional dan pengkajian mengenai
keadaan perdagangan internasional setelah terbentuknya WTO;
studi kebijaksanaan lingkungan hidup mengenai . implementasi
kesepakatan internasional di bidang lingkungan hidup dan dam -
paknya bagi Indonesia; studi kebijaksanaan bantuan negara-negara
donor dalam rangka Consultative Group on Indonesia (CGI); serta
studi prospek peningkatan kerjasama Selatan-Selatan melalui
kerjasama ekonomi/perdagangan inter-regional antar negara
berkembang dan pengkajian hasil studi mengenai upaya penarikan
investasi portofolio ke dalam negeri.

Dalam upaya penyebarluasan informasi promosi


perdagangan, telah disusun buku pedoman bagi perwakilan RI di
luar negeri sebagai upaya meningkatkan promosi perdagangan
dalam rangka menyongsong era globalisasi serta memasyarakatkan
hasil-hasil APEC kepada sektor swasta, kalangan akademisi, aparat
Pemda, organisasi-organisasi non-pemerintah termasuk LSM.

Kegiatan penelitian dan kajian yang dilakukan bekerjasama


dengan universitas/lembaga penelitian selama kurun waktu
Repelita VI telah menghasilkan sebanyak 40 studi penelitian dan 26
kajian.

3) Program Bantuan Kemanusiaan

Program ini bertujuan untuk mendorong kesetiakawanan


sosial dan berkaitan erat dengan upaya mewujudkan suasana
perdamaian dan kemitraan, terutama antara Indonesia dan negara

XXII/51
berkembang lainnya serta negara-negara yang terkena musibah dan
memerlukan bantuan.

Dalam upaya tersebut antara tahun 1993 - 1996, Indonesia


telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada 46 negara.
Sementara itu dalam tahun 1996/1997 Indonesia telah memberikan
bantuan kemanusiaan bagi 10 negara (Afrika Selatan, Korea Utara,
Mongolia, Tajikistan, Vietnam, Laos, Malaysia, Yaman, Lesotho,
lndia) yang mengalami musibah bencana alam maupun sosial. Juga
telah diberikan bantuan dalam rangka Program United Nation High
Commissioner for Refugees (UNHCR) untuk menangani repatriasi
pengungsi asal Togo, Mali, Niger serta pengungsi korban
penyerangan Israel ke Libanon. Di samping itu dilanjutkan
pemberian bantuan sosial dan kesehatan untuk Kamboja dan Bosnia
Herzegovina.

D. PENUTUP

Sesuai dengan amanat GBHN 1993 maka pembangunan


politik dalam negeri pada Repelita VI adalah merupakan usaha
penataan kehidupan politik yang diarahkan pada tatanan kehidupan
politik berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pembangunan politik adalah upaya bersama yang tidak henti -


hentinya dilakukan baik oleh Pemerintah, kekuatan-kekuatan sosial
politik, maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan dan lembaga
kemasyarakatan lainnya, serta seluruh masyarakat untuk
meningkatkan dan mengembangkan kehidupan konstitusional,
demokrasi dan berdasarkan hukum, di atas landasan falsafah

XXII/52
Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan politik merupakan upaya
untuk mengembangkan kesempatan dan kemampuan masyarakat
dalam mengutarakan dan memperjuangkan aspirasi dan
kepentingannya, meningkatkan kualitas dan kemandirian
ORSOSPOL, ORMAS dan lembaga kemasyarakatan lainnya serta
membangun suasana kehidupan politik yang makin terbuka dalam
sistem demokrasi yang dikehendaki UUD 1945.

Dalam membangun budaya politik yang berdasarkan


Pancasila dalam Repelita VI telah diupayakan peningkatan dan
perluasan pemasyarakatan dan pembudayaan P4 baik melalui
pendidikan, penataran dan upaya lainnya, dalam rangka pendidikan
politik masyarakat. Guna meningkatkan efektivitas dalam
memasyarakatkan dan membudayakan P4, dalam repelita VI telah
diupayakan penyempurnaan program, metode dengan pendekatan
kontekstual. begitu pula materi yang disajikan diselaraskan dengan
konteks, bidang, fungsi dan kelompok masyarakat.

Upaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan


pemilihan umum 1997 sebagaimana diamanatkan dalam GBHN
1993 telah menjadi prioritas penting dalam pembangunan politik
dalam Repelita VI. Dalam rangka itu telah diupayakan untuk
memberikan kesempatan berperan serta lebih aktif kepada
organisasi perserta pemilihan umum, baik dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasannya, sehingga
pemilihan umum 1997 telah dapat berlangsung berdasarkan
asasnya, yaitu langsung, umum, bebas dan rahasia.

Pemilihan umum 1997, meskipun tidak bebas dari berbagai


masalah dalam pelaksanaannya, namun telah berjalan dengan
lancar, dan diikuti oleh 93,38% dari warga negara yang berhak

XXII/53
memilih. Tingkat keikutsertaan adalah termasuk yang tertinggi di
dunia dan menunjukkan tingkat kesadaran politik rakyat Indonesia
dan dukungan rakyat pada sistem demokrasi yang ditempuh.
Pengalaman pemilu 1997 memberikan berbagai pelajaran yang
dapat digunakan untuk lebih menyempurnakan lagi
penyelenggaraan pemilu di waktu-waktu yang akan datang.

Dengan makin mantapnya sistem demokrasi berdasarkan


konstitusi maka lembaga-lembaga demokrasi, baik lembaga-
lembaga perwakilan maupun kekuatan-kekuatan sosial politik telah
menjalankan fungsi dan perannya secara makin mantap pula.
Demikian pula organisasi-organisasi kemasyarakatan dan lembaga -
lembaga kemasyarakatan lainnya telah makin berperan dalam
menyalurkan aspirasi masyarakat di berbagai bidang kehidupan.

Di bidang otonomi daerah, berbagai bidang urusan


pemerintahan telah diserahkan baik ke daerah tingkat I maupun
daerah tingkat 11 secara bertahap. Sampai saat ini tercatat 19
(sembilan belas) bidang urusan telah diserahkan ke daerah. Akan
tetapi bidang urusan yang diserahkan kepada daerah tingkat II
masih terbatas baik jumlah maupun jenisnya. Untuk itu telah
dikembangkan otonomi daerah di 26 Dati II percontohan.

Di bidang hubungan luar negeri, politik luar negeri yang


bebas aktif terus dilanjutkan dalam Repelita VI, dan telah
menempatkan Indonesia dalam posisi dan peranan yang makin
mantap dan dipercaya dalam percaturan politik regional dan global.

Dalam rangka kerjasama regional, Indonesia memperkuat


kerjasama antar anggota ASEAN, dalam mewujudkan kawasan
Asia Tenggara yang damai, bebas, netral, sejahtera dan bebas dari

XXII/54
ancaman senjata nuklir. Di kelompok negara berkembang,
Indonesia telah membangun kepercayaan dan rasa solidaritas yang
mendalam antara negara yang tergabung dalam Gerakan Non Blok
(GNB) dan dalam Forum D-8 Indonesia mendapat kepercayaan
menjadi koordinator dalam pelaksanaan proyek pengentasan
kemiskinan. Di Kelompok-77 Indonesia terpilih menjadi ketua
untuk periode 1998 dan baru-baru ini dipercaya sebagai ketua KTM
OKI.

Indonesia berperan aktif dan konstruktif dalam AFTA, APEC


dan ASEM, sebagai langkah strategis untuk menarik manfaat yang
sebesar-besarnya dalam hubungan antara Asia Timur dengan
kawasan Eropa Barat dan Amerika Utara. Demikian pula telah
berkembang berbagai daerah pertumbuhan bersama, seperti IMS -
GT, IMT-GT, BIMP-EAGA dan AIDA, selama Repelita VI.

Situasi internasional pasca perang dingin, telah merubah


sistem politik global dari bipolar ke multipolar, menumbuhkan
saling ketergantungan dan keterkaitan antara negara di berbagai
bidang, serta munculnya isu-isu baru dalam agenda internasional.
Berbagai perubahan tersebut menjadi tantangan dan sekaligus
peluang bagi pencapaian sasaran-sasaran penyelenggaraan
hubungan luar negeri dalam memasuki millenium ketiga.

Dalam kurun waktu Repelita Vl, Indonesia menghadapi isu-


isu baru di dunia internasional yang acap kali digunakan sebagai
alat penekan seperti masalah hak asasi manusia, lingkungan hidup,
demokrasi dan demokratisasi, "good governance", serta "pengelo-
laan global". Dalam perjalanan bangsa Indonesia selanjutnya harus
diupayakan untuk secara efektif dapat menangkal isu-isu negatif
tersebut dan memperluas citra Indonesia yang sesungguhnya di

XXII/55
dunia internasional, sebagai bangsa yang sedang membangun, yang
cinta perdamaian dan berjuang untuk keadilan sosiat bagi rakyatnya
dan bagi umat manusia.

XXII/56
TABEL XXII - 1
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P4)
BAGI CALON PENATAR
1992/93,1993/94,1994I95 - 1997/98
(frekuensi penataran)
Akhir Repelita VI

Repelita V
No Tingkat Penataran 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98¹)

1. Penataran Tingkat Nasional (Manggala) 7 6 7 6


2. Calon Penatar (Pusat) 17

3. Calon Penatar - Ormas (Pusat) 10 97 10 10 10

4. Calon Penatar - Ormas (Daerah) 10 80 9 5


.4
5. Calon Penatar Kontekstual (Pusat) -
- - 3
6. Calon Penatar Kontekstual (Daerah)
- - 1

20 201
Jumlah 25 21 21 4
1) Angka sementara sampai dengan Desember 97

XXII/57
TABEL XXII - 1.A
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P4)
BAGI CALON PENATAR
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(frekuensi penataran)
Akhir Akhir Akhir Akhir
No Tingkat Penataran 1968 Repelita I Repelita II Repelita III Repelita IV
1973/74 1978/19 1983/84 1988/89

1. Penataran Tingkat Nasional (Manggala) 5 1


2. Calon Penatar (Pusat) 17 -
3. Calon Penatar - Ormas (Pusat) 47 50
4. Calon Penatar - Ormas (Daerah) 36
5. Calon Penatar Kontekstual (Pusat)

6. Calon Penatar Kontekstual (Daerah)


Jumlah 69 87

XXII/58
TABEL XXII - 2
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P4)
BAGI CALON PENATAR
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98
(jumlah petatar/peserta)

Akhir Repelita VI
Repelita V
No Tingkat Penataran 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98
¹)
1. Penataran Tingkat Nasional 796 665 631 285
2. (Manggala)
Calon Penatar (Pusat) 3.688
3. Calon Penatar - Ormas (Pusat) 1.480 22.482 1.097 1.393 1.335
4. Calon Penatar - Ormas (Daerah) 1.324 986 1.023 504
5. Calon Penatar Kontekstual - 402
(Pusat)
6. Calon1)Penatar
Angka Kontekstual
sementara dengan Desember 97 103
(Daerah)
Jumlah 2.804 26.966 2.748 3.047 2.124 505

XXII/59
TABEL XXII - 2.A
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P4)
BAGI CALON PENATAR
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(jnmlah petatar/peserta)

Akhir Akhir Akhir Akhir


No Tingkat Penataran 1968 Repelita I Repelita II Repelita III Repelita IV
1973174 1978/79 1983/94 1988/89
1. Penataran Tingkat Nasional (Manggala) - 567 121

2. Calon Penatar (Pusat) 3.688

3 . Calon Penatar - Ormas (Pusat) 5.737 9.480


4. Calon Penatar - Ormas (Daerah) 4.940

5. Calon Penatar Kontekstual (Pusat)

6. Calon Penatar Kontekstual (Daerah)

Jumlah - 9.992 14.541

XXII/60
TABEL XXII - 3
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P4)
BAGI ORGANISASI KEMASYARAKATAN
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98
(jumlah petatar/peserta)

Akhir Repelita VI
Repelita
No. Jenis Penataran 1992/93 1993/ V 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98
94
1. Pola 120/144jam 79.940 2.083 1.986 1,839
26.510
2. Pola 45 jam 202.753 106.80 196.006
89.998 0
3. Pola 25 jam 10.927.12 2.508.9 2508.407
3.364.25 7 21
4. Pola 17 jam 6.337.279
2.876.43
1
Jumlah 17.547.09 2.617.8 2.706.399 1.839
6357.195 9 04
XXII/61
TABEL XXII - 3.A
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P4)
BAGI ORGANISASI KEMASYARAKATAN
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(jnmlah petatar/peserta)

Akhir Akhir Akhir Akhir


No Tingkat Penataran 1968 Repelita I Repelita II Repelita III Repelita IV
1973/74 1978/79 1983/84 1988/89
1 . Pola 120/144 jam - 26.420 26510

2. Pola 45 jam 81.575 89.998

3. Pola 2 5 jam 3.625.753 3.364.256

4. Pola 17 jam - 3.397.462 2.876.431

Jumlah - 7.131.210 6.357.195

XXII/62
TABEL XXII - 4
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P4)
KONTEKSTUAL BAGI PELAKU EKONOMI DAN LEKTOR
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98
(jumlah petatar)

Akhir Repelita VI
Repelita V
No Tingkat Penataran 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 ¹)
1. Pelaku Komuntkasi Nasional 217

2. Pelaku Ekonomi NasionaUKonglomerat 96

3. Pengusaha Grup Lippo - 147

4. Pengusaha REI 130

5. Lektor, Lektor Kepala, dan 580 140 386


Lektor Kepala
Jumlah 953 357 386

1) Angka sementara sampai dengan Desember 97


XXII/63
TABEL XXII - 4.A
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN
PANCASILA (P4)
KONTEKSTUAL BAGI PELAKU EKONOMI DAN LEKTOR
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(jumlah petatar)
Akhir Akhir Akhir Akhir
No Tingkat 196 Repelita I Repelita II Repelita III
Penataran 8 Repelita IV
1973/74 1978/79 1983/84 1988/89
1. Pelaku Komunikasi Nasional

2. Pelaku Ekonomi

Nasional/Konglomerat

3. Pengusaha Grup Lippo

4. Pengusaha REI

5. Lektor, Lektor
Kepala, dan Lektor
Kepala
Jumlah
Belum dilaksanakan
XXII/64
TABEL XXII - 5
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA P(4)
BAGI PEGAWAI NEGERI
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98
(jumlah petatar/peserta)
Akhir Repelita VI
Repelita V
No. Jenis Penataran 1992/93 1993194 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 ¹)
1 . Pejabat Eselon II 3.005 1.624 468

2. Golongan III & IV 71.613 1.398.014

3. Golongan II 97.425 2.476.840 -

4. Golongan I 225.961 1.608.681

5. Penataran terpadu PNS 2.989 879

6. Training of the Trainer (TOT) - - 13.899

Jumlah 394.999 5.486.524 879 3.005 15.523 468

1) Angka sementara sampai dengan Desember 97


XXII/65

TABEL XXII - 5.A


PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P4)
BAGI PEGAWAI NEGERI
1968, 1973/14, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(jumlah petatar/peserta)

Akhir Akhir Akhir Akhir


No. Tingkat Penataran 1968 Repelita I Repelita II Repelita III Repelita IV
1973/74 1978/79 1983184 1988/89
1. Pejabat Eselon II

2. Golongan III & IV - 615.923 72.091


3. Golongan II - 1.501.074 975.766
4. Golongan I - 1.364.179 234.502
5. Penataran terpadu PNS
6. Training of the Trainer (TOT)

Jumlah 3.481.176 1.282.359


XXII/66
TABEL XXII-6
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P4)
BAGI MAHASISWA DAN PELAJAR
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(jumlah petatar/peserta)

Catatan :
- Tidak dilaksanakan lagi
‘ Data belum terhimpun
XXII/67
TABEL XXII – 6.A
PENATARAN PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (P4)
BAGAI MAHASISWA DAN PELAJAR
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(jumlah petatar/peserta)

XXII/68

Anda mungkin juga menyukai