Oleh :
Kelompok 3
C7
Rusnawati (NPM.183112540120440)
SKRIPSI
Oleh :
Kelompok 3
C7
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan
Aktivitas Fisik Pada Ibu Hamil Dengan Berat Badan Lahir Di Kabupaten Tanggerang
Tahun 2018”.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Penulis menyadari bahwa, tampa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu DR. Rosmawaty Lubis, MKes. Selaku Dosen Pembimbing Akedemik, yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dengan penuh kesabaran
menuntun dan memberikan arahan pada penulis hingga skripsi ini dapat
terselesaikan tepat waktu.
2. Ibu Dewi Kurniati, S.ST.,M.Keb atas kesediaannya meluangkan waktu untuk
menjadi Dewan Penguji.
3. Ibu Dewi Damayanti. dr atas kesediaannya meluangkan waktu untuk menjadi
Dewan Penguji.
4. Seluruh dosen dan staf pengajar di Pascasarjana Universitas Nasional Jakarta yang
telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.
5. Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggerang atas arahan yang telah diberikan selama
proses penelitian.
6. Teman-teman satu angkatan dan seperjuangan Peminatan Kebidanan Komunitas
angkatan 2018.
7. Bapak dan Ibu petugas Perpustakaan Universitas Nasional Jakarta atas bantuanya
dan pinjaman buku selama penyusunan skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang banyak membantu
penulis dalam pembuatan skripsi ini.
i
Semoga segala bantuan dan kesempatan yang telah diberikan menjadikan amal
kebajikan yang diterima oleh Allah SWT. Penulis sangat menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan dari
penulisan ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat-Nya kepada kita
semua. Amin
Tanggerang, 2018
Kelompok 3
ii
ABSTRAK
Kelompok 3 : Hubungn aktivitas fisik pada ibu hamil dengan berat badan lahir di
kabupaten tanggerang
Berat badan lahir merupakan dampak dari kondisi kesehatan ibu selama kehamilan dan masih
menjadi kesehatan dunia khususnya di Negara Berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan aktivitas fisik pada ibu hamil dengan berat badan lahir. Penelitian ini
dilaksanakan di kabupaten tanggerang. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional
dengan menggunakan desain kohort prospektif. Pengambilan sampel sebanyak 102 ibu hamil
yang telah diintervensi dengan kapsul tepung dan ekstrak daun kelor serta kapsul besi-asam
folat selama tiga bulan dilakukan melalui teknik purposive sampling. Pengumpulan data
deengan kuesioner dan timbangan berat badan bayi, analisis dengan univariat dan bivariat.
Hasil penelitian responden berusia 20-35 tahun (78%), tinglat pendidikan (27%) dan
berprofesi sebagai ibu rumah tangga bdan petani (58.8% dn 25.5%) penghasilan perbulan
yang rendah (70.6%). P= 0.561 yang artinya tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan
berat badan lahir bayi, berdasarkan intervensi juga tidak terlihat hubungan antara fisik dengan
berat badan lahir dengan p value masing-masing p= 0.931, p= 0.840, p = 0.644 setelh
dikontrol dengan tingkat stress maka terlihat perbedaan yang signifikan antara stress ringan
dengan aktivitas ringan dan stress berat dengan aktivitas berat (p= 0.034). dapat disimpulkan
bahwa hubungan aktivitas fisik dengan berat badan lahir oleh kejadian stress.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK ii
DAFTAR ISI V
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang 1
B. Rumusan masalah 4
C. Tujun penelitian 4
a. Tujuan Umum 4
b. Tujuan Khusus 4
D. Manfaat Karya Tulis Ilmiah 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Tinjauan Tentang Aktivitas Fisik 6
B. Tinjauan Tentang Kehamilan 13
C. Aktivitas Fisik dan Kehamilan 15
D. Tinjauan Tentang Moringa oleifera 17
E. Tinjauan Tentang Zat Besi dan Asam Folat 20
F. Tinjauan Tentang Berat Badan Lahir 21
G. Kerangka Teori . 30
BAB III KERANGKA KONSEP 31
A. Kerangka Konsep 31
B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif 32
C. Hipotesis Penelitian 34
D. Penelitian Terkait. 35
BAB VI PEMBAHASAN 51
A. Aktivitas ibu Hamil 51
B. Hubungan Aktivitas Fisik 52
C. Intervensi Dengan Berat Badan Lahir 62
D. Stres Dengan Berat Badan Lahir 64
E. Keterbatasan penelitian 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Demografi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berat badan lahir merupakan dampak dari kondisi kesehatan ibu selama
kehamilan. Besar kecilnya berat badan lahir tergantung bagaimana pertumbuhan janin
intrauterine selama kehamilan (Mukhlisan, 2013).
Berat badan lahir merupakan berat awal bayi baru lahir yang diperoleh pada jam
pertama setelah kelahiran untuk menghindari penurunan berat badan pascakelahiran yang
signifikan (WHO, 2004).
Berat badan atau ukuran saat lahir seorang anak merupakan indikator penting dari
kerentanan anak terhadap risiko penyakit pada masa kanak-kanak dan kesempatan
bertahan hidup (SDKI, 2012).
Berat badan lahir 2.500 gram merupakan standar ukuran risiko morbiditas dan
mortalitas bayi merupakan faktor risiko penting yang akan berdampak hingga usia
dewasa. Saat ini, bayi dengan berat badan lahir di bawah 3.000 gram dihubungkan
dengan risiko penyakit degeneratif pada usia dewasa (Karima dan Achadi, 2012).
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih menjadi masalah kesehatan dunia
khususnya di negara berkembang. BBLR menjadi salah satu indikator kesehatan yang
paling penting dalam setiap masyarakat. Hal ini menggambarkan kondisi kesehatan ibu
dan bayi yang baru lahir. BBLR diakui sebagai indikator internasional merupakan
prediktor kelangsungan hidup bayi (Dubai dan Nath, 2016).
Pada tahun 2013, secara global, hampir 22 juta bayi yang baru lahir, diperkirakan
16% yang memiliki berat badan lahir rendah. Asia Selatan memiliki insiden tertinggi
berat badan lahir rendah, dengan satu dari empat bayi yang baru lahir dengan berat
kurang dari 2.500 gram (UNICEF, 2016). Ada variasi besar dalam prevalensi berat bayi
lahir rendah di seluruh wilayah. Namun, sebagian besar kelahiran berat badan lahir
rendah terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah dan terutama dalam
populasi yang paling rentan. Estimasi regional berat bayi lahir rendah termasuk 28% di
Asia, 13% di Afrika sub-Sahara dan 9% di Amerika Latin (WHO, 2014).
Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas (2013) prevalensi berat badan lahir bayi < 2500
1
gram sebesar 10,2%, berat badan lahir bayi 2500- 3999 gram sebesar 85,0% dan berat
badan lahir bayi >4000 gram sebesar
Pada tahun 2007 dan 2010, prevalensi untuk kejadian BBLR 10,2 % pada
tahun 2013 atau dapat dikatakan bahwa terdapat sekitar 10% balita Indonesia yang lahir
dengan BBLR pada tahun 2013. Menurut data SDKI, kejadian BBLR pada tahun 2007
sebesar 5,5 % dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 yaitu sebesar 7,3%.
Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan termasuk dalam urutan ke-8
dengan angka kejadian BBLR tertinggi yaitu 12.4 % dimana angka ini lebih tinggi dari
angka nasional.
Pada tahun 2014, di Kabupaten Tanggerang tercatat sebanyak 119 bayi dengan
BBLR atau 2,2% dari total bayi lahir hidup (Profil Kesehatan Kabupaten Tanggerang,
2013). Bedasarkan laporan Dinas Kesehatan Tanggerang, Tahun 2015 terjadi
peningkatan 178 bayi dengan BBLR, sedangkan pada tahun 2016, kejadian BBLR
sebanyak 200 kasus.
Berat badan lahir dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti paritas, penyakit
malaria, berat badan prahamil ibu, pertambahan berat badan ibu selama kehamilan, usia
ibu, dan urutan kelahiran bayi, gaya hidup seperti merokok, mengonsumsi alkohol atau
pengguna narkoba, adanya penyakit malaria, kondisi sosial ekonomi, stres serta
tuntutan pekerjaan selamaan (Villar et al, 2006; Karima dan Achadi, 2012; WHO,
2004).
Di berbagai negara berkembang, fungsi ibu identik dengan pekerjaan domestik
(rumah tangga) dan reproduktif. Namun, saat ini wanita juga telah melakukan pekerjaan
produktif untuk membantu perekonomian keluarga, di mana pekerjaan tersebut banyak
dilakukan di luar rumah (Yulianus, 2003). Ibu yang bekerja selama periode kehamilan
berperan penting dalam kejadian BBLR maupun kelahiran prematur (Aminian, dkk.,
2014). Demikian halnya dengan stres yang terjadi selama kehamilan. Stres tidak hanya
berakibat buruk pada ibu hamil tetapi juga bayinya, seperti berat badan lahir rendah
(BBLR) atau prematur. Saphiro et al. (2013) dan Lewis (2014) menyatakan bahwa
faktor risiko dari peningkatan kejadian kelahiran prematur adalah stres psikologis
selama kehamilan dan pada kondisi ini dapat menyebabkan defisiensi zat gizi dalam
tubuh.
Dalam penelitian Dwarkanath et al (2007) mengungkapkan bahwa berat badan
lahir bayi dari ibu hamil yang memiliki pekerjaan berat di luar rumah selama trimester
tiga adalah 181 gr lebih rendah. Dalam sebuah studi oleh Needhammer et al (2009),
2
ditemukan bahwa lebih dari 40 jam kerja per minggu dan kerja shift meningkatkan
risiko kejadian BBLR, small gestasional age (SGA), dan persalinan prematur.
Penelitian terhadap 1.124 wanita hamil tersebut menunjukkan hubungan yang signifikan
antara pekerjaan fisik dan BBLR sebagai dampak dari kelahiran preterm. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Vrijkotte et al (2009) melaporkan adanya hubungan yang
signifikan antara tingkat keparahan tenaga kerja dan BBLR. Takito (2005) dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa jam kerja yang panjang, aktivitas fisik yang berat
dapat menimbulkan ancaman pada kondisi pekerja yang hamil. Berdiri selama 2.5 jam
atau lebih (OR = 3, 23), mencuci pakaian dengan menggunakan tangan selama trimester
kedua kehamilan berhubungan dengan peningkatan risiko BBLR (P < 0,05). Hubungan
antara aktivitas fisik ibu dengan ukuran bayi saat lahir sangat kuat untuk satu aktivitas
spesifik, yaitu mengambil air, yang dianggap sebagai aktivitas berat oleh ibu desa (Rao,
2003).
WHO (2004) menyatakan meskipun informasi tentang status pekerjaan
perempuan masih kurang, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah, pekerjaan
fisik baik itu di rumah maupun di tempat kerja dapat menyebabkan timbulnya masalah
pada periode kehamilan.
Tingkat BBLR dalam suatu populasi merupakan indikator dari masalah
kesehatan masyarakat yang mencakup kekurangan gizi ibu jangka panjang, dan
perawatan kesehatan yang buruk. Secara individual, BBLR merupakan prediktor
penting dari kesehatan bayi baru lahir dan kelangsungan hidup. (Feresu et al, 2015).
BBLR merupakan penentu utama kematian, kesakitan dan kecacatan pada janin dan
anak dan mempunyai dampak jangka panjang terhadap kesehatan pada usia
Bayi yang lahir dengan berat badan yang rendah berdampak pada syaraf dan
gangguan pendengaran, cenderung memiliki gangguan fungsi kekebalan tubuh dan
meningkatkan risiko penyakit, kekurangan gizi, berkurangnya kekuatan otot,
kemampuan kognitif dan IQ (WHO, 2016 ; Sharma & Mirsha, 2013). Bayi yang baru
lahir, baik kecil ataupun besar menghadapi peningkatan risiko kematian bayi dan
berbagai masalah kesehatan, termasuk metabolisme dan penyakit kardiovaskular diusia
dewasa (Gluckman et al, 2008) diabetes dan penyakit jantung (WHO, 2016). Bayi
dengan berat badan lahir rendah dapat menyebabkan beban emosional dan ekonomi
yang berat bagi keluarga dan menghasilkan biaya yang cukup besar untuk sektor
kesehatan dan memaksakan beban yang signifikan pada masyarakat secara keseluruhan
(Sharma & Mirsha, 2013). BBLR juga berhubungan dengan kejadian gangguan
3
pernafasan pada anak (Mebrhatu, 2015). Studi literatur yang dilakukan oleh Chatterji
(2013) bahwa BBLR berdampak pada terjadinya penyakit kronis saat remaja dan
menyebabkan remaja menjadi kurang produktif dan perkembangan kognitif yang lemah
sampai usia dewsa.
Salah satu program yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan status
gizi ibu hamil sebagai salah satu upaya pencegahan BBLR adalah pemberian
suplementasi Fe. Namun, kejadian BBLR tetap saja mengalami peningkatan. Menurut
Diatta (2001), solusi untuk kekurangan gizi terletak pada upaya pencegahan yang dapat
dilakukan dengan beberapa cara. Namun, yang harus diperhatikan adalah pemilihan
produk harus sesuai dengan kriteria tertentu yaitu aksesibilitas, ketersediaan di pasar,
biaya rendah, kemudahan persiapan, diterima secara umum, bermanfaat bagi seluruh
keluarga, mudah dibudidayakan.
Berdasarkan uraian di atas, aktivitas fisik merupakan salah satu faktor terjadinya
malnutrisi pada ibu hamil dimana kondisi tersebut akan berpengaruh berat badan lahir.
Oleh sebab itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui Hubungan Aktivitas Fisik Pada
Ibu Hamil Dengan Berat Badan Lahir Di Kabupaten Tanggerang.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik pada ibu hamil dengan berat badan
lahir di Kabupaten Tanggerang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik pada ibu hamil intervensi kapsul
ekstrak daun kelor dengan berat badan lahir.
b. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik pada ibu hamil intervensi apsul tepung
daun kelor dengan berat badan lahir.
4
c. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik pada ibu hamil intervensi kapsul
Fe dan asam folat dengan berat badan lahir.
d. Untuk mengetahui perbeaan rata-rata berat badan lahir berdasarkan jenis
aktivitas ibu.
e. Untuk mengetahui perbeaan rata-rata berat badan lahir berdasarkan kelompok
intervensi.
f. Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik pada ibu hamil dengan
berat badan lahir setelah mengontrol tingkat stres.
A. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan menjadi media untuk meningkatkan dan memperluas
wawasan mengenai hubungan antara aktivitas fisik pada ibu hamil dengan berat
badan lahir sebagai upaya preventif dalam pencegahan BBLR.
2. Manfaat Institusi
Penelitian ini diharapakan dapat menjadi informasi dan pertimbangan dalam
rangka pengambilan keputusan dalam kebijakan kesehatan terkait dengan penurunan
angka kejadian BBLR.
3. Manfaat Praktis
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
pencegahan terhadap BBLR, dan bagi siswa dapat menambah pengalaman dan wawasan
serta berikan kostribusi dalam pengembangan ilmu.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada
(kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit
kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara
global (WHO, 2010). Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
meningkatkan pengeluaran tenaga/energi dan pembakaran energi (Kemenkes RI,
2011)
Aktivitas fisik lebih merupakan bentuk multidimensional yang kompleks
dari perilaku manusia ketimbang kelas perilaku dan secara teoritis, meliputi
semua gerak tubuh mulai dari gerakan kecil hingga turut serta dalam lari
maraton. Meskipun bersifat perilaku, aktivitas fisik mempunyai konsekuensi
biologis. Aktivitas fisik umumnya dikaitkan diartikan sebagai gerak tubuh yang
ditimbulkan oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi
(Gibney, 2013).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana disebut
latihan jasmani, sedangkan aktivitas fisik yang tidak dilakukan secara terstruktur
dan terencana disebut aktivitas fisik sehari-hari. (Gibney, 2013). Aktivitas fisik
bersifat kompleks. Aktivitas fisik termasuk bekerja di luar rumah, pekerjaan
rumah tangga (misalnya pengasuhan, pembersih rumah tangga), transportasi
(misalnya berjalan atau bersepeda untuk bekerja) dan kegiatan waktu luang
(misalnya menari, berenang) (Miles, 2007).
Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada waktu
senggang. Setiap orang melakukan aktivitas fisik, atau bervariasi antara
individu satu dengan yang lain bergantung gaya hidup perorangan dan
faktor lainnya seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan lain-lain. Aktivitas
6
fisik sangat disarankan kepada semua individu untuk menjaga kesehatan.
Aktivitas fisik juga merupakan kunci kepada penentuan penggunaan tenaga dan
dasar kepada tenaga yang seimbang. Berbagai tipe dan jumlah aktivitas fisik
sangat diperlukan untuk hasil kesehatan yang berbeda (Kristanti, 2002).
Pengelompokan absolut yang sering dipakai untuk intesitas aktivitas fisik
adalah klasifikasi MET (metabolic energy turnover). Satu MET sama dengan
pengeluaran energi saat istirahat, yaitu sekitar 3,5 ml O2/kg per menit.
Klasifikasi MET merupakan alat yang berguna pada saat kita menghitung
pengeluaran energi dan instrumen pengkajian subjektif seperti buku harian dan
kuesioner tentang Aktivitas (Gibney, 2013)
7
b. Aktivitas Fisik Sedang (Moderate)
Aktivitas fisik sedang adalah aktivitas fisik tingkat menengah dan
masuk dalam kategori dua serta direkomendasikan untuk kesehatan. Aktivitas
yang dimaksud bukan hanya aktivitas sehari- hari yang dilakukan melainkan
aktivitas di waktu luang seperti rekreasi (IPAQ, 2005). Adapun kriteria
aktifitas fisik sedang (IPAQ, 2005) :
1) Melakukan aktivitas fisik selama tiga hari dalam satu
minggu dengan intensitas kuat minimal 20 menit per hari,
atau
2) Melakukan aktivitas fisik selama lima hari atau lebih dengan
intensitas sedang atau berjalan minimal 30 menit per hari,
atau
3) Melakukan aktivitas fisik selama lima hari atau lebih dalam
satu minggu seperti berjalan dengan instensitas sedang atau
berat yang setidaknya mencapai minimal 600 MET-
menit/minggu.
8
kalori per menit) atau suatu pengerahan tenaga 11 sampai 14 pada skala Borg,
atau tenaga seseorang yang sehat misalnya ketika berjalan cepat, memotong
rambut berdansa berenang atau bersepeda di lapangan berbukit.
9
a. Short IPAQ
Short IPAQ berisi tentang pertanyaan tiga jenis aktivitas dari
empat domain yang telah disebutkan di atas. Jenis aktivitas tersebut
merupakan pengukuran aktivitas berjalan, aktivitas intensitas sedang
dan aktivitas intensitas berat.
Perhitungan total skor dari short IPAQ adalah menjumlahkan
durasi (dalam menit) dan frekuensi (hari) dari aktivitas berjalan,
aktivitas intensitas sedang dan berat.
b. Long IPAQ
Long IPAQ berisi pertanyaan tentang empat domain di atas
yaitu aktivitas fisik pada waktu luang, aktivitas yang berkaitan dengan
waktu luang, pekerjaan rumah tangga, pekerjaan dan aktivitas yang
berkaitan dengan berjalan (dari satu tempat ke tempat yang lain). Pada
penilaian Long IPAQ dilakukan secara terpisah dimana setiap masing-
masing aktivitas dari empat domain untuk kegiatan berjalan, aktivitas
intensitas sedang dan berat dalam pekerjaan, transportasi, pekerjaan
rumah tangga dan waktu luang. Perhitungan total skor tiap domain
adalah dengan menjumlahkan durasi (menit) dan frekuensi (hari) untuk
semua jenis aktivitas untuk menghitung total skor untuk semua domain
kegiatan adalah dengan menjumlahkan skor akhir dari empat ominan
tersebut. Skor akhir untuk kegiatan berjalan, aktivitas ntensitas sedang
dan berat (IPAQ, 2005).
10
Cara menghitung skor pada aktivitas fisik domain pekerjaan adalah
sebagai berikut :
1) Aktivitas berjalan di tempat kerja MET-menit = 3,3 x durasi berjalan
(menit) x frekuensi berjalan di tempat kerja (hari)
2) Aktivitas intensitas sedang (moderate) di tempat kerja MET-
menit/minggu di tempat kerja = 4,0 x durasi aktivitas intensitas
sedang (menit) x frekuensi intensitas sedang di tempat kerja (hari)
3) Aktivitas intensitas kuat di tempat kerja MET-menit/minggu di
tempat kerja = 8,0 x durasi aktivitas intensitas sedang (menit) x
frekuensi intensitas sedang di tempat kerja (hari)
4) Jumlah total aktivitas domain pekerjaan = jumlah aktivitas berjalan +
aktivitas intensitas sedang + aktivitas intensitas kuat
11
frekuensi intensitas sedang di dalam rumah (hari)
4) Jumlah total aktivitas domain rumah tangga, halaman dan interaksi
keluarga = aktivitas intensitas kuat di halaman + aktivitas intensitas
sedang (moderat) di halaman + aktivitas intensitas sedang (moderat)
di dalam rumah MET- menit/skor/minggu
12
f. Total Skor Aktivitas Fisik
Keseluruhan jumlah aktivitas fisik MET-menit/minggu dapat dihitung
berdasarkan short IPAQ dan long IPAQ sebagai berikut :
1) Short IPAQ
Jumlah aktivitas fisik MET-menit/minggu = Jumlah keseluruhan (aktivitas
berjalan + aktivitas intensitas sedang + aktivitas intensitas kuat) MET
minutes/skor seminggu
2) Long IPAQ
Jumlah aktivitas fisik MET-menit/minggu = Jumlah total aktivitas
pekerjaan + jumlah aktivitas transportasi + jumlah aktivitas rumah tangga,
halaman dan interaksi keluarga + waktu luang
13
diproduksi oleh plesenta yang mengatur perubahan perkembangan ibu hamil dan
merupakan satu- satunya jalan bagi janin untuk pertukaran zat gizi, oksigen dan
sisa produk (DGKM, 2007).
b. Trimester Pertama
Karakteristik utama masa germinal ini adalah pembelahan sel. Sejak
pembuahan/fertilisasi ovum oleh sperma, zigot yang terbentuk membelah diri
sampai fase morula-blastula. Menjelang akhir minggu pertama terjadi
implementasi di endometrium cavum uteri. Pada akhir minggu ketiga atau
awal minggu keempat mulai rbentuk ruas-ruas badan (somit) sebagai
karakteristik ertumbuhan periode ini serta perkembangan berbagai karakteristik
lainnya. Beberapa sistem organ melanjutkan pembentukan awalnya sampai
dengan akhir minggu ke-12.
c. Trimester Kedua
Karakteristik utama perkembangan intrauterin pada terimester kedua
adalah penyempurnaan struktur organ umum dan mulai berfungsinya berbagai
sistem organ. Janin mulai menunjukkan adanya aktivitas denyut jantung dan
aliran darah. Sel darah janin terutama mengandung hemoglobin jenis fetal
(HbF), yang memiliki daya ikat oksigen jauh lebih tinggi dibandingkan
daripada hemoglobin manusi dewasa (HbA) pada suhu dan pH yang sama.
Pada trimester ini janin mulai meunjukkan gerapak pernapasan sejak
usia 18 minggu dan menunjukkan ativitas gerakan menelan sejak usia 14
minggu. Usia 13 – 14 minggu atau awal trimester kedua, ibu mulai merasakan
gerakan-gerakan janin.
d. Trimester 3
Karakteristik utama perkembangan intrauterin pada trimester ketiga
adalah penyempurnaan struktur organ khusus/detail dan penyempurnaan fungsi
berbagai sistem organ. Pada bulan ketujuh- kedelapan, endapan lemak subkutis
meningkat, sehingga janin memperoleh bentuk membulat/gemuk. Pada bulan
kesembilan pertumbuhan kepala maksimal, lingkar kepala menjadi lingkar
terbesar daripada seluruh bagian tubuh.
14
Plasenta berfungsi sebagai alat vital untuk tumbuh kembang janin dalam
rahim yaitu mengeluarkan hormon untuk dapat mempertahankan kehamilan dan
pertumbuhan janin dalam rahim, sebagai penyekat sehigga darah ibu tidak
bercampur, sebagai penghalang masuknya berbagai penyakit menuju janin,
sebagai paru- paru janin untuk mendapatkan oksigen dari darah ibu, sebagai akar
janin untuk mendapatkan nutrisi dari darah ibu (Manuaba dkk, 2009).
Gizi ibu hamil mempengaruhi pertumbuhan janin. Perubahan fisiologis
pada ibu mempunyai dampak besar terhadap diet ibu dan kebutuhan gizi, karena
selama kehamilan, ibu harus memenuhi kebutuhan janin yang sangat pesat, dan
agar keluaran kehamilannya berhasil baik dan sempurna (DGKM, 2007).
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu
kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan
energi dan zat gizi ini diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin,
pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme
tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil
dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempura (Adriani, 2012). Pengeluaran
energi merupakan faktor penting yang berhubungan dengan gizi kehamilan dan
ukuran bayi (Rao, 2003).
Wanita yang melakukan aktivitas fisik secara teratur sebelum hamil harus
mengurangi kegiatannya selama hamil. Sedangkan wanita yang tidak terbiasa
melakukan aktivvitas fisik termasuk berolahraga, selama hamil harus memulai
aktivitas/olahraga dari intensitas rendah dan meningkatkan aktivitas fisik secara
bertahap (Bobak et al, 2004).
Beberapa penelitian merekomendasikan latihan moderat selama hamil. Akan
tetapi aktivitas fisik yang dilakukan terus-menerus sampai ibu hamil menjadi terlalu
lelah atau letih membuat perpusi darah ke rahim berkurang dan pemberian oksigen ke
fetoplasental juga menurun. Apabila ibu hamil masih ingin beraktivitas masih
diperbolehkan tetapi tidak melewati batas. Di samping itu, dengan bertambahnya usia
kehamilan, titik berat badan ibu hamil berubah, dukungan tulang panggul melemah,
15
koorinasi biasanya menurun dan timbul perasaan tidak nyaman (Bobak et al, 2004).
Pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik yang berat akan mengeluarkan
energi yang besar pula sehingga akan mengurangi persediaan kalori untuk janin,
sementara sebagian besar energi ibu telah terkuras terkuras oleh pekerjaan yang
dilakukan. Kebutuhan energi yang tidak mencukupi pada ibu hamil dengan pekerjaan
yang berat dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap badan
lahir. Diketahui bahwa berat badan janin ditentukan oleh beberapa yang memenuhi
kualitas dan kuantitas substrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kemampuan
plasenta untuk mengangkut substrat nutrisi tersebut ke janin. (Yuliva, dkk, 2009; Usha
and Sarita, 2011).
Pada saat aktivitas fisik dimulai, tubuh mengalami beberapa adaptasi fisiologis.
Beberapa adaptasi terjadi dengan cepat dalam hitungan detik, sementara yang lain
butuh beberapa menit untuk menginduksi. Apabila aktivitas fisik dilakukan terus-
menerus, semua adaptasi akan bekerja sepenuhnya. Apabila berselang, beberapa
adaptasi akan digunakan untuk sementara dan yang lainnya tidak dimulai (Jukic,
2009).
Jaringan otot membutuhkan lebih banyak oksigen pada saat aktivitas fisik
untuk menghasilkan lebih banyak adenosin trifosfat (ATP) yang merupkan senyawa
yang diperlukan untuk sel otot melakukan pekerjaan. Apabila oksigen tidak
mencukupi, secara fisiologi akan terjadi defisit oksigen yng tersedia untuk jaringan
kerja. Denyut jantung dan pernafasan meningkat, jumlah aliran darah meningkat pada
organ- organ yang mendukung aktivitas (jantung, otot rangka, kulit) sementara pada
organ lain, aliran darah akan mengalami penurunan (saluran cerna, ginjal, hati, tulang,
dll) (Jukic, 2009).
Kerja otot dapat mempengaruhi pasokan bagian otot yang bergerak,
dalam hal ini melakukan aktivitas fisik sehingga akan ebabkan gangguan sirkulasi
darah utero plasenter. Volume darah menurun sehingga oksigen yang dibutuhkan
janin terhambat yang berdampak pada gangguan tumbuh kembang (Departemen Of
Physical Sport Sciences, 2011).
Pada periode kehamilan sebagian besar aliran darah ke rahim dipasok oleh
arteri rahim. Aliran darah uterus meningkat 10-12 kali lipat akibat invasi trofoblastik
16
arteri spiral di dalam miometrium dan desidua, dan peningkatan volume darah ibu
dalam 50%. Pada awal kehamilan, sirkulasi uterus ditandai dengan impedansi vaskular
tinggi dan aliran rendah, memberikan bentuk gelombang dengan kecepatan diastolik
akhir yang persisten dan aliran darah terus berlanjut sepanjang diastol. Seiring dengan
bertambahnya trofoblastik dan modifikasi arteri spiral, perfusi plasenta meningkat dan
sirkulasi uteroplasenta menjadi sistem high-flow, low-resistance yang memberikan
bentuk gelombang dengan aliran diastolik yang lebih besar. Ketika invasi trofoblastik
normal dan modifikasi arteri spiral terputus, terjadi peningkatan impedansi mengalir di
dalam arteri rahim dan penurunan perfusi plasenta. Proses patologis ini adalah ciri
utama yang umum terjadi pada perkembangan preeklampsia dan IUGR (Usha and
Sarita, 2011).
Retardasi pertumbuhan janin juga merupakan akibat dari dari kekurangan
kalori. Selain itu, peningkatan kebutuhan oksigen pada aktivitas fisik sedang saat
periode kehamilan menyebabkan hipoksia pada janin (William dan Worthington, 1998
; Jukic, 2009).
Daun sebesar ujung jari berbentuk bulat telur, tersusun majemuk dan
gugur di musim kemarau, tinggi pohon mencapai 5-12 m, bagian ujung
membentuk payung, batang lurus (diameter 10-30 cm) menggarpu, berbunga
sepanjang tahun berwarna putih/krem, buah berwarna hijau muda, tipis dan lunak.
Tumbuh subur mulai dataran rendah sampai ketinggian 700 m diatas permukaan
laut (Schwarz, 2000).
Hampir semua bagian dari tanaman ini: akar, kulit, karet, daun, buah
(polong), bunga, biji dan minyak biji telah digunakan untuk berbagai penyakit
sebagai obat asli Asia Selatan, termasuk pengobatan peradangan dan penyakit
infeksi bersama dengan kardiovaskular, gastrointestinal, hematologi dan gangguan
hepatorenal (Morimitsu, et al).
Lowell J. Fugille adalah orang pertama yang menganalisa kandungan gizi
daun kelor kering atau tepung daun kelor. Perbandingan vitamin-vitamin yang
terdapat dalam daun kelor segar dengan daun kelor yang telah dilumatkan dalam
bentuk ekstrak atau tepung dalam satuan yang sama.
Penelitian membuktikan bahwa Moringa oleifera tidak hanya kaya akan
protein, energi, garam mineral, vitamin dan serat, tetapi juga mampu untuk
memenuhi kebutuhan gizi harian untuk ibu hamil dan menyusui pemberian
jumlah kecil (25 g). Dengan dosis 25 gram serbukbesi 94%, vitamin C 143%,
vitamin A 69%, magnesium 26% pada ibu hamil dan menyusui (Diatta, 2001).
Satu sendok makan tepung daun kelor mengandung sekitar 14% protein, 40%
calcium, 23% zat besi dan mendekati seluruh kebutuhan balita akan vitamin A.
Enam sendok makan penuh dapat memenuhi kebutuhan zat besi dan kalsium
wanita hamil dan menyusui (Fahey, 2005).
18
Tabel 2.1 Kandungan gizi daun kelor
Tabel 2.2
Perbandingan kandungan gizi antara program
suplementasi dan kapsul ekstrak daun kelor dan
kebutuhan ibu hamil
19
b. Tinjauan Umum Tentang Zat Besi dan Asam Folat
Ibu hamil membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan saat
tidak hamil. Janin tumbuh dengan mengambil zat- zat gizi dari makanan yang
dikonsumsi oleh ibu dan dari simpanan zat gizi yang berada di dalam tubuh
ibu. Selama hamil seorang ibu harus menambah jumlah dan jenis makanan
yang dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan bayi dan
kebutuhan ibu yang sedang mengandung, serta untuk memproduksi Air Susu
Ibu (ASI). (Hardinsyah dan Supariasa, 2016).
Di Indonesia, pemerintah telah mempunyai program pemberian tablet
tambah darah bagi wanita usia subur dan ibu hamil. Hal ini diatur dalam
Permenkes RI Nomor 88 Tahun 2014. Pemberian tablet tambah darah sebagai
salah satu upaya penting dalam pencegahan dan penanggulangan anemia yang
merupakan cara yang efektif karena dapat mencegah dan menanggulangi
anemia akibat kekurangan zat besi dan atau asam folat.
Zat besi (Fe) adalah bagian penting dari hemoglobin, mioglobin dan
enzim yang harus disuplai dari makanan. Zat penghambat absorpsi Fe adalah
tanin (teh), phitat (serelia) dan serat. Sedangkan zat peningkat absorpsi Fe
adalah sistein (daging), vitamin C, sitrat, malat dan laktat yang umum
terdapat pada buah-buahan. Sumber Fe yang utama terdapat dalam pangan
hewani yaitu hati dan daging, sedangkan sumber lainnya adalah sayuran
berdaun hijau. Pangan hewani relatif lebih tinggi tingkat absorpsinya
dibanding pangan nabati karena Fe dalam pangan nabati yaitu ferri ketika
diabsorpsi harus direduksi dahulu menjadi bentuk ferro (GDKM, 2011)
Asam folat berfungsi dalam produksi sel-sel darah merah dan
pertumbuhan sel-sel baru pada saat pembentukan janin. Defesiensi asam folat
dapat menyebabkan anemia makrositik. Sumber asam folat pada makanan
adalah buah-buahan, sayuran hijau, serelia fortifikasi hati (Hardinsyah dan
Supariasa, 2016). Suplementasi asam folat dan berperan dalam pencegahan
cacat tabung saraf (neural tubedefects/NTDs), dua penelitian yang
diterbitkan pada awal tahun 1990an menunjukkan bahwa suplementasi asam
folat dapat mencegah terjadinya kekambuhan malformasi ini (Chitayat et al.,
2016).
20
Kebutuhan ibu hamil untuk zat besi dan asam folat adalah masing-
masing 26 mg dan 400 mcg, dan meningkat berdasarkan usia kehamilan.
Kebutuhan zat besi meningkat sebanyak 9 mg pada trimester kedua dan 13
mg pada trimester ketiga. Sedangkan kebutuhan asam folat meningkat
sebanyak 200 mcg setiap trimester kehamilan.
22
lahir lebih berhubungan dengan diabetes pada ibu hamil, obesitas ibu hamil,
kelebihan peningkatan berat badan pada periode kehamilan dan paritas serta
faktor genetik dan ras juga turut berkontribusi (Ali & Isthiaque, 2014). Janin
dengan berat lebih (macrosomia) meningkatkan risiko operasi sesar, distosia
bahu dan trauma pada jalan lahir. Pada bayi dapat mengakibatkan cedera
wajah, patah pada tulang humerus atau klavikula dan asfiksia (Campbell, 2014)
23
plasenta berhubugan erat terhadap fungsi plasenta itu tersebut. Jaringan villi pada
permukaan plasenta merupakan faktor penentu utama dalam penyaluran zat gizi
ke janin. Ukuran plasenta merupakan dampak dari status gizi ibu selama
kehamilan (Roland, et al, 2014)
b. Umur Ibu
Ibu dengan usia yang muda masih termasuk dalam tahap pertumbuhan dan
perkembangan, dimana dalam keadaan tersebut sangat memungkinkan terjadinya
persaingan antara ibu dan anak dalam penyerapan nutrisi (Mendez, et al, 2014).
Usia muda dikaitkan dengan leher rahim yang pendek dan volume uterus kecil
yang berhubungan dengan kelahiran prematur dan berakibat pada berat lahir
rendah. Dalam pertumbuhan remaja, meskipun terjadi pertambahan berat badan
selama kehamilan namun tetap memiliki risiko melahirkan bayi yang lebih kecil.
Lonjakan leptin pada trimester ketiga dapat mencegah pemecahan lemak,
meningkatkan penggunaan glukosa untuk pertumbuhan ibu sehingga persediaan
energi untuk pertumbuhan janin lebih sedikit (Gibbs et al., 2012). Ibu yang berada
di kelompok usia kurang dari 20 tahun lebih mungkin untuk melahirkan bayi berat
lahir rendah daripada ibu di kelompok usia 21-35 tahun (Demelash, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Pinoi (2015) di Manado, dimana ibu yang
melahirkan pada usia <20 dan >35 tahun berisiko 5,09 kali lebih besar untuk
melahirkan bayi BBLR daripada ibu yang melahirkan pada umur 20-35 tahun.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yadav (2012) bahwa bahwa ibu
yang lebih tua 35 tahun) berada pada risiko yang lebih tinggi mengalami bayi
berat lahir rendah bila dibandingkan dengan wanita usia 20 - 29 tahun (OR 1,25).
c. Pendidikan Ibu
Pendidikan juga mempengaruhi persepsi dan disposisi masyarakat
terhadap berbagai kegiatan termasuk kegiatan kesehatan dan perilaku seperti
praktek pemberian makanan ibu yang tepat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan
ibu (Demelash, 2014).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ibu merupakan salah
satu faktor dari kejadian BBLR (Muula, 2011; Kandhasamy, 2015). Mekanisme
24
yang terkait antara kurangnya pendidikan dengan kejadian BBLR termasuk
adanya pola makan yang buruk akibat rendahnya penghasilan dan rendahnya
pengetahuan tentang diet. Rendahnya pendidikan juga dapat mengakibatkan
terbatasnya akses ke perawatan kehamilan (Muula, 2011).
d. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dan kelelahan selama kehamilan tidak hanya dapat
mempengaruhi berat lahir, tetapi juga bisa menyebabkan persalinan prematur.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aminian (2014) menunjukkan bahwa
wanita tani memiliki bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan orang lain.
Penelitian ini juga memiliki hubungan yang signifikan dengan jam kerja per
minggu dan bulan selama kehamilan. Terdapat hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dan persalinan prematur.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Rao et al (2003) di India menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara aktivitas ibu dan berat lahir bayi untuk satu
aktivitas tertentu, seperti menimba air, yang dianggap sebagai aktivitas berat oleh
ibu pedesaan.
e. Stres Kehamilan
Stres pada periode kehamilan meningatkan risiko terjadinya retardasi
pertumbuhan janin dan kognitif yang kurang pada anak- anak (Nast, et al, 2013).
Sinyal stres psikososial pada ibu hamil sampai pada janin melalui pembuluh
darah, neuroendokrin dan sistem kekebalan tubuh. Perubahan intrauterin
mengakibatkan janin untuk melakukan adaptasi dianggap sebagai stres prenatal
(Wadhwa, 2005). Stres psikososial pada kehamilan didefinisikan sebagai
ketidakseimbangan. Wanita hamil, ketika ia merasa tidak mampu mengahadapi
tuntutan dinyatakan dalam bentuk perilaku maupun fisiologis dan belum secara
rutin diukur dalam kehidupan sehari-hari (Woods, 2012).
Stres selama periode kehamilan memiliki efek serius tidak hanya pada
ibu hamil tetapi juga pada bayi, seperti berat badan hirrendah (BBLR) atau
prematur. Stres psikologis pada prematur (Saphiro et al, 2013) dan dapat
menyebabkan defisiensi zat gizi dalam tubuh (Lewis, 2014).
25
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lilliecreutz et al (2016) bahwa
sekitar 20% dari kelahiran prematur diperkirakan akibat paparan stres atau dengan
kata lain ibu yang stres selama kehamilan lebih banyak terjadi pada mereka yang
menjalani persalinan prematur dibandingnkan yang tidak prematur (p <0,000,
AOR 2,15 (CI = 1,18-3,92).
f. Usia Kehamilan
National Institute of Health (2013) mendefinisikan usia kehamilan (usia
gestasi) merupakan istilah umum yang digunakan selama periode kehamilan untuk
menggambarkan sejauh mana perkembangan kehamilan dan diukur dalam satu
miggu, sejak hari pertama siklus menstruasi wanita hingga waktu tertentu. Bayi
yang lahir sebelum usia 37 minggu disebut prematur, bayi yang lahir normal dapat
dikategorikan berada pada usia 38 – 42 minggu, sedangkan bayi yang lahir setelah
usia 42 minggu disebut postmature.
Jammeh et al (2011), sekitar 94% BBLR disebabkan oleh kelahiran
preterm. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliva (2009)
bahwa hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
umur kehamilan dengan dengan berat lahir bayi mencerminkan kecukupan
pertumbuhan janin pada intrauterin. Semakin tua umur kehamilan maka semakin
berat bayi yang dilahirkan dan apabila semakin muda umur kehamilan maka
menyebabkan kurang sempurna pertumbuhan dan perkembangan dari organ-organ
tubuh janin di dalam kandungan yang berakibat berat bayi yang dilahirkan akan
berkurang (Yuliva, 2009).
g. Jarak Kehamilan
Ibu dengan jarak kelahiran kurang dari 2 tahun lebih memungkinkan untuk
melahirkan bayi dengan berat badan rendah dibandingkan ibu yang melahirkan
lebih dari 2 tahun. Hal ini dikarenakan meliputi pendapatan, pekerjaan dan
tingkat pendidikan. Tingkat sosial ekonomi yang rendah tidak dapat langsung
mempengaruhi perkembangan janin, tetapi sebagai perantara pada faktor risiko
lainnya yang dapat meningkatkan risiko buruk pada kelahiran bayi, seperti gizi
ibu, aktivitas fisik, akses yang kurang terhadap kualitas prenatal care, dan
26
psikososial ibu (Abu-Saad dan Fraser, 2010).
Status sosial-ekonomi rendah adalah salah satu prediktor terkuat kejadian
BBLR di negara-negara berpenghasilan rendah. Berbeda dengan temuan
sebelumnya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Kader dan Perera (2014),
status sosial-ekonomi rendah tidak bermakna secara signifikan jika dikaitkan
dengan BBLR. Hal ini dapat terjadi terlepas dari status sosial-ekonomi yang buruk
jika seorang wanita bisa mempertahankan status gizi yang baik dan menghindari
komplikasi medis potensial selama kehamilan, kemungkinan melahirkan bayi
dengan berat badan yang normal.
h. Komplikasi Kehamilan
Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami omplikasi
kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan. persalinan harus ditolong
oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan
ditangani. Komplikasi paa ibu hamil, bersalin dan nifas (PWS-KIA, Kemenkes,
2010).
1) Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD merupakan komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang
besar pada bayi kurang bulan (Sujiyatini dkk, 2009).
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Wiknjosastro, 2009).
27
terhambat (Sujiyatini dkk, 2009).
3) Hipertensi
Hipertensi (pre eklampsia dan eklampsia) pada kehamilan merupakan
faktor risiko kejadian berat lahir yang rendah (Jammeh, 2011). Pre eklampsia
terbagi atas dua yaitu preeklampsia ringan dan berat. Pre eklampsia ringan
adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Kenaikan tekanan darah
sisto 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah
sebelum hamil. Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai tmbulnya hiipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Sujiyatini, 2009).
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan
atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat
kelainan neurologik) dan/atau koma di mana sebelumnya sudah menunjukkan
gejala-gejala pre eklampsia (Sujiyatini, 2009).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sutan et al (2014), hipertensi pada
Ibu hamil memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian BBLR. Ibu
dengan hipertensi memiliki 4,5 kali risiko lebih tinggi untuk bayi BBLR.
i. Antenatal Care
Antenatal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan untuk ibu selama kehamilannya dan dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan/SPK (Kemekes RI,
2010). Kunjungan antenatal pada ibu hamil sangat penting untuk memantau
kesejahteraan janin dan memungkinkan intervensi tepat waktu untuk perlindungan ibu
dan janin termasuk menerima konseling gizi (Demelash, 2014). Antenatal care
berhubungan dengan kejadian BBLR. Pemeriksaan antenatal dilakukan tiga kali di
setiap trimester (Agrawal, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmed et al (2012) menunjukkan bahwa ibu
yang tidak menerima perawatan antenatal lebih memungkinkan melahirkan bayi
BBLR dibandingkan mereka yang menerima perawatan antenatal care.
28
Setiap kehamilan, dalam perkembangannya mempunyai risiko mengalami
penyulit atau komplikasi. Oleh karena itu, pelayanan antenatal harus dilakukan secara
rutin, sesuai standar dan terpadu untuk pelayanan antenatal yang berkualitas.
Pelayanan antenatal terpadu dan berkualitas secara keseluruhan meliputi hal-hal
sebagai berikut (Kemenkes RI, 2010):
1) Memberikan pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi
2) Melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan
penyulit/komplikasi kehamilan
3) Menyiapkan persalinan yang bersih dan aman
4) Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika
terjadi penyulit/komplikasi.
5) Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila
diperlukan.
6) Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga kesehatan dan
gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi
penyulit/komplikasi
Secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh
tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi
pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu
pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
a) Minimal 1 kali pada triwulan pertama
29
G. Kerangka Teori
Ib Outcom Ana
u e k
Perkembang
Kinerj BBL an
a R
Hidup Kematia
n Kesakita
Kehamila n
Tingka Perinat
Kematia n
n t
30
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu
aktivitas fisik dan variabel dependen yaitu berat lahir. Selanjutnya, akan dilihat
bagaimana hubungan antara kedua variabel tersebut.
Berat
Aktivitas Fisik
Badan
Pada Ibu Hamil
Lahir
Umur
Pendidikan
Paritas
Jarak Kehamilan
Pendapatan
Stres kehamilan
Kunjungan ANC
Keterangan :
31
B. Definisi Operasional
1. Aktifitas Fisik
Aktivitas Fisik adalah Gerakan tubuh ibu hamil yang dihasilkan oleh otot rangka
yang memerlukan pengeluaran energi dalam seminggu terakhir yang diperoleh dari hasil
pengisian kuesioner IPAQ dan dihitung berdasarkan MET
Kriteria Objektif :
2. Berat Lahir
Berat lahir adalah berat lahir yang diukur pada satu jam pertama setelah
kelahiran baik prematur maupun tidak prematur dengan menggunakan timbangan Berat
Badan dengan Balance scale.
Kriteria Objektif :
3. Pendidikan Ibu
Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh ibu hamil
berdasarkan ijazah yang diterima.
Kriteria Objektif :
32
4. Paritas
Paritas adalah jumlah kelahiran hidup maupun mati.
Kriteria Objektif :
a. Berisiko, jika paritas 0 dan > 2
b. Tidak berisiko, jika paritas 1 dan 2
5. Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan adalah Jarak antara kehamilan yang lalu dengan kehamilan ibu saat
ini.
Kriteria Objektif :
6. Pendapatan
Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh dalam keluarga selama satu bulan
Kriteria Objektif :
7. Kunjungan ANC
33
8. Umur
Umur ibu hamil adalah umur yang terhitung sejak tanggal lahir hingga dilakukan
penelitian.
Kriteria Objektif :
9. Stres Kehamilan
Stres kehamilan merupaakan tingkat stres psikis / emosional yang dalami oleh
ibu hamil yang diukur dengan menggunakan DASS Depression Anxiety Stress
Scale) .
Kriteria Objektif :
a. Stres ringan
b. Stres berat
C. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara aktivitas fisik pada ibu hamil kelompok intervensi ekstrak daun kelor
dengan berat badan lahir.
2. Ada hubungan antara aktivitas fisik pada ibu hamil kelompok intervensi tepung daun kelor
dengan berat badan lahir.
3. Ada hubungan antara aktivitas fisik pada ibu hamil kelompok intervensi besi folat dengan
berat badan lahir
4. Ada perbedaan rata-rata berat lahir berdasarkan tingkat aktivitas fisik.
5. Ada perbedaan rata-rata berat lahir berdasarkan kelompok intervensi.
6. Ada hubungan antara aktivitas fisik pada ibu hamil dengan berat lahir setelah mengontrol
tingkat stress.
34
D. Penelitian Terkait
Pekerjaan dengan
Marieke I. The gerakan
Both, Mathilde association of “membungkuk”,
daily physical Kohort melakukan pekerjaan
A. Overvest, International
2 activity and retrospektif shift malam
Mark F. Epidemiologic
Wildhagen, birth outcome: berhubungan dengan al Association
Jean Golding, a population- outcome kehamilan
Hajo I. J. based cohort (berat lahir)
Wildschut study
I Niedhammer,
D O’Mahony, S Occupational Terdapat hubungan
Daly, JJ predictors of yang signifikan antara
tuntutan kerja fisik (OR International
Morrison, CC pregnancy
Kohort Journal of
3 Kellehera, the outcomes = 4.65) dengan
Prospekt Obstetrics and
Lifeways Cross- in Irish kelahiran prematur dan
if Gynaecology
Generation working berat lahir rendah
Cohort Study women in the
Steering Group Lifeways
cohort
2009
35
Hubungan Terdapat perbedaan
Yuliva, Djauhar Status hubungan antara
Ismail, Diah Pekerjaan Ibu status pekerjaan ibu Berita
4 Rumekti Dengan Berat Kohort Kedokteran
dan jenis aktivitas
Lahir Bayi Prospekt Masyarakat
terhadap berat lahir.
Di RSUP DR. if
009
M. Djamil
Padang
36
Pengaruh
Aktivitas Fisik Ada pengaruh
dan Tingkat aktivitas fisik
Kecemasan terhadap berat badan
Emi Br. Barus Fakulltas
5 Ibu terhadap Kohort lahir bayi, semakin
Kedokteran
Berat Lahir prospektif berat aktivitas fisik
2016 /
Bayi pada Ibu yang dilakukan maka
Universitas
Trimester III di semakin kecil berat
Hasanuddin
RSKDIA badan lahir bayi
Fatimah
Makassar
Berdiri selama 2.5
jam atau lebih (OR
= 3, 23), mencuci
Monica Yuri Maternal pakaian dengan
Takito, Maria posture and menggunakan
Kohort Rev Saude
6 Helena its influence tangan selama
Prospektif Publica
on birth trimester kedua
2005 weight kehamilan
berhubungan dengan
peningkatan risiko
BBLR (P < 0,05)
37
Associations
between
Lauren E prenatal
McCullough, physical
Michelle A activity, Aktivitas fisik pada
Mendez, Erline birth weight, selama kehamilan
Kohort
E Miller, Amy P and DNA berhubungan dengan Epigenetics
9 prospektif
methylation at penurunan berat
Murtha, Susan K
Murphy, and genomically badan lahir bayi
Cathrine Hoyo imprinted
domains in a
2015 multiethnic
newborn
cohort
Aktivitas fisik yang
Low Birth berat pada ibu Journal of
Dr. Jaya V. Weight-A selama periode Biomedical
10 Suryawanshi, Hospital Based Case kehamilan and
Dr. Kaveri S. B2 Case Control control mempunyai Pharmaceutic
Study hubungan yang al Research
2015 signifikan terhadap
kejadian BBLR
38
BAB III
METODE PENELITIAN
39
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di enam
kecamatan di Kabupaten Jeneponto yang termasuk dalam kelompok
intervensi sebesar 600 orang.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan metode
purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
c. Kriteria drop out: Apabila ibu pindah ke lokasi lain atau tidak mengkonsumsi
suplemen lebih dari sepekan, atau menolak melanjutkan mengkonsumsi
suplement
E. Pengambilan Sampel
Penentuan besar sampel menggunakan rumus Slovin sebagai
berikut:
N Keterangan :
𝑛= n : Jumlah sampel
1 + N(𝑒)2
N : Jumlah Populasi = 600
600 e : Tingkat Kepercayaan 91 %
=
= 0.09
1+600(0.09)2
= 102
40
Berdasarkan perhitungan diatas maka diperoleh besar sampel minimal
sebanyak 102 responden secara keseluruhan.
F. Instrumen Penelitian
istrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dari
International Physical Activity (IPAQ) untuk mengukur tingkat aktivitas fisik
pada ibu hamil. Kuesioner ini terdiri dari 27 pertanyaan untuk menggali intensitas
aktivitas fisik pada ibu hamil . pertanyaan terdiri dari 7 pertanyaan domain
pekerjaan, 6 pertanyaan terkait dengan domain transportasi, 6 pertanyaan terkait
dengan domain rumah tangga, 6 pertanyaan berkaitan dengan domain waktu
luang, dan 2 pertanyaan berkaitan dengan waktu yang digunakan untuk duduk.
Intensitas aktivitas fisik yang akan diukur adalah :
1. Aktivitas Fisik Ringan : jika tidak memenuhi kriteria intensitas sedang dan
berat
2. Aktivitas Sedang, yaitu :
a) Melakukan aktivitas fisik 3 hari dalam satu minggu dengan intensitas
kuat minimal 20 menit per hari atau
b) Melakukan aktivitas fisik 5 hari atau lebih/minggu dengan intensitas
sedang atau berjalan 30 menit per hari atau
c) Melakukan aktivitas fisik 5 hari atau lebih dalam satu minggu dan
kombinasi berjalan, dengan intensitas sedang atau intensitas kuat yang
mencapai minimal setidaknya 600 MET- min/minggu
3. Aktivitas Fisik Berat
a) Melakukan aktivitas fisik setidaknya dilakukan 3 hari dengan intensitas
kuat dan mengumpulkan minimal 1500 MET- menit/minggu atau
41
G. Analisis Data
2. Pengolahan Data
Data primer yang telah dikumpulkan kemudia diolah melalui beberapa
tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Editing
Hasil wawancara atau angket yang diperoleh dan dikumpulkan melalui
kuesioner akan disunting (edit) terlebih dahulu. ka masih ada data atau informasi
yang tidak lengkap, akan segera diperbaiki. Jika tidak mungkin dilakukan
wawancara ulang, maka kuesioner akan dikeluarkan
b. Coding
Pemberian kode pada setiap item dalam kuesioner yang dimaksudkan untuk
memudahkan dalam mengolah dan menganalisis data dengan memberi kode
dalam bentuk angka.
c. Tabulasi
Mengelompokkan data dalam bentuk tabel sesuai dengan tujuan penelitian agar
mudah dianalisa.
d. Processing
Dalam kegiatan ini jawaban dari responden yang telah diterjemahkan menjadi
bentuk angka, selanjutnya diproses agar mudah dianalisis.
e. Cleaning
Pemeriksaaan kembali data yang sudah dimasukkan dalam master tabel yang
meliputi pemeriksaan ulang terhadap data dan pengkodean untuk meminimalisis
42
kesalah yang terjadi selama input data. Jika ditemukan pengkodean yang salah,
akan dibersihkan atau diganti dengan tetap berdasar pada kuesioner
.
3. Analisis Data
Seluruh data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan
program SPSS. Data akan dianalisis secara univariat ivariat. Secara detail
analisis data meliputi:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Pada analisis ini
akan dihasilkan tabel distribusi frekuensi dan persentase dari tiap
variabel.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Pada penelitian ini diketahui skala
pengukuran untuk variabel dependent adalah rasio sehingga jenis uji
yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi pearson. Secara
statistik dalam penelitian ini disebut ada hubungan yang bermakna atau
signifikan antara variabel independen dan variabel dependen yaitu
apabila nilai P value ≤ 0,05. Namun apabila nilai P value > 0,05 berarti
antara variabel dependen dan variabel independen tidak ada hubungan
yang bermakna. Sedangkan untuk mengetahui rata-rata berat badan
lahir digunakan analisis compare means.
43
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Karakteristik Responden
44
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah responden tertinggi terdapat di
Kecamatan Binamu (30%) dan yang terendah terdapat di Kecamatan Bangkala
(4%). Berdasarkan tingkat pendidikan, responden dengan tamatan
SD/MI/Sederajat lebih banyak yaitu 27 orang (26.5%), SMP/MTs sebanyak 26
orang (25.5%), SMA/MA
sebanyak 23 orang (23.5%), Universitas 7 orang (6.9%) dan terdapat pula
responden yang tidak pernah bersekolah dan tidak tamat SD/MTs Sederajat
masing-masing sebanyak 15 (14.7%) dan 3 (2.9%) orang.
Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar responden dalam penelitian ini
berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 60 orang (58.8%)
dan terdapat 4 orang (3.9%) berprofesi sebagai guru. Sedangkan untuk
pekerjaan suami, menunjukkan mayoritas suami responden bekerja sebagai
petani yaitu 31.4% dan terdapat 2% yang bekerja sebagai pegawai negeri.
Pendapatan secara umum menunjukkan bahwa sebagian besar responden
(70.6%) termasuk dalam kategori tingkat pendapatan yang rendah.
45
Stres Kehamilan
Normal Ringan 37 36,6
Sedang 16 15,8
Berat 25 24,5
24 23,8
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada rentang
usia 20 – 35 tahun (76.5%) dan terdapat masing-masing 11.8% berusia < 20 tahun
dan > 35 tahun. Berdasarkan paritas, mayoritas responden mempunyai paritas < 2
ebanyak 85 orang (83.3%) dan responden dengan paritas > 2 sebanyak 17 orang
(16.7%).
Mayoritas responden dalam penelitian ini mempunyai jarak kelahiran > 2 tahun
yaitu 53.9% dan terdapat 6.9% dengan jarak kelahiran < 2 tahun. Kunjungan ANC dari
responden juga mayoritas termasuk dalam kategori cukup (87%).
Tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa mayorits status gizi ibu hamil berdasarkan
LILA mayoritas dalam kategori baik masing- masing 84%. Berdasarkan kejadian
anemia mayoritas responden juga termasuk dalam kategori normal (73%). Untuk
kategori stres kehamilan diketahui mayoritas responden tidak mengalami stres sebanyak
37 orang (36,6%), stress ringan 15,8%, stress sedang 24,5% dan yang mengalami stress
berat sebanyak 24 orang (23,8%).
2. Aktivitas Fisik
46
3. Jenis Intervensi
47
5. Asupan Gizi
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa asupan zat gizi responden baik asupan
energi, karbohidrat, protein, lemak, asam folat, fe dan zink secara umum
termasuk dalam kategori kurang (<80%) berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) 2014. Asupan tersebut diperoleh dari hasil recall makanan 24 jam dan
tidak termasuk suplemen yang diberikan
48
B. Analisis Bivariat
a. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Berat Badan Lahir
Ringan 21 75 3180±409
Besi
Folat 0.840
Berat 7 25 3215±457
49
intervensi, baik itu intervensi tepung daun kelor, besi folat dan ekstrak
daun kelor dengan nilai p value masing-masing p = 0.391, p = 0.840, p
= 0.644.
Tabel 4.10 menujukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik ibu
hamil dengan berat badan lahir setelah mengotrol tingkat stres, yaitu stres ringan
dengan aktivitas sedang dan stres berat dengan aktivitas berat, dengan nilai p value p
= 0.034.
50
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Gambaran Aktivitas Ibu Hamil
Kehamilan merupakan proses alami pada wanita. Pada periode kehamilan
kebutuhan asupan gizi wanita meningkat. Hal ini terjadi untuk memenuhi
kebutuhan dirinya dan janin yang dikandungnya. Dengan terpenuhinya
kebutuhan tersebut, akan memberikan dampak positif pada kesehatan diri dan
janinya.
Peran ganda seorang ibu yang bekerja serta mengurus keluarga lebih
mudah merasa kelelahan dan mengabaikan kebutuhannya, apalagi jika dalam
kondisi hamil. Ibu hamil yang bekerja memiliki tuntutan lebih dibandingkan
dengan yang tidak bekerja. Ibu hamil yang bekerja juga kemungkinan akan
lebih stress karena memiliki peran ganda yang berasal dari pekerjaan dan
keluarga (Sambara, 2014).
Di Tanggerang , mayoritas ibu hamil berprofesi sebagai ibu rumah
tangga (58.8%) dan mempunyai aktivitas seperti ibu rumah tangga pada
umumnya, seperti menyapu, mencuci piring, mencuci pakaian, mengepel
dan memasak. Selain beberapa pekerjaan rumah tangga telah disebutkan,
kondisi beberapa daerah di Kabupaten Tanggerang melibatkan aktivitas
menimba dan mengangkat air, membantu suami menjemur gabah menjadi
aktivitas yang tidak jarang ditemui dikeseharian para ibu hamil yang
menjadi responden dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini diketahui terdapat 25.5% responden juga bekerja
sebagai petani. Selain itu, responden juga diketahui bekerja sebagai petani
rumput laut, berkebun, berternak dan bekerja di instansi. Di samping
pekerjaan tersebut, tentu tak lepas pula dari aktivitas-aktivitas rumah tangga.
Berdasarkan pengkajian aktivitas fisik total, sekitar 66.7% termasuk dalam
kategori aktivitas sedang dan 33.3% dalam kategori aktivitas berat. Mayoritas
responden dengan aktivitas berat bekerja sebagai petani (55.9%) sedangkan
responden dengan aktivitas sedang mayoritas adalah IRT (80.9%).
51
Pekerjaan sebagai petani tidak lepas dari aktivitas berdiri dan
membungkuk berulang-ulang. Kegiatannya meliputi memanen padi secara
tradisional masih dilakukan oleh petani di Jeneponto, menanam dan
menyirami tanaman serta memetik hasil perkebunan. Aktivitas pertanian
seperti ini dilakukan 2-5 hari dalam seminggu dengan nilai sekitar 800
hingga 5000 MET berdasarkan domain pekerjaan. Untuk ibu rumah tangga,
aktivitas menyapu, mengepel, mengatur perabot, mencuci piring, memasak,
angkat air, mencuci pakaian baik dengan n ataupun mencuci dengan tangan
melibatkan sekitar 636 hingga 2240 MET. Berdasarkan nilai MET tersebut,
untuk kategori aktivitas fisik ringan tidak memenuhi syarat yaitu harus <
600 MET.
52
kehamilan berhubungan dengan peningkatan risiko BBLR (P<0,05).
Penelitian Niedhammer et al (2009) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tuntutan kerja fisik (OR = 4.65) dengan
kelahiran prematur dan berat lahir rendah. Aminian et al (2014) dalam
penelitiannya juga menyimpulkan Ibu hamil dengan aktivitas fisik yang
berat berdampak terhadap berat lahir bayi. Berat lahir secara signifikan
berhubungan dengan jam kerja/minggu/bulan selama kehamilan. Penelitian
yang dilakukan oleh Barus (2016) dan Nurlina (2011) juga menyimpulkan
bahwa ibu hamil dengan aktivitas fisik yang berat berhubungan dengan
kejadian berat lahir yang rendah dengan nilai p masing-masing 0.00 dan
0.0026.
Berat badan lahir atau ukuran saat lahir seorang anak merupakan
indikator penting dari kerentanan anak terhadap risiko penyakit pada masa
kanak-kanak dan kesempatan bertahan hidup (SDKI, 2012). Berat lahir
2.500 gram merupakan ukuran standar risiko morbiditas dan mortalitas bayi
merupakan faktor risiko penting yang berdampak hingga usia dewasa. Saat
ini, bayi dengan berat badan lahir di bawah 3.000 gram dihubungkan
dengan risiko penyakit degeratif pada usia dewasa (Karima dan Achadi,
2012).
53
seorang ibu yang bekerja serta mengurus keluarga lebih mudah merasa
kelelahan dan mengabaikan kebutuhannya, apalagi jika dalam kondisi
hamil. Kelelahan fisik dan psikis pada ibu hamil akibat pekerjaan akan
mempengaruhi janin dalam kandunganya. Kelelahan fisik dan psikis pada
ibu hamil juga akan membuat ibu tersebut menjadi sensitif dan emosional
(Jacinta, 2002). Ibu hamil yang bekerja memiliki kesempatan lebih
dibandingkan dengan yang tidak bekerja. Ibu hamil yang berasal dari
pekerjaan dan keluarga. Waktu kerja seseorang juga berpegaruh terhadap
kejadian stres kerja pada seorang perempuan, makin lama kerja seseorang
maka besar kemungkinan seseorang untuk mengalami gangguan kesehatan
yang salah satunya adalah stres kerja (Sambara, 2014)
Meskipun kurangnya informasi tentang status pekerjaan perempuan,
terutama di negara-negara berpenghasilan rendah, kerja keras fisik baik di
rumah maupun di tempat kerja menyebabkan outcome kehamilan yang
merugikan (World Health Organization, 2004). Pekerjaan yang
menggunakan tenaga fisik yang berat, berdasarkan teori, mengeluarkan
energi yang besar pula dalam penyelesaiannya sehingga pekerja dengan
kondisi seperti ini membutuhkan asupan nutrisi yang besar mengingat
besarnya energi yang dikeluarkan apalagi seorang ibu pekerja dalam
kondisi hamil. Kurangnya asupan ibu pada periode ini akan berdampak
pada kalori janin disebabkan energi terkuras karena pekerjaan yang
dilakukan oleh ibu hamil tersebut. Dengan demikian, dapat berpengaruh
terhadap berat lahirnya. Asupan energi pada periode kehamilan berkorelasi
positif dengan berat lahir (Awasthi, et al, 2015). Namun, hubungan antara
nutrisi ibu dan pertumbuhan janin tidak dapat sepenuhnya dipahami
dengan hanya melakukan pengukuran asupan.
54
Beberapa penelitian telah melaporkan hasil yang bertentangan
mengenai dampak dari pekerjaan ibu hamil seperti berdiri, membungkuk
berulang-ulang, menaiki tangga, dan mengangkat benda berat selama
kehamilan terhadap pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan komplikasi
obstetrik lainnya (Khojasteh et al, 2015). Aktivitas fisik dapat
meningkatkan aktivitas rahim (kontraksi). Wanita yang berisiko melahirkan
prematur harus disarankan untuk mengurangi aktivitas pada trimester kedua
dan ketiga. Ada hubungan antara aktivitas fisik yang berat dan IUGR. Ibu
dengan tuntutan pekerjaan fisik yang berulang, dilaporkan dalam beberapa
penelitian untuk melahirkan lebih awal dan melahirkan bayi dengan berat
yang rendah (Keefe et al, 2008).
Aktivitas sistem saraf simpatik pada otot aktif saat aktivitas kerja
seperti beridiri, duduk dan jam kerja yang lama, mengakibatkan
keringat dan penurunan volume plasma dan dengan demikian, mengurangi
perfusi darah ke arteri rahim dan arteri plasenta. Pekerjaan yang berat serta
perubahan status gizi pada wanita turut berperan dalam outcome kehamilan
(Mahmoodi, 2013). Aktivitas fisik selama kehamilan dapat mengurangi
berat bayi dengan membatasi keseimbangan energi positif ibu, mengalihkan
darah dan nutrisi dari plasenta ke otot kerja (Hopkins, 2010). Aktivitas fisik
berat yang dilakukan wanita pada minggu terakhir periode kehamilan akan
berpengaruh terhadap berat lahir bayi (Manshande, 1987). Suryawanshi dan
Kaveri (2015) juga dalam penelitiannya membuktikan bahwa terdapat
hubungan antara aktivitas fisik ibu hamil dengan berat lahir yang rendah.
Dwarkananth et al (2007) mengungkapkan bahwa pekerjaan berat di
luar rumah pada trimester manapun tidak terkait dengan berat lahir. Berat
badan lahir bayi dari ibu hamil yang memiliki pekerjaan berat di luar rumah
selama trimester tiga adalah 181 gr lebih rendah. Namun ada
kecenderungan kenaikan berat badan lahir di antara wanita yang
melaporkan adanya pekerjaan ringan di luar rumah pada trimester ketiga
dibandingkan dengan mereka yang dilaporkan melakukan pekerjaan berat.
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara bekerja pada
trimester ketiga dan kelahiran prematur berat lahir rendah. Penurunan
berat badan lahir 150 gr - 400 gr ketiga dibandingkan dengan mereka
yang tinggal di rumah selama kehamilan (Dwarkananth, 2007).
55
Mayoritas pekerjaan ibu hamil sebagai petani lebih berisiko untuk
memperoleh dampak buruk pada kesehatannya. Selain terpapar pestisida,
faktor risiko lainnya adalah sikap ergonomis pada gerakan kerja yang
berulang, mengangkat barang berat, membungkuk, berdiri lama dan bekerja
pada cuaca yang panas (Runkle et al, 2014). Lima et al (1999) melaporkan
bahwa pekerjaan berat terkait pertanian selama kehamilan secara signifikan
mengurangi berat badan lahir pada wanita utara-timur Brasil dengan
pendapatan rendah. Agarwal et al (2001) juga telah melaporkan bahwa
aktivitas berat pada wanita pedesaan India yang kekurangan gizi pada
kehamilan akan mengurangi berat badan janin dan juga panjangnya.
Hubungan antara aktivitas ibu dan ukuran lahir sangat kuat untuk
satu aktivitas spesifik, yaitu menimba air dianggap sebagai aktivitas berat
oleh ibu di desa (Rao, 2003). Demikian halnya di Kabupaten Jeneponto,
sebagian besar masyarakat masih melakukan aktivitas menimba air
disebabkan mereka masih memanfaat sumur umum untuk mandi, mencuci
dan mengisi bak air di dalam rumah. Berdasarkan wawancara,
responden telah terbiasa melakukan aktivitas-aktivitas tersebut
dimulai sebelum hamil. Apabila tubuh telah asa melakukan aktivitas berat
maka dalam tubuhnya akan terjadi peningkatan kekuatan, ketahanan dan
terdapat perubahan dalam mekanisme otot, serta organ tubuh (Fox, 2008).
Dalam penelitian ini menunjukkan, terdapat tiga kasus berat badan
lahir rendah terjadi pada ibu hamil yang mempunyai aktivitas fisik berat
(1%) dan sedang (2%). Artinya, tidak hanya ibu dengan aktivitas berat yang
berisiko melahirkan bayi dengan BBLR tetapi ibu dengan aktivitas fisik
sedang juga berisiko melahirkan bayi dengan BBLR. Sebagian lainnya,
berat badan lahir bayi berada dalam kategori normal baik dari ibu dengan
aktivitas berat (92.6%) dan sedang (94.1%).
Ibu hamil dengan aktivitas berat tetap melahirkan bayi dengan berat
badan lahir yang normal diduga karena ibu hamil tersebut selain terbiasa
melakukan pekerjaannya, mereka juga mempunyai status gizi yang bagus,
hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran LILA. Berdasarkan variabel
tersebut mayoritas responden berada dalam kategori normal baik (84%).
Mereka juga melaporkan bahwa sering berjalan di waktu pagi sebagai
olahraga menjelang persalinan. Penelitian Takito et al (2010)
56
mengungkapkan bahwa aktivitas berjalan dapat menjadi faktor protective
terhadap berat badan lahir. Rekomendasi aktivitas fisik bagi tujuan
kesehatan masyarakat menekankan akumulasi aktivitas fisik yang sedang
selama 30 menit dilakukan setiap hari atau hampir setiap hari. Kondisi
ini lebih berupa kelompok aktivitas fisik berupa gerakan tubuh yang
terencana, terstruktur dan berulang untuk memperbaiki atau memelihara
satu atau lebih komponen kebugaran fisik.
Ditinjau dari segi asupan, mayoritas asupan energi serta zat gizi
lainnya dari ibu hamil dalam penelitian ini berada dalam kategori kurang
(<80%) dan semua kejadian BBLR berasal dari ibu dengan energi yang
kurang. Berdasarkan data asupan, rata-rata asupan energi ibu adalah 1267
kkal. Angka tersebut termasuk kurang karena asupan dibawah 80% dari
kebutuhan. Kurangnya asupan yang dimiliki oleh ibu dikarenakan masih
buruknya kebiasaan pola makan yang ditinjau berdasarkan keanekaragaman
makanan serta diketahui masih terdapat 5.9% responden dengan frekuensi
makan < 3 kali dalam sehari. Namun, perlu diketahui bahwa analisis asupan
yang diperoleh melalui recall 24 jam belum memperhitungkan suplemen
dan PMT yang dikonsumsi. Sehingga memungkinkan sebagian kebutuhan
zat gizi dipenuhi oleh suplemen tersebut. Suplemen yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah suplemen intervensi kapsul daun kelor dan besi- folat.
Diketahui bahwa kelor kaya akan kandungan gizi yang dibutuhkan
tubuh baik zat gizi makro maupun mikro. Penelitian yang dilakukan oleh
Asian Vegetable Research and Development Center DC) menunjukkan
bahwa kelor mempunyai kandungan gizi dan diketahui mengandung 205 kkal
per 100 gramya (Bey, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Yamaego et al.
(2011), kandungan energi dalam 100 gram daun kelor kering adalah 337.8 kkal.
Tingginya kalori pada daun kelor dapat memenuhi kebutuhan kalori pada masa
kehamilan.
Moringa oleifera menunjukkan bahwa kandungan bubuk dari daun
kering tidak hanya kaya akan protein, energi, garam mineral, vitamin dan
serat, tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan gizi harian pada wanita
hamil dan menyusui dalam pemberian jumlah kecil (25 g) (Diatta, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Srikanth et al., (2014) menunjukkan bahwa
pemberian bubuk kelor selama 60 hari mampu memperbaiki status gizi
57
anak KEP di India.
Selama kehamilan kebutuhan energi ibu hamil meningkat.
Kebutuhan energi selama kehamilan bervariasi menurut tingkat
metabolisme basal, berat badan sebelum hamil, jumlah dan komposisi
kenaikan berat badan, tahap kehamilan, dan tingkat aktivitas fisik. Tubuh
manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan kelangsungan
hidup, fungsi organ tubuh, proses pergantian sel yang telah rusak dan
aktivitas sehari-hari. Otot akan berkontraksi dengan cepat
memetabolisme karbohidrat atau lemak untuk menghasilkan energi.
Semua nutrisi yang menghasilkan energi seperti karbohidrat, k dan
protein kemudian memasuki jalur metabolik yang dapat menghasilkan
energi dalam bentuk adenosine triphosphate (ATP) (Guyton, 2006).
58
kali lebih berisiko melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan ibu yang
tidak menderita anemia [(OR=24 (95% CI=5.87-101.6)]. Anemia dapat
menyebabkan rendahnya nutrisi dan penurunan jumlah oksigen menuju
plasenta sehingga oksigen dan nutrisi tidak dapat memenuhi kebutuhan
tumbuh kembang janin dan menyebabkan pembatasan pertumbuhan janin
(Allan, 2001).
Dalam mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil, pemerintah
melalui program pemberian tablet tambah darah bagi wanita usia subur dan
ibu hamil yang diatur dalam Permenkes RI Nomor 88 Tahun 2014
merupkan salah satu upaya penting dalam pencegahan dan penanggulangan
anemia akibat kekurangan zat besi dan atau asam folat.
Berdasarkan data asupan, diketahui bahwa mayoritas responden
termasuk dalam kategori kurang begitupula untuk asupan zat besi (Fe) dan
asam folat. Selain anemia, kekurangan asam folat dapat berdampak serius
terhadap janin. Asam folat, atau folat (vitamin B9) adalah nutrisi penting
yang diperlukan untuk replikasi DNA dan sebagai substrat untuk berbagai
reaksi enzimatik yang terlibat dalam sintesis asam amino dan metabolisme
vitamin. Diketahui suplementasi asam folat selama kehamilan dapat
mencegah terjadinya cacat tabungn (neural tube defects/NTDs).
Defisiensi asam folat sebelum dan peningkatan risiko NTD, dan
suplementasi asam amino perikonsepsi secara dramatis dapat menurunkan
risiko ini (sebanyak 70%). Beberapa penelitian juga menghubungan asam
folat selama kehamilan dengan perkembangan saraf janin termasuk
gangguang spektrum autisme (Autism spectrum disorders/ASDs). (Gao et
al., 2016).
Studi yang dilakukan oleh The Kimmel Institute dan The Jhons
Hopkins University pada tahun 2014 mengungkapkan bahwa asupan asam
folat pada ibu dapat menyebabkan modulasi epigenetik pada metilom otak
anak dengan perubahan metilasi keseluruhan atau spesifik lokasi pada DNA
genomik, RNA non-coding dan modifikasi histon. Efek ini dapat mengubah
ekspresi gen, kecenderungan autisme yang prospektif dan perkembangan
gen utama. Perubahan semacam itu dapat mempengaruhi proses biologis
lainnya, dan berasosiasi dengan keseluruhan hasil perkembangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Valera et al., (2014) menunjukkn
59
bahwa anak-anak yang lahir dari ibu dengan suplementasi asam folat> 5 mg
/ hari selama kehamilan memiliki skor skala psikomotor rata-rata secara
statistik signifikan (perbedaan, -4,35 poin; CI 95%, -8,34 ke - 0,36)
dibandingkan anak-anak yang ibunya menggunakan suplemen suplemen
asam folat yang dianjurkan (0,4-1,0 mg / hari). Penelitian yang dilakukan
oleh Castro et al., (2014) yakni tinjauan sistematis dap studi yang
melibatkan hubungan antara asam folat dan ASD dikaitkan dengan
meningkatnya risiko ASD, efek intervensi folat pada sindrom klinis ASD
belum dikonfirmasi.
Beberapa faktor lainnya yang dapat berpengaruh dengan kejadian
BBLR adalah pendidikan ibu yang rendah, usia dan paritas ibu serta
pemeriksaan antenatalcare. Usia ibu diperkirakan menjadi faktor penting
dalam menentukan berat lahir. Sebagian besar penelitian menunjukkan
bahwa usia ibu yang sangat muda secara kausal berimplikasi pada
peningkatan risiko BBLR dan persalinan prematur (Aras, 2013). Ibu hamil
yang berusia 35 tahun atau lebih secara signifikan meningkatkan kejadian
berat lahir rendah dibandingkan mereka yang berusia 20-34 tahun
(Laopaiboon et al, 2014). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kenny et
al (2013) bahwa usia ibu hamil >40 tahun dapat meningkatkan risiko lahir
mati, persalinan prematur, macrosomia dan persalinan sesar.
Berdasarkan tingkat pendidikan, secara khusus pendidikan ibu
adalah perwakilan umum untuk posisi sosial ekonomi orang tua
(Association of Maternal & Child Health Programs, 2013). Penelitian
yang dilakukan oleh Purdhivi dan Bhosgi (2015) menunjukkan bahwa ibu
hamil yang dengan pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah, berisiko
tinggi melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Dalam study yang
dilakukan oleh Dai et al (2014) mengungkapkan bahwa terjadi
penurunan kejadian berat lahir rendah pada ibu hamil yang
menghaslkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terkait
pendidikan ibu pada bayi dengan berat lahir rendah maupun normal
namun terlihat bahwa bayi yang lahir dari ibu dengan pendidikan rendah
mempunyai berat lahir yang rendah. Perbaikan pendidikan ibu dan
cakupan layanan antenatal dapat mengurangi risiko berat lahir rendah di
semua wilayah (Buriol et al, 2015).
60
Pelayanan ANC terdiri dari banyak item. Inisiasi awal, tindak lanjut
oleh wanita hamil, yang memungkinkan pemantauan tindakan yang
diajukan. Tindakan yang diusulkan akan mengarah pada ANC berkualitas
tinggi dan berdampak terhadap outcome kehamilan. Pada setiap kunjungan
ANC, serangkaian kegiatan diusulkan untuk semua ibu secara tepat waktu,
sehingga hasil yang baik dicapai salah satunya dengan mencegah kejadian
BBLR (Fonseca, et al, 2014). Dalam penelitian ini, responden yang dengan
bayi yang BBLR diketahui mempunyai riwayat kunjungan ANC yang
kurang. Padahal telah diketahui bahwa dengan melakukan kunjungan ANC
secara rutin, ibu hamil dapat memantau kesehatan diri dan janinnya. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fosu et al (2013) bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kunjungan ANC dengan berat
lahir rendah.
Paritas juga turut berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Paritas
ompokkan menjadi wanita nullipara/nulipara (wanita yang belum usia
kehamilan 20 minggu), primipara/wanita primipara (wanita yang pernah
melahirkan satu kali) dan multipara/wanita multipara (wanita Yang telah
melahirkan lebih dari satu kali) (Cunningham et al, 2010). Diketahui
bahwa bayi dengan BBLR dalam penelitian merupakan wanita dengan
kehamilan pertama. Penelitian yang dilakukan oleh Andayasari dan
Opitasari (2016) menunjukkan bahwa wanita nullipara memiliki risiko
1.46 kali melahirkan dengan berat badan lahir rendah dibandingkan wanita
primipara.
Etiologi biologis untuk nuliparitas yang menyebabkan BBLR adalah
perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan untuk memfasilitasi
pertumbuhan janin tanpa membalikkan pascapersalinan, sehingga
menciptakan dasar yang lebih efisien untuk pembentukan dan pertumbuhan
kehamilan berikutnya. Secara khusus, aliran darah uteroplasenta yang
bertanggung jawab untuk mengantarkan oksigen dan nutrisi ke janin, lebih
besar selama kehamilan berikutnya dibandingkan pada wanita nullipara
(Prefumo et al, 2004).
61
3. Berat Lahir Berdasarkan Kelompok Intervensi
Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik
ibu hamil berdasarkan kelompok intervensi dengan BBL bayi. BBL pada
kelompok intervensi besi-folat diketahui lebih rendah (3189) (3268 gr dan
3219 gr). Meskipun hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan namun dapat dilihat bahwa kelompok intervensi
baik tepung maupun ekstrak daun kelor memiliki potensi dalam
meningkatkan BBL.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yatim, dkk
(2014) dan Nadimin (2015) di Makassar bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna secara statistik rerata berat badan lahir bayi antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol, masing-masing p=0.168 dan p=0.365.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Khuzaimah (2015) bahwa
terdapat perbedaan bermakna pada berat lahir pada ibu hamil yang
mengonsumsi ekstrak daun kelor (p=0.02).
Ibu hamil memerlukan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan
sebelum hamil untuk memenuhi kebutuhan gizi dirinya serta tumbuh
kembang janinya (Hardinsyah dan Supariasa, 2014). Daun kelor, menurut
hasil penelitian Fuglie (1999) ternyata mengandung vitamin A, vitamin C,
Vit B, kalsium, kalium, besi, dan protein, dalam jumlah sangat tinggi yang
mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia. Perbandingan Nutrisi
Daun Kelor Segar dan Serbuk, dengan beberapa sumber nutrisi lainnya,
jumlahnya berlipat-lipat dari sumber makanan yang selama ini digunakan
sebagai sumber nutrisi untuk perbaikan gizi di banyak belahan negara
(Krisnadi, 2015).
Kelor juga diketahui mengandung lebih dari 40 antioksidan.
pengobatan tradisional Afrika dan India (Ayurvedic) serta telah digunakan
dalam pengobatan tradisional untuk mencegah lebih dari 300 penyakit
(Krisnadi, 2015).
Bagi wanita hamil dan menyusui, daun dan biji kelor bermanfaat
untuk menjaga kesehatan ibu dan memberi kekuatan pada janin atau anak
menyusui. Dalam porsi 100 g, memberi lebih dari sepertiga kebutuhan
kalsium hariannya dan memberinya sejumlah zat besi, protein, tembaga,
belerang dan B-vitamin penting (Price, 2007). Daun kelor mengandung
62
asam amino esensial dan sejumlah mikronutrien seperti vitamin A, vitamin
B kompleks, vitamin C, kalsium, phosphor, tembaga dan magnesium yang
bermanfaat untuk pembentukan janinn (Fuglie 1999; Broin, 2013; Oduro I,
2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Muis (2014) terhadap ibu pekerja
informal di Kota Makassar menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak
daun kelor pada ibu hamil dapat meningkatkan kadar Hb. Namun, jika
dibandingkan dengan kelompok intervensi besi-folat, sebagian besar
responden mengalami anemia. Penelitian lain juga dilakukan oleh Ishaq
(2014) di Kabupaten Gowa menunjukkan bahwa dengan pemberian
ekstrak daun kelor dapat meningkatkan kadar Hb ibu hamil. Penelitian yang
dilakukan oleh Nadimin (2015) yaitu pemberian ekstrak daun kelor pada
ibu hamil dapat meningkatkan kadar Hb. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa intervensi ekstrak daun kelor ada perbedaan
yang signifikan jika dibandingkan dengan intervensi besi folat (p=0.270).
Hal ini berarti bahwa ekstrak daun kelor mempunyai kemampuan yang
setara dengan besi-folat dalam mencegah anemia pada ibu hamil.
Peningkatan Hb pada ibu hamil kelompok kontrol (0.9886 g/dL) lebih
tinggi 2 kali lipat dibandingkan kelompok intervensi (0.4771). Namun,
perbedaan tidak signifikan. Dalam penelitian ini, meskipun masih terdapat
ibu hamil yang menderita anemia, namun, mayoritas responden diketahui
tidak menderita anemia yaitu sebesar 71.6%.
Dalam penelitian Nadimin (2015) dikemukakan bahwa kejadian
BBLR pada kelompok intervensi dapat diduga berkaitan dengan tingginya
stres oksidatif pada periode kehamilan yang dapat dilihat berdasarkan kadar
Melondialdehid (MDA) dalam urin yang tinggi. Stres oksidatif yang terjadi
pada masa kehamilan akan memicu radikal bebas dan molekul oksidatif
lainnya lebih tinggi dari jumlah antioksidan sehingga memperlambat
pertumbuhan janin (Joshi dkk, 2008). Radikal bebas yang berlebihan dapat
menyebabkan vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah) yang
mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke janin dan plasenta (Stein dkk,
2008).
Penelitian lain di Jeneponto yang dilakukan oleh Hadjirah (2017)
membuktikan bahwa kadar MDA pada kelompok intervensi dalam hal pung
63
daun kelor lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya, dimana kejadian
BBLR dalam penelitian ini lebih banyak pada kelompok tersebut.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Su et al. (2015) dan Alonge
(2012) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres pada masa
kehamilan dengan berat badan lahir yang rendah. Selama terpapar stressor,
keseluruhan sistem regulasi stres, yaitu sistem korteks hipotalamus-hipofisis-
adrenal (HPA) dan sistem simpatik adrenal medullary (SAM) diaktifkan. HPA
adalah salah satu sistem stres utama dalam tubuh manusia yang mengatur
pelepasan glukokortikoid yaitu kortisol. sedangkan SAM, regulator penting kedua
pada reaktivitas stres manusia, yaitu melepaskan katekolamin norepinefrin (NE)
dan epinefrin (E).
Aktivitas fisik meningkatkan pelepasan katekolamin yang dapat
menyebabkan kontraksi rahim . Selama kehamilan, tingkat katekolamin telah
ditemukan meningkat pada wanita dengan stres kerja. Peningkatan katekolamin
selama kehamilan menyebabkan menurunnya aliran darah pada uterus (Jukic,
2009; Ganong 2001; Rakers et al. 2015). Berbagai hormon, termasuk hormon
64
kortikotropin (CRH), hormon adrenokortikotropin (ACTH), kortisol, dan (nor)
adrenalin, dilepaskan dalam jumlah banyak ke dalam darah. Hormon ini dapat
memediasi kontraksi uterus, menyebabkan persalinan prematur dan
mempengaruhi berat badan lahir (Ganong, 2001; Mudler et al., 2002). Dalam
penelitian Liu (2013) lebih lanjut memaparkan bahwa nisme stres pada ibu hamil
sebagai penyebab meningkatnya risiko berat lahir rendah adalah pelepasan
katekolamin, yang dapat mengurangi perfusi uterus, yang berpotensi membatasi
jumlah substrat yang dikirim ke janin. Dengan demikian, paparan katekolamin
yang berkepanjangan dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan janin. Stres
yang dirasakan selama kehamilan juga dapat mempengaruhi selera makan,
frekuensi makanan, dan kenaikan berat badan yang berperan penting dalam
pertumbuhan janin. Stres dapat meningkatkan kadar kortisol endogen selama
kehamilan, yang juga dapat menghambat pertumbuhan janin. Stres yang terjadi
selama kehamilan dapat menyebabkan berpindahnya hormon kortisol dari ibu ke
janin melalui plasenta dan memicu disfungsi sistem neuroendokrin pada janin
(Kosinska, 2012).
4. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan kuesioner Intenational Physical Activity
Questionerre (IPAQ) untuk mengetahui aktivitas responden yang sifatnya
kompleks selama tujuh hari terakhir yang sangat mengandalkan ingatan responden
sehingga memungkinkan terjadi bias serta akses ke tempat tinggal responden
antara satu dan yang lainnya berjauhan sehingga tidak maksimal dalam
menjangkau seluruh responden yang telah diintervensi.
65
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Perlunya dilakukan upaya promotif terkait aktivitas fisik kepada ibu hamil
mengingat status pekerjaan responden demi mencegah terjadinya gangguan
kehamilan serta memulai aktivitas/latihan fisik ringan sesuai rekomendasi.
2. Perlu dilakukan sosialisasi mengenai manfaat mengonsumsi daun kelor pada
ibu hamil serta pentingnya peningkatan asupan pada periode kehamilan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi bagi ibu dan janinnya.
3. Kepada tenaga kesehatan agar lebih giat dalam melakukan penyuluhan
kepada ibu hamil untuk rutin memeriksakan kehamilannya sehingga
kesehatan ibu dan janin dapat dideteksi sejak dini.
66
DAFTAR PUSTAKA
Ali, S. Habiba, Ishtiaque S. 2013. Fetal Macrosomia; Its Maternal And Neonatal
Complications. The Professional Medical Journal
Bobak et al. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternita Edisi 4. Jakarta : EGC
Demelash, et al. 2015. Risk factors for low birth weight in Bale zone hospitals
South-East Ethiopia : a case–control study. BMC Pregnancy and Childbirth
(2015) 15:264
Fosu, et al. 2013. Maternal Risk Factors for Low Birth Weight in a District Hospital
in Ashanti Region of Ghana. Research in Obstetrics and Gynecology, 2(4):
48- 54
Fox et al. 2008. Physical and Sexual Activity during Pregnancy and Near Delivery.
Journal Of Women’s Health, Volume 17, Number 9
67
Gill, et al. 2013. Birth and Developmental Correlates Of Birth Weight In A Sample
Of Children With Potential Sensory Processing Disorder. BMC Pediatrics.
Karima, Khaula dan Endang Alchadi. 2012. Status Gizi Ibu dan Berat Badan Lahir
Bayi. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
Vol. 7, No. 3.
Kenny et al. 2013. Advanced Maternal Age and Adverse Pregnancy Outcome:
Evidence from a Large Contemporary Cohort. PLoS ONE. Volume 8. Issue
2.
Khuzaimah, Anna. 2016. Pengaruh Pemberian Madu Dan Ekstrak Daun Kelor
Terhadap Stres Oksidatif Dan Berat Badan Lahir Pada Ibu Hamil Perokok
Pasif. Disertasi. Universitas Hasanuddin.
68
Lean, Michael. 2006. Ilmu Pangan, Gizi, dan Kesehatan Edisi ke 7. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Yatim, Yulfianti. Pengaruh Ekstrak Daun Kelor Terhadap BBL dan PBL Bayi Ibu
Hamil Pekerja Sektor Informal. Tesis. Universitas Hasanuddin.
69
LAMPIRAN OUTPUT SPSS
Kecamatan
KelompokUmur_Ibu
Pekerjaan_Ibu
StatusGizi
Pelayanan ANC
Status_Anemia
Akt Fisik
Tests of Normality
Correlations
Correlations
Report
Berat Badan Lahir
Akt Fisik Mean N Std. Deviation
Sedang 3242.71 68 413.430
Berat 3191.76 34 418.941
Total 3225.73 102 413.900
a. Tepung
Tests of Normality
Report
Berat Badan Lahir
Akt Fisik Mean N Std. Deviation
Sedang 3346.67 15 511.115
Berat 3194.38 16 463.292
Total 3268.06 31 484.991
Correlations
b. Besi-Folat
Report
Berat Badan Lahir
Correlations
Akt Fisik Berat
Badan
Lahir
Pearson Correlation 1 .040
Akt Fisik Sig. (2-tailed) .840
N 28 28
Pearson Correlation .040 1
Berat Badan Lahir Sig. (2-tailed) .840
N 28 28
c. Ekstrak
Tests of Normality
Report
Berat Badan Lahir
Akt Fisik Mean N Std. Deviation
Sedang 3234.97 32 367.602
Berat 3172.73 11 424.478
Total 3219.05 43 378.676
Correlations
Correlations
Correlations
Akt Cases
Fisik
Vali Missin Tota
d g l
N Percent N Percent N Percent
Sedang 31 100.0% 0 0.0% 31 100.0%
Berat Lahir Bayi
Berat 18 100.0% 0 0.0% 18 100.0%
Tests of Normality
Report
Berat Lahir Bayi
Akt Fisik Mean N Std. Deviation
Sedang 3116.74 31 480.219
Berat 3115.00 18 471.022
Total 3116.10 49 471.920
Tests of Normality
Report
Berat Lahir Bayi
Correlations
Report
Berat Lahir Bayi
Akt Fisik Mean N Std. Deviation