Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang


keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan
gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada
proses penuaan. Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap
energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga
tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya
osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.

Gangguaan pada sistem musculoskeletal bisa terjadi bukan hanya ada


orang dewasa atau pada lansia namun bisa juga terjadi pada anak – anak
bahkan pada bayi yang baru lahir misalnya Congenital talipes equinovarus
(CTEV) yang juga dikenal sebagai “club foot‟ adalah suatu gangguan
perkembangan ekstremitas inferior yang sering ditemui, tetapi masih jarang
dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminology “sindromik” bila kasus ini
ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari
sindrom genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa didampingi gambaran
klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik. CTEV sindromik
sering menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular, seperti spina bifi da
maupun atrofi muscular spinal.Bentuk yang paling sering ditemui adalah
CTEV idiopatik; pada bentuk ini, ekstremitas superior dalam keadaan normal.
Club foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan perawatannya dijelaskan oleh
Hipokrates pada 400 SM dengan cara memanipulasi kaki dengan lembut untuk
kemudian dipasangi perban. Sampai saat ini, perawatan modern juga masih
mengandalkan manipulasi dan immobilisasi. Manipulasi dan immobilisasi
serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti pemasangan gips adalah metode
perawatan modern non-operatif. Cara imobilisasi yang saat ini mungkin paling
efektif adalah metode Ponseti; metode ini dapat mengurangi perlunya

1
operasi.Walaupun demikian, masih banyak kasus yang membutuhkan terapi
operatif.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa Yang Dimaksud Dengan Gangguan System Muskuluskeletal ?

2) Bagaimana definisi dari CTEV?

3) Apa etiologi dari CTEV?

4) Jelaskan klasifikasi dari CTEV?

5) Bagaimana patofisiologi dari CTEV?

6) Bagaimana pemeriksaan diagnostik CTEV?

7) Bagaiamana penatalaksanaan pada klien dengan CTEV?

8) Apa saja komplikasi dari CTEV?

9) Bagimana asuhan keperawatan Anak dengan CTEV

1.3 Tujuan

1) Untuk Mengetahui Pengertian Gangguan System Muskuluskeletal

2) Untuk Mengetahui definisi CTEV.

3) Untuk Mengetahui etiologi dari CTEV.

4) Untuk Mengetahui klasifikasi dari CTEV.

5) Untuk Mengetahui patofisiologi dari CTEV.

6) Untuk Mengetahui pemeriksaan diagnostik CTEV.

7) Untuk Mengetahui penatalaksanaan pada klien dengan CTEV.

8) Untuk Mengetahui komplikasi dari CTEV.

9) Untuk mengetahui asuhan keperawatan anak dengan CTEV.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR MEDIS

2.1.1 Pengertian Gangguan Sistem Muskuloskeletal

keluhan pada sistem muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-


bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan pada
bagian-bagian dari otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari
keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban
statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat
menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi , ligamen atau tendon.
Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan
keluhan muskuloskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem
muskuloskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996).

2.1.2 Definisi CTEV

CTEV adalah suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan pada


bayi yang baru lahir (Arif Muttaqin,2008). Congenital Talipes Equino
Varus adalah deformitas kaki yang tumitnya terpuntir ke dalam garis
tungkai dan kaki mengalami plantar fleksi (Smeltzer, 2002)

2.1.3 Etiologi
Teori tentang etiologi CTEV antara lain:
1) Faktor mekanik intrauteri Teori tertua oleh Hipokrates.Dikatakan
bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi
eksterna uterus.Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakan bahwa
oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena
keterbatasan gerak fetus.

3
2) Defek neuromuskular Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu
karena adanya defek neuromuskular, tetapi banyak penelitian tidak
menemukan adanya kelainan histologis dan elektromiografik.
3) Defek sel plasma primer Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki
CTEV dan 14 kaki normal; Irani & Sherman menemukan bahwa pada
kasus CTEV, leher talus selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke
arah medial dan plantar; diduga karena defek sel plasma primer.
4) Perkembangan fetus terhambat
5) Herediter Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar
faktor-faktor eksternal, seperti infeksi Rubella dan pajanan talidomid
(Wynne dan Davis).
6) Vaskular Atlas dkk.(1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa
hambatan vascular setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi
dengan CTEV didapatkan muscle wasting di bagian ipsilateral,
mungkin karena berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama
masa perkembangan

2.1.4 Klasifikasi
Literature medis menguraikan tiga kategori utama clubfoot, yaitu :
1) Clubfoot ringan atau postural dapat membaik secara spontan atau
memerlukan latihan pasif atau pemasangan gips serial. Tidak ada
deformitas tulang, tetapi mungkin ditemukan penencangan den
pemendekan jaringan lunak secara medial dan posterior.
2) Clubfoot tetralogic terkait dengan anomaly congenital seperti
mielodisplasia atau artogriposis. Kondisi ini biasanya memerlukam
koreksi bedah dan memiliki insidensi kekambuhan yang yang tinggi.
3) Clubfoot idiopatik congenital, atau “clubfoot sejati” hampir selalu
memerlukan intervensi bedah karena terdapat abnormalitas tulang.

2.1.5 Patofisiologi
CTEV Beberapa teori mengenai patogenesis CTEVantara lain:
1) Terhambatnya perkembangan fetus padafase fi bular

4
2) Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
3) Faktor neurogenik. Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimiawi
pada kelompok otot peroneus pasien CTEV. Hal ini diperkirakan
akibat perubahan inervasi intrauterin karena penyakit neurologis,
seperti stroke. Teori ini didukung oleh insiden CTEV pada 35% bayi
spina bifida.
4) Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot
dan ligamen. Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya
jaringan kolagen yang sangat longgar dan dapat teregang di semua
ligamen dan struktur tendon (kecuali Achilles).Sebaliknya, tendon
Achilles terbuat dari jaringan kolagen yang sangat padat dan tidak
dapat teregang.Zimny dkk.menggunakan mikroskop elektron,
menemukan mioblast pada fasia medialis yang dihipotesiskan sebagai
penyebab kontraktur medial.
5) Anomali insersi tendon (Inclan) Teori ini tidak didukung oleh
penelitian lain; karena distorsi posisi anatomis CTEV yang membuat
tampak terlihat adanya kelainan insersi tendon.
6) Variasi iklim Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan
iklim dengan insiden CTEV.Hal ini sejalan dengan adanya variasi
serupa insiden kasus poliomyelitis di komunitas.CTEV dikatakan
merupakan sequela dari prenatal polio-like condition.Teori ini
didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord
anterior bayi-bayi tersebut.

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Gambaran radiologis CTEV Dengan cara pengambilan foto
radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi maksimal
dorsofleksi

2.1.7 Penatalaksanaan
1) Konservatif
Dilakukan manipulasi terhadap bagian kaki yang adduksi, equinus,
varus dan mempertahankannya dengan menggunakan gips. Dilakukan

5
peregangan pada jaringan yang mengerut secara bertahap tanpa
kekerasan, dipertahankan 10 hitungan.Dilakukan berulang selama 10-
15 menit. Hasil akhirnya dipertahankan dengan gips. Pada saat
pemasangan gips, perhatikan sirkulasi darah. Koreksi dapat diulang 1
minggu kemudian.Bila konservatif berhasil, pengobatan dapat
dilakukan dengan Denis Brown Splint dan dikontrol sampai anak
dewasa.Bila 3 bulan konservatif gagal, maka lakukan operatif.
2) Operatif
a. Indikasi:
1. Gagal terapi konservatif
2. Kambuh setelah konservatif berhasil
3. Anak sudah besar dan belum mendapat pengobatan
b. Operatif dapat dilakukan pada:
1. Jaringan lunak (hanya untuk usia< 5 tahun).
2. Terhadap tulang

2.1.8 Komplikasi
1) Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operatif. Pada
terapi konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus
oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi
mungkin didapat selama dan setelah operasi. Masalah luka dapat
terjadi setelah operasi dan dikarenakan tekanan dari cast. Ketika kaki
telah terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat menarik kulit menjadi
kencang, sehinggga aliran darah menjadi terganggu.Ini membuat
bagian kecil dari kulit menjadi mati.Normalnya dapat sembuh dengan
berjalannya waktu, dan jarang memerlukan cangkok kulit.
2) Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat
terjadi setelah operasi kaki clubfoot.Ini mungkin membutuhkan
pembedahan tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk
mengobati infeksi.
3) Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh
darah dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi.Sebagian besar kaki
bayi terbentuk oleh tulang rawan.Material ini dapat rusak dan

6
mengakibatkan deformitas dari kaki. Deformitas ini biasanya
terkoreksi sendir dengan bertambahnya usia
4) Komplikasi bila tidak diberi pengobatan : deformitas menetap pada
kaki

7
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN CTEV
2.2.1 Pengkajian
1) Biodata klien :
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
dan alamat. bayi laki-laki dua kali lebih banyak menderita kaki
bengkok daripada perempuan.
Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki. Survei
membuktikan dari 4 orang kasus Club foot, maka hanya satu saja
seorang perempuan. Itu berarti perbandingan penderita perempuan
dengan penderita laki-laki adalah 1:3 dan 35% terjadi pada kembar
monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot.
2) Keluhan Utama :
Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena
adanya keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai
kekakuan kaki, atrofi betis kanan, hipoplasia tibia, fibula dan tulang-
tulang kaki ringan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan sampai saat klien pergi ke
Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti Klien tidak
mengalami keluhan apa-apa selain adanya keadaan yang abnormal
pada kakinya.
b. Riwayat penyakit keluarga Dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan
dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
c. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal
1. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita
serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya,
berapa kali perawatan antenatal , kemana serta kebiasaan
minum jamua-jamuan dan obat yang pernah diminum serat
kebiasaan selama hamil.

8
2. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang
menolong, cara persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi
forcep, section secaria dan gamelli), presentasi kepala dan
komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan
morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
(cukup, kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis spontan
atau tidak.
3. Postnatal
Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang
berhubungan dengan gagguan sistem, masalah nutrisi,
perubahan berat badan, warna kulit,pola eliminasi dan respon
lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya ashyksia, trauma
dan infeksi.
4. Riwayat
Pertumbuhan dan Perkembangan Berat badan, lingkar kepala,
lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir.Tingkat
perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, halus,
social, dan bahasa.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Sosial , perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman,
rumah tangga yan harmonis dan pola suh, asah dan asih.
Ekonomi dan adat istiaadat, berpengaruh dalam pengelolaan
lingkungan internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi
perkembangan intelektual dan pengetahuan serta ketrampilan
anak. Disamping itu juga berhubungan dengan persediaan dan
pengadaan bahan pangan, sandang dan papan.
6. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi anak sangat penting, dengan kelengkapan
imunisasi pada anak mencegah terjadinya penyakit yang
mungkin timbul.Meliputi imunisai BCG, DPT, Polio, campak
dan hepatitis.

9
3) Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi, Makanan pokok utama apakah ASI atau PASI. pada
umur anak tertentu. Jika diberikan PASI (ditanyakan jenis, takaran
dan frekuensi) pemberiaannya serta makanan tambahan yang
diberikan.Adakah makanan yan disukai, alergi atau masalah
makanan yang lainnya).
b. Pola eliminasi, sistem pencernaan dan perkemihan pada anak perlu
dikaji BAB atau BAK (Konsistensi, warna, frkuensi dan jumlah
serta bau). Bagaimana tingkat toileting trining sesuai dengan
tingkat perkembangan anak.
c. Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai anak pada
usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
d. Pola istirahat, kebutha istirahat setiap hari, adakah gangguan tidur,
hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
e. Pola kebersihan diri, bagaiman perawatan pada diri anak apakah
sudah mandiri atau masih ketergantuangan sekunder pada orang
lain atau orang tua.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Pantau status kardiovaskuler
b. Pantau nadi perifer
c. Pucatkan kulit ekstremitas pada bagian distal untuk memastikan
sirkulasi yang adekuat pada ekstremitas tersebut.
d. Perhatikan keketatan gips, gips harus memungkinkan insersi jari
diantara kulit ekstremitasdengan gips setelah gips kering
e. Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut:
7. Nyeri
8. Bengkak
9. Rasa dingin
10. Sianosis atau pucat
f. Kaji sensasi jari kaki
1. Minta anak untuk menggerakkan jari kaki

10
2. Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak
mampu berespon terhadap perintah
3. Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda ancaman
kerusakan sirkulasi
4. Intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau
kesemutan
g. Periksa suhu (gips plester)
1. Reaksi kimia pada proses pengeringan gips, yang
meningkatkan panas
2. Evaporasi air, yang menyebabkan kehilangan panas
3. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau adanya nyeri tekan
4. Inspeksi bagian dalam gips untuk adanya benda-benda yang
terkadang dimasukkan oleh anak yang masih kecil
5. Observasi adanya tanda-tanda infeksi:
6. Periksa adanya drainase
7. Cium gips untuk adanya bau menyengat
8. Periksa gips untuk adanya ”bercak panas” yang menunjukkan
infeksi dibawah gips
9. Waspadai adanya peningkatan suhu, letargi dan
ketidaknyamanan
10. Observasi kerusakan pernapasan (gips spika)
11. Kaji ekspansi dada anak
12. Observasi frekuensi pernafasan
13. Observasi warna dan perilaku
14. Kaji adanya bukti-bukti perdarahan (reduksi bedah terbuka):
15. Batasi area perdarahan
16. Kaji kebutuhan terhadap nyeri

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1) Resiko cidera berhubungan dengan adanya gips, pembengkakan
jaringan, kemungkinan kerusakan saraf
2) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan cidera fisik
3) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips

11
2.2.3 Intervensi NOC: NIC
1) Mobility (0208)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami kerusakan neurologis dengan keriteria hasil:
a. body position performance
b. Gips mengering dengan cepat, tetap bersih dan utuh
Pressure Management
a. Tinggikan ekstremitas yang di gips
b. Kaji bagian gips yang terpajan untuk mengetahui adanya nyeri, ,
nyeri bengkak, perubahan warna (sianosis atau pucat), pulsasi,
hangat, dan kemampuan untuk bergerak
c. Rawat gips basah dengan telapak tangan, hindari penekanan gips
dengan ujung jari (gips plester)
d. Tutupi tepi gips yang kasar dengan ” petal” adesif
e. Jangan menutupi gips yang masih basah
f. angan mengeringkan gips dengan kipas pemanas atau pengering
g. Gunakan kipas biasa di lingkungan dengan kelembaban tinggi
h. Bersihkan area yang kotor dari gips dengan kain basah dan sedikit
pembersih putih yang rendah abrasive
2) Comfort Status (2008)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan gangguan rasa nyaman pada pasien berkurang dengan
keriteria hasil:
a. Symptom control
b. Psycological well-being
Enviromental Management: comfort
a. Berikan posisi yang nyaman, gunakan bantal untuk menyokong
area dependen
b. Bila perlu batasi aktivitas yang melelahkan
c. Hilangkan rasa gatal dibawah gips dengan udara dingin yang
ditiupkan dari spuit asepto, fan, atau pengering rambut.

12
d. Hindari menggunakan bedak atau lotion dibawah gips
3) Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
pengiritasi mengalami iritasi dengan keriteria hasil:
- Tidak ditemukannya tanda-tanda kerusakan integritas kulit
Skin care: graft site
1. Pastikan bahwa semua tepi gips halus dan bebas dari proyeksi
2. Jangan membiarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam gips
3. Waspadai anak yang lebih besar untuk tudak memasukkan benda-
benda kedalam gips, jelaskan mengapa ini penting
4. Jaga agar kulit yang terpajan tetap bersih dan bebas dari iritan
5. Lindungi gips selama mandi, kecuali jika gips sintetik tahan
terhadap air
6. Selama gips dilepas, rendam dan basuh kulit dengan perlahan
Swallonging therapy
1. Dorong untuk ambulasi sesegera mungkin
2. Ajarkan penggunaan alat mobilisasi seperti kurk untuk kaki yang
di gips
3. Dorong anak dengan alat ambulasi untuk berambulasi segera
setelah kondisi umumnya memungkinkan
4. Dorong aktivitas bermain dan pengalihan
5. Dorong anak untuk menggunakan sendi-sendi di atas dan di bawah
gips

2.2.3 Implementasi

Setelah dilakukan Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi


diharapkan anak dengan gangguan muskuluskiletal khususnya CTEV
menjadi lebih baik

2.2.4 Evaluasi

Setelah dilakukan Intervensi dan Implementasi Keperawatan di harapkan


pada tahap evaluasi masalah dapat teratasi

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

keluhan pada sistem muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian


otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan pada bagian-
bagian dari otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan
sangat ringan sampai sangat sakit.

CTEV adalah suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan pada bayi
yang baru lahir (Arif Muttaqin,2008). Congenital Talipes Equino Varus adalah
deformitas kaki yang tumitnya terpuntir ke dalam garis tungkai dan kaki
mengalami plantar fleksi (Smeltzer, 2002)

Gangguaan pada sistem musculoskeletal bisa terjadi bukan hanya ada


orang dewasa atau pada lansia namun bisa juga terjadi pada anak – anak
bahkan pada bayi yang baru lahir misalnya Congenital talipes equinovarus
(CTEV) yang juga dikenal sebagai “club foot‟ adalah suatu gangguan
perkembangan ekstremitas inferior yang sering ditemui, tetapi masih jarang
dipelajari.

3.2 Saran

Dengan penulisan makalah ini semoga dapat memberikan pengetahuan


kepada pembaca dan khususnya pada kami selaku penyusun. Kami sadar
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dalam penyampaian
maupupun penulisannya. Sehingga kami mengharap kritik dan saran yang
dapat membangun dalam memperbaiki makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Marlyn. E. Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC. Jakarta,


2000.

MC. Kay. D.W : Neor Concept and Approach To Club Foot Treatment Section I,
Prinaples And Morbid Anatomy. J. Red Orthapedic 3 : 3447, 1982

Pedoman Diagnosis dan Terapi, LAB / UPF Ilmu Bedah, RSUD. Dr. Soeto

Wong, Donna L, Whaley & Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Fifth
Edition, Mosby Company, Missouri,1995

http://www.academia.edu/7899830/Asuhan_Keperawatan_Gangguan_Sistem_Mu
skuloskeletal_Pada_Klien_Dengan_Congenital_Talipas_Equino_Varus

15

Anda mungkin juga menyukai