Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Air Tanaman
CROPWAT
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat
Gambar 3 Suhu udara bulanan dan kebutuhan air tanaman kakao bulanan di Jember
Kebutuhan air tanaman/crop water requirement (CWR) dapat ditentukan
dari besar evapotranspirasi tanaman (ETc) yang terjadi. Semakin besar
evapotranspirasi tanaman maka akan semakin banyak pula air yang dibutuhkan
untuk memenuhi air yang hilang melalui evapotranspirasi tanaman.
Pada umumnya, kebutuhan air tanaman dapat dipenuhi dengan air hujan.
Namun, pada kasus-kasus tertentu seperti saat musim kemarau, hujan cenderung
turun dalam periode waktu yang singkat dan jarang. Hal ini menyebabkan
tanaman mengalami defisit air, sehingga diperlukan upaya irigasi untuk
memenuhi defisit air tersebut. Agar defisit air dapat dihindari, perlu dilakukan
pendugaan terhadap besar kebutuhan air tanaman, yang pada akhirnya dapat
digunakan untuk menduga besar irigasi yang dibutuhkan.
Penelitian ini menggunakan software Cropwat versi 8.0 yang dikeluarkan oleh
FAO untuk melakukan pendugaan kebutuhan air tanaman. Output dari software ini
adalah evapotranspirasi tanaman (ETc), yang besarnya sama dengan kebutuhan air
tanaman. ETc mengacu pada banyaknya air yang hilang lewat evapotranspirasi,
sedangkan kebutuhan air tanaman mengacu pada banyaknya air yang harus disuplai
untuk memenuhi kehilangan air akibat evapotranspirasi.
Cropwat menggunakan data curah hujan (mm) untuk menghitung curah
hujan efektif (mm), yang selanjutnya digunakan sebagai penentu kebutuhan irigasi.
o
Sementara itu, data iklim berupa suhu maksimum dan minimum ( C), kelembaban
2
relatif (%), kecepatan angin (km/hari), dan radiasi matahari (MJ/m /day)
menghasilkan output berupa besar evapotranspirasi acuan (ET0) dalam satuan
mm/hari. ET0 merupakan evapotranspirasi yang terjadi pada suatu kondisi
standard. Besar ET0 tidak sama dengan ETc, karena ETc dipengaruhi oleh faktor
tanaman, misalnya nilai Kc. Oleh karena itu, data ET0 dan data tanaman diolah
kembali dalam tahapan selanjutnya pada Cropwat dan menghasilkan output berupa
besar ETc dalam mm/hari dan mm/dasarian. Besar ETc ini setara dengan besar
kebutuhan air tanaman.
Gambar 4 Evapotranspirasi tanaman kakao di Kabupaten Jember pada
periode tahun 2005-2014
Kakao memiliki masa panen sebanyak dua kali dalam satu tahun, yang
umumnya terjadi pada bulan Mei dan November, yaitu pada akhir dari stage 4
(Gambar 4). Kebutuhan air tanaman pada stage 1, yaitu tahap awal munculnya
bunga (dasarian ketiga bulan November-dasarian kedua bulan Desember dan
dasarian ketiga bulan Mei-dasarian kedua bulan Juni) hanya membutuhkan sedikit
air, karena terlalu banyak curah hujan berpotensi merontokkan kuncup bunga. Hal
yang sama juga terjadi pada stage 2, yaitu tahap perkembangan bunga hingga bunga
mekar dan buah mulai muncul (dasarian ketiga bulan Januari-Februari dan dasarian
ketiga bulan Juni-Juli), karena pada tahap ini bunga dan buah muda masih
rentan mengalami kerontokkan. Pada tahap pengisian buah atau stage 3 (bulan
Februari-dasarian kedua bulan Maret dan bulan Agustus-dasarian pertama
September), tanaman kakao membutuhkan banyak air, karena selain
mendistribusikan fotosintat ke bagian-bagian tanaman seperti daun dan batang, air
juga perlu mendistribusikan banyak fotosintat ke bagian buah. Kebutuhan air
kemudian menurun pada tahap pematangan buah atau stage 4 (dasarian ketiga bulan
Maret-dasarian kedua bulan Mei), karena pada tahap ini, air yang terlalu banyak
akan merusak rasa buah.
Berdasarkan keluaran dari software Cropwat, ETc kakao, yang
merepresentasikan kebutuhan air tanaman kakao, berkisar antara 89.2-132.1
mm/bulan, sedangkan curah hujan efektif Kabupaten Jember berkisar antara 15.6-
168.4 mm/bulan (Gambar 4). Curah hujan di Kabupaten Jember tergolong
mencukupi untuk ditanami kakao, karena seperti yang terlihat pada Gambar 4,
evapotranspirasi tanaman kakao (ETc) bernilai lebih kecil dibandingkan besar
curah hujan efektif (CH Efektif). Namun, pada bulan Mei hingga bulan Oktober,
curah hujan efektif di Kabupaten Jember tidak dapat memenuhi kekurangan air
tanaman akibat adanya evapotranspirasi tanaman. Pada bulan-bulan tersebut,
curah hujan di Kabupaten Jember tergolong rendah, karena bulan-bulan tersebut
bertepatan dengan musim kemarau di Kabupaten Jember, yaitu bulan Mei sampai
dengan bulan Agustus (BPS 2011).
Hasil keluaran Cropwat juga menunjukkan bahwa selama periode
tahun 2005-2014, kebutuhan air tanaman (yang digambarkan dengan ETc) di
wilayah Jember mengalami fluktuasi setiap bulannya, seperti yang terlihat pada
Gambar 5.
Gambar 5 Kebutuhan air bulanan tanaman kakao di Kabupaten Jember tahun 2005-2014
Kebutuhan air terendah terjadi pada tahun 2010, tepatnya pada bulan
Juni, sebesar 79.3 mm, sedangkan kebutuhan air tertinggi terjadi pada
tahun 2005, tepatnya pada bulan September sebesar 139.4 mm. Pada tahun
2010, suhu udara bulan Juni adalah sebesar 21.1°C, sedangkan pada
September 2005, suhu udara tercatat sebesar 22.1°C. Suhu udara bulan
September 2005 yang lebih tinggi ini mengakibatkan evapotranspirasi yang
juga lebih tinggi, karena semakin banyak air yang hilang dari tanaman
melalui evapotranspirasi akan mengakibatkan tanaman membutuhkan lebih
banyak air untuk menggantikan kehilangan air tersebut.
Kebutuhan air tertinggi umumnya terjadi pada bulan September, karena
September termasuk ke dalam musim kemarau. Pada bulan-bulan musim
kemarau, suhu yang tinggi mengakibatkan tingginya evapotranspirasi,
sehingga kebutuhan air tanaman juga meningkat. Kebutuhan air tanaman yang
lebih rendah dari bulan- bulan lainnya terjadi di musim hujan. Pada musim
hujan, suhu udara cenderung tinggi, tetapi kebutuhan air tanaman tidak terlalu
tinggi karena tanah masih memiliki simpanan air yang berasal dari hujan yang
sering turun.
Produktivitas yang tinggi, seperti pada tahun 2010 sebesar 1.54 ton/ha
(Gambar 7) terjadi karena pada tahun tersebut, kebutuhan air tanaman
tercukupi oleh curah hujan di hampir setiap bulannya, kecuali bulan Agustus
saat Jember memiliki curah hujan terendah dalam setahun. Pada tahun
2010, curah hujan tergolong tinggi dibandingkan kebutuhan air tanamannya.
Namun, curah hujan tahun 2010 sebesar 2724 mm masih termasuk ke dalam
rentang iklim yang sesuai untuk perkembangan tanaman kakao. Hal ini
menyebabkan tanaman masih dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Selain itu, kakao membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun
dengan bulan kering tidak lebih dari tiga bulan untuk mencapai hasil panen
terbaik, seperti yang terjadi pada tahun 2010. Produktivitas tinggi diduga
juga terjadi karena membaiknya intensifikasi pertanian serta adanya
kemungkinan bahwa tanaman sedang berada pada usia produktif.
Gambar 8 Curah hujan dan kebutuhan air tanaman kakao tahun 2010
Pada tahun 2005, 2009, dan 2011, curah hujan tahunan Jember tergolong
rendah, tetapi produktivitas kakao tergolong tinggi dibandingkan tahun-tahun
lainnya, yaitu berturut-turut sebesar 1.51 ton/ha, 1.49 ton/ha, dan 1.43 ton/ha
(Gambar 8). Curah hujan tahunan tergolong rendah jika dibandingkan dengan
tahun-tahun lain, tetapi masih masuk ke dalam rentang iklim yang sesuai untuk
penanaman kakao, yaitu 1714 mm pada tahun 2005, 1407 mm pada tahun 2009, dan
1795 mm pada tahun 2011, sehingga produktivitas kakao pada tahun-tahun tersebut
masih tinggi. Jika dilihat dari suhu tahunannya, suhu pada tahun-tahun tersebut juga
masih masuk ke dalam rentang iklim yang sesuai, yaitu sebesar
27.3°C pada tahun 2005 dan 2009, serta sebesar 26.8°C pada tahun 2011.
Pada tahun 2007, 2008, dan 2014, curah hujan tahunan Jember tergolong
tinggi, tetapi produktivitasnya rendah jika dibandingkan tahun-tahun lainnya,
yaitu berturut-turut sebsar 0.96 ton/ha, 0.98 ton/ha, dan 0.95 ton/ha (Gambar 9). Hal
ini terjadi karena tinggi curah hujan bernilai jauh di atas besar kebutuhan air
tanaman, yaitu 832 mm pada tahun 2007, 1099 mm pada tahun 2008, dan 646 mm
pada tahun 2014 (Gambar 6). Besar air yang dibutuhkan oleh tanaman tidak
sebanding dengan banyak air hujan yang masuk ke dalam tanah dan tanaman,
sehingga terjadi surplus air. Hal ini tidak baik bagi perkembangan tanaman kakao,
karena kakao tidak baik ditanam pada tanah yang basah, terutama yang tergenang.
Tanaman kakao sebaiknya ditanam di tanah yang memiliki drainase baik. Surplus
air dapat menggangu perkembangan tanaman kakao, karena dengan air yang telalu
banyak dalam tanah, aerasi tanah akan terganggu dan berakibat pada munculnya
hama dan penyakit. Selain itu, curah hujan tinggi pada bulan Desember dan
Januari (tahap awal munculnya kuncup bunga) berpotensi menggugurkan kuncup-
kuncup bunga yang baru muncul. Curah hujan juga tergolong tinggi di bulan
Maret 2007 dan 2008, yang juga berpotensi untuk menggugurkan buah-buah yang
masih kecil, yang baru mulai bermunculan pada periode Februari-April, sehingga
produktivitas tentunya akan menurun.
(a) (b) (c)
Gambar 10 Curah hujan dan kebutuhan air tanaman kakao (a) tahun 2007; (b) tahun
2008; (c) tahun 2014
Sementara itu, produktivitas kakao terendah terjadi pada tahun 2013, yaitu
sebesar 0.94 ton/ha (Gambar 10). Pada tahun ini, curah hujan tahunan
tergolong tinggi, tetapi masih termasuk ke dalam rentang iklim yang sesuai,
yaitu 2027 mm/tahun. Oleh karena itu, produktivitas kakao yang tergolong
rendah dibandingkan tahun-tahun lain diduga terjadi akibat adanya hama dan
penyakit yang menyerang tanaman kakao karena curah hujan yang tinggi
sehingga kelembaban tanah tinggi. Pada tahun 2013, tinggi curah hujan
berselisih 1292 mm terhadap kebutuhan air tanaman, sehingga terjadi surplus
air dalam tanah. Surplus air tanah tersedia terjadi karena curah hujan yang
tinggi, terutama pada bulan Januari dan Desember saat curah hujan mencapai
lebih dari 500 mm/bulan. Curah hujan yang tinggi juga diduga menyebabkan
kerontokan bunga, yang pada bulan Januari dan Desember masih termasuk ke
dalam tahap awal kemunculan bunga. Akibatnya, bunga-bunga yang
berpotensi tumbuh menjadi buah berkurang jumlahnya dan berakibat pada
turunnya produktivitas tanaman.
Gambar 11 Curah hujan dan kebutuhan air tanaman kakao tahun 2013
Simpulan
Saran