Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Hikmah Pernikahan

oleh
Nama : ILLA RAMADHANI
NIM/BP : 17036078/2017
Jurusan : KIMIA
Program Studi : KIMIA (NK)
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dosen : YULIZAR BILA, M.Ed

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar lebih baik lagi.

Karena keterbasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, Desember 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

Hikmah Pernikahan serta Ayat dan Hadist tentang Hikmah Pernikahan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita
sebagai suami istri. Ia merupakan pintu gerbang kehidupan berkeluarga
yang mempunyai pengaruh terhadap keturunan dan kehidupan masyarakat.
Keluarga yang kokoh dan baik menjadi syarat penting bagi kesejahteraan
masyarakat dan kebahagiaan umat manusia pada umumnya. Agama
mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik, dan mulia.
Pernikahan menjadi dinding kuat yang memelihara manusia dari
kemungkinan jatuh ke lembah dosa yang disebabkan oleh nafsu birahi
yang tak terkendalikan. Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam
pernikahan, antara lain sebagai kesempurnaan ibadah, membina
ketentraman hidup, menciptakan ketenangan batin, kelangsungan
keturunan, terpelihara dari noda dan dosa, dan lain-lain.

Perkawinan dapat di artikan sebagai hubungan antara pria dan


wanita yang diakui secara sosial ditandai dengan adanya pengasuhan anak
serta pembagian peran antara suami istri. ( Dval & Miller, 1985).

Perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang di anggap dapat


memberikan intiniasi (kedekatan) pertemanan, pemunuhan kebutuhan
seksual, kebersamaan dan berkembangan emosional. ( Papalia, Olds &
Teldann, 2003).
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, saya akan menyajikannya sesuai
dengan kerangka rumusan masalah yang saya buat, sehingga makalah ini
tidak akan keluar dari objek pembahasan. Adapun rumusan masalah
tersebut adalah:
a. Apa sajakah hikmah pernikahan?
b. Apakah ayat dan hadist tentang hikmah pernikahan?

C. Tujuan
a. Mengetahui dan memahami hikmah pernikahan.
b. Mengetahui dan memahami ayat dan hadist tentang hikmah
pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN

Hikmah Pernikahan serta Ayat dan Hadist


tentang Hikmah Pernikahan
Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pastilah memiliki
tujuan dan ada terdapat hikmahnya, begitupun dengan pernikahan.
Sebelum membahas hikmah pernikahan, ada baiknya kita kaji tujuan
pernikahan terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tujuan
mempunyai makna ‘arah/ maksud (yang dituntut)’. (KBBI, 2005: 965).
Tujuan Pernikahan berarti ‘arah/maksud dari sebuah pernikahan’. Tujuan
pernikahan disampaikan oleh banyak tokoh dan dengan pernyataan yang
berbeda-beda pula. Beberapa pandangan para ahli terkait tujuan
pernikahan adalah sebagai berikut:
Zakiyah Darajat menyampaikan bahwa tujuan perkawinan ada
lima, yakni:
a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
b. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan
menumpahkan kasih sayangnya.
c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan.
d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak
dan kewajiban, serta bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal.
e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang
tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.
(Tihami, 2010: 15).
Ny. Soemiati menyatakan bahwa tujuan perkawinan dalam Islam
adalah untuk memenuhi hajat tabi’at kemanusiaan, yakni hubungan antara
laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan keluarga yang
bahagia, atas dasar kasih dan sayang. Tujuan lainnya adalah untuk
memperoleh keturunan dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-
ketentuan yang diatur oleh syari’ah.
(Wasman, 2011: 37).
Mahmud Yunus merumuskan secara singkat terkait tujuan
perkawinan yakni untuk memperoleh keturunan yang sah dalam
masyarakat dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.

Al-ghazali sebagai seorang filosof Islam memaparkan tentang


tujuan perkawinan, yakni:
a. Untuk memperoleh keturunan yang sah, yang akan melangsungkan
serta mengembangkan keturunan suku-suku bangsa manusia (Q.S. al-
Furqan (25): 74).
b. Untuk memenuhi tuntunan naluriah hidup manusia (Q.S. al-Baqarah
(2): 187).
c. Untuk memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan (Q.S. an-
Nisa’ (4): 25).
d. Untuk membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis
pertama yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang (Q.S. ar-
Rum (30): 21).
e. Untuk membubuhkan kesungguhan berusaha untuk mencari rizki yang
halal dan memperbesar rasa tanggung jawab (Q.S. an-Nisa’ (4): 34).

Tujuan perkawinan juga dipaparkan dalam Undang-Undang


Perkawinan No. 1 bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Setelah mengalami perubahan atas usul amandemen yang masuk
pada panitia kerja, maka RUU yang diajukan oleh pemerintah itu pada
tanggal 22 desember 1973 disampaikan kepada sidang paripurna DPR
untuk disahkan menjadi undang – undang. Fraksi – fraksi dalam dewan
perwakilan rakyat yaitu fraksi ABRI, Fraksi Karya Pembangunan, Fraksi
persatuan Pembangunan, dan Demokrasi Indonesia mengemukakan
pendapatnya (stemmotivering). Demikian pula pemerintah yang diwakili
oleh mentri kehakiman. Akhirnya pada hari itu juga RUU yang
pembicaraannya memakan waktu kurang lebih 3 bulan lamanya disahkan
oleh dewan perwakilan rakyat, dan pada tanggal 2 januari 1974 di
undangkan sebagai undang-undang nomor 1 tahun 1974 (lembaran Negara
RI tahun 1974 No. 3019).

Undang-undang tersebut terdiri dari 14 bab yang terbagi dalam 67


pasal. Bab-bab itu adalah sebagai berikut :

 Dasar perkawinan
 Syarat – syarat perkawinan
 Pencegahan perkawinan
 Batalnya perkawinan
 Perjanjian perkawinan
 Hak dan kewajiban suami istri
 Harta benda dalam perkawinan
 Putusnya perkawinan serta akibatnya
 Kedudukan anak
 Hak dan kewajiban antara anak dan orang tua
 Perwalian
 Ketentuan – ketentuan lain
 Ketentuan peralihan
 Ketentuan penutup

(Sostroatmojo, 1975: 34)


Khoiruddin juga menjelaskan secara rinci terkait tujuan-tujuan
perkawinan. Menurut Khoiruddin tujuan-tujuan perkawinan dapat
disimpulkan menjadi lima tujuan, yakni:
a. Memperoleh ketenangan yang penuh cinta dan kasih sayang.
Hubungan suami isteri tidak cukup jika hanya dengan pelayanan
yang bersifat material dan biologis semata, akan tetapi butuh cinta,
kasih dan sayang dalam hubungan suami isteri ini. Al-Qur’an juga
menunjukkan bahwa hubungan suami dan isteri merupakan hubungan
cinta dan kasih sayang, misalnya dalam Q.S.al-Baqarah (2): 187.
Tujuan yang pertama merupakan tujuan paling pokok dalam
perkawinan. Tujuan pokok ini dapat tercipta secara utuh dengan
dukungan tujuan-tujuan yang lain. Tujuan-tujuan yang lain adalah
tujuan-tujuan yang dipaparkan di bawah ini.
b. Reproduksi.
Tujuan pentingnya reproduksi agar umat Islam kelak menjadi
umat yang banyak, dan berkualitas. Nabi mengajak untuk hidup
berkeluarga dan menurunkan serta mengasuh anak-anak mereka
menjadi warga dan umat Islam yang shaleh. Tujuan lain di balik umat
yang banyak tersebut agar mereka dapatmenyiarkan Islam, dan orang
yang dapat menyiarkan Islam adalah orang yang berilmu. Karena ini,
tujuan reproduksi adalah melahirkan generasi yang kuat dan banyak.
Sebagaimana dalam Q.S. an-Nahl (16): 72.
Selain ayat yang telah disebutkan di atas juga terdapat hadis
Nabi yang berkaitan dengan reproduksi, yakni:
c. Pemenuhan kebutuhan biologis
Seorang laki-laki dan perempuan yang melakukan pernikahan,
tidak dipungkiri bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan
biologisnya dengan cara yang halal. Tujuan ini sesuai dengan Q.S. al-
Baqarah (2): 222-223.
d. Menjaga kehormatan
Kehormatan yang dimaksud dalam hal ini adalah kehormatan
diri sendiri, anak dan keluarganya. Menjaga kehormatan harus
menjadi satu kesatuan dengan tujuan pemenuhan kebutuhan biologis,
artinya di samping untuk memenuhi kebutuhan biologi, juga untuk
menjaga kehormatan. Jika tidak untuk menjaga kehormatan, maka
hubungan biologis dapat dilakukan oleh siapapun meskipun bukan
suami isteri yang sah. Tujuan ini dapat dilihat pada Q.S.an-Nisa’ (4):
24.
e. Ibadah
Tujuan ini untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah, karena
menikah adalah bagian dari agama. Melakukan perintah dan ajaran
agama tentu bagian dari agama.

Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia


didunia ini berlanjut, dari generasi ke generasi. Selain juga menjadi
penyalur nafsu birahi, melalui hubungan suami istri serta menghindari
godaan setan yang menjerumuskan. Pernikahan juga berfungsi untuk
mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling
menolong dalam wilayah kasih sayang dan penghormatan muslimah
berkewajiban untuk mengerjakan tugas didalam rumah tangganya seperti
mengatur rumah, mendidik anak, dan menciptakan suasana yang
menyenangkan. Supaya suami dapat mengerjakan kewajibannya dengan
baik untuk kepentingan dunia dan akhirat.

(Muhammad’uwaidah, 1998: 378)


Dari tujuan pernikahan yang telah dipaparkan diatas, kita dapat
merangkum beberapa hikmah yang didapat setelah tercapainya tujuan
pernikahan tersebut, yaitu:

a. Terpenuhinya kebutuhan biologis secara sah dan terpuji. Naluri seks


adalah naluri yang paling kuat dan keras yang selamanya menuntut
adanya jalan keluar. Dan kawin adalah jalan alami dan biologis yang
paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluriah
seks ini.
Dari Abu Hurairah, pernah Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya
perempuan itu menghadap dengan rupa setan dan membelakangi
dengan rupa setan pula. Jika seseorang diantaramu tertarik kepada
seorang perempuan, hendaklan ia datangi istrinya, agar nafsunya bisa
tersalurkan. " (HR. Muslim, Abu Daud dan Turmudzi).
b. Terbentuknya keluarga yang mulia. Kawin adalah jalan terbaik untuk
membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan,
melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam
sangat diperhatikan.
Sebagaimana sabda Rasulullah : "Kawinlah dengan perempuan pecinta
lagi bisa banyak anak, agar nanti aku dapat membanggakan jumlahnya
yang banyak di hadapan para nabi pada hari kiamat nanti”.
c. Tumbuhnya naluri kasih sayang. Tumbuhnya naluri kebapakan dan ke-
ibuan yang saling melengkapi, tumbuh perasaan cinta, ramah, dan
sayang dalam suasana hidup dengan anak-anak.

Allah SWT berfirman :

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-ruum: 21)
d. Menumbuhkan tanggung jawab. Adanya rasa tanggung jawab yang
dapat mendorong ke arah rajin bekerja, bersungguh-sungguh dan
mencurahkan perhatian.
e. Adanya pembagian tugas. Adanya pembagian tugas istri mengurusi
dan mengatur rumah tangga, membimbing dan mendidik anak-anak,
sementar si suami bekerja di luar rumah.
f. Memperteguh silaturahim. Dapat membuahkan tali kekeluargaan,
memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan
memperkuat hubungan kemasyarakatan.
g. Menundukkan pandangan. Islam mendorong untuk menikah. Menikah
itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kemaluan, lebih
menenangkan jiwa dan lebih menjaga agama.
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abdullah ra, ia berkata:
kami bersama Nabi saw lalu beliau bersabda: “Siapa saja diantara
kalian yang sanggup menikah maka hendaklah dia menikah,
sesungguhnya itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga
kemaluan, dan siapa saja yang tidak mampu maka hendaklah dia
berpuasa karena puasa itu perisai baginya.”
h. Rejeki makin melimpah.
Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda : “Allah enggan untuk
tidak memberi rezeki kepada hamba-Nya yang beriman, melainkan
pasti diberinya dengan cara yang tak terhingga.” (HR. Al-Faryabi dan
Baihaqi).
Dari Jabir ra, ia berkata : “Nabi saw. bersabda : Ada tiga hal bila
orang melakukannya dengan penuh keyakinan kepada Allah dan
mengharapkan pahala-Nya, Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk
membantunya dan memberinya berkah. Orang yang berusaha
memerdekakan budak karena imannya kepada Allah dan
mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya
membantunya dan memberinya berkah. Orang yang menikah karena
iman kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala
mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah …” (HR.
Thabarani).

Dari Jabir ra, ia berkata : “Nabi saw. bersabda : Tiga golongan


yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah ta’ala, yaitu :
seorang budak yang berjanji menebus dirinya dari majikannya dengan
penuh iman kepada Allah ta’ala, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-
Nya untuk membelanya dan membantunya, seorang lelaki yang
menikah guna menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah
(zina), maka Allah mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan
memberinya rezeki …” (HR. Dailami).
“Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam kehidupan
berkeluarga).” (HR Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus).

i. Memperoleh pertolongan Allah Swt. Bila lelaki dan wanita menikah


maka akan mendapatkan pertolongan dari Allah di hari kiamat kelak:
“Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah:
a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah.
b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya.
c. Perempuan dan laki-laki yang menikah karena mau menjauhkan
dirinya dari yang haram”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim).
j. Mendapat pahala berlipat ganda. Pahala orang yang menikah itu lebih
banyak dibanding yang belum menikah dalam perkara beramal.
Semangat beibadah dalam keluarga akan otomatis berdampak positif
kepada perkembangan anak. Sang anak akan mendapatkan tauladan
dari orang tuanya tentang pentingnya belajar Islam. Mendirikan shalat
wajib 5 waktu bersama seluruh anggota keluarga dapat dijadikan salah
satu sarana untuk memperoleh pahala berlipat ganda dengan semangat
keislaman. “Dua rakaat yang dilakukan orang yang sudah berkeluarga
lebih baik dari tujuh puluh rakaat shalat sunah yang dilakukan orang
yang belum berkeluarga.” (HR. Ibnu Adiy dari Abu Hurairah).

k. Dosa diampuni ketika bermesraan dengan pasangan.

“Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan


istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw menjelaskan,
“maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh
Rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-
remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela-sela jari
jemarinya.” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi dari Abu
Sa’id Al-Khudzri r.a).

l. Menggenapkan setengah agama Islam.


“Apabila seorang hamba telah berkeluarga, berarti dia telah
menyempurnakan setengah dari agamanya maka takutlah kepada Allah
terhadap setengahnya yang lainnya.” (HR At-Thabrani)
Imam Al Ghazali mengatakan bahwa hadits diatas memberikan isyarat
akan keutamaan menikah dikarenakan dapat melindunginya dari
penyimpangan demi membentengi diri dari kerusakan. Dan seakan-
akan bahwa yang membuat rusak agama seseorang pada umumnya
adalah kemaluan dan perutnya maka salah satunya dicukupkan dengan
cara menikah.” (Ihya Ulumuddin).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam pernikahan, antara
lain sebagai berikut:
a. Terpenuhinya kebutuhan biologis secara sah dan terpuji
b. Terbentuknya keluarga yang mulia.
c. Tumbuhnya naluri kasih sayang.
d. Menumbuhkan tanggung jawab.
e. Adanya pembagian tugas.
f. Memperteguh silaturahim.
g. Menundukkan pandangan.
h. Rejeki makin melimpah.
i. Memperoleh pertolongan Allah Swt.
j. Mendapat pahala berlipat ganda.
k. Dosa diampuni ketika bermesraan dengan pasangan.
l. Menggenapkan setengah agama Islam.

B. Saran
Dengan mengetahui hikmah dari pernikahan ini, diharapkan bisa
dipahami dan menjadi pedoman dalam melaksanakan kehidupan
pernikahan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Hadist
Undang-undang No. 1 tahun 1974
Dval & Miller, 1985
Papalia, Olds & Teldann, 2003
Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka:
Jakarta
Tihami dan Sohari Sahrani. 2010. Fikih Nikah Lengkap. Rajawali
Press: Jakarta
Wasman dan Wardah Nuroniyah. 2011. Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia. Teras: Yogyakarta
Muhammad’uwaidah, Kamil. 1998. Membangun Syurga Rumah
Tangga. Gita Media Press: Surabaya
Sosroatmodjo, Arso. 1975. Hukum Perkawinan di Indonesia. Bulan
Bintang: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai