Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang biasa disingkat
UU ITE merupakan Undang-Undang (UU) yang didalamnya mengatur segala hal
tentang teknologi informasi yang berlaku di Indonesia. UU ini mulai dirancang pada
tahun 2003 oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) yang saat itu
dijabat oleh Syamsul Mu’arif. Kemudian UU ITE terus digodog hingga akhirnya
lahirlah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik yang diresmikan secara langsung oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Panjang sekali perjalanan UU ITE hingga akhirnya dapat
bergulir sebagai konstitusi yang mengatur arus internet yang ada di Indonesia ini.
Awal mula dirumuskan undang-undang ini adalah demi menjaga stabilitas arus
internet Indonesia dari hal-hal yang dapat merusak serta melindungi hak-hak para
pengguna Internet. Namun dalam berbagai kajian yang membahas UU ITE secara
mendalam, telah ditemukan beberapa kejanggalan yang ada dalam UU ITE serta
dirasa perlu dilakukan sebuah revisi. Banyak sekali kasus-kasus yang terjadi akibat
imbas dari UU ITE yang banyak dipertanyakan oleh para ahli. Sehingga akhirnya
terjadilah revisi UU ITE pada bulan oktober 2016 dengan terdapat setidaknya 4 hal
yang berubah. Namun dari revisi tersebut pun dirasa para ahli masih belum dapat
menjaga stabilitas internet Indonesia serta perlu diadakan kajian lebih lanjut. Oleh
karena itu sebagai rakyat Indonesia hendaknya ikut aktif mengawal jalannya
konstitusi yang ada ini sehingga tidak terjadi yang namanya kesewenang-wenangan
dari para pemangku jabatan.

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a) Apa yang dimaksud dengan UU ITE DAN CYBER CRIME
b) Bagaimanakah sejarah ternemtuknya UU ITE DAN CYBER CRIME
c) Bagaimanakah UU ITE dapat berjalan di Negara Indonesia
d) Analisa dampak UU ITE terhadap arus cyber di Indonesia
2
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penilitian ini adalah :

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


a) Mengetahui UU ITE secara komperhensif
b) Mengetahui berjalannya UU ITE di Indonesia
c) Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh UU ITE terhadap internet di Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a) Menambah wawasan akan konstitusi yang ada di Indonesia
b) Mengetahui sikap yang harus diambil dalam menghadapi UU ITE
c) Mengawal pemerintahan dalam menjalankan konstitusi yang ada

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


BAB II
ISI UU ITE DAN CYBER CRIME

2.1. Sejarah UU ITE


UU ITE mulai dirancang pada bulan maret 2003 oleh kementerian Negara
komunikasi dan informasi (Kominfo), pada mulanya RUU ITE diberi nama Undang-
Undang Informasi Komunikasi Dan Transaksi Elektronik oleh Departemen
Perhubungan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, serta bekerja
sama dengan Tim dari universitas yang ada di Indonesia yaitu Universitas Padjajaran
(Unpad), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Indonesia (UI). Pada
tanggal 5 september 2005 secara resmi Presiden Susilo Bamgbang Yudhoyono
menyampaikan RUU ITE kepada DPR melalui surat No.R/70/Pres/9/2005. Dan
menunjuk Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan
Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) sebagai wakil
pemerintah dalam pembahasan bersama dengan DPR RI. Dalam rangka pembahasan
RUU ITE Departerment Komunikasi dan Informasi membentuk Tim Antar
Departemen (TAD). Melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.
83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian
disempurnakan dengan Keputusan Menteri No.: 10/KEP/M.Kominfo/01/2007
tanggal 23 Januari 2007. Bank Indonesia masuk dalam Tim Antar Departemen
(TAD) sebagai Pengarah (Gubernur Bank Indonesia), Nara Sumber (Deputi
Gubernur yang membidangi Sistem Pembayaran), sekaligus merangkap sebagai
anggota bersama-sama dengan instansi/departemen terkait. Tugas Tim Antar
Departemen antara lain adalah menyiapkan bahan, referensi, dan tanggapan dalam
pelaksanaan pembahasan RUU ITE, dan mengikuti pembahasan RUU ITE di DPR
RI. Dewan Perwakilam Rakyat (DPR) merespon surat Presiden
No.R/70/Pres/9/2005. Dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) RUU ITE yang
beranggotakan 50 orang dari 10 (sepuluh) Fraksi di DPR RI.
Dalam rangka menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas draft RUU ITE
yang disampaikan Pemerintah tersebut, Pansus RUU ITE menyelenggarakan 13 kali
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak, antara lain
2
perbankan,Lembaga Sandi Negara, operator telekomunikasi,aparat penegak hukum
dan kalangan akademisi.Akhirnya pada bulan Desember 2006 Pansus DPR RI
menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 287 DIM RUU ITE yang

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


berasal dari 10 Fraksi yang tergabung dalam Pansus RUU ITE DPR RI. Tanggal 24
Januari 2007 sampai dengan 6 Juni 2007 pansus DPR RI dengan pemerintah yang
diwakili oleh Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan
Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) membahas
DIM RUU ITE.Tanggal 29 Juni 2007 sampai dengan 31 Januari 2008 pembahasan
RUU ITE dalam tahapan pembentukan dunia kerja (panja). Sedangkan pembahasan
RUU ITE tahap Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang
berlangsung sejak tanggal 13 Februari 2008 sampai dengan 13 Maret 2008. 18 Maret
2008 merupakan naskah akhir UU ITE dibawa ke tingkat II sebagai pengambilan
keputusan.25 Maret 2008, 10 Fraksi menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi
Undang-Undang. Selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani
naskah UU ITE menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan dimuat dalam Lembaran Negara
Nomor 58 Tahun 2008. UU ITE atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik akhirnya resmi dilakukan revisi pada tanggal 27 oktober 2016 serta
langsung berlaku 30 hari setelah kesepakatan tersebut, yaitu pada tanggal 28
November 2016. Hal ini sendiri disebabkan karena seluruh fraksi di Komisi I DPR
telah menyatakan persetujuannya untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tersebut. Dari persetujuan ini nantinya DPR akan membentuk Panitia
Kerja untuk membahas secara rinci isi revisi tersebut.

2.2. Konten UU ITE


Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan
transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan
mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen
internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL
Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan
para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian
hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Berikut beberapa materi yang diatur,
antara lain:
2
1. Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah
(Pasal 5 dan Pasal 6 UU ITE);
2. Tanda tangan elektronik (Pasal 11 dan Pasal 12 UU ITE);

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


3. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 dan Pasal
14 UU ITE); dan
4. Penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 dan Pasal 16 UU ITE)

5. Perbuatan yang dilarang (cybercrimes). Beberapa cybercrimes yang diatur dalam


UU ITE, antara lain:
a. Konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian,
penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27,
Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE);
b. Akses ilegal (Pasal 30);

c. Intersepsi ilegal (Pasal 31);

d. Gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);

e. Gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);

f. Penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE)

Penyusunan materi UU ITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun
oleh dua institusi pendidikan yakni Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Universitas
Indonesia (UI). Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan
Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada
penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di Institut Teknologi
Bandung yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan
Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya
dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik. Kedua naskah
akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang
dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang
Yudhoyono), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR di tahun 2008.
Seiring dengan berjalannya waktu banyak sekali kasus-kasus yang terjadi akibat
imbas UU ITE yang dirasa para ahli perlu banyak perbaikan. Sehingga akhirnya
pada tanggal 27 Oktober 2016 yang lalu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
2
(DPR) telah menyepakati revisi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Revisi tersebut pun
langsung berlaku tiga puluh hari setelah kesepakatan tersebut, yaitu pada tanggal 28

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


November 2016 kemari. Setidaknya ada 4 perubahan yang terjadi pada revisi UU
ITE kali ini, yaitu :
1. Penambahan pasal hak untuk dilupakan, yakni pasal 26. Pasal itu menjelaskan
seseorang boleh mengajukan penghapusan berita terkait dirinya pada masa lalu
yang sudah selesai, namun diangkat kembali. Salah satunya seorang tersangka
yang terbukti tidak bersalah di pengadilan, maka dia berhak mengajukan ke
pengadilan agar pemberitaan tersangka dirinya agar dihapus.
2. Durasi hukuman penjara terkait pencemaran nama baik, penghinaan dan
sebagainya dikurangi menjadi di bawah lima tahun. Dengan demikian,
berdasarkan Pasal 21 KUHAP, tersangka selama masa penyidikan tak boleh
ditahan karena hanya disangka melakukan tindak pidana ringan yang ancaman
hukumannya penjara di bawah lima tahun.
3. Tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di
pengadilan. UU ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang
menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan (intersepsi)
tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.
4. Penambahan ayat baru dalam Pasal 40. Pada ayat tersebut, pemerintah berhak
menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi yang
melanggar undang-undang. Informasi yang dimaksud terkait pornografi, SARA,
terorisme, pencemaran nama baik, dan lainnya. Jika situs yang menyediakan
informasi melanggar undang-undang merupakan perusahaan media, maka akan
mengikuti mekanisme di Dewan Pers. Namun, bila situs yang menyediakan
informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai perusahaan
media (nonpers), pemerintah dapat langsung memblokirnya.

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


BAB III
ANALISA UU ITE DAN CYBER CRIME

3.1. Analisa Dampak UU ITE


Dalam era globalisasi ini arus informasi yang mengalir melalui internet
sangatlah deras. Bahkan dapat dibilang segala hal yang ada di dunia ini dapat dengan
mudah didapatkan melalui internet. Begitupun dengan maraknya gadget yang
sekarang menjadi barang yang lumrah dibawa khalayak umum. Orang-orang pun
menjadi melek informasi berkat gadget, bahkan terkadang dengan gadget seseorang
dapat terlihat sangat pintar. Melalui gadget seseorang dapat dengen mudah
menyalurkan aspirasi mereka ke khalayak umum. Namun tentu ada batasan-batasan
yang harus dipatuhi sesuai dengan UU ITE yang berlaku di Negara Indonesia ini
apalagi setelah terjadi revisi terbaru.
Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE, yang
akan mulai berlaku pada Senin 28 November 2016, tampaknya masih mengundang
kontroversi terutama pasal pencemaran nama baik. Juru bicara Kementerian
Komunikasi dan Informasi, Noor Iza, menegaskan bahwa revisi UU ITE bertujuan
untuk memberikan kepastian hukum dan perlakuan yang adil bagi para pengguna
internet. Setidaknya ada beberapa analisa singkat atas revisi UU ITE, yaitu :
1. Pasal Pencemaran Nama Baik
Salah satu revisi adalah mengatur pasal pencemaran nama baik menjadi delik
aduan, yang berarti hanya dapat diproses secara hukum jika dilaporkan oleh
korban atau sesorang yang merasa menjadi sasaran. Apabila ditilik lebih dalam
dapat diambil contoh bahwa ketika ada oarng lain diluar yang bersangkutan
hendak melaporkan delik aduan, maka hal tersebut secara UU tidak dibenarkan.
Padahal dalam menyampaikan/mengadukan tindak pidana cybercrime tentu
semua orang memiliki hal yang sama, tidak melulu harus orang yang
bersangkutan atau disebut sebagai korban. Oleh karena itu pada pasal
pencemaran nama baik ini masih banyak diperdebatkan oleh para ahli hokum,
banyak yang menyangkal bahwa revisi UU tersebut masih terbilang belum
matang. Akan tetapi apabila dilihat dari contoh kasus diatas sepertinya masih
2
butuh kajian yang lebih mendalam terkait pencemaran nama baik. Hal terpenting
yang harus dipatuhi adalah tetap berpedoman pada KUHP yang telah dirancang

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan hal yang kontradiktif terhadap
konstitusi yang telah ada sejak awal.

2. Hukuman diringankan
Perubahan lain adalah ancaman hukuman pencemaran nama baik diturunkan dari
maksimal enam tahun menjadi empat tahun sehingga tersangka pelaku
pencemaran nama baik tidak akan ditahan. Alasannya dalam KUHP disebutkan
bahwa penahanan perlu dilakukan jika ancaman penjara di atas lima tahun.
UU ITE yang mulai diberlakukan pada 2008 telah mengundang banyak kecaman
karena dianggap membatasi publik untuk memberikan kritik. Salah satu yang
menjadi korban adalah Prita Mulyasari, yang mengkritik salah satu rumah sakit
swasta melalui email pribadi yang kemudian tersebar di dunia maya. Prita
kemudian ditahan walau Pengadilan Tangerang akhirnya membebaskannya dari
pencemaran nama baik.

3. Blokir pemerintah
Lewat revisi ini, pemerintah juga diberikan kewenangan untuk memutus akses
informasi elektronik yang dianggap melanggar hukum. Berbagai ahli berpendapat
bahwa ketentuan tersebut sebenarnya sudah lama diatur dalam Peraturan Menteri
Kominfo walau belum ada undang-undang sebagai payung hukum yang
menegaskan pemerintah wajib memblokir konten negatif.
Hal-hal yang dapat diblokir itu mengacu lagi pada UU lain. Misal jikalau konten
yang diblokir terkait terorisme maka hal tersebut akan diatur dalam UU
Terorisme dan yang diperbolehkan meminta pemblokiran misalnya BNPT. Serta
apabila konten yang ada terkait dengan obat-obatan terlarang, maka akan diatur
lewat UU kesehatan dan hanya BPOM serta badan sejenisnya yang
diperbolehkan meminta pemblokiran. Oleh karena itu pihak Kominfo memiliki
pekerjaan berat untuk menerapkan blokir yang tepat sasaran, adil, cepat dan
transparan. Karena apabila blokir tidak tepat sasaran tentu dapat merugikan
beberapa pihak dan menimbulkan perpecahan antar golongan.

4. Right to Be Forgotten 2
Selain perubahan pencemaran nama baik, revisi juga menambahkan
ketentuan mengenai right to be forgotten atau hak untuk dilupakan dengan

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


menghapus konten informasi elektronik yang tidak benar, berdasarkan keputusan
pengadilan. Penghapusan konten ini dilakukan untuk semua data di internet
setelah dibuktikan di pengadilan karena bertujuan untuk membersihkan nama
baik seseorang. Agar konten-konten itu tidak dapat diakses, dikeluarkan dari
sistem yang terbuka atau konten-konten itu dihapus. Tidak lagi dapat di-search
jadi search engine harus menghilangkan dan juga server-server harus menutup
konten-konten itu agar tidak dapat diakses. Indonesia adalah negara pertama di
Asia yang menerapkan ketentuan right to be forgotten, namun sudah banyak
diterapkan di negara-negara lain khususnya di belahan barat.
Dengan adanya right to be forgotten ini dapat memberikan efek positif bagi
korban yang mengalami pencemaran nama baik. Karena sebelum adanya UU
yang mengatur ini banyak korban pencemaran nama baik yang citra nya tidak
bisa dikembalikan seperti awal mula. Sehingga dapat menimbulkan kerugian
secara non materiil bagi korban yang terkena dampak. Maka dari itu revisi UU
yang satu ini banyak didukung oleh para ahli yang bergerak di bidang IT.
Harapannya tentu dapat membantu memperbaiki nama seseorang yang telah
tercemar namanya.

3.2. Analisa Tentang Cyber Crime


kejahatan Cyber/Cyber Crime adalah Deface. Deface merupakan suatu
teknik mengganti atau menyisipkan file pada server, teknik ini dapat
dilakukan karena terdapat lubang pada sistem scurity yang ada dalam sebuah
aplikasi. Defacer website dapat merubah tampilan halaman web, baik
sebagian atau semuanya tanpa sepengetahuan pemiliknya. Deface biasanya
dilakukan melalui celah keamanan dari suatu halaman web. Pelaku biasanya
melakukan teknik SQL Injection untuk mendapatkan hak akses terhadap
sistem komputer dimana halaman web itu tersimpan. Contoh kasus Deface
adalah seperti yang terjadi pada situs pribadi mantan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono yang beralamat : presidensby.info
Contoh kasus cybercrime yang di lakukan dengan melakukan aksi
2
"Meretas Situs SBY". Termasuk dalam jenis Cybercrime "Unauthorized
Access to Computer System and Service" dimana melakukan aksi
dengan menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah,

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer
yang dimasukinya. Dengan maksud mensabotase atau melakukannya hanya
karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya.

Kasus ini merupakan contoh kasus Hijacking. Pelaku menerobos masuk


ke situs ini, mengambilalih situs ini beberapa saat dan melakukan perubahan
dalam situs ini. Memang dalam pengertiannya, Hijacking menjurus pada
sebuah pembajakan yang begitu jahat sampai pada titik pencurian informasi
atau merusak sebuah sistem. Tapi disini disampaikan pelaku berhasil
masuk ke database situs ini. Jadi bisa jadi pelaku bisa saja mengambil
berbagai macam informasi penting atau benar-benar merusak konten-konten
disitus ini.Inilah rangkuman cara Wildan meretas situs pribadi Presiden SBY:
A. SQL Injection atau Injeksi SQL – Wildan menggunakan teknologi ini
untuk mendapatkanakses database dari situs www.jatirejanetwork.com
dengan IP address 210.247.249.58.
B. Backdoor Tool – Dengan menggunakan software wso.php (web sell by
orb), Wildan berhasil menerobos sistem keamanan www.techscape.co.id
dan membuat backdoor akses.
C. Linux Command – Wildan menggunakan command
linux:cat/home/tech/www/my/configuration/.php, untuk mengambil data-
data username dan kata kuncidari basis data WHMCS.
D. WHMKiller – Dengan tool ini, Wildan berhasil mendapat username dan
kata kunci darisetiap domain name yang dimiliki oleh pihak hosting.
E. Domain registrar eNom – Dari situs inilah Wildan mendapatkan info
Domain Name Server (DNS) situs www.presidensby.info.
F. Data Administrative Domain/Nameserver – Wildan mendapatkan informasi
penting berupadata Administrative Domain/Nameserver tentang situs
pribadi Presiden SBY, yaituSahi7879.earth.orderbox-dns.com,
Sahi7876.mars.orderbox-dns.com, Sahi7879.venus.orderbox-dns.com,
2
dan Sahi7876.mercuri.orderbox-dns.com.g) DNS Redirection – Dengan
cara inilah Wildan menyulap tampilan situs SBY menjadiJember Hacker
team.

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


Suatu halaman web diganti tampilan halaman webnya oleh pelaku
defacing pada dasarnya dilatarabelakangi oleh motif motif berikut:

1. Dendam, sakit hati atau perasaan tidak puas terhadap seseorang atau
instansi/lembaga/organisasi dapat menyebabkan seseorang melakukan
defacing terhadap situs orang lain atau situs
instansi/lembaga/organisasi tersebut.
2. Intrik sosial, politik, ekonomi, budaya dan keamanan juga dapat
menyebabkan seseorang melakukan penyerangan deface terhadap
lawan politiknya. Sebagai contoh banyaknya situs-situs pemerintahan
negara Malaysia ketika mereka mengakui budaya Indonesia sebagai
budayanya.

3. Penyampaian pesan, seorang hacker atau cracker yang melakukan


proses defacing terkadang juga ingin menyampaikan pesan-pesan
tertentu kepada orang lain. Misalnya kasus peretasan situs
www.polri.go.id yang terjadi pada tanggal 20 Mei 2013 dan
menyampaikan pesan menuntut keadilan.

4. Prestise atau gengsi dalam golongan, biasanya pelaku yang tergabung


dalam suatu komunitas tertentu merasa gengsi atau merasa tertantang
kalau belum dapat menunjukkan keahliannya kepada teman-teman di
komunitasnya.

5. Iseng, motif pelaku peretasan yang dilakukan dengan iseng biasanya


dilakukan secara coba-coba. Misalkan pelaku mencoba masuk kedalam
sebuah sistem, kemudian tanpa disengaja menemukan banyak
informasi didalamnya, sehingga ia bertindak lebih jauh dengan
menanamkan backdoor atau malware untuk memperoleh informasi-
informasi lainnya atau menggunakkan informasi-informasi tersebut
untuk menyerang situs-situs lainnya. Dan hal inilah yang 2
melatarbelakangi pelaku peretasan situs presidensby.info.

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


3.3 Hasil dan Pembahasan

Dilihat dari hukum perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,


pelaku peretasan terhadap situs presidensby.info yang melakukan tindakan
penggantian tampilan halaman situs presidensby.info (deface) dapat dijerat
dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan
transaksi elektronik pasal 30, 32 atau 35 dengan ancaman hukuman seperti
yang tertera dalam pasal 46, 48 dan 51. Berikut kutipan pasal-pasal yang
dapat dijeratkan kepada pelaku:

Pasal 30 UU ITE terdiri dari tiga ayat yakni:

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan
cara apa pun.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun
dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun
dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
pengamanan.

Sementara untuk pasal 32:

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
2
dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


suatu Informasi Elektronik dan/atau dokumen Elektronik milik Orang lain
atau milik publik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang
lain yang tidak berhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang


mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik
dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 35 UU ITE

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan,
pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan
tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.

Adapun ketentuan pidana yang mengatur pasal 30, 32 dan 35 diatur di


pasal 46, 48, 51 UU ITE.

Pasal 46

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).

2
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


tahun dan/atau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta
rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9
(sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

Pasal 51

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas
miliar rupiah). 2

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas
miliar rupiah).

Contoh Kasus Cybercrime di Indonesia dan UU ITE terkait


Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya
kejahatan yang disebut dengan Cybercrime atau kejahatan melalui jaringan Internet.
Adanya Cybercrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit
mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer,
khususnya pada jaringan internet.

Berikut beberapa contoh kasus Kejahatan cyber yang ada di Indonesia :


Kasus1
Hacker, adalah mengacu pada seseorang yang mempunyai minat besar untuk
mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan
kapabilitasnya untuk dimanfaatkan kemampuannya kepada hal-hal yang negatif atau
melakukan perusakan internet. pada kasus ini telah melanggar Undang – Undang
ITE BAB VII Pasal 30 Ayat 3 yaitu yang mengakses komputer pihak lain tanpa ijin
dan atau membuat sistem milik orang lain seperti website atau program menjadi
tidak berfungsi atau tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Kasus 2
Pencurian kartu kredit ( Carding ), hal ini adalah salah satu jenis Cybercrime yang
terjadi di Bandung sekitar Tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang
dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam
transaksi perdagangan di internet. Kejahatan seperti ini masuk ke dalam pelanggaran
Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363 tentang Pencurian dan Pasal 263
tentang Pemalsuan Identitas.
Kasus 3
Memasukan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar,
contoh kasus semacam ini yaitu menyebarkan video pornografi ke dalam internet
dimana si pelaku akan terseret ke dalam UU RI No. 44 th 2008, Pasal 56 tentang
Pornografi dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda
2
minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan melanggar UU ITE BAB VII Pasal 27
Ayat 1 yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.

Kasus 4
Perjudian online, pada kasus ini pelaku menggunakan sarana internet untuk
melakukan perjudian. Contohnya seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006.
Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang
semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, para pelaku bermain judi online
atau taruhan adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan.Dalam kasus ini
telah melanggar UU ITE BAB VII Pasal 27 Ayat 2 yang berbunyi
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian”.

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari pemaparan analisa diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwasannya
pekerjaan rumah dari Kominfo sangatlah berat. Hal ini sejalan dengan semakin
banyaknya pengguna internet di Indonesia sekarang. Apabila undang-undang yang
diterapkan tidak berjalan seperti seharusnya tentu akan berdampak negatif bagi
banyak pihak. Sudah banyak sekali kasus cybercrime yang terjadi di Indonesia ini.
Harapannya dengan revisi UU ITE ini dapat mengurangi tingkat kejahatan
cybercrime yang terus melanda pengguna internet Indonesia. Tentu juga dengan
adanya UU ITE ini semoga tidak membatasi kebebasan berekspresi dari rakyat
Indonesia. Karena pada hakikatnya menyampaikan pendapat merupakan hak dari
seseorang. Namun perlu kita cermati bahwa Kominfo tidak akan bisa bekerja dengan
sendiri dan tentu butuh bantuan serta pengawasan dari masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu mari kita tumbuhkan rasa peduli dalam diri kita sehingga dapat ikut
mengawal berjalannya pemerintahan yang ada secara maksimal.

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME


DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Republik Indonesia


2. Wikipedia : Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik
https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-
undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
4. Sejarah Undang – Undang ITE
http://ghanchou.blogspot.co.id/2010/07/sejarah-undang-undang-ite.html
5. Revisi UU ITE membatasi kebebasan berekspresi?
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38124294
6. ‘Tidak ada perbaikan’ kebebasan berekspresi di Indonesia
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160224_indonesia_inter
net_kebebasanekspresi
7. Setumpuk PR pasca revisi UU ITE dijalankan
http://www.indotelko.com/kanal?c=ed&it=setumpuk-pr-pasca-revisi-uu
8. Cyber Crime di Indonesia
https://www.academia.edu/20299872/CYBER_CRIME_DI_INDONESIA
9. Contoh kasus Cyber Crime di Indonesia
https://edybillstephen.ilearning.me/2013/11/10/contoh-kasus-cybercrime-di-
indonesia-dan-uu-ite-terkait/
10. Azan, S. Tugas Etika and Profesionalisme SI Menemukan Jati Diri.
https://www.academia.edu/3817964/Tugas_Etika_and_Profesionalisme_SI
_Menemukan_Jati_Diri_Disusun_oleh

STMIK PRINGSEWU KAMPUS BANDAR JAYA | UU ITE & CYBER CRIME

Anda mungkin juga menyukai