DESEMBER 2017
OLEH :
Haspiani M
C111 14 003
Pembimbing :
dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : HASPIANI M
Hasanuddin, Makassar.
Pembimbing
iii
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
DEPARTEMEN HISTOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
Dinyatakan tekah dipertahankan dihadapan tim penguji dan telah diperiksa serta
disetujui untuk dinyatakan lulus pada sidang skripsi di Departemen Histologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Anggota,
iv
SKRIPSI
Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
Desember 2017
Haspiani M (C11114003)
dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes
ABSTRAK
Latar belakang : Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa. Katarak
merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di seluruh dunia. Di Indonesia,
jumlah penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah 210.000 orang per
tahun, 16% diantaranya diderita penduduk usia produkif.
Tujuan : Untuk mengetahui karakteristik penderita katarak senilis yang dilakukan
pembedahan katarak di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS berdasarkan umur,jenis
kelamin, riwayat diabetes melitus, mata yang dioperasi, visus pre operasi, visus
post operasi, stadium katarak dan jenis operasi. Juga untuk mengetahui uji
proporsi antara umur dengan stadium katarak dan antara riwayat DM dengan visus
post-operasi.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian cross-sectional, yang mana pengukuran variable
dilakukan pada saat tertentu yang sama untuk mengetahui karakteristik penderita
katarak senile yang telah dilakukan pembedahan di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS, melalui penggunaan rekam medik sebagai data penelitian.
Hasil : Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data penderita katarak senilis
yang telah dilakukan pembedahan periode 01 Januari 2017- 30 Juni 2017yang
memenuhi criteria inklusi yaitu sebanyak 101 orang. Sumber data adalah kartu
status penderita yang terdapat di rekam medik. Dari penelitian ini ditemukan
karakteristik penderita katarak berdasarkan proporsi yang terbanyak adalah pada
golongan umur > 65 tahun (24.65%), jenis kelamin perempuan (55,45%), tanpa
riwayat Diabetes Mellitus (65.35%), sisi mata kiri (52.48%), visus pre operasi
buruk (51.49%), visus pasca operasi baik (44.55%), stadium katarak imatur
(83.17%) dan operasi Phacoemulsifikasi (90.10%). Dari hasil crosstab (tabulasi
silang) didapatkan pasien berusia > 65 tahun dengan stadium katarak mencapai
stadium imatur sebanyak 84 orang (83.17%), sedangkan jumlah penderita katarak
yang tidak memiliki riwayat DM paling banyak memiliki visus pasca operasi
dengan kategori baik sebanyak 29 orang (43.94%) juga pada penderita katarak
dengan riwayat DM paling banyak memiliki visus pasca operasi dengan kategori
baik sebanyak 16 orang (45.71%)
Kata kunci : katarak senilis; karakteristik pasien
vi
BACHELOR THESIS
Faculty Of Medicine Hasanuddin University
December 2017
Haspiani M (C11114003)
dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes
vii
KATA PENGANTAR
Selesainya skripsi ini tidak semata-mata karena hasil kerja dari penulis sendiri
melainkan juga adanya bantuan dari berbagai pihak. Olehnya itu pada kesempatan
ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik
dari segi materi maupun yang non materi. Ucapan terima kasih serta penghargaan
yang setinggi-tingginya dari penulis diberikan kepada dr. Ahmad Ashraf
Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes selaku pembimbing dalam penulisan skripsi
ini atas waktu, tenaga, pikiran, semangat, dorongan serta bimbingan yang tidak
bosan-bosannya diberikan selama penulisan skripsi ini.
Tidak hanya itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak atas jasa-jasanya yang tidak mungkin dilupakan oleh penulis, yaitu:
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
2. Bapak Prof. DR. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, yang telah memberikan kesempatan
serta dukungan untuk menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
3. dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes, yang telah menjadi
Penasihat Akademik selama menjadi mahasiswa yang telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikirannya
4. Seluruh staf dosen FK Unhas, yang telah banyak memberikan ilmu
pengetahuan serta pengalamannya yang sangat berharga bagi penulis.
viii
5. Seluruh staf pegawai FK Unhas, yang telah memberikan bantuan selama
penulis menjalani pendidikan di FK Unhas.
6. Saudara saya Hasrianti M, Hasmawati M, Hasbullah M, Hasrul M dan
Hasrif M dan keluarga besarku yang tak henti – hentinya memberikan
semangat.
7. Teman satu pembimbing skripsi yaitu Nur Azizah Jafar dan Muhammad
Fariz Awaluddin atas motivasi dan kerjasamanya selama menjalankan
proses pembuatan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat SPAI (Susan Sugiarti, Ayu Lestari, Iga Selfiamawati) dan
sahabat Lady Rose (Ica, Ulfa, Ismi, Anna, Fira, Irma, Anisar, Ika dan Aii)
atas dukungan dan semangatnya.
9. Seluruh teman - teman “Neutroflavine 2014”, atas dukungan dan
waktunya selama ini.
Secara khusus dan Teristimewa saya sampaikan rasa hormat dan terima kasih
tak terhingga kepada orang tua tercinta, ayahanda Drs. Muhammad dan ibunda
Nurbudiati B, yang tak terbalaskan segala doa, kebaikan, kasih sayang, dan
pengorbanan. Hanya doa tulus dari ananda agar allah SWT membalas kebaikan
ayah dan ibunda dengan ridha-Nya
Akhirnya kepada semua pihak yang telah berpartisasi, tiada kata yang dapat
penulis ucapkan selain ucapan terima kasih setulus-tulusnya, semoga Allah SWT
membalas dengan kebaikan. Amin
Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita, khususnya
bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
(Haspiani M)
ix
DAFTAR ISI
Halaman
x
2.2.12 Prognosis .................................................................... 18
BAB III. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, VARIABEL,
DEFINISI OPERATIONAL
3.1 Kerangka Teori............................................................................ 19
3.2 Kerangka Konsep ........................................................................ 20
3. 3 Variable Penelitian ..................................................................... 20
3.4 Definisi Operational .................................................................... 20
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian......................................................................... 23
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 23
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 23
4.4 Jenis Data dan Instrumen Penelitian ........................................... 24
4.5 Manajemen Penelitian................................................................ 24
4.6 Alur Penelitian ............................................................................ 25
4.7 Etika Penelitian ........................................................................... 26
BAB V. HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 27
5.2 Distribusi Penderita Katarak
5.2.1 Umur ........................................................................... 27
5.2.2 Jenis Kelamin ............................................................... 28
5.2.3 Riwayat Diabetes Mellitus ........................................... 28
5.2.4 Mata yang Dioperasi .................................................... 29
5.2.5 Visus Pre Operasi......................................................... 29
5.2.6 Visus Post Operasi ....................................................... 30
5.2.7 Stadium Katarak........................................................... 30
5.2.8 Jenis Operasi ................................................................ 31
5.2.9 Tabulasi Silang Antara Umur Penderita dan Stadium
Katarak ....................................................................... 31
5.2.10 Tabulasi Silang Antara Riwayat DM dan Visus Post
Operasi ....................................................................... 32
BAB VI. PEMBAHASAN
6.1 Umur ........................................................................................... 33
xi
6.2 Jenis Kelamin .............................................................................. 33
6.3 Riwayat Diabetes Melitus ........................................................... 34
6.4 Mata yang Dioperasi ................................................................... 34
6.5 Visus Pre Operasi........................................................................ 35
6.6 Visus Post Operasi ...................................................................... 35
6.7 Stadium Katarak.......................................................................... 35
6.8 Jenis Operasi ............................................................................... 36
6.9 Tabulasi Silang Antara Umur Penderita dan Stadium
Katarak ........................................................................................ 36
6.10 Tabulasi Silang Antara Riwayat DM dan Visus Post
Operasi ...................................................................................... 36
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 38
7.2 Saran........................................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 40
LAMPIRAN................................................................................................. 44
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I. PENDAHULUAN
Lensa mata adalah bagian mata yang terdapat di belakang pupil mata, yang
berfungsi sebagai media penglihatan sehingga harus jernih atau transparan dan
memfokuskan agar cahaya jatuh tepat ke retina. Jika terjadi kekeruhan pada lensa
maka akan terganggu proses penglihatan yang disebut katarak. Katarak berasal
dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract, dan Latin cataracta yang berarti
air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas,2010).
Kebutaan yang terjadi akibat katarak akan terus meningkat karena penderita
tidak menyadarinya, daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak
berkembang sekitar 3-5 tahun dan menyadari penyakitnya setelah memasuki
stadium kritis. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai gejala
katarak. Salah satu penyebab tingginya kasus kebutaan yang diakibatkan oleh
katarak karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata (Irawan,
2008).
1
kebutaannya yaitu dengan tindakan operasi. Operasi katarak merupakan operasi
mata yang sering dilakukan di seluruh dunia, karena merupakan modalitas utama
terapi katarak (Lindfield, 2012).
2
f.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah
dilakukan pembedahan berdasarkan visus post-operasi di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS
g.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah
dilakukan pembedahan berdasarkan stadium katarak di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS
h.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah
dilakukan pembedahan berdasarkan jenis operasi di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS
i. Untuk mengetahui uji proporsi antara umur dengan stadium katarak terhadap
terjadinya katarak di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS
j. Untuk mengetahui uji proporsi antara riwayat DM dengan visus post-operasi
terhadap terjadinya katarak di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS
1.4.1. Peneliti
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Dibelakang iris
lensa digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan korpus ciliaris. Di
anterior lensa terdapat humor aquaeus; disebelah posteriornya, vitreus. Kapsul
lensa adalah membran yang semipermeable (sedikit lebih permiabel dari pada
kapiler) yang menyebabkan air dan elektrolit masuk. Didepan lensa terdapat
selapis tipis epitel supkapsuler. Nucleus lensa lebih tebal dari korteksnya.
Semakin bertambahnya usia laminar epitel supkapsuler terus diproduksi sehingga
lensa semakin besar dan kehilangan elastisitas (Murril A.C, 2004; Vaugan G. D,
2000).
Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias - biasanya sekitar 1,4 pada
sentral dan 1,36 pada perifer-hal ini berbeda dari dengan aqueous dan vitreus yang
mengelilinginya. Pada tahap tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi
sekitar 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D kekuatan konvergen bias mata manusia
rata-rata. (Zorab, 2005).
Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein (tertinggi kandungan nya di antara
seluruh tubuh) dan sedikit sekali mineral. Kandungan kalium lebih tinggi pada
lensa dibanding area tubuh lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau
saraf pada lensa. (Vaugan G. D, 2000).
4
antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada
retina dikenal dengan akomodasi. Hal ini berkurang seiring dengan bertambahnya
usia. (Vaugan G. D, 2000; Zorab, 2005).
Gangguan pada lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi dan anomaly
geometri. Keluhan yang di alami penderita berupa pandangan kabur tanpa disertai
nyeri. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan
ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui sliplamp, oftalmoskop,
senter tangan, atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi (Ilyas S.
2007).
2.2.1. Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat
kedua-duanya (Ilyas, 2010). Lima puluh satu persen (51%) kebutaan diakibatkan
oleh katarak (WHO,2012). Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling
sering ditemukan. Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi
pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50 tahun.
2.2.2.1 Usia
Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh. Dengan
meningkatnya umur, maka ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-
5
serat lensa yang baru. Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya,
keadaan ini akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. Prevalensi
katarak meningkat tiga sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun
(Pollreisz dan Schmidt, 2010).
Usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh laki-laki, ini
diindikasikan sebagai faktor resiko katarak dimana perempuan penderita katarak
lebih banyak dibandingkan laki-laki (WHO, 2012).
2.2.3. Patogenesis
Katarak senilis adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada orang tua.
Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya
dimengerti. Walaupun sel lensa terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada sel-
sel yang dibuang. Seiring dengan bertambahnya usia, lensa bertambah berat dan
tebal sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan baru dari serabut
korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk ke arah tengah
sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis nuklear).
6
Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi
high-molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan fluktuasi
mendadak pada index refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan penurunan
transparansi. Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga menghasilkan
pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya usia lensa menjadi
bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya jernih tidak bisa
menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain itu, terjadi penurunan
konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti meningkatnya konsentrasi Natrium
dan Kalsium.
7
2.2.4.2 Katarak Kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Ini adalah jenis katarak
yang paling sering terjadi. Lapisan korteks lensa tidak sepadat pada bagian
nukleus sehingga lebih mudah terjadi overhidrasi akibat ketidakseimbangan
elektrolit yang mengganggu serabut korteks lensa sehingga terbentuk osifikasi
kortikal, yang ditunjukkan pada diabetes dan galaktosemia (Fong, 2008).
Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola
radial disekeliling daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering
asimetrik. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa
dekat kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan (Harper et al,2010). Gejala
yang sering ditemukan adalah penderita merasa silau pada saat mencoba
memfokuskan pandangan pada suatu sumber cahaya di malam hari (Rosenfeld et
al, 2007).
8
mengganggu kemampuan mata untuk memfokuskan pada macula (Rosenfeld et
al, 2007).
1.Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju
korteks anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
9
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk
waktu yang lama (Ilyas, 2010).
Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume
lensa akibat meningktnya tekanan osmotic bahan lensa yang degenerative. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan
ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau
intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa
kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila
lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negative (Ilyas, 2010).
10
2.2.6 Gejala Klinis
2.2.7 Diagnosis
11
stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang
didilatasi maksimum dengan ophtalmoskop, kaca pembesar, atau slitlamp.
(Murril, et all, 2004).
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya
kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini
katarak biasanya telah matang dan pupil mungkin tampak putih (Vaugan G. D,
2000).
2.2.8 Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup
dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui
dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan
hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti
katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar
sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.
(Vaugan ,2000; Ilyas S, 2007; Lang, 2000; Kohnen T, 2005)
12
prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE,
ECCE, dan phacoemulsifikasi.
2.2.8.3 Phakoemulsifikasi
13
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur
sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui
irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari.
2.2.8.4 SICS
Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan
lensa pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai berikut:
Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya
lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan
untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat
benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2
bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau
14
jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya
dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara
dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat
melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata
permanen ( Biasanya 6-8 minggu setelah operasi). (Vaugan G. D, 2000; Ilyas S,
2007).
- Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat
maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa
jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.
- Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
- Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.
15
- Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
2.2.10 Komplikasi
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi
suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata
kedalam luka serta retinal light toxicity.
- COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang
keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma
dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan
daerah sentral yang bersih paling sering)
- Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak
adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang
tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.
(Ocampo & Vicente Victor D, 2009; Wijana & Nana S.D, 1993)
- Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi
- Ablasio retina
16
- Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah Malformasi
lensa intraokuler, jarang terjadi.
2.2.11 Pencegahan
Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu
normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata,
mengonsumsi makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata
dan antioksidan seperti buah-buahan banyak yang mengandung vitamin C,
minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan, kecambah, buncis, telur, hati
dan susu yang merupakan makanan dengan kandungan vitamin E, selenium, dan
tembaga tinggi.
Seseorang dengan konsentrasi plasma darah yang tinggi oleh dua atau tiga jenis
antioksidan ( vit C, vit E, dan karotenoid) memiliki risiko terserang katarak lebih
rendah dibandingkan orang yang konsentrasi salah satu atau lebih antioksidannya
lebih rendah.
17
menjadi glutation tereduksi, agar tetap menetralkan radikal bebas atau oksigen.
(Vaugan G. D, 2000; Zorab, et all, 2005).
2.2.12 Prognosis
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat
jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak
resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada
pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam
penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan
menggunakan snellen chart
18
BAB III. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, VARIABEL,
DEFINISI OPERATIONAL
3.1 Kerangka Teori
Etiologi
Penuaan DM
TIO ↑
Komplikasi Glukoma
Daya akomodasi
lensa terganggu
19
3.2 Kerangka Konsep
JENIS KELAMIN
RIWAYAT Diabetes
Mellitus
STADIUM KATARAK
JENIS OPERASI
3. 3 Variable Penelitian
Variable bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik dari penderita katarak
senile
3.4.1 jenis Kelamin – jenis kelamin yang tertera dalam kartu rekam medik,
Kriteria objektif:
1. Perempuan
2. Laki - laki
3.4.2 Umur – umur penderita yang terdapat dalam status di rekam medik.
Kriteria Objektif:
20
2. Masa Lansia Awal = 46- 55 tahun.
3. Masa Lansia Akhir = 56 – 65 tahun.
4. Masa Manula = 65 – sampai atas
Kriteria Objektif:
1. DM
2. Non DM
3.4.4 Mata yang Dioperasi – sisi mata yang dioperasi pada penderita katarak
senile yang tertera di rekam medik pasien.
Kriteria objektif
1. Kanan
2. Kiri
3.4.5 Visus pre Operasi – hasil visus sebelum melakukan operasi katarak yang
tertera pada rekam medik pasien penderita katarak senile
Kriteria objektif
3.4.6 Visus post Operasi - hasil visus hari ke-7 setelah operasi katarak yang
tertera pada rekam medik pasien penderita katarak senile
Kriteria objektif:
21
3.4.7 Stadium Katarak – stadium katarak yang tertera pada rekam medik pasien
penderita katarak senile
Kriteria objektif:
1. Katarak Insipien
2. Katarak Imatur
3. Katarak Matur
4. Katarak Hipermatur
3.4.8 Jenis Operasi – jenis operasi yang dilakukan pada pasien penderita katarak
senile berdasarkan yang tertera pada rekam medic pasien penderita katarak
Kriteria objektif
22
BAB IV. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2017 sampai Desember 2017
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah pasien gangguan mata yang terdata di Rumah
Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin mulai dari 01 Januari 2017 – 30 Juni
2017
4.3.2 Sample
Sampel dalam penelitian ini adalah Seluruh pasien yang menderita katarak
senile yang telah dilakukan pembedahan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Hasanuddin mulai dari 01 Januari 2017 – 30 Juni 2017 dengan kriteria yang telah
ditentukan oleh peneliti.
23
4.3.2.1 Cara Pengambilan Sampel
a. Kriteria Inklusi
1. Semua rekam medis di Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Hasanuddin dengan diagnosa katarak senile yang telah dilakukan
pembedahan dalam periode 01 Januari 2017 – 30 Juni 2017.
b. Kriteria Eksklusi
1. Rekam medis pasien katarak senile yang tidak lengkap dan tidak
sesuai dengan variabel yang diteliti.
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh di Rumah
Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin.
24
dalam periode yang telah ditentukan dikumpulkan untuk memperoleh data medis
di bagian Rekam Medis Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin.
Seluruh data yang diperoleh dari penelitian yang telah dikumpulkan kemudian
diolah dengan menggunakan sistem pengolahan data lalu dilakukan analisis. Hasil
akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi sesuai pustaka yang ada.
Umur
Jenis kelamin
Riwayat Diabetes Melitus
Kesimpulan Analisis data Mata yang Dioperasi
Visus pre Operasi
Visus post Operasi
Stadium Katarak
Jenis Operasi
25
4.7 Etika Penelitian
Hal – hal yang terkait dengan tika penelitian dalam penelitian ini adalah:
26
BAB V. HASIL PENELITIAN
Sampel yang telah diambil dari data rekam medik Rumah Sakit Pendidikan
Universitas Hasanuddin Periode 01 Januari 2017 – 30 Juni 2017 kemudian diolah
untuk mengetahui karakteristik katarak senile berdasarkan umur,jenis kelamin,
riwayat diabetes melitus, mata yang dioperasi, visus pre operasi, visus post
operasi, stadium katarak dan jenis operasi pada penderita katarak senile , sehingga
diketahui distribusi dari penderita katarak senile yang telah dilakukan
pembedahan berdasarkan hal tersebut.
Data yang terkumpul kemudian dimasukkan dan diolah pada aplikasi Microsoft
Excel yang hasilnya dapat dilihat sebagai berikut.
5.2.1 Umur
Tabel 5.1
Distribusi Kelompok Umur Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin
USIA N %
36 - 45 6 5.94
46 - 55 31 30.69
56 - 65 29 28.71
>65 35 34.65
JUMLAH 101 100
27
Berdasarkan penelitian, diperoleh data penderita katarak senilis yang paling
banyak adalah kelompok usia >65 tahun dimana terdapat 35 pasien (34.65%),
kemudian diikuti dengan kelompok usia 46-55 tahun sebanyak 31 pasien (30.69
%), kelompok usia 56-55 dan 36-45 masing-masing 29 pasien (28.71%) dan 6
pasien (5.94%).
Tabel 5.2
Distribusi Jenis Kelamin Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin
JENIS KELAMIN N %
PEREMPUAN 56 55.45
Tabel 5.3
Distribusi Riwayat Diabetes Mellitus Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin
RIW. DM N %
DM 35 34.65
NON DM 66 65.35
JUMLAH 101 100
Berdasarkan penelitian, diperoleh mayoritas pasien tidak memiliki riwayat
penyakit Diabetes Mellitus (DM) yaitu sebanyak 66 pasien (65.35%) diikuti
dengan pasien yang memiliki riwayat penyakit DM sebanyak 35 pasien (34.65 %).
28
5.2.4 Mata yang Dioperasi
Tabel 5.4
Distribusi Mata Pasien Katarak Senilis yang Dioperasi di RSP Universitas Hasanuddin
KANAN 48 47.52
KIRI 53 52.48
Berdasarkan penelitian, sisi mata pasien katarak senilis yang dioperasi paling
banyak adalah mata kiri yaitu sebanyak 53 pasien (52.48 %) dan mata kanan
sebanyak 48 pasien (47.52 %).
Tabel 5.5
Distribusi Visus Pre Operasi Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin
29
5.2.6 Visus Post Operasi
Tabel 5.6
Distribusi Visus Post Operasi Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin
Tabel 5.7
Distribusi Stadium Katarak Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin
STADIUM KATARAK N %
INSIPIEN 0 0.00
IMATUR 84 83.17
MATUR 16 15.84
HIPERMATUR 1 0.99
JUMLAH 101 100
30
5.2.8 Jenis Operasi
Tabel 5.8
Distribusi Jenis Operasi Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin
JENIS OPERASI N %
ICCE 0 0.00
ECCE 3 2.97
PHACOEMULSIFIKASI 91 90.10
SICS 7 6.93
JUMLAH 101 100
Tabel 5.9
Tabulasi Silang Penderita Katarak Berdasarkan Umur dengan Stadium Katarak di RSP Universitas
Hasanuddin
STADIUM KATARAK
UMUR TOTAL %
IMATUR % MATUR % HIPERMATUR %
36 - 45 6 100 0 0 0 0 6 100
46 - 55 25 80.65 6 19.35 0 0 31 100
56 - 65 23 79.31 6 20.69 0 0 29 100
>65 30 85.71 4 11.43 1 2.86 35 100
31
adalah golongan umur 36-45 tahun dengan stadium katarak senilis imatur
sebanyak 6 orang (100%) .
Tabel 5.10
Tabulasi Silang Penderita Katarak Berdasarkan Riwayat DM dengan Visus Post Operasi di RSP
Universitas Hasanuddin
NON
29 43.94 26 39.39 11 16.67 66 100
DM
32
BAB VI. PEMBAHASAN
6.1 Umur
Dari tabel 5.1 diketahui bahwa dari 101 orang penderita katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin, sebagian besar berada pada kelompok umur di atas 65
tahun yaitu 35 pasien (34.65%) dan persentase terkecil berada pada kelompok
umur 36-45 tahun yaitu 6 pasien (5.94%). Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
95% individu yang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai berbagai tingkat
kekeruhan lensa dan menjalani operasi katarak. Peningkatan terjadinya katarak
hingga sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan
semakin meningkat hingga sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75
tahun. (Silalahi E, 2004 ;WHO, 2011)
Data dari buletin WHO tahun 2011, 61% penderita katarak dinegara
berkembang yang dilakukan pembedahan terbanyak berada pada usia pertengahan
65 tahun (58–73 tahun) dan 37% diantaranya berusia kurang dari 50 tahun. (Alexa
I,et all, 2012)
Sesuai dengan Human development index (HDI) yang masih rendah di negara
berkembang yaitu (<0.5). Hal ini terlihat pada cataract surgery rates (CSR), poor
income country, CSR: <500. Hight income country CSR : 4000-6000. (Alexa I,et
all, 2012)
Dari tabel 5.2 diketahui bahwa dari 101 orang penderita katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin, sebagian besar adalah perempuan yaitu sebanyak 56
pasien (55.45%) dan laki-laki 45 pasien (44.55%). Distribusi sampel berdasarkan
jenis kelamin didapatkan persentasi pasien laki-laki dan perempuan tidak banyak
33
berbeda. Sesuai dengan penelitian di negara maju yang menyatakan bias antara
wanita dan pria dalam menjalani operasi katarak oleh karena wanita hampir sama
dengan pria dalam eksis memperoleh pelayanan kesehatan. (Alexa I,et all, 2012)
Hal ini juga didukung oleh penelitian oleh Laura pada tahun 2008 terhadap 68
pasien katarak senilis menunjukkan bahwa distribusi pasien katarak senilis
berdasarkan jenis kelamin tidak jauh berbeda yaitu 51,5% perempuan dan 48,5%
laki-laki.
Dari tabel 5.3 diketahui bahwa dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin, hanya 34.65 % pasien yang memiliki riwayat penyakit
DM, padahal penelitian lain menyebutkan bahwa pasien diabetes melitus
cenderung untuk menderita katarak pada usia lebih muda (Devgan, 2010) dan juga
tidak sesuai dengan Auckland cataract study yang melaporkan hampir 80% dari
penderita katarak yang menjalani pembedahan memiliki riwayat penyakit sistemik
yang signifikan. Riwayat penyakit sistemik yang paling sering adalah diabetes
melitus adalah 34.6%. (Lim AM, 1986)
Hal ini disebabkan pasien katarak senilis yang memiliki riwayat DM di RSP
Universitas Hasanuddin banyak yang menolak untuk dioperasi karena takut akan
komplikasi yang mungkin terjadi pasca operasi dan karena kebanyakan pasien
sudah mencapai stadium kritis dan retinopati diabetika.
Dari tabel 5.4 diketahui bahwa dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin, sisi mata pasien yang terkena katarak dan dioperasi tidak
berbeda jauh antara mata bagian kiri dan kanan. Dimana mata kiri lebih banyak
walaupun selisihnya sangat kecil yaitu sebanyak 52.48% dan mata kanan
sebanyak 47.52%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Nungki terhadap 80
pasien katarak senilis yang menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara
mata kanan dan mata kiri. Dimana 47.5% pasien pada sampel menjalani operasi
34
katarak pada mata bagian kanan dan 42.5% pasien yang menjalani operasi katarak
pada mata bagian kiri.
Dari tabel 5.5 diketahui bahwa visus dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin 51.49% sudah mencapai kategori buruk, 39.60%
mencapai kategori sedang dan 8.91% masih dalam kategori baik ketika
menjumpai dokter mata. Hal yang sama juga terlihat pada penelitian yang
dilakukan di Oman dimana 80,5% pasien sudah mencapai visus kategori buruk
ketika menjumpai dokter (Khandaker dan Raisi, 2009). Juga didukung oleh
penelitian Alex A Ilechie dan kawan-kawan dalam Internasional journal of health
research, 1,284,000 pasien yang dilakukan operasi katarak dighana tahun 2012,
99.7% diantaranya adalah buta dengan tajam penglihatan pre operasi <3/60. (AA
Ilechie, et all,2012.)
Hal ini dapat dipengaruhi oleh status pendidikan dan ekonomi pasien dimana
kurangnya informasi tentang kesehatan terutama katarak dan pasien dengan status
ekonomi rendah cenderung tidak memprioritaskan pengobatan katarak sebelum
keadaannya benar-benar sangat mengganggu (Pujiyanto, 2004).
Dari tabel 5.6 diketahui bahwa visus dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin 44.55% (45) pasien mencapai visus kategori baik dan
41.58% (42) pasien mencapai visus kategori sedang setelah dilakukan tindakan
operasi. Hal ini sesuai dengan Auckland cataract study, penelitian prospektif
terhadap 488 mata yang dilakukan pembedahan katarak, 88% diantaranya dengan
tajam penglihatan paska operasi 6/12 atau lebih. (Lim AM, 1986)
Dari tabel 5.7 diketahui bahwa dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin, 83.17% pasien katarak berada pada stadium imatur
ketika menjumpai dokter. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien
katarak yang dioperasi di RSP Universitas Hasanuddin sebagian besar sudah
35
memiliki pengetahuan dan informasi tentang kesehatan khususnya katarak. Hal ini
tidak sesuai dengan hasil penelitian Ruth terhadap 72 pasien katarak senilis di
RSUP H. Adam Malik dimana 70,8% pasien katarak sudah mencapai stadium
matur.
Dari tabel 5.8 diketahui bahwa dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin 90.10 % pasien katarak dilakukan operasi katarak jenis
Phacoemulsifikasi. Hal ini juga didukung Auckland cataract study, penelitian
prospectif obsrvasional 499 mata yang dilakukan pembedahan, mayoritas
prosedur pembedahan adalah small insisi phakoemulsifikasi dengan foldable iol
implant yaitu 97.3%.(Lim AM, 1986)
Hal ini dikarenakan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ketajaman visus
pasca operasi untuk jenis operasi fakoemulsifikasi secara signifikan lebih baik
daripada kelompok EKEK ( p < 0,05 dan odds ratio = 28,5) (RSUP Fatmawati,
2009).
36
penderita katarak dengan riwayat DM memiliki visus pasca operasi tertinggi
dengan kategori baik dan sedang yaitu masing-masing sebanyak 16 orang
(45.71%). Hasil ini juga didukung oleh penelitian Laura terhadap 68 pasien
katarak dimana tidak terdapat perbedaan visus pasca operasi yang bermakna
antara pasien katarak senilis dengan DM dan nonDM.
37
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Penderita katarak senilis yang paling banyak adalah kelompok berumur >65
tahun dimana terdapat 35 pasien (34.65%), kemudian diikuti dengan kelompok
usia 46-55 tahun sebanyak 31 pasien (30.69 %), kelompok usia 56-55 dan 36-45
masing-masing 29 pasien (28.71%) dan 6 pasien (5.94%).
7.1.3 Mayoritas pasien katarak senilis 66 (65.35%) pasien tidak memiliki riwayat
penyakit Diabetes Melitus
7.1.4 Distribusi sampel berdasarkan sisi mata pasien yang terkena katarak dan
dioperasi tidak ada perbedaan yang signifikan antara mata kiri dan mata kanan.
Dimana mata bagian kiri sebanyak 52.48% dan mata kanan sebanyak 47.52% .
7.1.5 Visus pre operasi pasien katarak senilis kebanyakan sudah mencapai
kategori buruk ketika akan dioperasi yaitu terdapat 52 pasien (51.49%), kemudian
diikuti dengan kategori sedang dan baik masing-masing 40 (39.60%) pasien dan 9
(8.91%) pasien.
7.1.6 Visus post operasi katarak memiliki persentase tiap kategori tidak jauh
berbeda tetapi paling banyak mencapai kategori baik yaitu terdapat 45 pasien
(44.5%), kemudian diikuti dengan kategori sedang dan buruk masing-masing 42
pasien (41.58%) dan 14 pasien (13.86%).
7.1.8 Jenis operasi yang dilakukan yang paling banyak adalah adalah
Phacoemulsifikasi dimana terdapat 91 pasien (90.10%), kemudian diikuti dengan
SICS sebanyak 7 pasien (6.93%), ECCE dan ICCE masing-masing 3 pasien
(2.97%) dan 0 pasien (0%).
38
7.1.9 Dari hasil tabulasi silang antara umur penderita dan stadium katarak
didapatkan bahwa mayoritas pada pasien berusia > 65 tahun dengan stadium
katarak yang sudah mencapai stadium imatur sebanyak 30 orang (85.71%)
7.1.10 Dari hasil tabulasi silang antara riwayat DM dan visus pasca operasi
didapatkan jumlah penderita katarak yang tidak memiliki riwayat DM paling
banyak memiliki visus pasca operasi dengan kategori baik sebanyak 29 orang
(43.94%) sedangkan pada penderita katarak dengan riwayat DM memiliki visus
post operasi terbanyak pada kategori baik dan sedang yaitu masing-masing
sebanyak 16 orang (45.71%).
7.2 Saran
7.2.3 Perlu dilakukan penyuluhan pada penderita katarak yang selesai operasi agar
tetap dalam kondisi yang baik terutama pada pasien DM agar gula darahnya tetap
terkontrol
7.2.4 Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
memperhitungkan factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak
seperti pekerjaan dan factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi visus pasca
operasi.
39
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, M. S., 2009. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam
penelitian kedokteran dan kesehatan. Seri Evidence Based Medicine 2.Edisi2.
Jakarta:Salemba Medika.
Dahlan, M. S., 2011. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Seri Evidence
Based Medicine 1.Edisi5. Jakarta:Salemba Medika.
Erman, I., Elviani, Y., and Soewito, B. Hubungan Umur dan Jenis Kelamin
dengan Kejadian Katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli Mata) RS. dr. Sobirin
Kab. Musi Waras Tahun 2014. Politeknik Kesehatan Palembang
Harper, R.A., Shock, J.P., 2010. Lensa. In: Whitcher, J.P. &Eva, P.R. (eds.),
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran
Jakarta: EGC.
40
Husain,R., Tong, L., Fong, A., Cheng, J.F., How, A., Chua, W.H.,Lee, L.,et al.
2005. ‘Prevalence of cataract in rural Indonesia’, American Academy of
Ophthalmology Journal,vol. 112, no. 7, pp. 1255-1262.
Ilyas, S., 2009. Kelainan refraksi dan kacamata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Ilyas, S., 2010. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Javadi, M.A., and Ghanavati, S.Z., 2008. Cataracts in Diabetic patients: A review
article. Journal of Opthalmic and Vision Research. Vol. 3, no. 1, pp. 52-65.
Khandekar, R., Raisi A.A., 2009. ‘Assessment of Visual Gain Following Cataract
Surgeries in Oman: A Hospital Based Cohort Study’, Oman Medical Journal, vol.
24, no. 1, pp. 11-16.
Machan, Carolyn., 2012. Type 2 Diabetes Mellitus and The Prevalence of Age-
Related Cataract in a Clinic Population. University of Waterloo
Malhotra, R., 2008. Eye essentials cataract.Eds Doshi, S. & Harvey, W. China:
Elsevier.
Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B, Dilomo
C.R, et all. (2004). Optometric clinical practice guideline. American optometric
association: U.S.A
41
Ocampo, Vicente Victor D. 2009, Senile Cataract, available at
www.emedicine.com/ last update 22 November 2010.
Preoperative visual acuity among cataract surgery patients and countries state of
development: a global study. Bulletin of the WHO . 2011;89:749-58.
Rosenfeld, S.I. et al, 2007. Basic and clinical course: lens and cataract. Section
2007-2008. Singapore: American Academy of Ophthalmology.
42
Ruth G. Malau, 2015. Karakteristik Pasien Katarak Senilie di RSUP H. Adam
Malik Medan. Medan
Tabandeh, H. et al, 1994. Lens hardness in mature cataracts. Eye. vol 8, no. 10,
pp. 453–455
Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab.20 lensa hal
401-406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta.
Wijana, Nana S.D, 1993. Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi
Tegal, Jakarta: 190-196
43
Lampiran 1 Data Penelitian
Data Pasien Katarak Senilis yang Telah dilakukan Pembedahan di Rumah Sakit
Pendidikan Unhas Pada Periode 01 Januari 2017 – 30 Juni 2017
VISUS VISUS
DIAGNOSA RIW.
NO RM UMUR JK VOD VOS TINDAKAN VOD VOS PRE POST
MEDIS DM
OPERASI OPERASI
OS KATARAK OS PHACO
00.08.08 71THN P 20/40 20/60 20/50 20/40 ADA BAIK BAIK
SENIL IMATUR + IOL
OD KATARAK
73 OD
01.18.78 L 20/150 20/40 SENILE 20/40 20/20 ADA SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OD KATARAK OD TDK
01.80.50 69THN L 20/100F 20/100F 20/70 20/100 SEDANG SEDANG
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK
51 OS
02.46.63 l 20/25 20/70 SENILE 20/150 20/40 ADA SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OS KATARAK
64 OS
03.22.03 P 20/150 1/3OO SENILE 20/150 20/80 ADA BURUK SEDANG
THN SICS+IOL
MATUR
OS KATARAK OS TDK
03.42.02 52THN L 20/30 20/100 20/30 20/70 SEDANG SEDANG
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK
OS TDK
03.50.43 81THN P 1/- 1/- SENILE 1/- 1/- BURUK BURUK
SICS+IOL ADA
MATUR
OD KATARAK
61 OD
03.89.61 P 20/200 20/20 SENILE 20/150 20/40 ADA SEDANG SEDANG
THN PHACO+IOL
IMATUR
OS KATARAK
51 OS
04.04.21 P 20/100 20/60 SENILE 20/100 20/40 ADA BAIK BAIK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OS KATARAK
51 OS TDK
04.08.05 P 20/25 20/70 SENILE 20/20 20/50 SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL ADA
IMATURE
50 OD KATARAK OD
04.35.82 L 20/60F 20/50 20/25 20/30 ADA BAIK BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
58 ODS KATARAK OS PHACO TDK
04.37.93 L 20/30 20/70 20/30 20/25 SEDANG BAIK
THN SENIL IMATUR + IOL ADA
50 OS KATARAK OS
04.61.57 L 20/200 20/150 20/100 25/150 ADA SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
70 OS KATARAK OS
04.68.38 P 20/40 20/40 20/40 20/50 ADA BAIK BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
OD KATARAK
70 OD TDK
04.68.57 P 20/100 20/30 SENILE 20/80 20/30 SEDANG SEDANG
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
71 ODS KATARAK OD TDK
04.83.40 P 20/150 20/50 20/100 20/50 SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK OD
05.12.50 57THN P 1/60 1/60 20/30 20/400 ADA BURUK BAIK
SENIL IMATUR PHACO+IOL
ODS KATARAK OD
05.33.17 55THN P 20/70 1/300 20/60 1/300 ADA SEDANG BAIK
SENIL IMATUR PHACO+IOL
OD KATARAK
OD TDK
05.46.26 62THN L 20/150 20/150 SENIL 20/80 20/150 SEDANG SEDANG
PHACO+IOL ADA
IMMATUR
OD KATARAK
73 OD TDK
05.51.65 P 20/150 20/50 SENILE 20/80 20/60 SEDANG SEDANG
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
44
OS KATARAK
OS PHACO TDK
05.56.88 67THN L 20/20 20/400 SENILE 20/20 20/70 BURUK SEDANG
+ IOL ADA
IMATUR
48 OD KATARAK OD TDK
05.85.31 P 20/200 1/- 6'/20 1/- SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
71 ODS KATARAK OS TDK
05.92.33 P 2/60 20/80 2'/60 20/40 SEDANG BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK
51 OS TDK
05.93.97 P 20/150 20/200 SENILE 20/150 20/150 SEDANG SEDANG
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
52 OS KATARAK OS TDK
06.08.66 P 1'/60 20/200 20/200 20/30 SEDANG BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK OS TDK
06.14.21 56THN L 1/~ 1/60 1/300 20/200 BURUK SEDANG
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OD KATARAK
65 OD
06.24.50 L 1'/60 20/60 SENILE 1'/60 20/60 ADA BURUK BURUK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OD KATARAK OD PHACO TDK
06.52.60 63THN P 20/200 20/50 20/40 20/50 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
70 OS KATARAK OS TDK
06.53.26 L 20/80 20/200 20/70 20/60 SEDANG BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK OS
06.66.28 51THN L 20/30 1/60 20/40 20/30 ADA BURUK BAIK
SENIL IMATUR PHACO+IOL
OS KATARAK
51 OS
07.03.96 P 20/80 20/60 SENILE 20/80 20/40 ADA BAIK BAIK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OD KATARAK
66 OD
07.09.12 L 20/150 20/50 SENILE 20/60 20/50 ADA SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OS KATARAK
59 OS
07.13.80 L 20/70 1/- SENILE 20/60 20/150 ADA BURUK SEDANG
THN SICS+IOL
MATUR
ODS KATARAK
65 OD
07.15.48 P 1/60 1/60 SENILE 20/100 20/80 ADA BURUK SEDANG
THN PHACO+IOL
IMATUR
ODS KATARAK
49 OD TDK
07.15.85 P 20/400 20/400 SENILE 20/30 20/400 BURUK BAIK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
OD KATARAK
47 OD TDK
07.18.35 L 1/- 1'/60 SENILE 1/- 2'/60 BURUK BURUK
THN SICS+IOL ADA
MATUR
ODS KATARAK
73 OD
07.19.48 L 0.5/60 0.5/60 SENILE 20/80 0.5/60 ADA BURUK SEDANG
THN PHACO+IOL
IMATUR
OD KATARAK
51 OD TDK
07.19.75 P 1/60 20/80 SENILE 1'/60 20/80 BURUK BURUK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
ODS KATARAK
OD
07.21.34 63 thn p 1/60 1/60 SENILE 20/70 1'/60 ADA BURUK SEDANG
PHACO+IOL
IMATUR
OD KATARAK
51 OD
07.21.49 P 1/300 1'/60 SENILE 20/100 1'/60 ADA BURUK SEDANG
THN ECCE+IOL
MATUR
77 OD KATARAK OD TDK
07.22.96 P 20/70 20/80 20/60 20/80 SEDANG BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
50 ODS KATARAK OD TDK
07.24.40 P 1'/60 20/40 3'/60 20/40 BURUK BURUK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK
51 OS TDK
07.24.79 L 20/80 0.5/60 SENILE 20/70 20/400 BURUK BURUK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
45
OS KATARAK OS
07.25.28 67THN P 3/60 1/60 1/60 20/40 ADA BURUK BAIK
SENIL IMATUR SICS+IOL
OD KATARAK
51 OS TDK
07.28.39 P 1'/60 20/20 SENILE 1/- 20/30 BAIK BAIK
THN PHACO+IOL ADA
MATUR
OS KATARAK OS PHACO TDK
07.30.28 47THN L 20/400 1/300 20/400 1/- BURUK BURUK
SENIL IMATUR + IOL ADA
ODS KATARAK OS
07.36.19 70THN P 20/150 1/2/60. 20/200 1/300 ADA BURUK BURUK
SENIL IMATUR PHACO+IOL
45 ODS KATARAK OD TDK
07.38.25 P 20/200 20/70 20/70 20/70 SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
62 OS KATARAK OS TDK
07.38.65 L 20/25 20/200 20/25 20/80 SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK
OS TDK
07.40.77 56THN L 20/70 20/150 SENILE 20/70 20/50 SEDANG BAIK
PHACO+IOL ADA
MATUR
OD KATARAK OD TDK
07.42.39 43THN P 20/150 20/400 20/50 20/400 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OD KATARAK OD PHACO TDK
07.42.76 66THN P 20/80 20/40 20/60 20/50 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
OD KATARAK
OD TDK
07.43.86 80THN P 20/400 20/150 SENILE 20/150 4'/60 BURUK SEDANG
PHACO+IOL ADA
MATUR
70 ODS KATARAK OS
07.44.23 P 3'/60 1'/60 3'/60 20/40 ADA BURUK BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
OS KATARAK
72 TDK
07.47.36 L 20/40 1/60 SENILE OS SICS 20/40 20/300 BURUK BURUK
THN ADA
MATUR
54 OS KATARAK OS TDK
07.47.71 P 1/60 1/300 1'/60 20/40 BURUK BAIK
THN SENIL MATUR ECCE+IOL ADA
OS KATARAK OS TDK
07.48.61 76THN L 20/150 20/30 20/100 20/30 BAIK BAIK
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK OS TDK
07.52.66 75THN L 0 1/300 0 3'/60 BURUK BURUK
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK OS PHACO TDK
07.53.53 65THN L 20/40 20/100 20/40 20/40 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
42 OS KATARAK OS PHACO TDK
07.55.17 L 20/150 1/2/60 20/100 20/40 BURUK BAIK
THN SENIL IMATUR + IOL ADA
ODS KATARAK
51 OD
07.55.70 L 20/280 1/300 SENILE 20/200 1/300 ADA BURUK SEDANG
THN PHACO+IOL
IMATUR
ODS KATARAK
65 OS TDK
07.56.94 P 1/2/60 1/300 SENILE 1'/60 20/100 BURUK SEDANG
THN SICS+IOL ADA
IMATUR
OD KATARAK
70 OD
07.58.05 L 1/60 20/40 SENIL 20/60 20/40 ADA BURUK BAIK
THN PHACO+IOL
IMMATUR
OS KATARAK OS PHACO
07.58.16 46THN L 1/300 20/400 1/- 20/70 ADA BURUK SEDANG
SENIL IMATUR + IOL
55 OD KATARAK OD TDK
07.58.81 L 1/300 20/30 1/300 20/30 BURUK BURUK
THN SENIL MATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK
55 OD TDK
07.59.35 L 20/150 20/50 SENIL 20/100 20/25 SEDANG SEDANG
THN PHACO+IOL ADA
IMMATUR
70 ODS KATARAK OS TDK
07.61.66 P 20/70F 1/2/60 20/80 20/200 BURUK SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
69 ODS KATARAK OD TDK
07.62.98 P 1/60 1/2/60 20/150 0.5/60 BURUK SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
07.63.07 45THN L 20/150 20/70 OD KATARAK OD 20/70 20/100 TDK SEDANG SEDANG
46
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK
OS TDK
07.63.23 62THN L 0 1/2/60. SENILE 0 20/60 BURUK BAIK
PHACO+IOL ADA
IMATUR
OS KATARAK OS PHACO TDK
07.63.81 65THN P 20/70 20/80 20/70 20/30 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
OS KATARAK
90 OS TDK
07.64.77 P 1/300 1/300 SENIL 0.5/60 20/40 BURUK BAIK
THN PHACO+IOL ADA
HIPERMATUR
OD KATARAK OD PHACO TDK
07.66.54 62THN L 1/300 20/50 20/40 20/50 BURUK BAIK
MATUR + IOL ADA
ODS KATARAK OD PHACO TDK
07.69.22 75THN P 20/80 20/80 20/60 20/80 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
OS KATARAK
61 OS TDK
07.70.88 P 20/70 20/80 SENILE 20/70 20/30 SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
OD KATARAK OD PHACO
07.71.08 61THN L `3/60 20/100 20/40 20/200 ADA BURUK BAIK
SENIL IMATUR + IOL
ODS KATARAK OD PHACO TDK
07.71.10 72THN L 2/60 20/150 20/40 20/50 BURUK BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
OS KATARAK
47 OS TDK
07.71.66 L 20/25 20/200 SENILE 20/30 20/30 SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
ODS KATARAK
OD PHACO
07.71.73 58THN P 20/200 20/70 SENILE 20/150 20/70 ADA SEDANG SEDANG
+ IOL
IMATUR
ODS KATARAK OD PHACO TDK
07.72.17 73THN L `1/60 `2/60 20/80 20/150 BURUK SEDANG
SENIL IMATUR + IOL ADA
OS KATARAK
63 OS TDK
07.73.50 L 20/30 1/300 SENILE 20/30 1'/60 BURUK BURUK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
61 OS KATARAK OS TDK
07.75.54 P 20/400 20/200 20/400 20/200 SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OD KATARAK
61 OD PHACO
07.76.56 P 20/400 20/25F SENILE 20/70 20/20 ADA BURUK SEDANG
THN + IOL
MATUR
OD KATARAK
OD TDK
07.77.42 58THN P 1/300 20/150 SENIL 20/70 20/150 BURUK SEDANG
PHACO+IOL ADA
IMMATUR
OS KATARAK
68 OS TDK
07.77.69 P 20/100 1/60 SENILE 20/100 20/50 BURUK BAIK
THN PHACO+IOL ADA
MATUR
OS KATARAK
OS TDK
07.90.19 67THN L 20/70 1/60 SENIL 20/70 20/80 BURUK SEDANG
PHACO+IOL ADA
IMMATUR
70 OS KATARAK OS
07.91.12 P 20/60 20/60 20/80 20/30 ADA BAIK BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
ODS KATARAK
80 OS TDK
07.95.18 L 3'/60 6'/60 SENILE 20/100 1'/60 SEDANG BURUK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
ODS KATARAK
64 OS TDK
07.95.20 P 3'/60 2'/60 SENILE 20/150 20/100 BURUK SEDANG
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
49 ODS KATARAK OD
07.95.57 P 20/150 20/150 20/80 20/100 ADA SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
OS KATARAK
OS TDK
07.98.04 43THN L 20/20 20/40 SENIL 20/20 20/40 BAIK BAIK
PHACO+IOL ADA
IMMATUR
07.98.35 71THN P 20/40 20/70 ODS KATARAK OS 20/80 20/30 TDK SEDANG BAIK
47
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK OD
08.02.07 63THN L 20/400 20/200 20/100 20/200 ADA BURUK SEDANG
SENIL IMATUR PHACO+IOL
45 OD KATARAK OD
08.02.46 P 0.5/60 20/400 20/100 20/400 ADA BURUK SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
OD KATARAK
OD
08.03.94 59THN P 1/- 20/60 SENILE 1/300 20/60 ADA BURUK BURUK
PHACO+IOL
IMATUR
OS KATARAK
OS
08.05.24 55THN P 20/40 0.5/60 SENIL 20/40 20/70 ADA BURUK SEDANG
PHACO+IOL
IMMATUR
OD KATARAK OD TDK
08.05.75 58THN L 1/- 20/400 20/50 20/150 BURUK BAIK
SENIL MATUR PHACO+IOL ADA
OD KATARAK OD TDK
08.06.91 54THN P 1/300 1/300 20/100 1/300 BURUK SEDANG
SENIL MATUR ECCE+IOL ADA
ODS KATARAK
46 OS TDK
08.07.34 L 20/60 1/60 SENILE 20/80 20/30 BURUK BAIK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
67 ODS KATARAK OD TDK
08.08.05 P 20/100 20/100 20/70 20/100 SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK OS TDK
08.09.94 46THN P 20/70 20/150 20/60 20/100 SEDANG SEDANG
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
48
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dan Surat Permohonan Izin
Pengambilan Data
49
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Rekomendasi Etik
50
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik
51
Lampiran 5
Nama : Haspiani M
52
Lampiran 6
Nama : Haspiani M
53
Lampiran 7
Nama : Haspiani M
54
Lampiran 8
Ibu : Nurbudiati B, SE
Anak Ke :5
Alamat : Perumahan Patra Residence Barombong BlokD/35
Telepon : 085341018218
Email : haspianimuhammad@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
55
56