Anda di halaman 1dari 70

SKRIPSI

DESEMBER 2017

KARAKTERISTIK PENDERITA KATARAK SENILIS YANG TELAH


DILAKUKAN PEMBEDAHAN KATARAK DI RUMAH SAKIT
PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN PERIODE 1 JANUARI
2017 – 30 JUNI 2017

OLEH :
Haspiani M
C111 14 003

Pembimbing :
dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN

Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Departemen Histologi,

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, skripsi mahasiswa dengan judul:

“KARAKTERISTIK PENDERITA KATARAK SENILIS YANG TELAH


DILAKUKAN PEMBEDAHAN KATARAK DI RUMAH SAKIT
PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN PERIODE 1 JANUARI 2017 –
30 JUNI 2017”

Hari/Tanggal : Selasa, 05 Desember 2017

Waktu : 10.00 – selesai

Tempat : Departemen Histologi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, 05 Desember 2017


KPM Departemen Histologi,

dr. Triani Hastuti H., Sp.KK.,M.Kes


NIP. 19780506 200604 2 014

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : HASPIANI M

Stambuk : C111 14 003

Judul : Karakteristik Penderita Katarak Senile

Dengan ini telah dinyatakan memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Makassar, 05 Desember 2017

Pembimbing

dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes


NIP.19810106 201404 1 001

iii
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
DEPARTEMEN HISTOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Skripsi dengan judul:


“KARAKTERISTIK PENDERITA KATARAK SENILIS YANG TELAH
DILAKUKAN PEMBEDAHAN KATARAK DI RUMAH SAKIT
PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN PERIODE 1 JANUARI 2017 –
30 JUNI 2017”

Dinyatakan tekah dipertahankan dihadapan tim penguji dan telah diperiksa serta
disetujui untuk dinyatakan lulus pada sidang skripsi di Departemen Histologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, 05 Desember 2017


Ketua tim penguji

dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes


NIP.19810106 201404 1 001

Anggota,

dr. Nursyamsi, M.Kes., Sp.M dr. Shelly Salmah, M.Kes


NIP. 19800702 201212 2 002 NIP. 19800522 200801 2 014

iv
SKRIPSI
Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
Desember 2017
Haspiani M (C11114003)
dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes

KARAKTERISTIK PENDERITA KATARAK SENILIS YANG TELAH


DILAKUKAN PEMBEDAHAN KATARAK DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN PERIODE 1 JANUARI 2017 – 30 JUNI 2017

ABSTRAK

Latar belakang : Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa. Katarak
merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di seluruh dunia. Di Indonesia,
jumlah penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah 210.000 orang per
tahun, 16% diantaranya diderita penduduk usia produkif.
Tujuan : Untuk mengetahui karakteristik penderita katarak senilis yang dilakukan
pembedahan katarak di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS berdasarkan umur,jenis
kelamin, riwayat diabetes melitus, mata yang dioperasi, visus pre operasi, visus
post operasi, stadium katarak dan jenis operasi. Juga untuk mengetahui uji
proporsi antara umur dengan stadium katarak dan antara riwayat DM dengan visus
post-operasi.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian cross-sectional, yang mana pengukuran variable
dilakukan pada saat tertentu yang sama untuk mengetahui karakteristik penderita
katarak senile yang telah dilakukan pembedahan di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS, melalui penggunaan rekam medik sebagai data penelitian.
Hasil : Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data penderita katarak senilis
yang telah dilakukan pembedahan periode 01 Januari 2017- 30 Juni 2017yang
memenuhi criteria inklusi yaitu sebanyak 101 orang. Sumber data adalah kartu
status penderita yang terdapat di rekam medik. Dari penelitian ini ditemukan
karakteristik penderita katarak berdasarkan proporsi yang terbanyak adalah pada
golongan umur > 65 tahun (24.65%), jenis kelamin perempuan (55,45%), tanpa
riwayat Diabetes Mellitus (65.35%), sisi mata kiri (52.48%), visus pre operasi
buruk (51.49%), visus pasca operasi baik (44.55%), stadium katarak imatur
(83.17%) dan operasi Phacoemulsifikasi (90.10%). Dari hasil crosstab (tabulasi
silang) didapatkan pasien berusia > 65 tahun dengan stadium katarak mencapai
stadium imatur sebanyak 84 orang (83.17%), sedangkan jumlah penderita katarak
yang tidak memiliki riwayat DM paling banyak memiliki visus pasca operasi
dengan kategori baik sebanyak 29 orang (43.94%) juga pada penderita katarak
dengan riwayat DM paling banyak memiliki visus pasca operasi dengan kategori
baik sebanyak 16 orang (45.71%)
Kata kunci : katarak senilis; karakteristik pasien

vi
BACHELOR THESIS
Faculty Of Medicine Hasanuddin University
December 2017
Haspiani M (C11114003)
dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes

CHARACTERISTICS OF SENILE CATARACT PATIENT WHO HAS BEEN


SURGERY CATARACT IN HOSPITAL EDUCATION HASANUDDIN
UNIVERSITY PERIOD 1st JANUARY 2017 – 30th JUNE 2017
ABSTRACT
Background: Cataract is a clouding of the lens that may ocuur as a result of
hydration (fluid replenishment) lens, lens protein denaturation. Cataract is the
leading cause of visual impairment in the world. In Indonesia, the number of
cataract is being added 210.000 people every year, 16% of whom suffered
productive age population.
Objective: To know the characteristics of senile cataract patients performed
cataract surgery at UNHAS Education Hospital based on age, gender, history of
diabetes mellitus, operated eye, preoperative vision, postoperative vision, cataract
stage and surgery type. Also to know the proportion test between age and cataract
stage and between history of diabetes mellitus with postoperative vision.
Method: This research is a Quantitative Descriptive research using cross-
sectional research design, in which variable measurement is done at the same
time to know the characteristic of cataract senile patient who has done surgery at
UNHAS Education Hospital, through the use of medical record as research data.
Results: The sample in this research is all data of senile cataract patient who has
performed surgery period 01 January 2017- 30 June 2017which meet inclusion
criteria that is as much 101 people. The data source is the patient's medical
records. From this research, it is found that the characteristic of cataract patients
based on the highest proportion is on age group> 65 years (24.65%), female
gender (55.45%), no history of Diabetes Mellitus (65.35%), left eye side
(52.48%), poor preoperative vision (51.49%), good postoperative vision
(44.55%), immature cataract stage (83.17%) and Phacoemulsification surgery
(90.10%). From crosstab (cross tabulation) result, the patients aged> 65 years
with cataract stadium reaching the immature stadium of 84 people (83.17%),
whereas cataract patients with no history of DM have most good postoperative
postoperative with 29 categories (43.94% ) also in cataract patients with history
of diabetes mellitus most have good post operation visus with good category
counted 16 person (45.71%)
Keywords: Senile Cataract, Patient Characteristics

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Puji dan syukur yang tidak terhingga, penulis


panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya dalam
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini untuk memenuhi salah satu
kewajiban menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Selesainya skripsi ini tidak semata-mata karena hasil kerja dari penulis sendiri
melainkan juga adanya bantuan dari berbagai pihak. Olehnya itu pada kesempatan
ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik
dari segi materi maupun yang non materi. Ucapan terima kasih serta penghargaan
yang setinggi-tingginya dari penulis diberikan kepada dr. Ahmad Ashraf
Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes selaku pembimbing dalam penulisan skripsi
ini atas waktu, tenaga, pikiran, semangat, dorongan serta bimbingan yang tidak
bosan-bosannya diberikan selama penulisan skripsi ini.

Tidak hanya itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak atas jasa-jasanya yang tidak mungkin dilupakan oleh penulis, yaitu:

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
2. Bapak Prof. DR. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, yang telah memberikan kesempatan
serta dukungan untuk menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
3. dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes, yang telah menjadi
Penasihat Akademik selama menjadi mahasiswa yang telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikirannya
4. Seluruh staf dosen FK Unhas, yang telah banyak memberikan ilmu
pengetahuan serta pengalamannya yang sangat berharga bagi penulis.

viii
5. Seluruh staf pegawai FK Unhas, yang telah memberikan bantuan selama
penulis menjalani pendidikan di FK Unhas.
6. Saudara saya Hasrianti M, Hasmawati M, Hasbullah M, Hasrul M dan
Hasrif M dan keluarga besarku yang tak henti – hentinya memberikan
semangat.
7. Teman satu pembimbing skripsi yaitu Nur Azizah Jafar dan Muhammad
Fariz Awaluddin atas motivasi dan kerjasamanya selama menjalankan
proses pembuatan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat SPAI (Susan Sugiarti, Ayu Lestari, Iga Selfiamawati) dan
sahabat Lady Rose (Ica, Ulfa, Ismi, Anna, Fira, Irma, Anisar, Ika dan Aii)
atas dukungan dan semangatnya.
9. Seluruh teman - teman “Neutroflavine 2014”, atas dukungan dan
waktunya selama ini.
Secara khusus dan Teristimewa saya sampaikan rasa hormat dan terima kasih
tak terhingga kepada orang tua tercinta, ayahanda Drs. Muhammad dan ibunda
Nurbudiati B, yang tak terbalaskan segala doa, kebaikan, kasih sayang, dan
pengorbanan. Hanya doa tulus dari ananda agar allah SWT membalas kebaikan
ayah dan ibunda dengan ridha-Nya

Akhirnya kepada semua pihak yang telah berpartisasi, tiada kata yang dapat
penulis ucapkan selain ucapan terima kasih setulus-tulusnya, semoga Allah SWT
membalas dengan kebaikan. Amin

Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita, khususnya
bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 05 Desember 2017

(Haspiani M)

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN CETAK .................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR................................................................................. viii
DAFTAR ISI................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................. 2
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................. 2
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa ..................................................... 4
2.2. Katarak Senilis
2.2.1. Definisi........................................................................ 5
2.2.2. Faktor Resiko .............................................................. 5
2.2.3. Patogenesis.................................................................. 6
2.2.4 Tipe Katarak Senilis..................................................... 7
2.2.5 Stadium Katarak Senilis............................................... 9
2.2.6 Gejala Klinis................................................................. 11
2.2.7 Diagnosis...................................................................... 11
2.2.8 Penatalaksanaan ........................................................... 12
2.2.9 Perawatan Pasca Bedah................................................ 14
2.2.10 Komplikasi ................................................................. 16
2.2.11 Pencegahan................................................................. 17

x
2.2.12 Prognosis .................................................................... 18
BAB III. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, VARIABEL,
DEFINISI OPERATIONAL
3.1 Kerangka Teori............................................................................ 19
3.2 Kerangka Konsep ........................................................................ 20
3. 3 Variable Penelitian ..................................................................... 20
3.4 Definisi Operational .................................................................... 20
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian......................................................................... 23
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 23
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 23
4.4 Jenis Data dan Instrumen Penelitian ........................................... 24
4.5 Manajemen Penelitian................................................................ 24
4.6 Alur Penelitian ............................................................................ 25
4.7 Etika Penelitian ........................................................................... 26
BAB V. HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 27
5.2 Distribusi Penderita Katarak
5.2.1 Umur ........................................................................... 27
5.2.2 Jenis Kelamin ............................................................... 28
5.2.3 Riwayat Diabetes Mellitus ........................................... 28
5.2.4 Mata yang Dioperasi .................................................... 29
5.2.5 Visus Pre Operasi......................................................... 29
5.2.6 Visus Post Operasi ....................................................... 30
5.2.7 Stadium Katarak........................................................... 30
5.2.8 Jenis Operasi ................................................................ 31
5.2.9 Tabulasi Silang Antara Umur Penderita dan Stadium
Katarak ....................................................................... 31
5.2.10 Tabulasi Silang Antara Riwayat DM dan Visus Post
Operasi ....................................................................... 32
BAB VI. PEMBAHASAN
6.1 Umur ........................................................................................... 33

xi
6.2 Jenis Kelamin .............................................................................. 33
6.3 Riwayat Diabetes Melitus ........................................................... 34
6.4 Mata yang Dioperasi ................................................................... 34
6.5 Visus Pre Operasi........................................................................ 35
6.6 Visus Post Operasi ...................................................................... 35
6.7 Stadium Katarak.......................................................................... 35
6.8 Jenis Operasi ............................................................................... 36
6.9 Tabulasi Silang Antara Umur Penderita dan Stadium
Katarak ........................................................................................ 36
6.10 Tabulasi Silang Antara Riwayat DM dan Visus Post
Operasi ...................................................................................... 36
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 38
7.2 Saran........................................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 40
LAMPIRAN................................................................................................. 44

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. Tipe Katarak Senilis .................................................................... 9

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Kelompok Umur Pasien Katarak Senilis di RSP


Universitas Hasanuddin ................................................................ 27
Tabel 5.2 Distribusi Jenis Kelamin Pasien Katarak Senilis di RSP
Universitas Hasanuddin ................................................................ 28
Tabel 5.3 Distribusi Riwayat Diabetes Mellitus Pasien Katarak Senilis di
RSP Universitas Hasanuddin........................................................ 28
Tabel 5.4 Distribusi Mata Pasien Katarak Senilis yang Dioperasi di RSP
Universitas Hasanuddin ................................................................ 29
Tabel 5.5 Distribusi Visus Pre Operasi Pasien Katarak Senilis di RSP
Universitas Hasanuddin ................................................................ 29
Tabel 5.6 Distribusi Visus Post Operasi Pasien Katarak Senilis di 30
RSP Universitas Hasanuddin........................................................ 30
Tabel 5.7 Distribusi Stadium Katarak Pasien Katarak Senilis di
RSP Universitas Hasanuddin........................................................ 30
Tabel 5.8 Distribusi Jenis Operasi Pasien Katarak Senilis di RSP
Universitas Hasanuddin ................................................................ 31
Tabel 5.9 Tabulasi Silang Penderita Katarak Berdasarkan Umur dengan
Stadium Katarak di RSP Universitas Hasanuddin........................ 31
Tabel 5.10 Tabulasi Silang Penderita Katarak Berdasarkan Riwayat DM
dengan Visus Post Operasi di RSP Universitas Hasanuddin........ 32

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Data Penelitian ............................................................... 44


Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dan Surat Permohonan Izin
Pengambilan Data ..................................... ............................. 49
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Rekomendasi Etik ............................... 50
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik ....................................... 51
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Judul........................................................ 52
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Proposal................................................... 53
Lampiran 7 Lembar Persetujuan Hasil ........................................................ 54
Lampiran 8 Data Diri Penulis ...................................................................... 55

xv
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lensa mata adalah bagian mata yang terdapat di belakang pupil mata, yang
berfungsi sebagai media penglihatan sehingga harus jernih atau transparan dan
memfokuskan agar cahaya jatuh tepat ke retina. Jika terjadi kekeruhan pada lensa
maka akan terganggu proses penglihatan yang disebut katarak. Katarak berasal
dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract, dan Latin cataracta yang berarti
air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,
denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas,2010).

Di Indonesia, jumlah penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah


210.000 orang per tahun, 16% diantaranya diderita penduduk usia produkif. Salah
satu factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi utama ialah usia. Katarak senilis
terjadi pada usia >50 tahun, dimana pada usia tersebut terjadi banyak kelainan
degeneratif seperti diabetes mellitus (DM) yang dapat menyebabkan komplikasi
pada mata berupa katarak dan retinopati diabetik. Beberapa pendapat menyatakan
bahwa pada keadaan hiperglikemia terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di
dalam lensa (Ilyas,2010)

Kebutaan yang terjadi akibat katarak akan terus meningkat karena penderita
tidak menyadarinya, daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak
berkembang sekitar 3-5 tahun dan menyadari penyakitnya setelah memasuki
stadium kritis. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai gejala
katarak. Salah satu penyebab tingginya kasus kebutaan yang diakibatkan oleh
katarak karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata (Irawan,
2008).

Hingga kini belum ditemukan pengobatan yang dapat memperlambat atau


membalikkan perubahan-perubahan kimiawi yang mendasari pembentukan
katarak (Harper et al, 2010).. Katarak tidak dapat dicegah kecuali pada

1
kebutaannya yaitu dengan tindakan operasi. Operasi katarak merupakan operasi
mata yang sering dilakukan di seluruh dunia, karena merupakan modalitas utama
terapi katarak (Lindfield, 2012).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam


penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran karakteristik pasien katarak senilis
yang telah dilakukan pembedahan di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS ?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah dilakukan


pembedahan di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS periode 01 Januari 2017 – 30
Juni 2017

1.3.2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

a.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah


dilakukan pembedahan berdasarkan umur di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS
b.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah
dilakukan pembedahan berdasarkan jenis kelamin di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS
c.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah
dilakukan pembedahan berdasarkan riwayat penyakit Diabetes Mellitus di Rumah
Sakit Pendidikan UNHAS
d.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah
dilakukan pembedahan berdasarkan mata yang diopreasi di Rumah Sakit
Pendidikan UNHAS
e.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah
dilakukan pembedahan berdasarkan visus pre-operasi di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS

2
f.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah
dilakukan pembedahan berdasarkan visus post-operasi di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS
g.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah
dilakukan pembedahan berdasarkan stadium katarak di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS
h.Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis yang telah
dilakukan pembedahan berdasarkan jenis operasi di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS
i. Untuk mengetahui uji proporsi antara umur dengan stadium katarak terhadap
terjadinya katarak di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS
j. Untuk mengetahui uji proporsi antara riwayat DM dengan visus post-operasi
terhadap terjadinya katarak di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1.4.1. Peneliti

Diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman


serta wawasan ilmiah di bidang penelitian tentang penyakit katarak

1.4.2. Institusi terkait

Mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak Rumah Sakit Pendidikan


UNHAS

1.4.3. Pembaca atau peneliti lain

Memberikan informasi yang dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya


terutama tentang katarak senilis

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Dibelakang iris
lensa digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan korpus ciliaris. Di
anterior lensa terdapat humor aquaeus; disebelah posteriornya, vitreus. Kapsul
lensa adalah membran yang semipermeable (sedikit lebih permiabel dari pada
kapiler) yang menyebabkan air dan elektrolit masuk. Didepan lensa terdapat
selapis tipis epitel supkapsuler. Nucleus lensa lebih tebal dari korteksnya.
Semakin bertambahnya usia laminar epitel supkapsuler terus diproduksi sehingga
lensa semakin besar dan kehilangan elastisitas (Murril A.C, 2004; Vaugan G. D,
2000).

Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias - biasanya sekitar 1,4 pada
sentral dan 1,36 pada perifer-hal ini berbeda dari dengan aqueous dan vitreus yang
mengelilinginya. Pada tahap tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi
sekitar 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D kekuatan konvergen bias mata manusia
rata-rata. (Zorab, 2005).

Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein (tertinggi kandungan nya di antara
seluruh tubuh) dan sedikit sekali mineral. Kandungan kalium lebih tinggi pada
lensa dibanding area tubuh lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau
saraf pada lensa. (Vaugan G. D, 2000).

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk


memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. ciliaris berelaksasi, menegangkan
serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuran
terkecil; dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya
akan terfokus pada retina. Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat m.ciliaris
berkontrasi sehingga tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang elastis
menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis

4
antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada
retina dikenal dengan akomodasi. Hal ini berkurang seiring dengan bertambahnya
usia. (Vaugan G. D, 2000; Zorab, 2005).

Gangguan pada lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi dan anomaly
geometri. Keluhan yang di alami penderita berupa pandangan kabur tanpa disertai
nyeri. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan
ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui sliplamp, oftalmoskop,
senter tangan, atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi (Ilyas S.
2007).

2.2. Katarak Senilis

2.2.1. Definisi

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat
kedua-duanya (Ilyas, 2010). Lima puluh satu persen (51%) kebutaan diakibatkan
oleh katarak (WHO,2012). Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling
sering ditemukan. Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi
pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50 tahun.

2.2.2. Faktor Resiko

Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor,


baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain
adalah umur dan jenis kelamin sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh
adalah pekerjaan dan pendidikan yang berdampak langsung pada status sosial
ekonomi dan status kesehatan seseorang, serta faktor lingkungan, yang dalam
hubungannya dalam paparan sinar Ultraviolet yang berasal dari sinar matahari
(Sirlan F, 2000).

2.2.2.1 Usia

Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh. Dengan
meningkatnya umur, maka ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-

5
serat lensa yang baru. Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya,
keadaan ini akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. Prevalensi
katarak meningkat tiga sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun
(Pollreisz dan Schmidt, 2010).

2.2.2.2 Jenis Kelamin

Usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh laki-laki, ini
diindikasikan sebagai faktor resiko katarak dimana perempuan penderita katarak
lebih banyak dibandingkan laki-laki (WHO, 2012).

2.2.2.3 Riwayat Penyakit

Diabetes Mellitus (DM) dapat mempengaruhi kejernihan lensa,indeks refraksi,


dan kemampuan akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga akan
meningkatkan kadar gula di aqueous humor. Glukosa dari aqueous akan masuk ke
lensa melalui difusi dimana sebagian dari glukosa ini diubah menjadi sorbitol oleh
enzim aldose reduktase melalui jalur poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap
tinggal di lensa.Telah terbukti bahwa akumulasi intraselular sorbitol menyebabkan
perubahan osmotic sehingga air masuk ke lensa, yang akan mengakibatkan
pembengkakkan serabut lensa.Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa
akumulasi poliol intraseluler menyebabkan kolaps dan likuifaksi(pencairan)
serabut lensa, yang akhirnya terjadi pembentukan kekeruhan pada lensa (Pollreisz
dan Schmidt, 2010).

2.2.3. Patogenesis

Katarak senilis adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada orang tua.
Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya
dimengerti. Walaupun sel lensa terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada sel-
sel yang dibuang. Seiring dengan bertambahnya usia, lensa bertambah berat dan
tebal sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan baru dari serabut
korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk ke arah tengah
sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis nuklear).

6
Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi
high-molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan fluktuasi
mendadak pada index refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan penurunan
transparansi. Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga menghasilkan
pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya usia lensa menjadi
bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya jernih tidak bisa
menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain itu, terjadi penurunan
konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti meningkatnya konsentrasi Natrium
dan Kalsium.

2.2.4 Tipe Katarak Senilis

2.2.4.1 Katarak Nuklear

Dalam tingkatan tertentu sklerosis dan penguningan nuclear dianggap normal


setelah usia pertengahan. Pada umumnya, kondisi ini hanya sedikit mengganggu
fungsi penglihatan. Jumlah sklerosis dan penguningan yang berlebihan disebut
katarak nuklear, yang menyebabkan opasitas sentral. Tingkat sklerosis,
penguningan dan opasifikasi dinilai dengan menggunakan biomikroskop slit-lamp
dan pemeriksaan reflex merah dengan pupil dilatasi.

Katarak nuklear cenderung berkembang dengan lambat. Sebagian besar


katarak nuklear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik. Cirri khas dari katarak
nuklear adalah membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata, keadaan inilah
yang disebut sebagai “penglihatan kedua”. Ini merupakan akibat meningkatnya
kekuatan focus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi bergeser ke myopia
(penglihatan dekat). Kadang-kadang, perubahan mendadak indeks refraksi antara
nukleus sklerotik dan korteks lensa dapat menyebabkan monocular diplopia .
Penguningan lensa yang progresif menyebabkan diskriminasi warna yang buruk.
Pada kasus yang sudah lanjut, nukleusnlensa menjadi opak dan coklat dan disebut
katarak nuklear brunescent. Secara histopatologi, karakteristik katarak nuklearis
adalah homogenitas nukleus lensa dengan hilangnya lapisan tipis seluler.

7
2.2.4.2 Katarak Kortikal

Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Ini adalah jenis katarak
yang paling sering terjadi. Lapisan korteks lensa tidak sepadat pada bagian
nukleus sehingga lebih mudah terjadi overhidrasi akibat ketidakseimbangan
elektrolit yang mengganggu serabut korteks lensa sehingga terbentuk osifikasi
kortikal, yang ditunjukkan pada diabetes dan galaktosemia (Fong, 2008).
Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola
radial disekeliling daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering
asimetrik. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa
dekat kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan (Harper et al,2010). Gejala
yang sering ditemukan adalah penderita merasa silau pada saat mencoba
memfokuskan pandangan pada suatu sumber cahaya di malam hari (Rosenfeld et
al, 2007).

Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan


gambaran vakuola, degenerasi hiropik serabut lensa, serta pemisahan lamella
kortek anterior atau posterior oleh air. Kekeruhan putih seperti baji terlihat di
perifer lensa dengan ujungnya mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap
apabila dilihat menggunakan retroiluminasi. Secara histopatologi, karakteristik
dari katarak kortikal adalah adanya pembengkakan hidrofik serabut lensa. Globula
Morgagni (globules-globulus material eosinofilik) dapat diamati di dalam celah
antara serabut lensa (Rosenfeld et al, 2007).

2.2.4.3 Katarak Subkapsularis Posterior

Katarak subkapsularis posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior


bagian sentral (Harper et al,2010). Katarak ini biasanya didapatkan pada penderita
dengan usia yang lebih muda dibanding kedua jenis katarak yang lain. Gejalanya
antara lain adalah fotofobia dan penglihatan yang buruk saat mata berakomodasi
atau diberikan miotikum. Ini dikarenakan ketika pupil konstriksi saat
berakomodasi, cahaya yang masuk ke mata menjadi terfokus ke sentral, dimana
terdapat katarak subkapsularis posterior, menyebabkan cahaya menyebar dan

8
mengganggu kemampuan mata untuk memfokuskan pada macula (Rosenfeld et
al, 2007).

Deteksi katarak subkapsularis posterior paling baik menggunakan


biomikroskop slitlamp pada mata yang telah ditetesi midriatikum. Pasda awal
pembentukan katarakakan ditemukan gambaran kecerahan mengkilap seperti
pelangi yang halus pada lapisan korteks posterior (Rosenfeld et al, 2007).
Sedangkan pada tahap akhir terbentuk kekeruhan granular dan kekeruhan seperti
plak di kortek subkapsular posterior. Kekeruhan lensa di sini dapat timbul akibat
trauma, penggunaan kortikosteroid (topical atau sistemik), peradangan atau
pajanan radiasi pengion (Harper et al, 2010).

Gambar 2. Tipe Katarak Senilis. A(katarak nuklear), B(katarak kortikal),


C(katarak subkapsularis posterior)

2.2.5 Stadium Katarak Senilis

2.2.5.1 Katarak Insipien

Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :

1.Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju
korteks anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.

2.Katarak subkapsular posterior : kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular


posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degenerative (benda Morgagni).

9
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk
waktu yang lama (Ilyas, 2010).

2.2.5.2 Katarak Imatur

Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume
lensa akibat meningktnya tekanan osmotic bahan lensa yang degenerative. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.

2.2.5.3 Katarak Matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan
ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau
intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa
kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila
lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negative (Ilyas, 2010).

2.2.5.4 Katarak Hipermatur

Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat


menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.

10
2.2.6 Gejala Klinis

Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat


kemunduran secara progesif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan
penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.

a. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien


dengan katarak senilis.

b. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas


kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau
ketika endekat ke lampu pada malam hari.

c. Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik


lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya,
pasien presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara
khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal
posterior atau anterior.

d. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi


pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah
dari lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan
retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan
diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau
lensa kontak. (Titcomb, 2010; Vajpayee, 2010).

e. Noda, berkabut pada lapangan pandang.

f. Ukuran kaca mata sering berubah.

2.2.7 Diagnosis

Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian besar


katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat
(matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada

11
stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui melalui pupil yang
didilatasi maksimum dengan ophtalmoskop, kaca pembesar, atau slitlamp.
(Murril, et all, 2004).

Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya
kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini
katarak biasanya telah matang dan pupil mungkin tampak putih (Vaugan G. D,
2000).

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar


celah (slit-lamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain
daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi
pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa
panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.

2.2.8 Penatalaksanaan

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup
dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui
dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan
hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti
katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar
sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.
(Vaugan ,2000; Ilyas S, 2007; Lang, 2000; Kohnen T, 2005)

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih


dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode
yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan
evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan
implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah
lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract
ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga

12
prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE,
ECCE, dan phacoemulsifikasi.

2.2.8.1 Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.


Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan
dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya
dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak
akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat
lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit
yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan. (Vaugan G. D, 2000; Titcomb, 2010; Ocampo,
2009)

2.2.8.2 Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi


lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa
intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah
mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata
dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada
saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang
dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
(Vaugan G. D, 2000; Titcomb, 2010; Ocampo, 2009)

2.2.8.3 Phakoemulsifikasi

Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal


lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di

13
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur
sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui
irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih
dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari.

Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan


katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan
keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.

2.2.8.4 SICS

Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan


teknik pembedahan kecil.teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih
cepat sembuh dan murah (Titcomb, 2010).

Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan
lensa pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai berikut:

 kacamata afakia yang tebal lensanya


 lensa kontak
 lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata
pada saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah
diangkat.

2.2.9 Perawatan Pasca Bedah.

Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya
lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan
untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat
benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2
bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau

14
jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya
dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara
dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat
melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata
permanen ( Biasanya 6-8 minggu setelah operasi). (Vaugan G. D, 2000; Ilyas S,
2007).

Selain itu juga akan diberikan obat untuk :

- Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat
maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa
jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.

- Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan


perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang
tidak sempurna. (Vaugan G. D, 2000; Titcomb, 2010; Victor Vicente, 2010).

- Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.

- Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.

Hal yang boleh dilakukan antara lain :

- Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan

- Melakukan pekerjaan yang tidak berat

- Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki


keatas.

Yang tidak boleh dilakukan antara lain :

- Jangan menggosok mata

- Jangan membungkuk terlalu dalam

- Jangan menggendong yang berat

15
- Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya

- Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar

- Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah

2.2.10 Komplikasi

2.2.10.1 Komplikasi Intra Operatif

Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi
suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata
kedalam luka serta retinal light toxicity.

2.2.10.2 Komplikasi dini pasca operatif

- COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang
keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma
dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan
daerah sentral yang bersih paling sering)

- Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus

- Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak
adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang
tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.
(Ocampo & Vicente Victor D, 2009; Wijana & Nana S.D, 1993)

- Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi

2.2.10.3 Komplikasi lambat pasca operatif

- Ablasio retina

- Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi rendah


yang terperangkap dalam kantong kapsuler.

16
- Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah Malformasi
lensa intraokuler, jarang terjadi.

2.2.11 Pencegahan

80 persen kebutaan atau gangguan penglihatan mata dapat dicegah atau


dihindari. Edukasi dan promosi tentang masalah mata dan cara mencegah
gangguan kesehatan mata. sebagai sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Usaha itu
melipatkan berbagai pihak, termasuk media massa, kerja sama pemerintah, LSM,
dan Perdami. (Vaugan G. D, 2000)

Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu
normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata,
mengonsumsi makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata
dan antioksidan seperti buah-buahan banyak yang mengandung vitamin C,
minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan, kecambah, buncis, telur, hati
dan susu yang merupakan makanan dengan kandungan vitamin E, selenium, dan
tembaga tinggi.

Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan


antioksidan yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai
salah satu penyebab katarak. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3.000
orang dewasa selama lima tahun menunjukkan, orang dewasa yang mengonsumsi
multivitamin atau suplemen lain yang mengandung vitamin C dan E selama lebih
dari 10 tahun, ternyata risiko terkena katarak 60% lebih kecil. Vaugan G. D, 2000

Seseorang dengan konsentrasi plasma darah yang tinggi oleh dua atau tiga jenis
antioksidan ( vit C, vit E, dan karotenoid) memiliki risiko terserang katarak lebih
rendah dibandingkan orang yang konsentrasi salah satu atau lebih antioksidannya
lebih rendah.

Hasil penelitian lainnya yang dilakukan Farida (1998-1999) menunjukkan,


masyarakat yang pola makannya kurang riboflavin (vitamin B2) berisiko lebih
tinggi terserang katarak. Menurut Farida, ribovlafin memengaruhi aktivitas enzim
glutation reduktase. Enzim ini berfungsi mendaur ulang glutation teroksidasi

17
menjadi glutation tereduksi, agar tetap menetralkan radikal bebas atau oksigen.
(Vaugan G. D, 2000; Zorab, et all, 2005).

2.2.12 Prognosis

Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat
jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak
resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada
pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam
penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan
menggunakan snellen chart

18
BAB III. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, VARIABEL,
DEFINISI OPERATIONAL
3.1 Kerangka Teori
Etiologi

Usia Penyakit Sistemik

Penuaan DM

Hidrasi lensa ↓ korteks terus memproduksi Ketidakseimbangan Kadar glukosa darah


serat lensa baru metabolism protein mata meningkat

Metabolit larut air dengan


BM rendah masuk ke sel Serat lensa ditekan menuju Protein dalam serat-serat Kadar glukosa pada
pd nucleus lensa sentral lensa dibawah kapsul aquous humor ↑
mengalamai denaturasi

Korteks lensa > terhidrasi


Densitas lensa
daripada nucleus lensa Kadar glukosa pada
Protein lensa
lensa ↑
berkoagulasi

Lensa menjadi cembung iris


terdorong ke depan Glukosa → sorbitol
oleh enzim aldose
reduktase
Lensa menjadi cembung

Iris terdodrong ke depan Sorbitol menetap


dalam lensa

Aliran COA tak lancar

TIO ↑

Komplikasi Glukoma

Daya akomodasi
lensa terganggu

Penglihatan kabur Katarak Senile

19
3.2 Kerangka Konsep

JENIS KELAMIN

RIWAYAT Diabetes
Mellitus

PASIEN KATARAK SENILE MATA YANG DIOPERASI

VISUS PRE OPERASI

VISUS POST OPERASI

STADIUM KATARAK

JENIS OPERASI

3. 3 Variable Penelitian

3.3.1 Variabel dependent

Variable tergantung dalam penelitian ini adalah katarak senile

3.3.2 Variabe independent

Variable bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik dari penderita katarak
senile

3.4 Definisi Operational

3.4.1 jenis Kelamin – jenis kelamin yang tertera dalam kartu rekam medik,

Kriteria objektif:

1. Perempuan
2. Laki - laki

3.4.2 Umur – umur penderita yang terdapat dalam status di rekam medik.

Kriteria Objektif:

1. Masa dewasa Akhir =36- 45 tahun.

20
2. Masa Lansia Awal = 46- 55 tahun.
3. Masa Lansia Akhir = 56 – 65 tahun.
4. Masa Manula = 65 – sampai atas

3.4.3 Riwayat Diabetes Mellitus – responden yang mempunyai riwayat penyakit


DM yang tercatat dalam status/ Medical Record pasien.

Kriteria Objektif:

1. DM
2. Non DM

3.4.4 Mata yang Dioperasi – sisi mata yang dioperasi pada penderita katarak
senile yang tertera di rekam medik pasien.

Kriteria objektif

1. Kanan
2. Kiri

3.4.5 Visus pre Operasi – hasil visus sebelum melakukan operasi katarak yang
tertera pada rekam medik pasien penderita katarak senile

Kriteria objektif

1. Baik = 6/6 – 6/18 (20/20 - 20/60)


2. Sedang = <6/18 – 6/60 (<20/60 – 20/200)
3. Buruk = <6/60 (<20/200)

3.4.6 Visus post Operasi - hasil visus hari ke-7 setelah operasi katarak yang
tertera pada rekam medik pasien penderita katarak senile

Kriteria objektif:

1. Baik = 6/6 – 6/18 (20/20 - 20/60)


2. Sedang = <6/18 – 6/60 (<20/60 – 20/200)
3. Buruk = <6/60 (<20/200)

21
3.4.7 Stadium Katarak – stadium katarak yang tertera pada rekam medik pasien
penderita katarak senile

Kriteria objektif:

1. Katarak Insipien
2. Katarak Imatur
3. Katarak Matur
4. Katarak Hipermatur

3.4.8 Jenis Operasi – jenis operasi yang dilakukan pada pasien penderita katarak
senile berdasarkan yang tertera pada rekam medic pasien penderita katarak

Kriteria objektif

1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)


2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
3. Phakoemulsifikasi
4. SICS

22
BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kuantitatif dengan


menggunakan desain penelitian cross-sectional, yang mana pengukuran variable
dilakukan pada saat tertentu yang sama untuk mengetahui karakteristik penderita
katarak senile yang telah dilakukan pembedahan di Rumah Sakit Pendidikan
UNHAS, melalui penggunaan rekam medik sebagai data penelitian.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2017 sampai Desember 2017

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah pasien gangguan mata yang terdata di Rumah
Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin mulai dari 01 Januari 2017 – 30 Juni
2017

4.3.2 Sample

Sampel dalam penelitian ini adalah Seluruh pasien yang menderita katarak
senile yang telah dilakukan pembedahan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Hasanuddin mulai dari 01 Januari 2017 – 30 Juni 2017 dengan kriteria yang telah
ditentukan oleh peneliti.

23
4.3.2.1 Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode purposive


sampling yaitu dimana sampel yang diambil dari populasi hanya yang menderita
katarak senile dan telah melalui pembedahan.

4.3.2.2 Kriteria Seleksi

a. Kriteria Inklusi
1. Semua rekam medis di Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Hasanuddin dengan diagnosa katarak senile yang telah dilakukan
pembedahan dalam periode 01 Januari 2017 – 30 Juni 2017.
b. Kriteria Eksklusi
1. Rekam medis pasien katarak senile yang tidak lengkap dan tidak
sesuai dengan variabel yang diteliti.

4.4 Jenis Data dan Instrumen Penelitian

4.4.1 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh di Rumah
Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin.

4.4.2 Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang digunakan dalam


penelitian ini yaitu menggunakan rekam medik sebagai data sekunder.

4.5 Manajemen Penelitian

4.5.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak di Rumah


Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin dengan mengajukan surat permohonan
izin penelitian kepada Direktur Utama Rumah Sakit Pendidikan Unhas. Kemudian
mengisi form pernyataan dan biodata penelitian serta menyelesaikan biaya
administrasi. Setelah itu, data pasien Katarak Senile yang menjalani pembedahan

24
dalam periode yang telah ditentukan dikumpulkan untuk memperoleh data medis
di bagian Rekam Medis Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin.

4.5.2 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul dengan melalui


beberapa tahap, yaitu editing untuk memeriksakan data responden, kemudian data
yang sesuai diberi kode untuk memudahkan melakukan tabulasi dan analisa data,
selanjutnya memasukkan (entry) data ke komputer dan dilakukan pengolahan data
dengan mengunakan teknik komputerisasi.

Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat. Analisis univariat


bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel
penelitian. Data tersebut meliputi karakteristik katarak senile pasien yang diteliti
(umur,jenis kelamin, riwayat diabetes melitus, mata yang dioperasi, visus pre
operasi, visus post operasi, stadium katarak, jenis operasi ). Data-data tersebut
akan dijelaskan dengan nilai jumlah dan persentase masing-masing variabel
dengan menggunakan tabel dan diinterpretasikan berdasarkan hasil yang
diperoleh.

4.5.3 Penyajian Data

Seluruh data yang diperoleh dari penelitian yang telah dikumpulkan kemudian
diolah dengan menggunakan sistem pengolahan data lalu dilakukan analisis. Hasil
akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi sesuai pustaka yang ada.

4.6 Alur Penelitian

Data rekam Pengumpulan data


Persiapan
medik berdasarkan variabel

 Umur
 Jenis kelamin
 Riwayat Diabetes Melitus
Kesimpulan Analisis data  Mata yang Dioperasi
 Visus pre Operasi
 Visus post Operasi
 Stadium Katarak
 Jenis Operasi

25
4.7 Etika Penelitian

Hal – hal yang terkait dengan tika penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak terkait sebagai


permohonan izin untuk melakukan penelitian.
2. Menjaga kerahasiaan identitas pasien sehingga diharapkan tidak ada pihak
yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan
3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak
yang telah dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya

26
BAB V. HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita katarak senile yang


telah dilakukan pembedahan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan November 2017. Penelitian ini
dilakukan dengan mengambil data sekunder dari rekam medik penderita katarak
senile yang telah dilakukan pembedahan pada periode waktu tersebut. Pada
penelitian ini, sampel yang diperoleh berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
sebanyak 101 sampel.

Sampel yang telah diambil dari data rekam medik Rumah Sakit Pendidikan
Universitas Hasanuddin Periode 01 Januari 2017 – 30 Juni 2017 kemudian diolah
untuk mengetahui karakteristik katarak senile berdasarkan umur,jenis kelamin,
riwayat diabetes melitus, mata yang dioperasi, visus pre operasi, visus post
operasi, stadium katarak dan jenis operasi pada penderita katarak senile , sehingga
diketahui distribusi dari penderita katarak senile yang telah dilakukan
pembedahan berdasarkan hal tersebut.

Data yang terkumpul kemudian dimasukkan dan diolah pada aplikasi Microsoft
Excel yang hasilnya dapat dilihat sebagai berikut.

5.2 Distribusi Penderita Katarak

5.2.1 Umur

Karakteristik pasien katarak senile yang telah dilakukan pembedahan


berdasakan umur, diperoleh melalui pengolahan data berikut.

Tabel 5.1
Distribusi Kelompok Umur Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin

USIA N %
36 - 45 6 5.94
46 - 55 31 30.69
56 - 65 29 28.71
>65 35 34.65
JUMLAH 101 100

27
Berdasarkan penelitian, diperoleh data penderita katarak senilis yang paling
banyak adalah kelompok usia >65 tahun dimana terdapat 35 pasien (34.65%),
kemudian diikuti dengan kelompok usia 46-55 tahun sebanyak 31 pasien (30.69
%), kelompok usia 56-55 dan 36-45 masing-masing 29 pasien (28.71%) dan 6
pasien (5.94%).

5.2.2 Jenis Kelamin

Karakteristik pasien katarak senile yang telah dilakukan pembedahan


berdasakan jenis kelamin, diperoleh melalui pengolahan data berikut.

Tabel 5.2
Distribusi Jenis Kelamin Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin

JENIS KELAMIN N %

LAKI - LAKI 45 44.55

PEREMPUAN 56 55.45

JUMLAH 101 100

Berdasarkan penelitian, jenis kelamin pasien katarak senilis yang paling


banyak adalah perempuan yaitu sebanyak 56 pasien (55.45%) dan laki-laki
sebanyak 45 pasien (44.55%).

5.2.3 Riwayat Diabetes Mellitus

Karakteristik pasien katarak senile yang telah dilakukan pembedahan


berdasakan riwayat diabetes mellitus, diperoleh melalui pengolahan data berikut.

Tabel 5.3
Distribusi Riwayat Diabetes Mellitus Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin

RIW. DM N %
DM 35 34.65
NON DM 66 65.35
JUMLAH 101 100
Berdasarkan penelitian, diperoleh mayoritas pasien tidak memiliki riwayat
penyakit Diabetes Mellitus (DM) yaitu sebanyak 66 pasien (65.35%) diikuti
dengan pasien yang memiliki riwayat penyakit DM sebanyak 35 pasien (34.65 %).

28
5.2.4 Mata yang Dioperasi

Karakteristik pasien katarak senile yang telah dilakukan pembedahan


berdasakan mata yang dioperasi, diperoleh melalui pengolahan data berikut.

Tabel 5.4
Distribusi Mata Pasien Katarak Senilis yang Dioperasi di RSP Universitas Hasanuddin

MATA YANG TERKENA N %

KANAN 48 47.52

KIRI 53 52.48

JUMLAH 101 100

Berdasarkan penelitian, sisi mata pasien katarak senilis yang dioperasi paling
banyak adalah mata kiri yaitu sebanyak 53 pasien (52.48 %) dan mata kanan
sebanyak 48 pasien (47.52 %).

5.2.5 Visus Pre Operasi

Karakteristik mata pasien katarak senile yang telah dilakukan pembedahan


berdasakan visus pre operasi, diperoleh melalui pengolahan data berikut

Tabel 5.5
Distribusi Visus Pre Operasi Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin

VISUS PRE OPERASI N %


BAIK 9 8.91
SEDANG 40 39.60
BURUK 52 51.49
JUMLAH 101 100

Berdasarkan penelitian, diperoleh visus pre operasi pasien katarak senilis


kebanyakan sudah mencapai kategori buruk ketika akan dioperasi yaitu terdapat
52 pasien (51.49%), kemudian diikuti dengan kategori sedang dan baik masing-
masing 40 (39.60%) pasien dan 9 (8.91%) pasien.

29
5.2.6 Visus Post Operasi

Karakteristik mata pasien katarak senile yang telah dilakukan pembedahan


berdasarkan visus post operasi, diperoleh melalui pengolahan data berikut

Tabel 5.6
Distribusi Visus Post Operasi Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin

VISUS POST OPERASI N %


BAIK 45 44.55
SEDANG 42 41.58
BURUK 14 13.86
JUMLAH 101 100

Berdasarkan penelitian, diperoleh visus pasien katarak senilis setelah operasi


katarak persentase kategori baik dan buruk tidak jauh berbeda tetapi paling
banyak mencapai kategori baik yaitu terdapat 45 pasien (44.5%), kemudian diikuti
dengan kategori sedang dan buruk masing-masing 42 pasien (41.58%) dan 14
pasien (13.86%).

5.2.7 Stadium Katarak

Karakteristik mata pasien katarak senile yang telah dilakukan pembedahan


berdasarkan stadium katarak, diperoleh melalui pengolahan data berikut

Tabel 5.7
Distribusi Stadium Katarak Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin

STADIUM KATARAK N %
INSIPIEN 0 0.00
IMATUR 84 83.17
MATUR 16 15.84
HIPERMATUR 1 0.99
JUMLAH 101 100

Berdasarkan penelitian, diperoleh stadium katarak yang paling banyak adalah


stadium imatur dimana terdapat 84 pasien (83.17%), kemudian diikuti dengan
stadium matur 16 pasien (15.84%), stadium hipermatur dan stadium insipien
masing-masing 1 pasien (0.99%) dan 0 pasien (0%).

30
5.2.8 Jenis Operasi

Karakteristik mata pasien katarak senile yang telah dilakukan pembedahan


berdasarkan jenis operasi, diperoleh melalui pengolahan data berikut

Tabel 5.8
Distribusi Jenis Operasi Pasien Katarak Senilis di RSP Universitas Hasanuddin

JENIS OPERASI N %
ICCE 0 0.00
ECCE 3 2.97
PHACOEMULSIFIKASI 91 90.10
SICS 7 6.93
JUMLAH 101 100

Berdasarkan penelitian, diperoleh jenis operasi yang dilakukan yang paling


banyak adalah Phacoemulsifikasi dimana terdapat 91 pasien (90.10%), kemudian
diikuti dengan SICS sebanyak 7 pasien (6.93%), ECCE dan ICCE masing-masing
3 pasien (2.97%) dan 0 pasien (0%).

5.2.9 Tabulasi Silang Antara Umur Penderita dan Stadium Katarak

Tabel 5.9
Tabulasi Silang Penderita Katarak Berdasarkan Umur dengan Stadium Katarak di RSP Universitas
Hasanuddin

STADIUM KATARAK
UMUR TOTAL %
IMATUR % MATUR % HIPERMATUR %
36 - 45 6 100 0 0 0 0 6 100
46 - 55 25 80.65 6 19.35 0 0 31 100
56 - 65 23 79.31 6 20.69 0 0 29 100
>65 30 85.71 4 11.43 1 2.86 35 100

Berdasarkan tabulasi silang pada tabel 5.9 menunjukkan jumlah penderita


katarak yang paling banyak pada golongan umur > 65 tahun dengan stadium
katarak senilis imatur sebanyak 30 orang (85.71%) , tertinggi kedua pada
golongan umur 46-55 tahun juga dengan stadium katarak senilis imatur sebanyak
25 orang (80.65%), kemudian diikuti golongan umur 56-65 tahun masih dengan
stadium katarak senilis imatur sebanyak 23 orang (79.31%) dan yang terendah

31
adalah golongan umur 36-45 tahun dengan stadium katarak senilis imatur
sebanyak 6 orang (100%) .

5.2.10 Tabulasi Silang Antara Riwayat DM dan Visus Post Operasi

Tabel 5.10
Tabulasi Silang Penderita Katarak Berdasarkan Riwayat DM dengan Visus Post Operasi di RSP
Universitas Hasanuddin

RIW. VISUS POST OPERASI


TOTAL %
DM BAIK % SEDANG % BURUK %

DM 16 45.71 16 45.71 3 8.57 35 100

NON
29 43.94 26 39.39 11 16.67 66 100
DM

Berdasarkan tabulasi silang pada tabel 5.10 menunjukkan jumlah penderita


katarak yang tidak memiliki riwayat DM paling banyak dengan visus post operasi
kategori baik sebanyak 29 orang (43.94%), kategori sedang sebanyak 16 orang
(45.71%) dan kategori buruk sebanyak 11 orang (16.67%) sedangkan pada
penderita katarak dengan riwayat DM memiliki visus post operasi terbanyak pada
kategori baik dan sedang yaitu masing-masing sebanyak 16 orang (45.71%) dan
yang terendah yaitu kategori buruk 3 orang (8.57%)

32
BAB VI. PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini ada beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi


terjadinya katarak dan hasil operasi yaitu, umur, jenis kelamin, riwayat diabetes
melitus, sisi mata yang dioperasi, visus pre-operasi, visus pasca operasi, stadium
katarak, dan jenis operasi. Untuk mengetahui gambaran karakteristik dari katarak
senilis maka dapat diuraikan:

6.1 Umur

Dari tabel 5.1 diketahui bahwa dari 101 orang penderita katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin, sebagian besar berada pada kelompok umur di atas 65
tahun yaitu 35 pasien (34.65%) dan persentase terkecil berada pada kelompok
umur 36-45 tahun yaitu 6 pasien (5.94%). Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
95% individu yang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai berbagai tingkat
kekeruhan lensa dan menjalani operasi katarak. Peningkatan terjadinya katarak
hingga sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan
semakin meningkat hingga sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75
tahun. (Silalahi E, 2004 ;WHO, 2011)

Data dari buletin WHO tahun 2011, 61% penderita katarak dinegara
berkembang yang dilakukan pembedahan terbanyak berada pada usia pertengahan
65 tahun (58–73 tahun) dan 37% diantaranya berusia kurang dari 50 tahun. (Alexa
I,et all, 2012)

Sesuai dengan Human development index (HDI) yang masih rendah di negara
berkembang yaitu (<0.5). Hal ini terlihat pada cataract surgery rates (CSR), poor
income country, CSR: <500. Hight income country CSR : 4000-6000. (Alexa I,et
all, 2012)

6.2 Jenis Kelamin

Dari tabel 5.2 diketahui bahwa dari 101 orang penderita katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin, sebagian besar adalah perempuan yaitu sebanyak 56
pasien (55.45%) dan laki-laki 45 pasien (44.55%). Distribusi sampel berdasarkan
jenis kelamin didapatkan persentasi pasien laki-laki dan perempuan tidak banyak

33
berbeda. Sesuai dengan penelitian di negara maju yang menyatakan bias antara
wanita dan pria dalam menjalani operasi katarak oleh karena wanita hampir sama
dengan pria dalam eksis memperoleh pelayanan kesehatan. (Alexa I,et all, 2012)

Hal ini juga didukung oleh penelitian oleh Laura pada tahun 2008 terhadap 68
pasien katarak senilis menunjukkan bahwa distribusi pasien katarak senilis
berdasarkan jenis kelamin tidak jauh berbeda yaitu 51,5% perempuan dan 48,5%
laki-laki.

6.3 Riwayat Diabetes Melitus

Dari tabel 5.3 diketahui bahwa dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin, hanya 34.65 % pasien yang memiliki riwayat penyakit
DM, padahal penelitian lain menyebutkan bahwa pasien diabetes melitus
cenderung untuk menderita katarak pada usia lebih muda (Devgan, 2010) dan juga
tidak sesuai dengan Auckland cataract study yang melaporkan hampir 80% dari
penderita katarak yang menjalani pembedahan memiliki riwayat penyakit sistemik
yang signifikan. Riwayat penyakit sistemik yang paling sering adalah diabetes
melitus adalah 34.6%. (Lim AM, 1986)

Hal ini disebabkan pasien katarak senilis yang memiliki riwayat DM di RSP
Universitas Hasanuddin banyak yang menolak untuk dioperasi karena takut akan
komplikasi yang mungkin terjadi pasca operasi dan karena kebanyakan pasien
sudah mencapai stadium kritis dan retinopati diabetika.

6.4 Mata yang Dioperasi

Dari tabel 5.4 diketahui bahwa dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin, sisi mata pasien yang terkena katarak dan dioperasi tidak
berbeda jauh antara mata bagian kiri dan kanan. Dimana mata kiri lebih banyak
walaupun selisihnya sangat kecil yaitu sebanyak 52.48% dan mata kanan
sebanyak 47.52%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Nungki terhadap 80
pasien katarak senilis yang menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara
mata kanan dan mata kiri. Dimana 47.5% pasien pada sampel menjalani operasi

34
katarak pada mata bagian kanan dan 42.5% pasien yang menjalani operasi katarak
pada mata bagian kiri.

6.5 Visus Pre Operasi

Dari tabel 5.5 diketahui bahwa visus dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin 51.49% sudah mencapai kategori buruk, 39.60%
mencapai kategori sedang dan 8.91% masih dalam kategori baik ketika
menjumpai dokter mata. Hal yang sama juga terlihat pada penelitian yang
dilakukan di Oman dimana 80,5% pasien sudah mencapai visus kategori buruk
ketika menjumpai dokter (Khandaker dan Raisi, 2009). Juga didukung oleh
penelitian Alex A Ilechie dan kawan-kawan dalam Internasional journal of health
research, 1,284,000 pasien yang dilakukan operasi katarak dighana tahun 2012,
99.7% diantaranya adalah buta dengan tajam penglihatan pre operasi <3/60. (AA
Ilechie, et all,2012.)

Hal ini dapat dipengaruhi oleh status pendidikan dan ekonomi pasien dimana
kurangnya informasi tentang kesehatan terutama katarak dan pasien dengan status
ekonomi rendah cenderung tidak memprioritaskan pengobatan katarak sebelum
keadaannya benar-benar sangat mengganggu (Pujiyanto, 2004).

6.6 Visus Post Operasi

Dari tabel 5.6 diketahui bahwa visus dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin 44.55% (45) pasien mencapai visus kategori baik dan
41.58% (42) pasien mencapai visus kategori sedang setelah dilakukan tindakan
operasi. Hal ini sesuai dengan Auckland cataract study, penelitian prospektif
terhadap 488 mata yang dilakukan pembedahan katarak, 88% diantaranya dengan
tajam penglihatan paska operasi 6/12 atau lebih. (Lim AM, 1986)

6.7 Stadium Katarak

Dari tabel 5.7 diketahui bahwa dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin, 83.17% pasien katarak berada pada stadium imatur
ketika menjumpai dokter. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien
katarak yang dioperasi di RSP Universitas Hasanuddin sebagian besar sudah

35
memiliki pengetahuan dan informasi tentang kesehatan khususnya katarak. Hal ini
tidak sesuai dengan hasil penelitian Ruth terhadap 72 pasien katarak senilis di
RSUP H. Adam Malik dimana 70,8% pasien katarak sudah mencapai stadium
matur.

6.8 Jenis Operasi

Dari tabel 5.8 diketahui bahwa dari 101 pasien katarak senilis di RSP
Universitas Hasanuddin 90.10 % pasien katarak dilakukan operasi katarak jenis
Phacoemulsifikasi. Hal ini juga didukung Auckland cataract study, penelitian
prospectif obsrvasional 499 mata yang dilakukan pembedahan, mayoritas
prosedur pembedahan adalah small insisi phakoemulsifikasi dengan foldable iol
implant yaitu 97.3%.(Lim AM, 1986)

Hal ini dikarenakan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ketajaman visus
pasca operasi untuk jenis operasi fakoemulsifikasi secara signifikan lebih baik
daripada kelompok EKEK ( p < 0,05 dan odds ratio = 28,5) (RSUP Fatmawati,
2009).

6.9 Tabulasi Silang Antara Umur Penderita dan Stadium Katarak

Berdasarkan tabulasi silang pada tabel 5.9 menunjukkan jumlah penderita


katarak yang paling banyak pada golongan umur > 65 tahun dengan stadium
katarak senilis imatur sebanyak 30 orang (85.71%) dan yang terendah adalah
golongan umur 36-45 tahun dengan stadium katarak senilis imatur sebanyak 6
orang (100%) . Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa adanya hubungan antara usia dan stadium katarak. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa persentase pengaruh usia terhadap stadium katarak adalah
sebesar 59% (Tabandeh et all, 1994)

6.10 Tabulasi Silang Antara Riwayat DM dan Visus Post Operasi

Berdasarkan tabulasi silang pada tabel 5.10 menunjukkan jumlah penderita


katarak yang tidak memiliki riwayat DM paling banyak memiliki visus pasca
operasi dengan kategori baik sebanyak 29 orang (43.94%) sedangkan pada

36
penderita katarak dengan riwayat DM memiliki visus pasca operasi tertinggi
dengan kategori baik dan sedang yaitu masing-masing sebanyak 16 orang
(45.71%). Hasil ini juga didukung oleh penelitian Laura terhadap 68 pasien
katarak dimana tidak terdapat perbedaan visus pasca operasi yang bermakna
antara pasien katarak senilis dengan DM dan nonDM.

37
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Penderita katarak senilis yang paling banyak adalah kelompok berumur >65
tahun dimana terdapat 35 pasien (34.65%), kemudian diikuti dengan kelompok
usia 46-55 tahun sebanyak 31 pasien (30.69 %), kelompok usia 56-55 dan 36-45
masing-masing 29 pasien (28.71%) dan 6 pasien (5.94%).

7.1.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin didapatkan persentasi pasien


laki-laki dan perempuan tidak banyak berbeda yaitu sebanyak 56 (55.45%) pasien
perempuan dan 45 (44.55%) pasien laki-laki.

7.1.3 Mayoritas pasien katarak senilis 66 (65.35%) pasien tidak memiliki riwayat
penyakit Diabetes Melitus

7.1.4 Distribusi sampel berdasarkan sisi mata pasien yang terkena katarak dan
dioperasi tidak ada perbedaan yang signifikan antara mata kiri dan mata kanan.
Dimana mata bagian kiri sebanyak 52.48% dan mata kanan sebanyak 47.52% .

7.1.5 Visus pre operasi pasien katarak senilis kebanyakan sudah mencapai
kategori buruk ketika akan dioperasi yaitu terdapat 52 pasien (51.49%), kemudian
diikuti dengan kategori sedang dan baik masing-masing 40 (39.60%) pasien dan 9
(8.91%) pasien.

7.1.6 Visus post operasi katarak memiliki persentase tiap kategori tidak jauh
berbeda tetapi paling banyak mencapai kategori baik yaitu terdapat 45 pasien
(44.5%), kemudian diikuti dengan kategori sedang dan buruk masing-masing 42
pasien (41.58%) dan 14 pasien (13.86%).

7.1.7 Distribusi sampel berdasarkan stadium katarak mayoritas adalah stadium


imatur dimana terdapat 84 pasien (83.17%).

7.1.8 Jenis operasi yang dilakukan yang paling banyak adalah adalah
Phacoemulsifikasi dimana terdapat 91 pasien (90.10%), kemudian diikuti dengan
SICS sebanyak 7 pasien (6.93%), ECCE dan ICCE masing-masing 3 pasien
(2.97%) dan 0 pasien (0%).

38
7.1.9 Dari hasil tabulasi silang antara umur penderita dan stadium katarak
didapatkan bahwa mayoritas pada pasien berusia > 65 tahun dengan stadium
katarak yang sudah mencapai stadium imatur sebanyak 30 orang (85.71%)

7.1.10 Dari hasil tabulasi silang antara riwayat DM dan visus pasca operasi
didapatkan jumlah penderita katarak yang tidak memiliki riwayat DM paling
banyak memiliki visus pasca operasi dengan kategori baik sebanyak 29 orang
(43.94%) sedangkan pada penderita katarak dengan riwayat DM memiliki visus
post operasi terbanyak pada kategori baik dan sedang yaitu masing-masing
sebanyak 16 orang (45.71%).

7.2 Saran

7.2.1 Bagi institusi pelayanan kesehatan, agar membuat program penanggulangan


untuk penyakit katarak seperti pemeriksaan mata berkala dan operasi katarak
gratis

7.2.2 Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan tentang upaya


pencegahan penyakit katarak

7.2.3 Perlu dilakukan penyuluhan pada penderita katarak yang selesai operasi agar
tetap dalam kondisi yang baik terutama pada pasien DM agar gula darahnya tetap
terkontrol

7.2.4 Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
memperhitungkan factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak
seperti pekerjaan dan factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi visus pasca
operasi.

39
DAFTAR PUSTAKA

AA Ilechie, et all,2012. Evaluation of Post-Operative Visual Outcomes of


Cataract Surgery in Ghana, avalaible at
www.ajol.info/index.php/ijhr/article/view/88801

Alexa I, BS Boadi-Kusi, OV Ndudiri, EA Ofori, 2012. Evaluation of post


operative visual outcomes of cataract surgery in Ghana. Original Research
Article International Journal Health;5910:35-42.

Arimbi, A.T., 2012, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Katarak


Degeneratif di RSUD Budhi Asih Tahun 2011, Universitas Indonesia.

Christanty, Laura, 2008. Perbedaan Visual Outcome Pascaoperasi Katarak


Disertai Penanaman Intraocular Lens Antara Penderita Katarak Senilis Tanpa
Diabetes Mellitus Dengan Diabetes Mellitus Non-Retinopati [Artikel Ilmiah].
Semarang.

Dahlan, M. S., 2009. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam
penelitian kedokteran dan kesehatan. Seri Evidence Based Medicine 2.Edisi2.
Jakarta:Salemba Medika.

Dahlan, M. S., 2011. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Seri Evidence
Based Medicine 1.Edisi5. Jakarta:Salemba Medika.

Devgan, Uday. 2010.‘Cataract surgery in Diabetic Patient’. Retina Today Vol


2010. Available from: http://retinatoday.com/2010/08/cataract-surgery-in-diabet
ic-patients.

Erman, I., Elviani, Y., and Soewito, B. Hubungan Umur dan Jenis Kelamin
dengan Kejadian Katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli Mata) RS. dr. Sobirin
Kab. Musi Waras Tahun 2014. Politeknik Kesehatan Palembang

Harper, R.A., Shock, J.P., 2010. Lensa. In: Whitcher, J.P. &Eva, P.R. (eds.),
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran
Jakarta: EGC.

40
Husain,R., Tong, L., Fong, A., Cheng, J.F., How, A., Chua, W.H.,Lee, L.,et al.
2005. ‘Prevalence of cataract in rural Indonesia’, American Academy of
Ophthalmology Journal,vol. 112, no. 7, pp. 1255-1262.

Ilyas, S., 2009. Kelainan refraksi dan kacamata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Ilyas, S., 2010. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Javadi, M.A., and Ghanavati, S.Z., 2008. Cataracts in Diabetic patients: A review
article. Journal of Opthalmic and Vision Research. Vol. 3, no. 1, pp. 52-65.

Khandekar, R., Raisi A.A., 2009. ‘Assessment of Visual Gain Following Cataract
Surgeries in Oman: A Hospital Based Cohort Study’, Oman Medical Journal, vol.
24, no. 1, pp. 11-16.

Kohnen, T. Cataract and Refractive Surgery,Penerbit Springer, Germany, 2005,


hal 19.

Lang, Gerhard , 2000. Opthalnology, A short Textbook, Penerbit Thieme


Stuttgart, New York, hal 173-185.

Lim AM, 1986. A colour atlas of posterior chamber implants. Singapore:


Publishing Singapore; p. 65-9.

Lindfield, R, Vishwanath, K., Ngounou, F., &Khanna, R.C., 2012. The


Challenges in Improving Outcome of Cataract Surgery in Low and Middle Inco
me Countries. Indian J Ophthalmol. vol 60, no. 5pp. 464–469.

Machan, Carolyn., 2012. Type 2 Diabetes Mellitus and The Prevalence of Age-
Related Cataract in a Clinic Population. University of Waterloo

Malhotra, R., 2008. Eye essentials cataract.Eds Doshi, S. & Harvey, W. China:
Elsevier.

Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B, Dilomo
C.R, et all. (2004). Optometric clinical practice guideline. American optometric
association: U.S.A

41
Ocampo, Vicente Victor D. 2009, Senile Cataract, available at
www.emedicine.com/ last update 22 November 2010.

PERKENI, 2011. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

Pollreisz, A., Schmidt, U., 2010. Diabetic Cataract—Pathogenesis, Epidemiology


and Treatment. Vol. 2010. Available from:
http://www.hindawi.com/journals/joph/2010/608751. [Accesed 5 Agustus 2017].

Preoperative visual acuity among cataract surgery patients and countries state of
development: a global study. Bulletin of the WHO . 2011;89:749-58.

Purnamasari, D, 2010. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam:


Sudoyo, A.W. et al. Buku ajar penyakitdalam. Edisi V, Jilid III. Jakarta: Internal
Publishing.

Purnaningrum, N.P., 2014. Perbedaan Tajam Penglihatan Pascaoperasi


Fakoemulsifikasi pada Pasien Katarak Senilis dengan Diabetes Melitus dan
Tanpa Diabetes Melitus, Universitas Diponegoro.

Rangking RI Keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak Dunia 2011,


PDPERSI. Available from:
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?catid=23&mid=5&nid=618.[Accesed
1 Agustus 2017].

Resnikoff S, pascolini D, moriotti P. S, pokharel P. P. (2008) global magnitude of


visual impartment cause by uncorrected refractive error in 2004. Bulletin of
World Health Organization. Volume 86. Number 1. U.S.A.

Rizkawati, 2012. Hubungan Antara Kejadian Katarak dengan Diabetes Melitus di


Poli Mata RSUD dr. Soedarso Pontianak, Universitas Tanjungpura.

Rosenfeld, S.I. et al, 2007. Basic and clinical course: lens and cataract. Section
2007-2008. Singapore: American Academy of Ophthalmology.

42
Ruth G. Malau, 2015. Karakteristik Pasien Katarak Senilie di RSUP H. Adam
Malik Medan. Medan

Sastroasmoro, S. dan Ismael, S., 2011. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.


Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto.

Silalahi E, 2004. Prevalensi kebutaan akibat katarak di kabupaten karo tahun


2004 [Thesis]. [Medan]: Universitas Sumatera Utara.

Sirlan F, blindness pattern in Indonesia, Sub Directorate Community Eye Health,


Ministry of Healthy, 2000,10-12.

Tabandeh, H. et al, 1994. Lens hardness in mature cataracts. Eye. vol 8, no. 10,
pp. 453–455

Titcomb, Lucy C, 2005. Understanding Cataract Extraxtion, last update 22


November 2010

Vajpayee, Rasik, 2005. Chataract, Juni 2008, available at www.cera.unimelb.edu,


last Update 22 November 2010.

Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab.20 lensa hal
401-406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta.

Victor, Vicente,2010. Cataract Senile, available at www.emedicine.com, last


update 22 November 2010.

WHO, 2012. Global data on visual impairments 2010.WHO Press.

Wijana, Nana S.D, 1993. Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi
Tegal, Jakarta: 190-196

Zorab, A. R, Straus H, Dondrea L. C, Arturo C, Mordic R, Tanaka S, et all.


(2005-2006). Lens and Cataract. Chapter 5 Pathology page 45-69. Section 11.
American Academy of Oftalmology : San Francisco.

43
Lampiran 1 Data Penelitian

Data Pasien Katarak Senilis yang Telah dilakukan Pembedahan di Rumah Sakit
Pendidikan Unhas Pada Periode 01 Januari 2017 – 30 Juni 2017

VISUS VISUS
DIAGNOSA RIW.
NO RM UMUR JK VOD VOS TINDAKAN VOD VOS PRE POST
MEDIS DM
OPERASI OPERASI
OS KATARAK OS PHACO
00.08.08 71THN P 20/40 20/60 20/50 20/40 ADA BAIK BAIK
SENIL IMATUR + IOL
OD KATARAK
73 OD
01.18.78 L 20/150 20/40 SENILE 20/40 20/20 ADA SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OD KATARAK OD TDK
01.80.50 69THN L 20/100F 20/100F 20/70 20/100 SEDANG SEDANG
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK
51 OS
02.46.63 l 20/25 20/70 SENILE 20/150 20/40 ADA SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OS KATARAK
64 OS
03.22.03 P 20/150 1/3OO SENILE 20/150 20/80 ADA BURUK SEDANG
THN SICS+IOL
MATUR
OS KATARAK OS TDK
03.42.02 52THN L 20/30 20/100 20/30 20/70 SEDANG SEDANG
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK
OS TDK
03.50.43 81THN P 1/- 1/- SENILE 1/- 1/- BURUK BURUK
SICS+IOL ADA
MATUR
OD KATARAK
61 OD
03.89.61 P 20/200 20/20 SENILE 20/150 20/40 ADA SEDANG SEDANG
THN PHACO+IOL
IMATUR
OS KATARAK
51 OS
04.04.21 P 20/100 20/60 SENILE 20/100 20/40 ADA BAIK BAIK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OS KATARAK
51 OS TDK
04.08.05 P 20/25 20/70 SENILE 20/20 20/50 SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL ADA
IMATURE
50 OD KATARAK OD
04.35.82 L 20/60F 20/50 20/25 20/30 ADA BAIK BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
58 ODS KATARAK OS PHACO TDK
04.37.93 L 20/30 20/70 20/30 20/25 SEDANG BAIK
THN SENIL IMATUR + IOL ADA
50 OS KATARAK OS
04.61.57 L 20/200 20/150 20/100 25/150 ADA SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
70 OS KATARAK OS
04.68.38 P 20/40 20/40 20/40 20/50 ADA BAIK BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
OD KATARAK
70 OD TDK
04.68.57 P 20/100 20/30 SENILE 20/80 20/30 SEDANG SEDANG
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
71 ODS KATARAK OD TDK
04.83.40 P 20/150 20/50 20/100 20/50 SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK OD
05.12.50 57THN P 1/60 1/60 20/30 20/400 ADA BURUK BAIK
SENIL IMATUR PHACO+IOL
ODS KATARAK OD
05.33.17 55THN P 20/70 1/300 20/60 1/300 ADA SEDANG BAIK
SENIL IMATUR PHACO+IOL
OD KATARAK
OD TDK
05.46.26 62THN L 20/150 20/150 SENIL 20/80 20/150 SEDANG SEDANG
PHACO+IOL ADA
IMMATUR
OD KATARAK
73 OD TDK
05.51.65 P 20/150 20/50 SENILE 20/80 20/60 SEDANG SEDANG
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR

44
OS KATARAK
OS PHACO TDK
05.56.88 67THN L 20/20 20/400 SENILE 20/20 20/70 BURUK SEDANG
+ IOL ADA
IMATUR
48 OD KATARAK OD TDK
05.85.31 P 20/200 1/- 6'/20 1/- SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
71 ODS KATARAK OS TDK
05.92.33 P 2/60 20/80 2'/60 20/40 SEDANG BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK
51 OS TDK
05.93.97 P 20/150 20/200 SENILE 20/150 20/150 SEDANG SEDANG
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
52 OS KATARAK OS TDK
06.08.66 P 1'/60 20/200 20/200 20/30 SEDANG BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK OS TDK
06.14.21 56THN L 1/~ 1/60 1/300 20/200 BURUK SEDANG
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OD KATARAK
65 OD
06.24.50 L 1'/60 20/60 SENILE 1'/60 20/60 ADA BURUK BURUK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OD KATARAK OD PHACO TDK
06.52.60 63THN P 20/200 20/50 20/40 20/50 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
70 OS KATARAK OS TDK
06.53.26 L 20/80 20/200 20/70 20/60 SEDANG BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK OS
06.66.28 51THN L 20/30 1/60 20/40 20/30 ADA BURUK BAIK
SENIL IMATUR PHACO+IOL
OS KATARAK
51 OS
07.03.96 P 20/80 20/60 SENILE 20/80 20/40 ADA BAIK BAIK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OD KATARAK
66 OD
07.09.12 L 20/150 20/50 SENILE 20/60 20/50 ADA SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL
IMATUR
OS KATARAK
59 OS
07.13.80 L 20/70 1/- SENILE 20/60 20/150 ADA BURUK SEDANG
THN SICS+IOL
MATUR
ODS KATARAK
65 OD
07.15.48 P 1/60 1/60 SENILE 20/100 20/80 ADA BURUK SEDANG
THN PHACO+IOL
IMATUR
ODS KATARAK
49 OD TDK
07.15.85 P 20/400 20/400 SENILE 20/30 20/400 BURUK BAIK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
OD KATARAK
47 OD TDK
07.18.35 L 1/- 1'/60 SENILE 1/- 2'/60 BURUK BURUK
THN SICS+IOL ADA
MATUR
ODS KATARAK
73 OD
07.19.48 L 0.5/60 0.5/60 SENILE 20/80 0.5/60 ADA BURUK SEDANG
THN PHACO+IOL
IMATUR
OD KATARAK
51 OD TDK
07.19.75 P 1/60 20/80 SENILE 1'/60 20/80 BURUK BURUK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
ODS KATARAK
OD
07.21.34 63 thn p 1/60 1/60 SENILE 20/70 1'/60 ADA BURUK SEDANG
PHACO+IOL
IMATUR
OD KATARAK
51 OD
07.21.49 P 1/300 1'/60 SENILE 20/100 1'/60 ADA BURUK SEDANG
THN ECCE+IOL
MATUR
77 OD KATARAK OD TDK
07.22.96 P 20/70 20/80 20/60 20/80 SEDANG BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
50 ODS KATARAK OD TDK
07.24.40 P 1'/60 20/40 3'/60 20/40 BURUK BURUK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK
51 OS TDK
07.24.79 L 20/80 0.5/60 SENILE 20/70 20/400 BURUK BURUK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR

45
OS KATARAK OS
07.25.28 67THN P 3/60 1/60 1/60 20/40 ADA BURUK BAIK
SENIL IMATUR SICS+IOL
OD KATARAK
51 OS TDK
07.28.39 P 1'/60 20/20 SENILE 1/- 20/30 BAIK BAIK
THN PHACO+IOL ADA
MATUR
OS KATARAK OS PHACO TDK
07.30.28 47THN L 20/400 1/300 20/400 1/- BURUK BURUK
SENIL IMATUR + IOL ADA
ODS KATARAK OS
07.36.19 70THN P 20/150 1/2/60. 20/200 1/300 ADA BURUK BURUK
SENIL IMATUR PHACO+IOL
45 ODS KATARAK OD TDK
07.38.25 P 20/200 20/70 20/70 20/70 SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
62 OS KATARAK OS TDK
07.38.65 L 20/25 20/200 20/25 20/80 SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK
OS TDK
07.40.77 56THN L 20/70 20/150 SENILE 20/70 20/50 SEDANG BAIK
PHACO+IOL ADA
MATUR
OD KATARAK OD TDK
07.42.39 43THN P 20/150 20/400 20/50 20/400 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OD KATARAK OD PHACO TDK
07.42.76 66THN P 20/80 20/40 20/60 20/50 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
OD KATARAK
OD TDK
07.43.86 80THN P 20/400 20/150 SENILE 20/150 4'/60 BURUK SEDANG
PHACO+IOL ADA
MATUR
70 ODS KATARAK OS
07.44.23 P 3'/60 1'/60 3'/60 20/40 ADA BURUK BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
OS KATARAK
72 TDK
07.47.36 L 20/40 1/60 SENILE OS SICS 20/40 20/300 BURUK BURUK
THN ADA
MATUR
54 OS KATARAK OS TDK
07.47.71 P 1/60 1/300 1'/60 20/40 BURUK BAIK
THN SENIL MATUR ECCE+IOL ADA
OS KATARAK OS TDK
07.48.61 76THN L 20/150 20/30 20/100 20/30 BAIK BAIK
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK OS TDK
07.52.66 75THN L 0 1/300 0 3'/60 BURUK BURUK
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK OS PHACO TDK
07.53.53 65THN L 20/40 20/100 20/40 20/40 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
42 OS KATARAK OS PHACO TDK
07.55.17 L 20/150 1/2/60 20/100 20/40 BURUK BAIK
THN SENIL IMATUR + IOL ADA
ODS KATARAK
51 OD
07.55.70 L 20/280 1/300 SENILE 20/200 1/300 ADA BURUK SEDANG
THN PHACO+IOL
IMATUR
ODS KATARAK
65 OS TDK
07.56.94 P 1/2/60 1/300 SENILE 1'/60 20/100 BURUK SEDANG
THN SICS+IOL ADA
IMATUR
OD KATARAK
70 OD
07.58.05 L 1/60 20/40 SENIL 20/60 20/40 ADA BURUK BAIK
THN PHACO+IOL
IMMATUR
OS KATARAK OS PHACO
07.58.16 46THN L 1/300 20/400 1/- 20/70 ADA BURUK SEDANG
SENIL IMATUR + IOL
55 OD KATARAK OD TDK
07.58.81 L 1/300 20/30 1/300 20/30 BURUK BURUK
THN SENIL MATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK
55 OD TDK
07.59.35 L 20/150 20/50 SENIL 20/100 20/25 SEDANG SEDANG
THN PHACO+IOL ADA
IMMATUR
70 ODS KATARAK OS TDK
07.61.66 P 20/70F 1/2/60 20/80 20/200 BURUK SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
69 ODS KATARAK OD TDK
07.62.98 P 1/60 1/2/60 20/150 0.5/60 BURUK SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
07.63.07 45THN L 20/150 20/70 OD KATARAK OD 20/70 20/100 TDK SEDANG SEDANG

46
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK
OS TDK
07.63.23 62THN L 0 1/2/60. SENILE 0 20/60 BURUK BAIK
PHACO+IOL ADA
IMATUR
OS KATARAK OS PHACO TDK
07.63.81 65THN P 20/70 20/80 20/70 20/30 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
OS KATARAK
90 OS TDK
07.64.77 P 1/300 1/300 SENIL 0.5/60 20/40 BURUK BAIK
THN PHACO+IOL ADA
HIPERMATUR
OD KATARAK OD PHACO TDK
07.66.54 62THN L 1/300 20/50 20/40 20/50 BURUK BAIK
MATUR + IOL ADA
ODS KATARAK OD PHACO TDK
07.69.22 75THN P 20/80 20/80 20/60 20/80 SEDANG BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
OS KATARAK
61 OS TDK
07.70.88 P 20/70 20/80 SENILE 20/70 20/30 SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
OD KATARAK OD PHACO
07.71.08 61THN L `3/60 20/100 20/40 20/200 ADA BURUK BAIK
SENIL IMATUR + IOL
ODS KATARAK OD PHACO TDK
07.71.10 72THN L 2/60 20/150 20/40 20/50 BURUK BAIK
SENIL IMATUR + IOL ADA
OS KATARAK
47 OS TDK
07.71.66 L 20/25 20/200 SENILE 20/30 20/30 SEDANG BAIK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
ODS KATARAK
OD PHACO
07.71.73 58THN P 20/200 20/70 SENILE 20/150 20/70 ADA SEDANG SEDANG
+ IOL
IMATUR
ODS KATARAK OD PHACO TDK
07.72.17 73THN L `1/60 `2/60 20/80 20/150 BURUK SEDANG
SENIL IMATUR + IOL ADA
OS KATARAK
63 OS TDK
07.73.50 L 20/30 1/300 SENILE 20/30 1'/60 BURUK BURUK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
61 OS KATARAK OS TDK
07.75.54 P 20/400 20/200 20/400 20/200 SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OD KATARAK
61 OD PHACO
07.76.56 P 20/400 20/25F SENILE 20/70 20/20 ADA BURUK SEDANG
THN + IOL
MATUR
OD KATARAK
OD TDK
07.77.42 58THN P 1/300 20/150 SENIL 20/70 20/150 BURUK SEDANG
PHACO+IOL ADA
IMMATUR
OS KATARAK
68 OS TDK
07.77.69 P 20/100 1/60 SENILE 20/100 20/50 BURUK BAIK
THN PHACO+IOL ADA
MATUR
OS KATARAK
OS TDK
07.90.19 67THN L 20/70 1/60 SENIL 20/70 20/80 BURUK SEDANG
PHACO+IOL ADA
IMMATUR
70 OS KATARAK OS
07.91.12 P 20/60 20/60 20/80 20/30 ADA BAIK BAIK
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
ODS KATARAK
80 OS TDK
07.95.18 L 3'/60 6'/60 SENILE 20/100 1'/60 SEDANG BURUK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
ODS KATARAK
64 OS TDK
07.95.20 P 3'/60 2'/60 SENILE 20/150 20/100 BURUK SEDANG
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
49 ODS KATARAK OD
07.95.57 P 20/150 20/150 20/80 20/100 ADA SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
OS KATARAK
OS TDK
07.98.04 43THN L 20/20 20/40 SENIL 20/20 20/40 BAIK BAIK
PHACO+IOL ADA
IMMATUR
07.98.35 71THN P 20/40 20/70 ODS KATARAK OS 20/80 20/30 TDK SEDANG BAIK

47
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
ODS KATARAK OD
08.02.07 63THN L 20/400 20/200 20/100 20/200 ADA BURUK SEDANG
SENIL IMATUR PHACO+IOL
45 OD KATARAK OD
08.02.46 P 0.5/60 20/400 20/100 20/400 ADA BURUK SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL
OD KATARAK
OD
08.03.94 59THN P 1/- 20/60 SENILE 1/300 20/60 ADA BURUK BURUK
PHACO+IOL
IMATUR
OS KATARAK
OS
08.05.24 55THN P 20/40 0.5/60 SENIL 20/40 20/70 ADA BURUK SEDANG
PHACO+IOL
IMMATUR
OD KATARAK OD TDK
08.05.75 58THN L 1/- 20/400 20/50 20/150 BURUK BAIK
SENIL MATUR PHACO+IOL ADA
OD KATARAK OD TDK
08.06.91 54THN P 1/300 1/300 20/100 1/300 BURUK SEDANG
SENIL MATUR ECCE+IOL ADA
ODS KATARAK
46 OS TDK
08.07.34 L 20/60 1/60 SENILE 20/80 20/30 BURUK BAIK
THN PHACO+IOL ADA
IMATUR
67 ODS KATARAK OD TDK
08.08.05 P 20/100 20/100 20/70 20/100 SEDANG SEDANG
THN SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA
OS KATARAK OS TDK
08.09.94 46THN P 20/70 20/150 20/60 20/100 SEDANG SEDANG
SENIL IMATUR PHACO+IOL ADA

48
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dan Surat Permohonan Izin
Pengambilan Data

49
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Rekomendasi Etik

50
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik

51
Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL

Bersama ini kami selaku pembimbing skripsi mahasiswa :

Nama : Haspiani M

Stambuk : C111 14 003

Menyetujui judul skripsi mahasiswa tersebut di atas dengan judul :

“KARAKTERISTIK PENDERITA KATARAK SENILIS YANG TELAH


DILAKUKAN PEMBEDAHAN KATARAK DI RUMAH SAKIT
PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN PERIODE 1 JANUARI
2017 – 30 JUNI 2017”

Makassar, 15 Maret 2017

dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes


NIP.19810106 201404 1 001

52
Lampiran 6

LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL

Kami selaku pembimbing Skripsi mahasiswa:

Nama : Haspiani M

Stambuk : C111 14 003

Judul Skripsi : Karakteristik Penderita Katarak Senile yang Telah


Dilakukan Pembedahan Di Rumah Sakit Pendidikan
Universitas Hasanuddin Pada Periode 01 Januari 2017
– 30 Juni 2017

Menyatakan bahwa mahasiswa ini telah mempresentasikan proposal


skripsinya pada :

Hari/tanggal : Rabu, 30 Agustus 2017

Waktu : 10.30 WITA

Tempat : Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas


Hasanussin

Makassar, 30 Agustus 2017

dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes


NIP.19810106 201404 1 001

53
Lampiran 7

LEMBAR PERSETUJUAN HASIL

Kami selaku pembimbing Skripsi mahasiswa :

Nama : Haspiani M

Stambuk : C111 14 001

Judul Skripsi : Karakteristik Penderita Katarak Senile yang Telah


Dilakukan Pembedahan Di Rumah Sakit Pendidikan
Universitas Hasanuddin Pada Periode 01 Januari 2017
– 30 Juni 2017

Menyatakan bahwa mahasiswa ini telah mempresentasikan hasil


penelitian skripsinya pada :

Hari/tanggal : Jumat/24 November 2017

Waktu : 15.30 WITA

Tempat : Bagian Oftalmologi Komunitas Fakultas Kedokteran


Universitas Hasanuddin

Makassar, 24 November 2017

dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH., Sp.M (K)., M.Kes


NIP.19810106 201404 1 001

54
Lampiran 8

DATA DIRI PENULIS

Nama Lengkap : Haspiani M


Nama Panggilan : Pia
NIM : C11114003
Tempat, Tanggal Lahir : Enrekang, 20 September 1996
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Jurusan/Fakultas : Pendidikan Dokter / Kedokteran
Nama Orangtua :
Ayah : Drs. Muhammad

Ibu : Nurbudiati B, SE

Anak Ke :5
Alamat : Perumahan Patra Residence Barombong BlokD/35
Telepon : 085341018218
Email : haspianimuhammad@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

No. Jenjang Pendidikan Asal Tahun Tamat


1. Sekolah Dasar SDN 73 Sudu 2008

2. Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri 1 Alla 2011


3. Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Alla 2014

55
56

Anda mungkin juga menyukai