Anda di halaman 1dari 4

BAGAIMANA MEMAHAMI BENCANA (MUSIBAH)

Oleh: Mohamad Dzikron, Lc., M.Hum.

Kita di Indonesia ini mendapatkan anugerah dari Allah dengan sangat luar biasa. Yang pertama
saat ini kita menjadi negara di dunia yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam. Selain
itu, kita di Indonesia ini diberi Allah kekayaan alam yang melimpah ruah. Secara geografis,
wilayah Indonesia dengan sangat strategis menjadi pusat peradaban dunia. Namun demikian
dengan struktur alam yang luar biasa ini, Indonesia juga mengandung potensi-potensi alamiah
yang membahayakan sekaligus menghancurkan. Ada potensi gempa bumi, tsunami, badai,
gunung berapi, banjir, tanah longsor, puting beliung daan lain sebagainya. Indonesia terletak di
kawasan pertemuan tiga lempengan bumi, yaitu Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia. Indonesia
juga terletak di daerah sabuk api (ring of fire) dimana 187 gunung berapi berderet-deret dari
barat ke timur.

Di samping faktor alam yang dapat menyebabkan bencana, ada juga kompleksitas kondisi
masyarakatnya. Itu dapat dilihat dari sisi demografi (kepadatan penduduk) dan dari segi ekonomi
dan kesenjangan sosial, yang ini tentu menambah tingginya kerentanan terhadap peristiwa
bencana alam itu sendiri. Menurut sebuah data, saat ini Indonesia menempati ranking pertama
dari 265 negara di dunia yang terdapat resiko tsunami. Ranking pertama juga dari 162 negara
untuk resiko mengalami tanah longsor, ranking ke 3 dari 153 negara terhadap resiko gempa bumi
dan rangking ke 6 dari 162 negara untuk resiko benacana banjir.

Berangkat dari fakta di atas, hal yang perlu dipikirkan dan dilakukan terkait dengan potensi
bencana di Indonesia sesungguhnya tidak terbatas pada sebelum dan saat terjadinya bencana,
tetapi juga setelah terjadinya bencana atau sampai pemulihan.

Pandangan Islam tentang bencana?

Bencana secara definitif selalu dihubungkan dengan keadaan di mana sejumlah orang mengalami
kematian, kerusakan rumah tempat tinggal dan bangunan atau satu keadaan negatif yang
berlangsung terus menerus. Dalam bahasa Arab bencana dikenal dengan al-karitsah, yaitu suatu
keadaan yang diliputi oleh kesulitan. Istilah lainnya dari bencana juga adalah al-baliyah dan ad-
dahr yang bisa dimaknai sebagai perkara yang tidak disukai oleh manusia semisal kemalangan
dan musibah. Dalam al-Quran dan hadis kata bencana dapat ditemukan dalam istilah yang
bervariasi, meskipun dengan penekanan makna yang berbeda-beda dan dengan konteks yang
berbeda-beda pula. Ada musibah, bala, fitnah, azab, halak, tadmir, tamziq, iqab dan nazilah.

Memperhatikan istilah-istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa bencana yang terjadi


sesungguhnya adalah akibat dari perbuatan manusia sendiri, baik itu karena kerusakan alam yang
ia lakukan atau karena kelalainnya dalam bertindak dan dalam mengantisipasi terjadinya
bencana. Namun di sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa kesemuanya itu sudah menjadi
ketentuan dan hukum Allah yang telah tertulis di lauhil mahfuz.

Dalam tataran makna, bencana yang terjadi dan mendatangkan gangguan yang serius bagi
kehidupan manusia dalam bahasa al-Quran dan hadis disebut dengan musibah. Terkadang
bencana mengakibatkan kerugian, kerusakan dan kehancuran (tadmir dan tamziq), atau
1
lumpuhnya fungsi-fungsi sosial (halak dan fasad), dan terjadinya kekacauan (fitnah). Bencana
dapat saja menimpa orang yang bersalah (berdosa) dan juga yang tidak bersalah (tidak berdosa).
Jika manusia yang berdosa ditimpa kerugian akibat bencana tersebut maka hal itu dapat
bermakna iqab, nazilah atau bahkan azab. Kalau bencana itu menimpa orang yang tidak berdosa
maka bisa disebut bala, yaitu ujian untuk melihat kualitas keimanan mereka.

Bagaimana memahami bencana yang kita alami

Akhir-akhir ini, banyak sekali musibah yang menimpa negeri kita tercinta. Mulai dari gempa di
Kalibening, di Lombok, kemudian tanah longsor, gempa bumi dan tsunami di Palu dan
Donggala. Jika dilihat mengunakan kacamata sains, maka bencana alam tersebut merupakan
suatu fenomena alam yang terjadi akibat adanya ketidakseimbangan ekosistem yang ada di bumi
ini, baik itu diakibatkan oleh alam ataupun yang diakibatkan oleh manusia. Akan tetapi jika kita
melihat menggunakan kacamata keimanan, maka musibah tersebut merupakan suatu teguran
yang Allah berikan atas kelalaian, dosa dan maksiat yang telah kita perbuat selama ini. Dan
dalam keimanan kita bencana atau musibah juga merupakan tanda-tanda dari terjadinya kiamat
(kiamat sughra).

Terlepas dari itu semua, musibah-musibah tersebut merupakan suatu ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah swt. Bencana adalah takdir yang harus kita imani. Sikap tawakal
merupakan hal yang harus kita kedepankan. Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 51

َ‫َّللاِ فَ ْليَتَ َو اك ِل ْال ُمؤْ ِمنُون‬


‫علَى ا‬
َ ‫َّللاُ لَنَا ُه َو َم ْو ََّلنَا ۚ َو‬
‫ب ا‬ َ َ‫صي َبنَا إِ اَّل َما َكت‬
ِ ُ‫قُ ْل لَ ْن ي‬
)٥١(
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang Telah ditetapkan Allah
untuk kami. dialah pelindung kami, dan Hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus
bertawakal.”

Ada tiga pelajaran penting yang dapat diambil dari musibah-musibah tersebut. Yang pertama
adalah dengan adanya musibah tersebut, Allah ingin menguji kualitas keimanan hamba-Nya.
Allah berfirman:

‫) َولَقَ ْد فَتَناا الاذِينَ ِم ْن‬٢( َ‫اس أَ ْن يُتْ َر ُكوا أَ ْن يَقُولُوا آ َمناا َو ُه ْم َّل يُ ْفتَنُون‬
ُ ‫ِب النا‬ َ ‫أَ َحس‬
)٣( َ‫صدَقُوا َولَيَ ْعلَ َم ان ْال َكا ِذبِين‬َ َ‫َّللاُ الاذِين‬ ‫قَ ْب ِل ِه ْم فَلَيَ ْعلَ َم ان ا‬
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami Telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang
yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.(QS al-Ankabut : 2-3)

Dalam musibah ada pelajaran tentang keimanan yang dapat kita ambil. Bukankah dengan
musibah tersebut kita jadi mengetahui bahwa kita adalah hamba yang lemah dan tidak memiliki
kekutatan sedikitpun, kecuali hanya dari Allah semata.

2
Semakin tinggi pohon, maka semakin besar pula angin yang akan menerpanya. Dalam
memberikan ujian kepada hamba-Nya, Allah selalu mempertimbangkan kadar iman yang ada
pada hamba tersebut. Semakin baik imannya, semakin berat pula ujiannya. Dan perlu dipahami
pula, bahwa Allah tidak pernah menguji seseorang di luar batas kemampuannya. Allah tidak
akan menguji orang yang derajat dan kemampuannya rendah dengan ujian yang berat. Dan
sebaliknya, Allah tak akan menguji orang yang derajatnya tinggi dengan ujian yang ringan. Allah
berfirman:

ۚ ‫سا إِ اَّل ُو ْس َع َها‬


ً ‫َّللاُ نَ ْف‬
‫ف ا‬ ُ ‫ََّل يُ َك ِل‬
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS Al Baqarah :
286)

Pelajaran kedua adalah bahwa Allah ingin menguji kesabaran kita. Firman Allah dalam surat
Al-Baqarah ayat 155-156:

ۗ‫ت‬ ِ ‫ص ِمنَ ْاْل َ ْم َوا ِل َو ْاْلَنفُ ِس َوالث ا َم َرا‬ ٍ ‫ف َو ْال ُجوعِ َونَ ْق‬
ِ ‫ش ْيءٍ ِمنَ ْالخ َْو‬
َ ِ‫َولَنَ ْبلُ َونا ُكم ب‬
‫صيبَةٌ قَالُوا إِناا ِ اّلِلِ َوإِناا إِلَ ْي ِه‬ َ َ ‫) الاذِينَ إِذَا أ‬١٥٥( َ‫صابِ ِرين‬
ِ ‫صابَتْ ُهم ُّم‬ ‫َوبَش ِِر ال ا‬
)١٥٦( َ‫اجعُون‬ ِ ‫َر‬
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna
lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah
kami kembali.)

Musibah bertujuan untuk melatih kesabaran kita. Bukankah kita butuh kesabaran dalam segala
hal? Kita tidak akan dapat teguh dalam menjalankan kebenaran dan syariat Allah kecuali dengan
bersabar dalam mentaati Allah, dan kita tidak akan dapat menjauhi kebathilan kecuali dengan
cara sabar untuk tidak bermaksiat kepada Allah. Alangkah indahnya kesabaran itu, dan
kesabaran adalah bekal yang dapat mengantarkan ke surga yang penuh dengan kenikmatan.

Sifat sabar itu hanya dikaruniakan Allah kepada manusia, tidak kepada makhluk-makhluk yang
lain. Karena manusia mempunyai hawa nafsu, ia juga dianugerahi akal untuk mengendalikan
hawa nafsu itu supaya jangan sampai merusak atau merugikan orang lain. Sedangkan hewan
hanya diperlengkapi dengan hawa nafsu saja, tanpa mempunyai akal. Oleh sebab itu ia tidak
mampu bersikap sabar. Malaikat juga tidak memerlukan sifat sabar, karena ia tidak memiliki
hawa nafsu.

Sebagaimana ayat dalam surat al-Baqarah ayat 155 di atas bahwa orang yang sabar akan
mendapatkan kabar gembira dari Allah. Maksudnya adalah bahwa mereka akan mendapatkan
pahala yang tak terhingga karena kesabarannya. Akan tetapi, pahala ini tidak akan dapat dicapai
kecuali dengan kesabaran pada saat pertama kali mengalami kegoncangan (karena tertimpa
musibah)

3
Pelajaran ketiga atau yang terakhir adalah bahwa Allah ingin menguji sejauh mana kepedulian
kita terhadap saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Rasulullah saw bersabda:

َ ‫ع ْو ِن ْالعَ ْب ِد َما َكانَ ْالعَ ْبدُ فِي‬


‫ع ْو ِن أَ ِخي ِه‬ َ ‫َوهللاُ فِـي‬
Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.

Dari hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa selama kita menolong saudara kita yang tengah
mengalami kesulitan maka pasti Allah akan menolong kita. Kita dapat memberikan pertolongan
kepada saudara-saudara kita yang terkena musibah baik berupa harta atau tenaga. Atau jika tidak
bisa keduanya, kita dapat mendoakan mereka agar senantiasa diberikan kesabaran dan ketabahan
dalam menghadapi cobaan tersebut.

Kesimpulan dari itu semua hendaknya kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan
kita kepada Allah swt agar kita dihindarkan dari musibah dan diberikan rahmat oleh Allah,
sebagaimana firmannya dalam surat al-A’raf ayat 96:

ِ ‫اء َو ْاْل َ ْر‬


‫ض‬ ِ ‫س َم‬
‫ت ِمنَ ال ا‬ َ ‫َولَ ْو أ َ ان أَ ْه َل ْالقُ َر ٰى آ َمنُوا َواتاقَ ْوا لَفَتَ ْحنَا‬
ٍ ‫علَ ْي ِهم بَ َر َكا‬
)٩٦( َ‫َو ٰلَ ِكن َكذابُوا فَأ َ َخ ْذنَا ُهم ِب َما َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-
ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Wallahu a’lam bish shawab

Anda mungkin juga menyukai