Anda di halaman 1dari 12

Tinjauan Pustaka

Mekanisme Kimiawi dalam Menjaga Keseimbangan Asam Basa oleh Sistem Pernafasan
Jessica
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wancana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. Telephone: (021)5694-2051.
Alamat Korespondensi: Jessica.2013fk034@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Sistem pernapasan manusia tidak terbatas untuk berfungsi dalam pertukaran oksigen dan
karbon dioksida, melainkan bersama dengan sistem peredaran darah, memiliki fungsi dalam
menjaga keseimbangan pH yang memiliki rentang diantara 7,3 sampai 7,4. Perubahan kecil
dalam pH keseimbangan ini tidak hanya mempengaruhi sistem yang terlibat, tetapi juga seluruh
sistem tubuh, karena perubahan pH dapat mempengaruhi kerja enzim sehingga mempengaruhi
sebagian besar kegiatan metabolik. Itulah sebabnya kisaran pH manusia sangat kecil dan harus
terus dipertimbangkan pada setiap kasus. Apa hubungan sistem pernapasan dengan
keseimbangan pH? Karena sebagian besar pH keseimbangan dipertahankan melalui Hemoglobin
yang juga berfungsi dalam mengangkut oksigen dan karbon dioksida. Bahkan oksigen dan
karbon dioksida keduanya memiliki hubungan langsung dengan reaksi metabolisme yang
mempengaruhi Hemoglobin dan sistem penyangga lainnya dalam sistem peredaran darah seperti
H2CO3 atau lebih dikenal sebagai asam karbonat. Mengetahui biokimia dibalik mekanisme ini
tidak cukup, sehingga mempelajari anatomi sistem pernapasan akan membantu kita memahami
lokasi organ yang bersangkutan dan mempelajari fisiologi respirasi akan menjelaskan kepada
kita proses atau mekanisme pernafasan. Selain itu, kita juga perlu mencari penyebab, kondisi,
situasi, dan mekanisme kompensasi yang akan terjadi ketika pH itu tidak dalam kesetimbangan,
biasanya disebut sebagai asidosis, keadaan di mana pH asam atau di bawah 7,3, dan alkalosis,
keadaan di mana pH tubuh dasar atau di atas 7,4.

Kata kunci: keseimbangan, asam, basa


Abstract

Human respiratory system is not limited to only function in exchanging of oxygen and
carbon dioxide, but instead combined with the circulatory system, it also functions in
maintaining the pH equilibrium which ranges between 7,3 to 7,4. A slight change in this pH
equilibrium can affect not only the systems that were involved, but also the rest of body systems,
because change in pH can affect the work of enzymes thus disturbing most of metabolic
activities. That is why human’s pH range is very small and shall be constantly be considered at
any case. What is the correlation of the respiratory system with the pH balance? Because most of
the circulatory pH equilibrium is maintained through Hemoglobin which also functions in
transporting both oxygen and carbon dioxide. In fact, oxygen and carbon dioxide both have
direct association with the metabolic reactions that affects both Hemoglobin and other buffer
systems in the circulatory systems like H2CO3 or known as carbonic acid. Knowing the
biochemistry behind the mechanism is not enough, thus learning anatomy of the respiratory
system will help us understand the locations and learning the physiology of respiration will
explain to us the process or mechanism. In addition, we also need to explore the causes,
conditions, circumstances, and the compensation mechanism that will occur when the pH was
not in equilibrium, normally referred as acidosis, the state in which the pH is acidic or below
7,3, and alkalosis, the state in which the body pH is basic or above 7,4.

Key Word: equilibrium, acid, alkali

Pendahuluan

Sistem pernafasan adalah kumpulan dari organ-organ tubuh yang berperan dalam
pernafasan yang pada dasarnya merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 dari udara atmosfer
kedalam sistem peredaran darah dan vice versa. Selain dari pertukaran gas yang terjadi terdapat
juga mekanisme kimiawi yang berfungsi sebagai buffer dan penting dalam mempertahankan
keseimbangan asam-basa yang terdapat pada tubuh. Penting juga untuk mengetahui mekanisme
kimiawi dan fisiologis namun ada baiknya untuk mengenal struktur anatomis saluran pernafasan
dan bagian-bagian yang berperan dalam mekanisme penting ini. Ditambah lagi saya akan
membahas beberapa topik menurut skenario yang sudah diberikan, yakni skenario 9 dimana
topik alkalosis metabolik berserta kompensasinya penting untuk dibahas. Makalah ini bertujuan
untuk dapat membahas aspek-aspek anatomi, fisiologi dan terutama biokimia dari pembahasan
skenario 9. Dengan ini topik pembahasan akan saya mulai dengan pembahasan singkat anatomi
saluran pernafasan, mekanisme fisiologi respirasi, kemudian mekanisme kimiawi keseimbangan
asam-basa, serta pembahasan alkalosis metabolik berserta kompensasinya.1

Anatomi saluran pernafasan

Sistem saluran pernafasan dimulai oleh rongga hidung, rongga mulut, Nasofaring, Faring,
Laring, Trakea, Bronki primer, sekunder, dan tersier, Bronkiolus, Bronkiolus terminalis,
respiratorius, ductus alveoris, saccus alveoris, dan serta alveoli, seperti gambar yang
terlampirkan dibawah ini. Saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua yakni yang konduktif
atau berfungsi sebagai saluran saja dan respiratorius dimana sudah ada pertukaran gas yang
terjadi. Saluran pernafasan konduktif terdapat dari rongga hidung sampai bronkiolus terminalis.
Sedangkan respirasi pertama kali dimulai pada bronkiolus respiratorius dan berakhir pada
alveoli.1

Gambar 1. Saluran Pernafasan


Rongga hidung terdiri atas hidung luar dan cavum nasi. Pada hidung luar terdapat dua
lubang yang berbentuk lonjong yang dinamakan nares dimana nares tersebut dipisahkan oleh
septum nasi. Pada pinggir lateral terdapat ala nasi yang berbentuk bulat dan dapat digerakkan.
Selain dari bagian bagian dari hidung, terdapat juga tulang-tulang yang membentuk hidung yakni
os nasale, processus frontalis maxillaris, pars nasalis ossis frontalis, dan tulang rawan hialin.
Sedangkan cavum nasi terbentang dari nares depan sampai aperture canalis posterior atau
choanae. Tepat dibelakang nares terdapat vestibulum nasi. Septum nasi dibentuk oleh cartillago
septi nasi, lamina verticalis osis ethmoidalis dan vomer. Dinding cavum memiliki batasan
sebagai berikut, dasar oleh processus palatine os maxilla dan lamina horizontalis ossis palatini,
atap oleh os nasale, frontale, lamina cribosa osis ethmoidalis, serta corpus ossis sphenoidalis,
dinding lateral oleh concha nasalis superior, media dan inferior yang membentuk meatus nasi
superior, media dan inferior, serta terakhir dinding media yang dibentuk oleh septum nasi.1

Pendarahan pada cavum nasi terdiri dari arteri ethmoidalis anterior dan posterior, arteri
sphenopalatina, arteri facialis ramus septalis, serta artero palatina minor. Persarafan pada cavum
nasi terdiri atas nervus olfactorius, nervus nasalis internus dari nervus ethmoidalis anterior, rami
nasals posteriors superiors mediales serta nervus nasopalatinus.1

Kemudian terdapat pharynx yang terletak dibelakang cavum nasi dimana pharynx tersebut
dibagi menjadi nasopharynx, oropharynx, serta laryngopharynx. Pharynx memiliki bentuk
corong dengan bagian atasnya lebar dan terletak dibawah cranium sedangkan bagian bawahnya
yang sempit dilanjutkan sebagai oesophagus. Pharynx terdiri dari otot musculus constrictor
pharynges superior, medius, dan inferior dimana serabutnya memiliki arah sirkuler serta
musculus stylopharyngeus dan musculus salphinopharyngeus dimana memiliki arah longitudinal.
Selain dari itu terdapat juga musculus cricopharyngeus yang terletak inferior terhadap musculus
constrictor pharynges inferior dan berfungsi sebagai spinchter.1

Setelah dari pharyx, di bagian inferiornya terdapat larynx yang berperan sebagai spinchter
pelindung pada pintu masuk jalan nafas dan juga memiliki peran dalam pembentukan suara.
Larynx terletak pada inferior lidah dan os hyoid, diantara carotis sheath, dan setinggi vertebra
cervicalis 4 sampai 6. Pada batas superior, larynx berbatasan dengan laryngopharynx, dan pada
batas inferior larynx berlanjut sebagai trachea, sedangkan pada bagian anterior larynx ditutupi
otot-otot infra hyoid dan juga terdapat glandula thyroidea pada lateral. Larynx dibentuk oleh
beberapa tulang rawan yakni cartilago thyroidea, cartilago cricoidea, cartilago arytenoidea,
cartilage coriculata, cartilago cuneiforme dan epiglottis. Cartilago-cartilago yang terdapat pada
larynx juga dihubungkan melalui berbagai macam ligamentum seperti ligamentum
thyrohyoideum medianum dari os hyoid menuju cartilage thyroid, ligamentum cricothraceale
yang menghubungkan cricoidea dengan cincin trachea pertama, serta ligamentum
cricothyroideum yang menghubungkan cricoidea dengan facies medialis cartilago thyroidea
dimana pada pinggir atasnya yang bebas yang tersusun dari jaringan elastis membentuk
ligamentum vocale yang merupakan isi dari plica vocalis atau dikenal juga sebagai pita suara
asli.1

Selain dari pada pita suara asli, juga terdapat pita suara palsu yakni plica vestibularis
dimana merupakan lipatan yang terfiksasi pada masing-masing sisi larynx. Dibentuk oleh
membrana mucosa, plica ini memiliki warna merah muda karena banyak vascular. Sedangkan
plica vocalis memiliki lipatan yang mudah bergerak dan berwarna putih. Celah diantara kedua
plica vestibuler dinamakan rima vestibule, sedangkan celah diantara kedua plica vocalis
dinamakan rima glottidis. Terdapat lima otot yang juga berfungsi untuk menggerakan pita suara.
Pertama-tama otot musculus cricothyroideus yang berfungsi untuk mengangkat pita suara, kedua
musculus thyroarytenoideus yang berfungsi untuk melemaskan pita suara, ketiga musculus
cricoarytenoideous lateral untuk aduksi dan yang posterior untuk abduksi pita suara, dan yang
terakhir musculus arytenoideus transversus untuk mendekatkan cartilago arytenoidea ke pita
vocalis.1

Larynx diperdarahi oleh ramus laryngeus superior arteria thyroidea superior dan juga
ramus laryngeus inferior arteria thyroidea inferior, persarafan larynx dibagi menjadi dua yakni
yang sensoris dan yang motoris. Pada persarafan sensoris dibagi menjadi dua, yakni ramus
laryngeus internus yang merupakan cabang dari nervus laryngeus superior nervus vagus yang
mempersarafi diatas plica vocalis dan nervus laryngeus recurrents yang mempersarafi larynx
bagian bawah plica vocalis. Pada persarafan motoris semua otot, kecuali musculus
cricothyroideus, dipersarafi oleh nervus laryngeus recurrens. Sedangkan musculus
cricothyroideus dipersarafi oleh ramus laryngeus externus dari nervus laryngeus superior nervus
vagus.1
Dibagian inferior larynx terdapat trachea yang merupakan tabung cartilaginosa dan
membranosa yang dapat bergerak. Setinggi corpus vertebra cervicales 6, trachea berjalan turun
kebawah dan berakhir pada carina dimana trachea membelah menjadi bronchus principalis
dexter dan sinister setinggi angulus sterni diantara vertebra thoracica 4 dan 5. Trachea
diperdarahi oleh arteri thyroidea inferior, dan arteriae bronchiales. Sedangkan trachea dipersarafi
dari nervus vagus dan laryngeus recurrens.1

Setelah dari trachea bercabang menjadi bronchus principalis dexter dan sinister, bronchus
terus bercabang dua sampai menjadi jutaan bronchus terminalis uang berakhir dalam satu atau
lebih bronchus respiratorius. Tiap bronchus respiratorius terbagi menjadi 2 sampai 11 ductus
alveolaris yang akhirnya menjadi saccus alveolaris. Pulmo dexter memiliki 3 lobus, dengan
demikian bronchus principalis dexter dibagi menjadi 3 bronchus lobularis yakni superior, media,
dan inferior. Sedangkan bronchus principalis sinistra dibagi menjadi 2 bronchus lobularis yakni
superior dan inferior dikarenakan pulmo sinistra hanya memiliki 2 lobus.1

Mekanisme fisiologi respirasi

Udara memiliki kecenderungan untuk bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke
tempat yang bertekanan rendah. Dengan ini maka terdapat tiga tekanan yang banyak berperan
dalam ventilasi atau pertukaran udara pada saluran pernafasan. Tekanan pertama adalah tekanan
atmosfer yang ditimbulkan oleh berat udara pada atmosfer. Kemudian terdapat tekanan intra-
alveolus atau dikenal juga sebagai intrapulminalis yakni tekanan dalam alveolus dimana saat
terdapat perbedaan tekanan intra-alveolus dengan atmosfer, udara dngan cepat mengalir dan
mengisi alveol-alveol pada paru. Terkahir terdapat tekanan intrapleura yakni tekanan yang
terdapat diantara pleura visceral dan parietal, juga dikenal sebagai tekanan intratoraks, tekanan
tersebut biasanya lebih kecil daripada tekanan atmosfer, secara umumnya pada -4mmHg
(sebenarnya tidak ada tekanan negative, namun tekanan -4mmhg ialah tekanan jika dibandingkan
dengan tekanan atmosfer).2,3

Bulk flow udara kedalam dan keluar paru terjadi karena adanya perubahan siklis tekanan
intra-alveolus yang secara tidak langsung ditimbulkan oleh aktifitas otot pernafasan. Seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya, tekanan intra-alveol harus lebih rendah daripada tekanan atmosfer
untuk udara dapat masuk kedalam paru selama inspirasi, serta kebalikannya pada saat ekspirasi.
Jadi apa yang dapat mengubah tekanan paru tersebut? Menurut hukum Boyle yang menyatakan
bahwa pada suhu konstan, tekanan gas yang ditimbulkan berbanding terbalik dengan volume gas,
jadi untuk menurunkan tekanan intra-alveol maka volume paru harus ditingkatkan, dan
sebaliknya untuk meningkatkan tekanan intra-alveol maka volume paru harus diperkecil.
Disanalah otot memiliki peran untuk mengatur volume rongga thoraks. Pada saat inspirasi, otot-
otot inspirasi mengkontraksi dan menyebabkan rongga thorax mengembang. Otot-otot inspirasi
yang berperan ialah diafragma, otot intercostales externus, serta otot leher seperti musculus
sternocleidomastoideus dan scalenus. Sedangkan pada saat ekspirasi, paru memiliki daya recoil
atau daya untuk kembali ke bentuk semula maka pada ekspirasi tenang bersifat pasif. Sedangkan
pada ekspirasi aktif, otot yang berperan adalah otot abdomen yang mendorong diafragma keatas
sehingga mengurangi volume vertical paru, dan otot intercostales internus yang menarik iga-iga
kebawah sehingga menurunkan ukuran anterior-posterior dan lateral rongga toraks.2,3

Selain dari peran otot-otot terdapat juga cairan surfactant yang disekresikan oleh sel epitel
alveolar tipe II. Surfactant ini merupakan surface active agent in water dimana membantu
menurunkan tegangan permukaan air. Apa pernanan surfactant pada tekanan paru? Pada saat
dimana saluran pernafasan meuju alveol terobstruksi, biasanya tegangan permukaan memiliki
kecenderungan untuk kolaps. Adanya surfactant mengurangi tegangan permukaan air dan dengan
demikian mengurangi kerja yang dibutuhkan otot-otot untuk memperbesar ukuran paru. 2,3

Mekanisme kimiawi keseimbangan asam-basa

Sebelum membahas mekanisme kimiawi, penting juga untuk membahas mengenai Hb


karena Hb merupakan perantara penting dalam pertukaran O2 dan CO2 selain dari itu juga
merupakan senyawa dengan kapasitas buffer terbesar. Hemoglobin adalah protein tetramerik
yang terdapat dalam eritrosit. Hemoglobin memiliki sifat allosteric yang berarti sebagai kondisi
dimana pengikatan suatu substrat, produk, atau efektor lainnya untuk sebuah subunit dari multi-
subunit enzim di situs lain selain situs fungsional mengubah konformasi dan sifat fungsional.
Hemoglobin terdiri dari dua pasang polipeptida yakni α dan β. Hemoglobin bisa mengikat
dengan 4 molekul O2 dan dengan adanya satu molekul O2 yang sudah berikatan akan membantu
pengikatan molekul O2 berikutnya, hal ini disebut sebagai cooperative binding. Bagaimana hal
tersebut dapat terjadi? Hal ini dikarenakan pada pengikatan pertama O2 menghasilkan perubahan
heme sekitar 0.6 nm menuju histidine, sehingga merusak ikatan jembatan garam antara carboxyl
yang terdapat pada keempat residu subunit. Hal ini menyebabkan perubahan kemiringan 15˚
sehingga mengubah struktur hemoglobin dari afinitas rendah T state ke R state yang memiliki
afinitas tinggi. 4,5

Selain dari memperantarai transport O2, Hb juga memperantarai transport CO2. Akan saya
jelaskan mekanismenya lebih lanjut berdasarkan diagram dibawah ini.

Gambar 2 Transport O2 dan CO2 pada Jaringan dan Paru-paru


Pada gambar A yang terdapat di bagian atas, merupakan transport yang terjadi di jaringan.
Sedangkan gambar B yang terdapat di bagian bawah, merupakan transport yang terjadi di kapiler
pulmo. Pada dasarnya difusi gas O2 dan CO2 terjadi oleh karena adanya gradient tekanan antara
paru, darah, serta jaringan. PO2 pada paru dapat mencapai angka 104 mmHg, sedangkan pada
darah hanya mencapai 40 mmHg, maka gradient konsentrasi difusi oksigen lebih mengarah
kepada kapiler darah. Sesudah mencapai darah, oksigen dapat ditransport melalui dua cara, yakni
diikat oleh Hb atau larut dalam plasma. Seperti yang ada pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa
kebanyakan dari O2 diangkut melalui Hb menjadi oksi-Hb dan hanya sebagian kecil oksigen
yang larut pada plasma. Setelah diikat oleh Hb, oksigen ditransport menuju jaringan dimana
terjadi ‘dissosiasi’ atau pelepasan oksigen dengan Hb sehingga oksigen yang dilepas berdifusi
dengan gradiennya menuju jaringan yang memiliki tekanan PO2 sebanyak 40 mmHg. Dissosisasi
oksi-hemoglobin dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, peningkatan dissosiasi dapat
disebabkan oleh pH yang asam, PCO2 yang tinggi, suhu tinggi, konsentrasi 2,3
Biphosphogycerate atau BPG meninggi serta PO2 yang menurun.5

Sedangkan pada transport CO2 kebanyakan dari carbon dioksida yang diangkut dari
jaringan di transport melalui plasma dalam bentuk ion bikarbonat atau HCO3-. Selain dari ion bi
karbonat, carbon dioksida juga dapat ditransport dalam bentuk ikatan karbamino dengan Hb
menjadi HbCO2 juga sebagai asam karbonat (H2CO3) dan terakhir sebagai carbon dioksida yang
larut pada plasma. Pengangkutan karbon dioksida dari jaringan ke peredaran darah juga
disebabkan oleh gradient PCO2 yang pada jaringan terdapat sebanyak 45 mmHg dan pada darah
terdapat 40 mmHg. Kemudian karbon dioksida di transport menuju paru dan dilepaskan melalui
ekspirasi. Karbon dioksida berasal dari hasil reaksi metabolik yang terjadi pada jaringan dan
butuh untuk dikeluarkan. 5,6

Selain dari transport gas, terdapat juga buffer asam-basa yang banyak diperankan oleh Hb,
H2CO3 dan HCO3-. Hb banyak berperan dalam buffer karna dalam kondisi tidak mengikat
oksigen atau karbon dioksida, Hb mengikat H+ menjadi HHb atau reduced Hb. H+
mengakibatkan adanya keasaman dalam plasma sehingga pengikatan proton dengan HHb
membantu dalam mengurangi kadar keasaman. Sedangkan jika pada kondisi dimana banyak
oksigen dan karbon dioksida, maka reduced Hb akan melepaskan ion H+ nya untuk berikatan
dengan senyawa gas tersebut. Hal ini meningkatkan kadar keasaman. Sedangkan H2CO3 dapat
bereaksi dehidrasi menjadi H2O dan CO2 sehingga dapat mengurangi derajat keasaman. Selain
dari itu asam karbonat juga dapat mengalami reaksi dissosiasi yang dikatalis oleh enzim carbonic
anhydrase menjadi ion H+ dan ion bikarbonat. Dimana kembali ke siklus awal, ion H+ ini dapat
diikat oleh Hb. Dapat dilihat transport CO2 berserta sistim buffer pada gambar yang sama diatas.
Maka dari itu, dengan persamaan Henderson-hasselbach, penting untuk mejaga rasio ion
karbonat dan asam karbonat yakni 20. 5,6

Pembahasan alkalosis metabolik dan kompensasinya.

Alkalosis metabolik adalah kondisi pH tubuh yang basa atau lebih tinggi dari 7,4. Hal ini
terjadi karena adanya peningkatan ion bikarbonat, namun dalam bentuk garam, BHCO3.
Mengapa peningkatan BHCO3 dapat menjadi keadaan basa? Karena BHCO3 mengalami disosiasi
menjadi B+ dan HCO3- dimana ion bikarbonat ini bersifat basa. Hal ini juga menyebabkan
peningkatan rasio Henderson-hasselbach yang akhirnya mengakibatkan kenaikan pH darah. Pada
kasus skenario 9, wanita tersebut mengalami muntah-muntah berat. Muntah pada dasarnya
bersifat asam, dan jika asam tersebut dikeluarkan dari tubuh maka akan mengakibatkan kondisi
tubuh menjadi basa. Selain dari muntah-muntah, wanita tersebut juga sudah 2 bulan hamil,
dengan demikian wanita tersebut mengalami muntah-muntah berlebih yang terjadi pada keadaan
hamil juga dikenal sebagai ‘hiperemesis gravidarum’.6

Keadaan alkalosis metabolik dikompensasi oleh tubuh melalui respirasi, yakni


hipoventrilasi yang merupakan ketidak-mampuan untuk mengeluarkan CO2 dimana hal ini dapat
menyebabkan peningkatan H2CO3 dengan cara CO2 bereaksi dengan H2O. Dengan kembalinya
kadar asam karbonat maka keadaan alkalosis metabolic tersebut dapat terkompensasi dan pH
tidak akan bergerser dari rentang normal.6

Penutup / Kesimpulan
Dengan ini saya mengambil kesimpulan bahwa sistem saluran pernafasan terdiri dari
rongga hidung, rongga mulut, Nasofaring, Faring, Laring, Trakea, Bronki primer, sekunder, dan
tersier, Bronkiolus, Bronkiolus terminalis, respiratorius, ductus alveoris, saccus alveoris, dan
serta alveoli dan dimulainya proses difusi atau pertukaran gas dari bronkiolus respiratorius.
Selain dari mengenal struktur sistem saluran pernafasan, terdapat otot-otot inspirasi dan ekspirasi
serta tekanan atmosfer, intra-alveolar dan intrapleura yang banyak berperan dalam proses
inspirasi dan ekspirasi. Ditambah lagi terdapat mekansime kimiawi transport gas yang banyak
dilakukan oleh Hb dalam eritrosit dan juga dapat dilakukan oleh plasma walaupun
perbandinganya hanya sedikit. Selain dari transport gas yang dipengaruhi oleh tekanan parsial
gas, suhu, pH, serta 2,3BPG, terdapat juga peranan sistem respirasi dalam mempertahankan
keseimbangan asam-basa melalui buffer Hb serta ion bikarbonat dan asam karbonat.
Daftar Pustaka

1. Snell RS. Saluran pernafasan atas dan bawah serta stuktur yang terkait. In: Anatomi klinis.
Jakarta: EGC; 2011.h.34-130

2. Sherwood L. Sistem pernafasan. In: Fisiologi manusia. 2nd ed. Jakarta:EGC;2001.h.410-59

3. Hall JE, Guyton AC. Respiration. In: Guyton and hall textbook of medical physiology. 12th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;2011.h.465-515

4. Dorland WAN. Definition of allosteric. In: Dorland’s pocket medical dictionary. 29th ed.
Philadeplhia: Saunders Elsevier;2013.h.28

5. Murray K, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Proteins: Myoglobin & hemoglobin. In:
Harper’s Illustrated Biochemistry. 26th ed. New York: Lange;2003.h.40-47.

6. Garret RH, Grisham CM. Water: Medium of Life. In: Biochemistry. 4thed. Boston: Brooks
/Cole Engage Learning;2010.h.43-4 diunduh dari:
http://www.books.google.co.id/books?id=iGPsen3fSOIC&pg=PA43&redir_esc=y#v=onepage&
q&f=true , 16 May 2014

Anda mungkin juga menyukai