Anda di halaman 1dari 15

MATA KULIAH: KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

PEMBUATAN MEDIA DAN KULTUR KENTANG

PENDIDIKAN BIOLOGI A
KELOMPOK II:

SILFANA (181051301007)
AMINAH (181051301008)
REZKI EKA PRATIWI (181051301009)
YULIARTI RAMLI(181051301010)
NUR NINGSIH NONCI (181051301011)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHUUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, kentang biasanya dibudidayakan di dataran tinggi, pada


ketinggian kurang lebih 1000 meter di atas permukaan laut. Rata-rata hasil panen
kentang yang dicapai secara nasional masih rendah yaitu 14 ton ha-1, jika
dibandingkan negara lain seperti Amerika Serikat 29,20 ha-1, Swiss, Belanda,
Inggris dan Jerman yang hasil panennya melebihi 20 ton ha-1. Rendahnya
produksi di Indonesia ini disebabkan oleh belum banyaknya petani penghasil bibit
kentang bermutu, sehingga permintaan bibit kentang tidak dapat dipenuhi
(Rainiyati dkk., 2011).
Kendala pengembangan kentang bagi para petani adalah sulitnya
memperoleh kultivar yang sesuai dengan lingkungan fisik dan pasar serta tahan
terhadap serangan hama dan penyakit tanaman (Rainiyati, 1997). Untuk
mendukung program peningkatan produksi kentang, penggunaan benih bermutu
dan bebas patogen mutlak diperlukan. Benih tersebut dapat diperoleh dengan
teknik perbanyakan cepat secara kultur jaringan (in vitro) (Karjadi dan Buchory,
2008). Teknik ini digunakan untuk mengisolasi bagian tanaman (protoplasma sel,
jaringan dan organ) dalam kondisi steril sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap (Harahap, 2011).
Perbanyakan in vitro ini mempunyai beberapa keuntungan bila
dibandingkan dengan cara konvensional, yaitu bebas penyakit, serupa dengan
induknya, bermutu tinggi, dalam waktu relatif singkat dapat dihasilkan tanaman
dalam jumlah banyak dan tidak bergantung musim. Sedangkan kerugian dengan
pengadaan bibit kentang secara konvensional hasilnya kadang tidak stabil dan
tidak seragam (Gunawan, 1987). Kultur jaringan tanaman merupakan bagian
suatu teknik perbanyakan vegetatif nonkonvensional. Perbedaan teknik ini
dibandingkan dengan teknik perbanyakan vegetative konvensional biasanya
terletak dalam situasi dan lokasi yang berbeda. Penerapan teknik kultur jaringan
tanaman mensyaratkan kondisi di dalam ruangan (laboratorium) dan sifatnya
aseptik (steril dari patogen). Bermuara dalam kondisi yang aseptic, maka perlu
dijelaskan bahwa segala aktifitas yang berkaitan dengan jaringan harus dalam
kondisi aseptik.
Salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara
kultur in vitro adalah media kultur. Komponen media yang menentukan
keberhasilan kultur in vitro yaitu jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT)
yang digunakan. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap
pengkulturan (Purwanto dkk., 2007).
Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh
karena itu, berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
dikulturkan. Media kultur fisiknya dapat berbentuk padat atau cair. Media
berbentuk padat menggunakan pemadat media seperti agar. Media kultur yang
memenuhi syarat adalah yang mengandung nutrient makro dan mikro dalam kadar
dan perbandingan tertentu, sumber energi (sukrosa), serta mengandung berbagai
macam vitamin dan ZPT.

B. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui pengaruh media MS terhadap pertumbuhan eksplan.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan media kultur
jaringan tumbuhan.
3. Untuk mengetahui metode kultur meristem dengan menggunakan tunas
kentang.
4. Untuk mengetahui metode sterilisasi untuk kultur perbanyakan kentang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Suryowinoto, kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai


tissue culture, weefsel cuultus atau gewebe kultur. Kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang
mempunyai sifat seperti induknya. Kultur jaringan akan lebih besar presentase
keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah
jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah,
dindingnya tipis, belum mempunyai penebelan dari zat pektin. Jaringan meristem
keadaannya selalu membelah sehingga diperkirakan mempunyai zat hormone
yang mengatur pembelahan (Daisy, dkk, 1994).
Teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau
irisan jaringan tanaman yang disebut eksplan secara aseptic diletakaan dan
dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril.
Dengan cara demikian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami
proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan ke
dalam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang
lengkap dan disebut planlet (Daisy, dkk, 1994).
Eksplan merupakan istilah untuk bahan tanam awal yang digunakan dalam
mikropropagasi. Eksplan dapat berupa sel (kultur sel), protoplas (kultur protoplas),
epidermis, empulur (kultur jaringan), meristem apical atau lateral (kultur meristem),
tunas apikal maupun lateral (kultur tunas), serta irisan batang, daun maupun akar
(kultur organ). Eksplan tersebut ditanam pada media tanam steril yang
mengandung nutrisi. Adanya senyawa fenol pada jaringan tanaman, seringkali
menyebabkan eksplan berubah warna menjadi coklat dan diakhiri dengan
kematian jaringan eksplan. Warna coklat disebabkan oleh peran enzim
polyfenoloksidase yang mengoksidasi senyawa fenol yang keluar dari irisan
eksplan. Senyawa fenol merupakan metabolit sekunder dan tersimpan dalam
vakuola sel tanamn. Ketika eksplan diiris, vakuola pecah sehingga terjadi
eksudasi senyawa fenol dan teroksidasi. Istilah pencoklatan eksplan ini disebut
browning. Efek oksidasi senyawa fenol ini juga bisa menyebabkan pencoklatan
pada media kultur. Istilah pencoklatan pada media ini pada beberapa literature
disebut dengan istilah staining, namun kebanyakan masih menggunakan istilah
browning (Dwiyani, 2015).
Sterilisasi permukaan eksplan diawali dengan mencuci bagian tanaman
dengan air mengalir. Secara teknis bagian tanaman dimasukkan ke dalam wadah
yang berisi air. Perlakuan ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
menempel di permukaan jaringan. Beberapa jenis eksplan perlu dicuci dengan air
sabun atau direndam dalam larutan fungisida sebelum dibersihkan dengan larutan
sterilan. Eksplan dari tanaman herba mungkin tidak membutuhkan tahap ini, tetapi
eksplan dari tanaman berkayu, umbi dan lain-lain harus dicuci secara keseluruhan
(Mastuti, 2017).
Menurut Gunawan (Nisa dan Rodinah, 2005) dari sekian banyak jenis
media dasar yang di gunakan dalam teknik kultur jaringan, tampaknya media MS
(Murashige dan Skoog) mengandung jumlah hara organik yang layak untuk
memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur. Dalam kultur
jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin
dan auksin. Menurut Sriyanti dan Wijayani (Nisa dan Rodinah, 2005) NAA
(Naftaleine Asetat Acid) adalah zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin.
Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin dapat
meningkatkan sintesa protein. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka
dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan. Adapun kinetin (6-
furfury amino purine) tergolong zat pengatur tumbuh dalam kelompok sitokinin.
Kinetin adalah kelompok sitokinin yang berfungsi untuk pengaturan pembelahan
sel dan morfogenesis. Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersama-sama
dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap deferensiasi jaringan.
Adapaun bahan yang digunakan dalam pembuatan media kultur jaringan
adalah:
1. Medium MS (Murashige dan Skoog) mengandung jumlah hara organik yang
layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur.
2. Air kelapa baik digunakan pada media kultur jaringan karena mengandung zat
atau memperlancar metabolisme dan respirasi. Menurut George dan
Sherrington (Tuhuteru, dkk, 2012) bahwa air kelapa dapat digunakan sebagai
pengganti hormon sitokinin. Pada tingkat konsentrasi tertentu air kelapa dapat
menginisiasi terbentuknya tunas. Pemberian air kelapa dengan konsentrasi
150 ml/l adalah sangat efektif meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
tunas-tunas samping dan akar. Hal ini dilihat dari rentang munculnya tunas
tercepat. Ini diduga karena kandungan sitokinin dalam media perlakuan
dengan konsentrasi tersebut lebih tinggi dari auksin sehingga memperlihatkan
stimulasi pertumbuhan tunas dan daun. Sehingga meskipun akar keluar tetapi
dengan bentuk potongan akar yang berukuran kecil. Hal ini terjadi karena
diketahui bahwa, keberadaan auksin berperan sebagai perangsang akar,
namun apabila kandungannya rendah maka akar yang muncul akan
berukuran kecil.
3. Gula pasir memberikan hasil yang lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman
karena berfungsi sebagai sumber karbohidrat (Tuhuteru, dkk, 2012).
4. Agar-agar digunakan sebagai pemadat (Setiawati, dkk, 2018). Agar-agar
membeku pada temperatur 45°C dan mencair pada temperatur 100°C,
sehingga dalam kisaran temperatur tersebut agar-agar akan berada pada
kondisi beku yang stabil, tidak dicerna enzim tanaman, dan tidak bereaksi
dengan senyawa-senyawa penyusun media. Kandungan agar sedkit
mengandung unsur Ca, Mg, K, dan Na.
5. Kertas pH berfungsi mengukur pH
6. Larutan HCl berfungsi untuk keperluan pengaturan tingkat keasaman atau pH
7. Larutan KOH berfungsi untuk keperluan pengaturan tingkat basa pada larutan
8. Kertas saring untuk menyaring kotoran yang mungkin terdapat di dalam air
kelapa
9. Karet gelang untuk mengikat bagian penutup botol media kultur agar tidak
terkontaminasi oleh bakteri
10. Plastik gula sebagai penutup botol media kultur jaringan
Adapaun bahan yang digunakan dalam pembuatan kultur kentang adalah:
1. Tunas kentang yang akan ditanam pada media kultur jaringan yang telah
dibuat
2. Media sebagai tempat menanam eksplan dan sumber nutrisi untuk eksplan
3. Spirtus sebagai bahan bakar untuk Bunsen saat melakukan sterilisasi
4. Kertas lebel sebagai penanda untuk membedakan botol satu dengan botol
yang lainnya
5. Alkohol untuk mensterilkan alat-alat yang digunakan pada saat penanaman
eksplan
6. Aquades sebagai pelarut
7. Fungisida adalah bahan kimia yang dipergunakan untuk membunuh atau
menghentikan perkembangan jamur. Fungisida secara spesifik membunuh
atau menghambat jamur penyebab penyakit. Fungisida yang digunakan dapat
berbentuk cair, gas, butiran atau serbuk.
8. Bakterisida menekan pertumbuhan bakteri (Sudarmo, 1991).
9. Tween ditambahkan ke larutan sterilisasi untuk menunrunkan tegangan
permukaan sehingga sterilan dapat mudah kontak dan terpenetrasi ke dalam
jaringan tanaman (Mastuti, 2017).
Kentang merupakan tanaman tetraploid yang dapat diperbanyak dengan
cara vegetatif. Kebutuhan akan bibit kentang cenderung meningkat dari tahun ke
tahun, tetapi rata-rata hasilnya masih rendah karena tanaman ini sering terserang
virus. Tetapi dengan teknik kultur jaringan sudah didapatkan bibit kentang yang
bebas virus. Disamping itu, teknik kultur jarigan juga mempinyai macam-macam
tujuan pemuliaan kentang, antara lain:
 Untuk mendapatkan kultivar kentang yang mempunyai daya adaptasi luas.
 Untuk mendapatkan kultivar kentang yang tahan terhadap hama dan penyakit.
 Untuk mendapatkan kultivar kentang yang mempunyai kualitas baik untuk
prosesing.
 Untuk mendapatkan induk produksi kentang yang baik.
Kontaminasi di dalam kultur jaringan tumbuhan dapat terjadi karena
adanya mikroorganisme yang ada di permukaan (eksternal) atau di dalam jaringan
eksplan (internal) atau karena kesalahan prosedur pada proses pengerjaan kultur
jaringan tanaman. Beberapa organisme penyebab kontaminasi adalah bakteri,
fungi dan kapang, virus, dan insekta. Kontaminasi dapat juga terjadi karena
beberapa sebab, antara lain (1) rak kultur dan lingkungan laboratorium tidak
bersih, (2) proses sterilisasi eksplan tidak sesuai prosedur, (3) kontaminasi yang
berasal dari bakteri endogen di dalam jaringan eksplan yang tumbuh dan
memperbanyak diri selama kultur (Mastuti, 2017).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


A. Alat
1. Pembuatan Media :
a. Batang pengaduk 1 buah
b. Beker glass 500 mL 1 buah
c. Stoples kaca 4 buah
d. Timbangan analitik 1 unit
e. Kompor 1 unit
f. Corong 1 buah
2. Kultur Kentang :
a. Petridish steril 1 buah
b. Scalpel steril 1 buah
c. Mata pisau steril 1 buah
d. Pinset steril 1 buah
e. Lampu spirtus 4 buah
f. Hand sprayer 1 buah
g. Beker glass 100 mL 1 buah
h. Laminar air flow 1 unit
i. Wadah 1 buah

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


B. Bahan
1. Pembuatan Media
a. Medium MS 4,43 gr/L 0,886 gr
b. Air kelapa 150 mL/L 30 mL
c. Gula pasir 30 gr/L 6 gr
d. Agar 6,8 gr/L 1,36 gr
e. Kertas pH Secukupnya
f. Larutan HCl Secukupnya
g. Larutan KOH Secukupnya
h. Kertas saring Secukupnya
i. Karet gelang Secukupnya
j. Plastik gula Secukupnya
2. Kultur Kentang
a. Tunas Kentang Secukupnya
b. Media 4 buah
c. Spirtus Secukupnya
d. Kertas label 4 buah
e. Alkohol 70% Secukupnya
f. Aquades Secukupya
g. Fungisida 12 gr/L
h. Bakterisida 12 gr/L
i. Tween 80 20 mL

C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan Media
Pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang
dibutuhkan, kemudian menimbang masing-masing bahan sesuai takaran, lalu
menyaring air kelapa dan mengukur volume sesuai takaran, selanjutnya
melarutkan MS ke dalam 50 ml aquades pada gelas beker yang lain, lalu
memasukkan gula pasir kemudian dihomogenkan, selanjutnya memasukkan
air kelapa yang telah disaring sebelumnya, lalu dihomogenkan, setelah itu
mengukur pH (pH=6), setelah itu menambahkan larutan HCl apabila pHnya
dibawah 6, atau menambahkan larutan KOH apabila pHnya diatas 6,
selanjutnya mencukupkan volume larutan hingga 500 ml dengan menambah
aquades, lalu memasukkan agar, kemudian dihomogenkan dan didihkan.

2. Kultur Kentang
Pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang
dibutuhkan, kemudian strelisasi eksplan tunas kentang dilakukan dengan
membersihkan tunas kentang dengan cara mengupasnya, lalu memasukkan
dalam wadah yang steril, menambahkan aquades 750 mL dan menambahkan
tween 80 sebanyak 20 mL kemudian rendam tunas kentang selama 15 menit,
lalu membuang larutan tween sebelumnya, setelah itu menambahkan
aquades dan bakterisida sebanyak 12 gr/L, lalu merendam kembali tunas
kentang selama 15 menit, selanjutnya membuang larutan bakterisida,
kemudian menambahkan aquades dan fungisida sebanyak 12 gr/L kemudian
merendamnya selama 15 menit, setelah selesai, lanjut membilas tunas
kentang dengan aquades dan masukkan kedalam wadah dan
menyemprotkan alkohol 70% setelah itu masuk ke tahap penanaman eksplan
di dalam ruang steril, pertama yang dilakukan adalah memperkecil ukuran
eksplan tunas kentang, kemudian eksplan ditanam kedalam media inisiasi dan
memberinya label.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

Media Kultur Kultur Tunas Tanaman Kentang

B. Pembahasan
Pembahasan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan Media Kultur
Media merupakan suatu bahan yang penting untuk pertumbuhan kultur.
Media untuk pertumbuhan kultur dapat berupa media padat dan media cair.
Media padat biasanya digunakan untuk mengkulturkan kalus kemudian
diinduksi menjadi tanaman lengkap, sedangkan media cair biasanya
digunakan untuk kultur sel. Komponen yang penting dalam suatu media
adalah senyawa anorganik, sumber karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh, dan
suplemen organik (Yuwono 2008).
Pembuatan media kultur diawali dengan menyiapakan alat dan bahan yang
dibutuhkan. Kemudian menimbang masing-masing bahan sesuai tekanan. Setelah
itu menyaring air kelapa dan mengukur volumenya. Kemudian melarutkan MS ke
dalam 50 ml aquades pada gelas kimia yang lain. Selanjutnya memasukkan gula
pasir kemudian dihomogenkan. Setelah itu memasukkan air kelapa yang telah
disaring tadi, kemudian dihomogenkan. Kemudian mengukur pH (pH=6).
Kemudian menambahkan larutan HCl apabila pHnya dibawah 6, atau
menamhakan larutan KOH apabila pHnya diatas 6. Setelah itu mencukupkan
volume larutan hingga 500 ml dengan menambah aquades. Selanjutnya
memasukkan agar-agar, kemudian dihomogenkan dan didihkan.
Media kultur yang dibuat dinyatakan berhasil ditandai dengan media
tersebut tidak tampak adanya pertumbuhan jamur sehingga siap untuk digunakan.
Fauzy, dkk (2016) menjelaskan bahwa keberhasilan kultur jaringan ditentukan oleh
media kultur jaringan yang merupakan tempat tumbuh bagi eksplan. Media
tersebut harus mengandung semua zat yang diperlukan eksplan untuk menjamin
pertumbuhan eksplan yang ditanam. Media dasar MS (Murashige dan Skoog)
yang merupakan salah media yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan.
Saat ini sudah banyak penelitian dengan menggunakan media MS yang
dimodifikasi. Modifikasi media dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan hara
yang tepat bagi eksplan untuk tumbuh dan berkembang pada media kultur jaringan
dan terbebas dari kontaminasi.

2. Kultur Tunas Kentang


Sebelum melakukan kultur jaringan pada suatu tanaman kentang, kegiatan
yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan
diperbanyak. Tanaman kentang tersebut harus jelas jenis, spesies, dan
varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman
kentang indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan
secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan
sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu
dikulturkan secara in-vitro. Tunas hidup di atas tanah sering banyak tanah yang
melekat perlu dibersihkan hal ini karena pada eksplan tunas khususnya pada
kentang mengandung jamur seperti fusarium.
Uraian tersebut yang menjadi kemungkinan pertama penyebab gagalnya
eksplan tumbuh dikarenakan tunas kentang yang digunakan tidak dipersiapkan
secara khusus. Kentang yang digunakan yakni yang dijual di pasaran. Kentang
tersebut dibiarkan selama beberapa hari untuk menumbuhkan tunas, namun
kentangnya sudah dalam keadaan tidak bagus lagi.
Kemungkinan yang menjadi penyebab kedua yaitu pada media kultur
kentang membutuhkan nutrisi yang berbeda dengan media kultur tanaman lain.
Seperti penambahan zat pengatur tumbuh lainnya. Menurut Goodwin (1980)
bahwa ketepatan dalam jumlah senyawa zat pengatur tumbuh yang digunakan
juga sangat berpengaruh dalam perkembangan jaringan meristem. Menurut
Wattimena (1986) pertumbuhan tunas yang kekar dan sehat diperlukan 3 macam
zat pengatur tumbuh yaitu Kinetin atau BAP sebagai sumber sitokinin, NAA, IAA
atau Picloram sebagai sumber auksin serta GA3 dalam konsentrasi berkisar
antara 0,01 – 5 mg/l atau ketiga zat pengatur tumbuh dalam keadaan seimbang.
Menurut Quak (1972) menjelaskan bahwa keberhasilan kultur meristem ini
tergantung pada kebutuhan unsur hara yang bervariasi dari spesies ke spesies
bahkan kadang-kadang dari varietas ke varietas. Selain itu dalam menumbuhkan
jaringan meristem, keadaan fisiologis eksplan mempengaruhi terjadinya
morfogenesis atau tidak. Ketidak berhasilan eksplan mengadakan pembelahan
dan berdeferensiasi disebabkan oleh sel-sel dari eksplan tersebut tidak bersifat
totipoten (Karjadi, 2016).
Selain itu, kemungkinan penyebab ketiga kegagalan jaringan untuk tumbuh
dan berkembang kemungkinan dapat diakibatkan pada tahap inisiasi yakni kurang
cermatnya dalam pengambilan eksplan atau terlalu kecilnya ukuran dari eksplan
tersebut. Menurut Goodwin (1980) yang dikutip oleh Karjadi (2016) bahwa rata-
rata panjang kubah meristem apikal sampai dasar 0,25 – 1,10 mm. Eksplan yang
berukuran lebih kecil dari 0,25 mm akan sulit berkembang ketika dikulturkan.
Eksplan yang berada pada botol kultur semuanya mati dikarenakan
eksplan terkontaminasi oleh jamur yang berwarna putih berbentuk gumpalan-
gumpalan dan terjadi pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan. Selain itu
penyebabnya kemungkinan penutup palstiknya tidak rapat. Kemungkinan yang
lainnya dikarenakan kontaminan pada tubuh kentang itu sendiri.
Pada saat melakukan penanaman seharusnya di dalam ruangan tersebut
yang diperbolehkan hanya tiga orang, tapi pada saat penanaman di dalam
ruangan lebih dari tiga orang sehingga kemungkinan besar medianya
terkontaminasi karena mereka banyak melakukan aktivitas dalam ruangan di saat
melakukan penanaman.
Seharusnya juga dilakukan pemeriksaan dan pemeliharaan rutin untuk
sehingga ketika mengamati media tersebut seharusnya juga media disemprot
dengan alkohol setelah dipegang sehingga tidak menyebabkan kontaminasi.
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Keberhasilan kultur jaringan ditentukan oleh media kultur jaringan yang
merupakan tempat tumbuh bagi eksplan. Media dasar MS (Murashige dan
Skoog) yang merupakan salah media yang paling banyak digunakan dalam
kultur jaringan. Saat ini sudah banyak penelitian dengan menggunakan media
MS yang dimodifikasi.
2. Adapun langkah-langkah dalam pembuatan media meliputi penyiapan alat
dan bahan, serta pembuatan media sesuai dengan takarannya yang
nutrisinya memenuhi kebutuhan makanan.
3. Metodel kultur meristem dengan menggunakan tunas kentang yang dilakukan
yaitu tahap sterilisasi dan inisiasi.
4. Metode sterilisasi dilakukan dengan dua cara yakni sterilisasi diluar entkas
dan di sterilisasi di dalam enkas.
DAFTAR PUSTAKA

Daisy., Sriyanti, H dan Ari, W. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius.
Dwiyani, R. 2015. Kultur Jaringan Tanaman. Denpasar: Pelawa Sari.
Fauzy, E., Mansyur, dan Ali, H. 2016. Pengaruh Penggunaan Media Murashige
And Skoog (MS) dan Vitamin Terhadap Tekstur, Warna dan Berat Kalus
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) CV. Hawaii Pasca Radiasi Sinar
Gamma pada Dosis LD50 (In Vitro). Jurnal Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran, Vol. 5, No.4, 1-22.
Gunawan, L, W., 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Pusat Antar Universitas IPB
Harahap, F., (2011). Kultur Jaringan Tanaman. Medan: Perdana Mulya Sarana
Karjadi, A. K. 2016. Kultur Jaringan dan Mikropropagasi Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum L). Jurnal Dinamika Pertanian. Vol. 28, No. 1, 1-10.
Karjadi, A.K dan A. Buchori. 2008. Pengaruh komposisi media dasar, penambahan
BAP, dan pikloram terhadap induksi tunas bawang merah. J. Hort. 18(1):
1-9.
Mastuti, R. 2017. Dasar-dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. Malang: UB Press.
Nisa, Chatimatum., Rodinah. 2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah
Pisang (Musa paradisiaca L.) dengan Pemberian Campuran NAA dan Kinetin.
Bioscientiae. Vol. 1 (2). Hal 23-36.
Purwanto, W. A. 2007. Budi Daya Pisang. Yogyakarta: Kanisius
Rainiyati., Jasminarni., Neliyati., dan H. Henny. 2011. Proses Penyediaan Bahan
Setek Kentang Asal Kultur Jaringan Untuk Produksi Bibit Kentang Mini
Pada Kelompok Tani Kentang Di Kecamatan Kayu Aro Kabupaten Kerinci
Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat 5(2):1-7
Rainiyati.1997. Peningkatan produksi bibit kentang bebas penyakit. Buletin
Agronomi. 1(2): 125-131.
Setiawati, T., Zahra, A., Budiyono, R., Nurzaman, M. 2018. Perbanyakan In Vitro
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) dengan Penambahan Meta-
Topolin pada Media Modifikasi MS (Murashige dan Skoog) Media.
Metamorfosa. Vol. 1. Hal 45-50.
Sudarmo, S. 1991. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija.
Yogyakarta: Kanisius.
Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Yogyakarta: Kanisius.
Tuhuteru, S., Hehanussa, L., dan Raharjo, S.H.T. 2012. Pertumbuhan dan
Perkembangan Anggrek Dendrobium anosmum pada Media Kultur In Vitro
dengan Beberapa Konsentrasi Air Kelapa. Agrologia. Vol. 1 (1). Hal 1-12.
Yuwono. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Anda mungkin juga menyukai