Anda di halaman 1dari 4

Tinjauan Pustaka

Batuk Kronik pada Anak

Bambang Supriyatno

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/


Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Batuk merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh terutama respiratorik
yang harus dikelola dengan baik. Mekanisme batuk tergantung dari lima komponen yaitu
reseptor batuk, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan efektor. Klasifikasi batuk dibagi dua
kelompok yaitu batuk akut dan batuk kronik. Untuk menentukan etiologi batuk perlu
dipertimbangkan jenis, lama, umur timbulnya batuk. Tatalaksana batuk kronik tergantung
dari penyakit yang mendasarinya dengan mempertimbangkan beberapa faktor untuk mencari
etiologi. Selain tatalaksana farmakologik seperti antibiotik, antiinflamasi, bronkodilator, dan
sebagainya; diperlukan tatalaksana non farmakologik untuk menunjang tatalaksana secara
komprehensif dalam penanganan batuk kronik.
Kata kunci: batuk kronik, tatalaksana, anak

Chronic Cough in Children

Bambang Supriyatno

Department of Child Health Faculty of Medicine University of Indonesia/


Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Abstract: Cough is one of the defense mechanism especially in respiratory system that should have
to manage properly. Mechanism of cough depends on the five components, namely cough recep-
tors, afferent nerves, cough centre, efferent nerve, and effectors. Classification of cough divided
into two: acute and chronic cough. To determine the etiology one should be considered type,
duration, and age incidence of the cough. Management of chronic cough depends on the underly-
ing diseases by considering several factors to find the etiology. In addition to pharmacologic
management of such antibiotics, antiinflammatory, bronchodilator, etc; it is necessary to support
the management of non-pharmacologic management of a comprehensive in treating chronic
cough.
Keywords: chronic cough, management, children.

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010 285


Batuk Kronik pada Anak

Pendahuluan sedangkan batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang


Batuk merupakan salah satu gejala utama yang dari 2 minggu. Selain batuk akut dan kronik beberapa literatur
membawa pasien pada sarana kesehatan selain demam, diare, menyebutkan pembagian lain yaitu batuk sub akut tetapi UKK
dan sesak. Batuk merupakan karunia Tuhan yang berguna Respirologi tidak menggunakan istilah batuk sub akut. Selain
sebagai pertahanan tubuh khususnya pertahanan batuk kronik dikenal istilah batuk kronik berulang (BKB) yaitu
respiratorik.1 Klasifikasi batuk bermacam-macam tetapi batuk yang berlangsung lebih dari atau sama dengan 2 minggu
umumnya dibagi dalam kelompok besar yaitu batuk akut dan dan/atau berlangsung 3 episode dalam 3 bulan berturut-turut.7
batuk kronik. Untuk menentukan etiologi batuk kronik faktor
usia merupakan petunjuk yang cukup penting, misalnya pada Etiologi
bayi sebagai penyebab utama adalah GER (gastro-esoph- Dalam menentukan diagnosis etiologi batuk kronik perlu
ageal reflux) sedangkan pada anak yang lebih besar adalah dipertimbangkan faktor usia. (Tabel 1)
asma sebagai penyebab utama. 1,2 Batuk kronik bukan
merupakan suatu diagnosis melainkan suatu gejala dan Tabel 1. Etiologi Batuk Kronik Berdasarkan Usia3
tatalaksana batuk kronik bergantung pada penyebabnya.1-3
Bayi Anak (usia muda) Anak (usia lebih tua)
Mekanisme Terjadinya Batuk
Kongenital Aspirasi Asma
Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri - Trakeomalasia Pasca infeksi virus Rokok (aktif)
dari reseptor batuk, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen, - Vascular ring Asma Postnasal drip
dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila salah Infeksi: Tuberkulosis Pasca infeksi virus
- Pertusis, virus, Pertusis Infeksi
satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada - Klamidia OMSK* Tuberkulosis
reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batuk Asma GER* OMSK*
yaitu medula untuk diteruskan ke efektor melalui saraf Pneumonia aspirasi Bronkiektasis Bronkiektasis
eferen.1,4,5 Reseptor batuk terdapat pada farings, larings, GER* Psikogenik
Rokok pasif Tumor
trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga, lambung,
dan perikardium sedangkan efektor batuk dapat berupa otot *OMSK: otitis media supurativa kronik;
farings, larings, diafragma, interkostal, dan lain-lain. Proses GER: gastro-esophageal reflux
batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis,
peningkatan tekanan intra toraks lalu glotis terbuka dan Tatalaksana
dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing Tatalaksana batuk kronik tergantung pada penyakit
yang ada pada saluran respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk dasar sebagai etiologinya.3,8 Pada keadaan infeksi bakteri
mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya sehingga maka pemberian antibiotik merupakan pilihan utama
terjadi peningkatan tekanan intratorakal. Selanjutnya terjadi sedangkan pada asma pemberian bronkodilator sebagai obat
penutupan glotis yang bertujuan mempertahankan volume utamanya, demikian juga yang lainnya.8,9 Namun pada
paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi keadaan tertentu diperlukan pengobatan suportif lain seperti
kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi misalnya mukolitik, fisioterapi, dan lain-lain. Secara garis besar
sehingga selain tekanan intratorakal tinggi tekanan tatalaksana batuk kronik dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu
intraabdomen pun tinggi. Setelah tekanan intratorakal dan farmakologik dan non farmakologik.
intraabdomen meningkat maka glotis akan terbuka yang
menyebabkan terjadinya ekspirasi yang cepat, singkat, dan Farmakologik
kuat sehingga terjadi pembersihan bahan-bahan yang tidak Tatalaksana farmakologi pada batuk dikenal sebagai obat
diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah fase tersebut utama dan obat suportif. Yang termasuk obat utama adalah
maka otot respiratorik akan relaksasi yang dapat berlangsung antibiotik, bronkodilator, dan antiinflamasi, sedangkan yang
singkat atau lama tergantung dari jenis batuknya. Apabila termasuk suportif adalah mukolitik dan antitusif.1,10 Pada batuk
diperlukan batuk kembali maka fase relaksasi berlangsung kronik dengan penyebab utama infeksi bakteri maka
singkat untuk persiapan batuk.1,4,5 pengobatan utamanya adalah antibiotik. Jenis antibiotik yang
diberikan tergantung dugaan etiologinya, misalnya pada
Definisi faringitis yang diduga bakteri maka pilihan utama adalah
Definisi batuk kronik bervariasi, ada yang menyatakan golongan penisilin sedangkan pada rinosinusitis sebagai
batuk kronik adalah batuk yang berlangsung lebih dari atau pilihan utama adalah kombinasi amoksislin dan asam
sama dengan 2 minggu, ada yang mengambil batasan 3 klavulanat serta pada pneumonia atipik pilihan utama adalah
minggu, bahkan 4 minggu. 1,2,6 Unit Kerja Koordinasi makrolid dan lain-lain.11,12 Selain pilihan antibiotik yang
Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Respirologi berbeda juga perlu diperhatikan lamanya pemberian antibiotik
IDAI) membuat batasan batuk kronik adalah batuk yang misalnya faringitis bakteri cukup dengan 7 hari sedangkan
berlangsung lebih dari atau sama dengan 2 minggu pada rinosinusitis diberikan selama 3 minggu.11,13

286 Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010


Batuk Kronik pada Anak

Penyebab batuk kronik yang sering adalah asma kerja silia.3,8 Antitusif perlu dipertimbangkan pada kasus
sehingga pengobatan utama pada saat serangan asma adalah pertusis yang dapat terjadi apnea akibat batuk yang berat
bronkodilator.9,14 Pada asma terjadi keadaan bronkokonstriksi sehingga tidak dapat inspirasi karena batuknya. Pada keadaan
akibat pajanan alergen pada saluran respiratorik sehingga tersebut antitusif dapat diberikan tetapi secara umum
terjadi obstruksi dengan akibat hipoksemia dan hiperkarbia pemberian antitusif sedapat mungkin dihindarkan.8 Pada asma
yang harus ditatalaksana sesegera mungkin untuk mencegah pemberian antitusif merupakan kontraindikasi karena akan
komplikasi yang mungkin terjadi.15 Bronkodilator yang memperberat keadan asmanya.7,9
digunakan sebaiknya dalam bentuk inhalasi karena a
mempunyai awitan yang cepat, langsung menuju sasaran, Non farmakologik
dosis kecil, dan efek samping kecil. Pada serangan asma, Selain tatalaksana farmakologik diperlukan pula
bronkodilator yang digunakan adalah yang termasuk dalam penatalaksanaan non farmakologi seperti pencegahan
golongan short acting sedangkan pada tatalaksana jangka terhadap alergen, pengendalian lingkungan, dan hidrasi yang
panjang digunakan long acting beta-2 agonist (sebagai cukup.8-10 Pada penyakit yang hanya timbul akibat adanya
ajuvan terhadap obat pengendali utama yaitu steroid pajanan alergen maka faktor pencegahan terhadap alergen
inhalasi).9,16 Bronkodilator yang sering digunakan pada merupakan hal yang harus dilakukan misalnya pencegahan
serangan asma adalah salbutamol, terbutalin, prokaterol, dan terhadap asap rokok, tungau debu rumah, atau makanan
ipratropium bromida, sedangkan pada tatalaksana jangka b tertentu yang menyebabkan alergi. Selain itu pengaturan
panjang adalah formoterol, salmeterol, dan bambuterol.9 lingkungan seperti kebersihan lingkungan dan pengaturan
Pada batuk kronik yang didasari inflamasi sebagai faktor suhu serta kelembaban merupakan hal yang perlu diper-
etiologi seperti rinitis alergika dan asma pemberian hatikan.7,9 Dengan suasana lingkungan yang baik maka
antiinflamasi merupakan pilihan utama. Pada rinitis alergika tatalaksana batuk kronik menjadi lebih baik. Hidrasi yang
antiinflamasi yang dianjurkan adalah kortikosteroid intrana- cukup dapat berperan sebagai faktor yang memudahkan
sal selama 4-8 minggu. Pemberian kortikosteroid intranasal terjadinya pengeluaran sekret lebih baik. Dengan hidrasi yang
juga diberikan pada rinosinusitis yang disertai dengan alergi cukup dapat mengubah ketebalan lapisan sol dan menurunkan
selama 3 minggu.11,13 Penggunaan antiinflamasi untuk asma viskositas lapisan gel serta menurunkan kelengketan lapisan
terbagi dalam 2 kelompok besar, yaitu untuk tatalaksana gel sehingga proses pengeluaran sekret menjadi lebih
serangan asma dan tatalaksana di luar serangan asma.7,9 mudah.3,8
Untuk mengatasi serangan asma, antiinflamasi
(kortikosteroid) yang digunakan umumnya sistemik yaitu
Kesimpulan
pada serangan asma sedang dan serangan asma berat. Pada
serangan asma ringan umumnya tidak diberikan korti- Berdasarkan kajian di atas dapat disimpulkan bahwa
kosteroid kecuali pernah mengalami serangan berat yang batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh khususnya
memerlukan perawatan sebelumnya.7 Pemberian korti- respiratorik yang harus dikelola dengan baik. Tatalaksana
kosteroid pada asma di luar serangan diberikan secara batuk kronik tergantung dari penyakit yang mendasarinya
inhalasi yaitu pada asma episodik sering dan asma persisiten. dengan mempertimbangkan usia sebagai faktor pertim-
Pada keadaan tersebut umumnya kortikosteroid inhalasi bangan untuk mencari etiologi. Selain tatalaksana farma-
dikombinasikan dengan long acting beta-2 agonist.7 kologik diperlukan tatalaksana non farmakologik untuk
Selain pengobatan utama beberapa kasus diberikan obat menunjang tatalaksana secara komprehensif dalam pena-
suportif seperti mukolitik dan antitusif.5,8 Cara kerja mukolitik nganan batuk kronik.
ada beberapa mekanisme yaitu meningkatkan ketebalan
lapisal sol, mengubah viskositas lapisan gel, menurunkan Daftar Pustaka
kelengketan lapisan gel, dan meningkatkan kerja silia. Selain 1. Chang AB. Cough: are children really different to adult? Cough.
mukolitik beberapa keadaan dapat mempengaruhi kondisi 2005;7:1-15.
2. Chung KF. The clinical and pathophysiological challenge of cough.
tersebut di atas yang dapat bekerja sama yaitu hidrasi yang Dalam: Chung KF, Widdicombe J, Broushey H, penyunting. Cough:
cukup, obat-obat beta-2 agonis, antitusif dan lain-lain. Selain causes, mechanism, and therapy. Massachusetts:Blackwell,
bekerja dengan mekanisme tersebut di atas mukolitik dapat 2003.h.3-10.
pula memecah ikatan mukoprotein atau ikatan disulfid dari 3. Chang AB. Causes, assessment and measurement of cough in chil-
dren. Dalam: Chung KF, Widdicombe J, Broushey H, penyunting.
sputum sehingga sputum mudah untuk dikeluarkan.8 Cough: causes, mechanism, and therapy. Massachusetts:Blackwell,
Antitusif merupakan obat suportif lain yang diberikan 2003.h.57-73.
pada batuk kronik tetapi penggunaan antitusif terutama bagi 4. Widdicombe J. A brief overview of the mechanism of cough.
anak-anak harus dipertimbangkan secara hati-hati. Pemberian Dalam: Chung KF, Widdicombe J, Broushey H, penyunting. Cough:
causes, mechanism, and therapy. Massachusetts:Blackwell,
antitusif justru akan membuat sputum tidak dapat keluar 2003.h.17-23.
karena menekan refleks batuk yang dibutuhkan untuk 5. Wubel C, Faro A. Chronic cough in children. Pediat care rev.
mengeluarkan sputum selain antitusif pun dapat menurunkan 2003;3:5-10.

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010 287


Batuk Kronik pada Anak

6. McCool FD. Global physiology and patophysiology of cough. bations in children. Eur Respir J. 1998;11:345–9.
Chest. 2006;129:48S-53S. 13. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European position paper on
7. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman nasional asma rhinosinusitis and nasal polyps 2007. Rhinology. 2007;20:1-136.
anak. Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indo- 14. Camargo CA, Rachelefsky G, Schatz M. Managing asthma exac-
nesia; 2004. erbations in the emergency department: Summary of the Na-
8. Irwin RS, Medison JM. The diagnosis and treatment of cough. N tional Asthma Education and Prevention Program expert panel
Engl J Med. 2000;343:1715-21. report 3 guidelines for the management of asthma exacerbations.
9. Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma. NHLBI/ J Allergy Clin Immunol. 2009;124:S5-14.
WHO Workshop Report 2006. 15. Macias CG, Patel B. Quality improvement in pediatric emergency
10. de Jongste, Shields MD. Chronic cough in children. Thorax. department asthma care. Clin Ped Emerg Med. 2009;10:103-6.
2003;58:998-1003. 16. Robinson PD, Van Asperen P. Asthma in childhood. Pediatr Clin
11. Ahmad N, Zacharek MA. Allergic rhinitis and rhinosinusitis. N Am. 2009;56:191-226.
Otolaryngol Clin N Am. 2008;41:267-81.
12. Cunningham AF, Johnston SL, Julious SA, Lampe FC, Ward ME. HQ
Chronic Chlamydia pneumoniae infection and asthma exacer-

288 Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010

Anda mungkin juga menyukai