Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Mendengarkan: Strategi Pembelajaran untuk Program Kesadaraan dalam

Mendengarkan

Andrew D. Wolvin

Abstrak
Pentingnya pembelajaran dalam mendengarkan adalah sebuah masalah yang menyulitkan
para tenaga pendidik selama bertahun-tahun. Studi mengatakan bahwa pada saat berkomunikasi,
kita telah menghabiskan begitu banyak waktu untuk mendengarkan. Studi klasik Paul T. Rankin
menunjukkan beberapa persentase kerja yang kemudian diangkat menjadi proyek penelitian
terkini. Melalu analisisnya, Rankin menemukan bahwa 75% waktu yang kita miliki sudah kita
habiskan dalam komunikasi lisan. Dari waktu tersebut, kira-kira 45% kita habiskan untuk
mendengarkan dan 30% untuk berbicara.
Jurnal Mendengarkan: Strategi Pembelajaran untuk Program Kesadaraan dalam
Mendengarkan

Andrew D. Wolvin
UNIVERSITAS MARYLAND
Terlepas dari banyakanya bukti bahwa kita begitu sering mendengarkan, sistem
pendidikan kita masih belum mengikuti pembelajaran mendengarkan yang efektif. Sebuah studi
mengenai kurikulum ilmu kebahasaan di hampir seluruh sistem sekolah, mengatakan akan
memutuskan sebuah pembelajaran yang lebih menekankan pada keterampilan menulis dan
membaca, dimana keterampilan berkomunikasi kurang diajarkan. Jika seorang murid beruntung,
ia akan diminta atau didorong untuk mengambil satu semester pembelajaran wicara di sekolah
menengah atas. Tidak diragukan lagi hal tersebut akan lebih menekankan pada keterampilan si
pembicara. Sebagian besar dalam kurikulum wicara kami, mengasumsikan akan melanjutkan
pembelajaran tersebut ke sebuah keterampilan mendengarkan. Seseorang dilatih dalam sebuah
organisasi wicara, sebagai contoh ia diharapkan untuk mengenali elemen-elemen struktural
dalam sebuah pesan yang ia dengarkan. Alhasil, pembelajaran mendengarkan akan sangat sering
dilewatkan.
Masalah yang kita hadapi tidak hanya berbatas pada lingkungan sekolah dasar dan
menengah pertama. Program-program komunikasi di pendidikan lanjut misalnya, hanya sedikit
menuturkan pembelajaran mendengarkan. Bahkan beberapa departemen yang terlihat maju saja
baru menawarkan satu kursus penuh dalam program mendengarkan, terutama yang populer bagi
para guru dan pendidik masa depan di berbagai bidang komunikasi.
Sementara itu, kebutuhan akan pembelajaran dalam mendengarkan akan terus berlanjut.
Seperti halnya dalam konferensi pendidikan akhir-akhir ini. Mereka menawarkan beberapa
permintaan dalam dunia bisnis dan industri yang berkaitan dengan kompetensi mendengarkan.
Dalam konferensi tersebut mereka menegaskan, beri kami seseorang yang dapat mendengarkan
dan kami akan mendidiknya sesuai dengan keterampilan kerja yang ia miliki.
Bagaimanapun juga, terlepas dari kebutuhan yang kuat untuk mengajarkan kompetensi
mendengarkan ini, kita belum sepenuhnya siap menanggapi perkembangan kurikulum di area ini.
Kita belum mencapai tingkat kedewasaan atau kecanggihan yang berkaitan dengan ilmu
mendengarkan.
Salah satu masalah dalam pembelajaran mendengarkan adalah kita belum
mengembangkan konsep yang pasti dalam proses mendengarkan. Bisa ditebak bahwa ini bukan
hanya sekedar mendengarkan, tapi juga soal tahap-tahap memaknai, mengevaluasi, mengingat,
dan merespon sebuah pesan. Pada tahun 1948, Nichols mengidentifikasi beberapa faktor yang
mempengaruhi proses mendengarkan. Seperti umur, jenis kelamin, kecerdasan, pemahaman
membaca, latar belakang, pengaruh pendidikan, dan sebagainya. Semenjak Nichols melakukan
penilitian besar-besaran itu, kami harus lebih memperhatikan pengaruh persepsi dan perhatian
pada hal-hal tertentu sebagai suatu hal yang sangat penting dalam proses mendengarkan.
Tentu saja faktor-faktor tersebut mengahambat kemampuan kita untuk menjajal
kemampuan mendengarkan yang kita miliki. Bila kemampuan seseorang pada sebuah tes
mendengarkan hanya terbatas pada tingkat kosa kata yang dimiliki, maka akan sangat sulit
apabila para peneliti hanya mengandalkan penilitian dari data-data tersebut. Menyadari akan
kurangnya data yang dapat diandalkan, kami menyuarakan kebutuhan akan pembelajaran dalam
mendengarkan, tapi kami sebisa mungkin menghindari perkembangan kurikulum karena
mendengarkan adalah sebuah kemampuan dalam berkomunikasi yang sangat sulit untuk
dijabarkan.
Pada hal ini, tujuan pembelajaran mendengarkan yang paling tepat adalah pengembangan
kesadaran dalam mendengarkan. Jika seorang peserta didik dapat memahami perilaku
mendengarkan dan kemudian mampu untuk memberikan sebuah tanggapan, maka ia mampu
mengembangkan sebuah cara yang lebih efektif dalam proses mendengarkan.
Pada intinya, kita bisa mengajarkan para peserta didik tentang perilaku mendengarkan
dalam upaya meningkatkan kesadaran sebuah proses mendengarkan.
Salah satu strateginya adalah setiap peserta didik mampu membuat jurnal mendengarkan.
Jurnal tersebut dapat berupa pengalaman-pengalaman mendengarkan dalam berbagai tingkat.
Para peserta didik diminta untuk mencatat pengalaman, mengidentifikasi berdasarkan jenisnya,
dan menganalis perilaku mereka sebagai pendengar. Hal seperti ini sangat efektif untuk
menekankan berbagai jenis pengalaman mendengarkan pada peserta didik, sehingga mereka
mampu mamahami disiplin ilmu mendengarkan secara apresiatif, diskriminatif, komprehensif,
kritis, dan terapeutik. Namun, yang terpenting adalah untuk lebih memperhatikan analisis respon
dalam proses mendengarkan.
Dalam jurnal mendengarkan, entri pertama dapat berupa tujuan masing-masing peserta
didik sebagai dasar program kesadaran dalam mendengarkan. Berikut beberapa tujuan yang
dapat digunakan peserta didik untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan:
1. Untuk sepenuhnya menganalisis kemampuan mendengarkan saya.
2. Mengembangkan kemampuan untuk terbiasa mengasumsikan perilaku mendengarkan.
3. Mengembangkan kemampuan untuk menetapkan tujuan dan meningkatkan keterampilan
mendengarkan dalam berbagai situasi.
4. Mengembangkan kemampuan untuk mengatur apa yang sedang dikatakan (gagasan
utama, rincian penting, dan urutannya), agar dapat memudahkan mengingat kembali
pesan yang disampaikan.
5. Mengembangkan kemampuan untuk tetap berpikiran terbuka (meskipun saya tidak suka
si pembicara, dan tidak setuju dengan pendapatnya).
6. Mengembangkan kemampuan untuk menghentikan aktifitas yang sedang saya lakukan
dan lebih memperhatikan seorang yang sedang berbicara kepada saya, terutama keluarga
saya.
7. Mengembangkan kemampuan untuk lebih fokus terhadap apa yang orang lain katakan,
tanpa membiarkan pikiran saya kemana-mana.
8. Mengembangkan kemampuan untuk tidak memberikan penilaian kepada si pembicara
dan apa yang ia sampaikan, sampai saya benar-benar sudah mendengarkan apa yang
harus ia sampaikan.
9. Mengembangkan rasa tanggung jawab untuk memberikan masukan yang sesuai dengan si
pembicara, sehingga ia tahu bagaimana pesannya tersampaikan.
10. Mengembangkan kemampuan mendengarkan si pembicara meskipun penyampainya
kurang mumpuni.
11. Mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan materi yang kurang baik dan tidak
menarik untuk saya.
12. Mengembangkan kemampuan unyuk dapat menarik kesimpulan.
13. Untuk mendapatkan pemahaman dalam proses mendengarkan.

Tujuan-tujuan seperti ini dapat dijadikan dasar untuk menyusun berbagai jenis
pengalaman dalam mendengarkan. Salah satu pengalaman dalam mendengarkan yang dapat
dianalisis oleh peserta didik adalah mendengarkan secara apresiatif yang mana lebih
menekankan kenikmatan atau kesan-kesan yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dalam hal
ini, seseorang dapat mendengarkan berbagai macam elemen, seperti keindahan atau dampak
yang timbul dari gaya seorang pembicara, kesan dari musik, atau gambar-gambar literatur yang
disajikan secara lisan. Ada peserta didik yang menjabarkan pengalamannya saat ia
mendengarkan “suara-suara di sekitar kita”. Ada pula yang menjabarkan pengalamannya di
sebuah produksi teater baca. Proses produksi tersebut diadaptasi dari naskah radio yang sudah
lama. Seluruh proses produksi ditampilkan di panggung, seolah-olah para pembaca berada di
studio lengkap dengan efek-efek bebunyian. Sebagaimana dicontohkan dalam salah satu jurnal:

“Kegiatan semacam ini sangat menyenangkan dan benar-benar menghidupkan kembali


kemampuan mendengar para pendengar. Panggung dibagi menjadi dua, satu sisi untuk para
pendengar radio, di sisi lain untuk para penyiar radio. Bagian lampu akan lebih menonjolkan
para penyiar dibandingkan para pendengar radio. Aku pikir ini akan membuat pengalaman
mendengarkan jadi berkurang, karena ada kontak visual.”

Kemudian mendengarkan suatu hal yang bersifat diskriminatif, langkah pertama yang
paling penting adalah pendidikan sejak kecil. Ini menarik untuk disadari bahwa betapa
diskriminatifnya proses mendengarkan kita sebagai orang dewasa.

“Aku telah mendengarkan suatu hal secara diskriminatif hari ini. Anak perempuanku
sakit, dan aku bermaksud untuk mendengarkan apa yang anakku katakan sementara aku juga
mencoba mengabaikan suara-suara lain yang tidak penting. Aku telah menyadari betapa
diskriminatifnya kemampuan mendengarkanku sebagai seorang ibu.”

Mendengarkan secara komprehensif−mendengarkan untuk memahami−adalah proses


mendengarkan yang paling “dapat diajarkan” karena kita bisa menerapkan beberapa tindakan
melalui program ini. Sebagai konsekuensinya, banyak program mendengarkan, terutama yang
telah dipersiapkan untuk pasar komersil, hanya semata-mata dibuat untuk program
mendengarkan secara komprehensif. Beberapa faktor seperti mendengarkan gagasan utama,
mengikuti arahan, dan tata urutan adalah bagian dari proses mendengarkan secara komprehensif.
Pada umumnya, kita akan mengalami proses mendengarkan secara komprehensif pada sebuah
komunikasi publik (seperti bagaimana mencatat dan sebagainya). Seperti halnya saat
mendengarkan perkuliahan. Seperti dicontohkan dalam jurnal berikut ini:
“Sore ini di kelas Marketing, aku merasa aku tidak bisa mempelajari apapun. Aku
terjaga selama hampir 34 jam dan aku rasa aku akan tertidur di kelas. Aku sudah memutuskan,
demi mendapatkan sesuatu di kelas, aku akan memfokuskan perhatianku pada perkuliahan dan
tidak akan membiarkan pikiranku kemana-mana. Aku hanya fokus ke gagasan utama saja. Aku
sadar bahwa jangka waktu untuk fokus ternyata lebih besar karena aku hanya mendengarkan
apa yang dosenku katakana. Aku tidak mencatat seperti biasanya, tapi aku merasa aku lebih
paham…”

Mendengarkan secara komprehensif sama sulitnya dengan berkomunikasi antar


perorangan. Sebagaimana dicontohkan dalam jurnal berikut:

“Hari ini aku pergi ke kantor kepala keuangan untuk membicarakan soal presentasi
kursus dasar didalam proses keuangan di agensiku. Jujur, aku berhadapan dengan hal yang
tidak banyak aku ketahui, dan mungkin saja tidak begitu aku pedulikan. Saat aku mendengarkan
aku merasa sedikit kesusahan. Saat pembicaraan berlangsung aku merasa pikiranku kemana-
mana…”

Kemampuan mendengarkan secara kritis tentu saja dapat diterapkan pada komunikasi
antar perorangan, begitu juga pada media masa. Jelas bahwa ada nilai yang luar biasa dalam
mendengarkan secara kritis, terutama karena kita dibombardir dengan dorongan persuasif setiap
hari. Memahami strategi karena dapat membantu pendengar memutuskan pendapatnya mengenai
pesar-pesan persuasif yang ada. Sebagaimana dicontohkan dalam jurnal berikut ini:

“Kami mendapatkan libur kerja, jadi kami pergi untuk mencari rumah. Dapat dibilang
bahwa aku ini pendengar yang kritis. Aku tahu, Barker mengatakan bahwa kamu seharusnya
tidak hanya mendengarkan fakta, tapi itu semua yang ingin aku dengar di saat seperti ini.
Penilaianku terhadap kredibilitas si sales rumah itu tidaklah begitu tinggi, dan aku lebih sering
menanyakan apa yang mereka sampaikan. Aku terlalu sibuk memikirkan pertanyaan yang ingin
aku tanyakan sehingga aku gagal mendengarkan jawaban si sales tadi.”

Kebutuhan sosial lain yang sangat nyata adalah kesadaran akan apa yang disebut
mendengarkan “terapeutik”−mendengarkan klien dengan “papan suara” mengenai masalah yang
dimilikinya. Alih-alih untuk latihan psikolog amatir, pendengar terapeutik yang baik akan
memberikan berbagai macam tanggapan yang bersifat mendorong si pembicara untuk tetap
melanjutkan. Idealnya, berbicara melalui sebuah masalah akan memungkinkan si pembicara
untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.
Kebutuhan akan kesadaran dalam program mendengarkan terapeutik ini sangat tinggi.
Baru-baru ini organisasi di San Francisco didirikan untuk memberikan layanan mendengarkan
bagi orang-orang yang tidak mempunyai siapapun yang mau mendengarkan mereka. Kebutuhan
akan hal seperti ini ditunjukkan oleh seorang tenaga pendidik yang menggambarkan betapa ia
dipanggil agar menjadi pendengar terapeutik di kesehariannya:

”Setiap hari, aku mendapati murid-murid dikelasku tahun ini atau di tahun sebelumnya
datang dan berbicara padaku. Apa yang mereka bicarakan sangat bervariasi, mulai dari soal
keluarga, teman, pacar, dan hal-hal yang berkaitan dengan seks. Mereka dengan senang hati
akan merelakan waktu istirahat mereka agar bisa berbicara denganku. Dengan alasan ini aku
membuat semacam “waktu pertemuan” bagi setiap murid selama seminggu. Sehingga kita tidak
akan terganggu oleh siapapun, kecuali dalam keadaan genting.”

Mencatat pengalaman-pengalaman mendengarkan seperti di atas memberikan dasar-dasar


yang luar biasa untuk meningkatkan kemampuan diri sendiri berkaitan dengan program
kesadaran dalam mendengarkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan program ini bergantung pada
setiap peserta didik, melalui tujuan-tujuan yang sebelumnya telah mereka putuskan. Tentu saja,
dorongan dari diri sendiri harus ditanamkan dalam kegiatan ini. Penting juga untuk
mengembangkan program tersebut ke tingkat yang lebih tinggi, untuk memperluas pengalaman
para peserta didik. Kalau tidak, maka kemampuan mendengarkan para peserta didik hanya
terbatas pada kemampuan mendengarkan secara komprehensif di ruang kelas.
Setelah mencatat, mereka akan membuat sebuah kesimpulan dimana mereka harus
membuat semacam evaluasi diri tentang perilaku mendengarkan mereka, mengidentifikasi
kelemahan dan kekuatan mereka untuk referensi di masa yang akan datang. Karena di awal mula
mereka telah menetapkan tujuan dari pembuatan jurnal ini, maka tujuan-tujuan tersebut dapat
dijadikan sebagai kriteria dasar untuk evaluasi diri. Para peserta didik akan mampu memahami
respon-respon dalam mendengarkan milik mereka sendiri dan nantinya pemahaman mereka
dapat diaplikasikan ke dalam proses mendengarkan yang sesungguhnya. Dalam kesimpulan
jurnal salah satu peserta didik adalah sebagi berikut:

“Mencatat semua pengalaman mendengarkan benar-benar membantuku. Sekarang aku


tahu ketka aku menghadapi tugas mendengarkan yang sulit, daripada aku menghindar, aku akan
mencoba dan mengaplikasikan teknik mendengarkan yang sesuai dengan apa yang aku alami.
Aku percaya bahwa mendengar dapat diajarkan. Aku sadar bahwa mayoritas orang tidak benar-
benar mendengarkan dan mungkin saja tidak terlibat atau bahkan tidak tertarik dalam situasi
mendengarkan yang lebih sulit dan berbeda-beda.”

“Sebagai sumber dalam sebuah situasi mendengarkan, aku sadar akan pentingnya
mengirim pesan singkat secara langsung untuk memudahkan pemahaman. Pendek cerita, aku
lebih sopan dan mempertimbangkan si penerima karena aku sering berada di posisinya. Seperti
halnya ketika aku memberikan petunjuk arah ke seorang pegawai, aku mencoba berbicara pelan
dan sederhana, selalu memastikan apakah mereka sudah paham atau belum. Aku rasa ini benar-
benar berhasil.”

“Aku merasa bahwa meskipun aku sudah mengalami perjalanan yang panjang sebelum
aku benar-benar menjadi pendengar yang baik, paling tidak aku sadar akan proses-proses
fundamental, mempraktikan apa yang aku tahu, dan mencoba membuat semua orang sadar akan
pentingnya mendengarkan.”

Anda mungkin juga menyukai