Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA

ANAK DI RSUP PERSAHABATAN

DISUSUN OLEH :

Nama : Therese Huwae

NIM : 18170000186

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

2018
LAPORAN PENDAUHULAUN
TUMBUH KEMBANG PADA ANAK

A. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Anak


1. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran – ukuran tubuh yang meliputi BB, TB,
LK, LD, dan lain-lain atau bertambahnya jumlah dan ukuran sel – sel pada semua
sistem organ tubuh (Vivian nanny, 2010 : 48).
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan yang bersifat kuantitas, yang mengacu
pada jumlah, besar, dan luas, serta bersifat konkret yang menyangkut ukuran dan
struktur biologis (Mansur, 2009 : 25).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil
proses pematangan (Soetjiingsih, 2005 : 1).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan atau fungsi semua system organ
tubuh sebagai akibat bertambahnya kematangan fungsi-fungsi system organ tubuh
(Vivian nanny, 2010 : 49).
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi
dan kemandirian (Pemkot Malang Dinkes, 2007 : 4)

2. Ciri-Ciri Prinsip Tumbuh Kembang Anak/Balita


a. Perkembangan menimbbulkan perubahan
Perkembangan terjadi bersamaan dengan petumbuhan. Settiap pertumbuhan
disertai dengan perubahan fungsi.
b. Tumbuh pada tahap awal untuk menetukan perkembangan selanjutnya
Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia
melewati tahap selanjutnya.
c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda
Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda-
beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan
perkembangan pada masing-masing anak
d. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan
Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi
peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi
e. Perkembangan mempunyai pola yang tepat
Perkembangan terjadi lebih dahulu didaerah kepala, kemudian menuju kearah
kaudal, perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal alalu berkembang
ke bagian distal
f. Perkembangan memiliki tahapan yang beruntutan
Tahap perkembangan memiliki tahap yang beruntutan

3. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak


Masa lima tahun pertama merupakan masa terbentuknya dasar – dasar
kepribadian manusia. Kemampuan pengindraan, berfikir, ketrampilan, berbahasa dan
berbicara, bertingkah laku sosial dll. Ada 2 faktor yang mempengaruhi proses tumbuh
kembang optimal seorang anak yaitu :
a. Faktor Internal:
1) Ras / etnik dan bangsa
Anak yang dilahirkan dari ras / bangsa Amerika maka ia tidak memiliki faktor
hereditas ras / bangsa Indonesia atau sebaliknya.
2) Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,
gemuk atau kurus.
3) Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama
kehidupannya.
4) Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki
– laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan
lebih cepat.
5) Genetik
Genetic (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak akan
menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang bepengaruh pada
tumbuh kembang anak seperti kerdil.
6) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti
ada sindrom downs dan sindrom turner.
b. Faktor luar (eksternal)
1) Faktor prenatal
 Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan
mempengaruhi pertumbuhan janin.
 Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan congenital seperti
club foot.
 Toksin / zat kimia
Beberapa obat – obatan seperti aminopterin, thalidomide dapat
menyebabkan kelainan congenital seperti palatoskisis.
 Endokrin
Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
hyperplasia adrenal.
 Radiasi
Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin
seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental, dan deformitas anggota
gerak, kelainan congenital mata, kelainan jantung.
 Infeksi
Infeksi pada trimester I dan II oleh TORCH (Toxoplasam, Rubella,
Citomegalo virus, dan Herpes simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada
janin : katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung
congenital.
 Kelainan imunologi
Eritroblastosis fetals timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara
janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody terhadap sel darah merah
janin, kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin
dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan
hiperbilirubinemia dan kern ikterus yang menyebabkan kerusakan jaringan
otak.
 Anoksia embrio
Anoksia embrio disebabkan oleh jaringan fungsi plasenta menyebabkan
pertumbuhan terganggu
 Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah / kekerasan mental pada
ibu hamil dan lain-lain.
2) Faktor Natal
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan otak.
3) Faktor pasca salin
 Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
 Penyakit kronis / kelainan congenital
Tuberculosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi
pertumbuhan jasmani.
4) Lingkungan fisis dan kimia
Lingkungan adalah tempat anak tersebut hidup yang berfungsi sebagai
penyedia kebutuhan dasar anak (provider) sanitasi lingkungan yang kurang
baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb,
merkuri, rokok, dll).
5) Psikologis
Hubungan anak dengan orang di sekitarnya, seorang anak yang tidak
dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan akan
mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
6) Endokrin
Gangguan hormone, misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan
anak mengalami hambatan pertumbuhan.
7) Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan
lingkungan yang jelek, dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan
anak.
8) Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu anak sangat mempengaruhi tumbuh
kembang anak.
9) Perkembangan memerlukan rangsang / stimulasi khususnya dalam keluarga,
misalnya penyediaan alat main, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain terhadap anak.
10) Obat – obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan,
demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf
yang menyebabkan terhambatnya produksi hormone pertumbuhan.
(Pemkot Dinkes Malang, 2007 : 6).

4. Kubutuhan Dasar Anak


Kebutuahna dasar anak untuk tumbuh kembang yang optimal meliputi:
a. Kebutuahn Fisik – Biologis (Asuh)
Meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, seperti:
1) Nutrisi : harus dipenuhi sejak anak didalam rahim. Ibu perlu memberikan
nutrisi seimbang melalui konsumsi makanan yang bergizi dan menu seimbang
2) Imunisasi : anak perlu diberikan imunisasi dasar lengkap agar terhindar dari
penyakit yang dapat dicegah dari imunisasi
3) Kebersihan : meliputi kebersihan makanan, minuman, udara, pakaian, rumah,
sekolah transportasi
4) Bermain, aktifitas fisik, tidur : anank perlu bermain, melakuakn aktifitas fisik
dan tidur karena hal in dapatt merangsang hormon pertumbuhan, nafsu makan,
merangsang metabolisme karbohidrat, merangsang pertumbuhan dan
perkembangan.
5) Pelayanan kesehatan : anak perlu dipantau / diperiksa kesehatannya secara
teratur
b. Kebutuhan Kasih Sayang dan Emosi (Asih)\
1) Menciptakan rasa aman dan nyaman, annak merasa dilindungi
2) Diperhatikan minat, keinginan dan pendapatnya
3) Diberi contoh
4) Diberi dorongan / dimotivasi dan dihargai
5) Dididik dengan penuh kegembiraan, melakukan koreksi dengan kegembiraan
dan kasih sayang
c. Kebutuhan Stimulasi (Asah)
1) Anak perlu distimulasi sejak dini untuk mengembangkan sedini mungkin
kemampuan sensorik, motorik, emosonal, biacra, kognitif, kemandirian,
kreatifitas, moral dan spiritual anak. Dasar perlunya stimulasi dini :Milyaran
sel otak dibentuksejak anak didalam kandungan usia 6 bulan danbelum ada
hubungan sel-sel otak.
2) Orangtua perlu merangsang hubungan sel-sel otak.
3) Bila ada hubungan rangsangan sel-sel otak
4) Semakin banyaak variasi maka hubungan antara sel-sel otak semakin komplek
5) Ketrampilan bahasa, kemandirian, kreatifitas, produktifitas

5. Tahap –Tahap Tumbuh Kembang Bayi dan Balita


a. Usia 1 bulan
1) Di hari-hari pertama setelah kelahiran, bayi belum bisa membuka matanya.
Namun setelah berjalan beberapa hari kemudian, ia akan bisa melihat pada
jarak 20 cm.
2) Bulan pertama ini bayi akan memulai adaptasinya dengan lingkungan baru
3) Memiliki gerakan refleks alami.
4) Memiliki kepekaan terhadap sentuhan.
5) Secara refleks kepalanya akan bergerak ke bagian tubuh yang disentuh.
6) Sedikit demi sedikit sudah bisa tersenyum.
7) Komunikasi yang digunakan adalah menangis. Arti dari tangisan itu sendiri
akan Anda ketahui setelah mengenal tangisannya, apakah ia lapar, haus,
gerah, atau hal lainnya.
8) Peka terhadap sentuhan jari yang disentuh ke tangannya hingga ia
memegang jari tersebut.
9) Tiada hari tanpa menghabiskan waktunya dengan tidur.
b. Usia 2 bulan
1) Sudah bisa melihat dengan jelas dan bisa membedakan muka dengan suara.
2) Bisa menggerakkan kepala ke kiri atau ke kanan, dan ke tengah.
3) Bereaksi kaget atau terkejut saat mendengar suara keras.
c. Usia 3 bulan
1) Sudah mulai bisa mengangkat kepala setinggi 45 derajat.
2) Memberikan reaksi ocehan ataupun menyahut dengan ocehan.
3) Tertawanya sudah mulai keras.
4) Bisa membalas senyum di saat Anda mengajaknya bicara atau tersenyum.
5) Mulai mengenal ibu dengan penglihatannya, penciuman, pendengaran, serta
kontak.
d. Usia 4 bulan
1) Bisa berbalik dari mulai telungkup ke terlentang.
2) Sudah bisa mengangkat kepala setinggi 90 derajat.
3) Sudah bisa menggenggam benda yang ada di jari jemarinya.
4) Mulai memperluas jarak pandangannya.
e. Usia 5 bulan
1) Bisa meraih benda yang terdapat dalam jangkauannya.
2) Saat tertawa terkadang memperlihatkan kegembiraan dengan suara tawa
yang ceria.
3) Sudah bisa bermain sendiri.
4) Akan tersenyum saat melihat gambar atau saat sedang bermain.
f. Usia 6 bulan
1) Dapat mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil.
2) Mulai memainkan dan memegang tangannya sendiri.
3) Matanya sudah bisa tertuju pada benda-benda kecil.
g. Usia 7 bulan
1) Sudah bisa duduk sendiri dengan sikap bersila.
2) Mulai belajar merangkak.
3) Bisa bermain tepuk tangan dan cilukba.
h. Usia 8 bulan
1) Merangkak untuk mendekati seseorang atau mengambil mainannya.
2) Bisa memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya.
3) Sudah bisa mengeluarkan suara-suara seperti, mamama, bababa, dadada,
tatata.
4) Bisa memegang dan makan kue sendiri.
5) Dapat mengambil benda-benda yang tidak terlalu besar.
i. Usia 9 bulan
1) Sudah mulai belajar berdiri dengan kedua kaki yang juga ikut menyangga
berat badannya.
2) Mengambil benda-benda yang dipegang di kedua tangannya.
3) Mulai bisa mencari mainan atau benda yang jatuh di sekitarnya.
4) Senang melempar-lemparkan benda atau mainan.
j. Usia 10 bulan
1) Mulai belajar mengangkat badannya pada posisi berdiri.
2) Bisa menggenggam benda yang dipegang dengan erat.
3) Dapat mengulurkan badan atau lengannya untuk meraih mainan.
k. Usia 11 bulan
1) Setelah bisa mengangkat badannya, mulai belajar berdiri dan berpegangan
dengan kursi atau meja selama 30 detik.
2) Mulai senang memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
3) Bisa mengulang untuk menirukan bunyi yang didengar.
4) Senang diajak bermain cilukba.
i. Usia 12 bulan
1) Mulai berjalan dengan dituntun.
2) Bisa menyebutkan 2-3 suku kata yang sama.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, suka memegang apa saja.
4) Mulai mengenal dan berkembang dengan lingkungan sekitarnya.
5) Reaksi cepat terhadap suara berbisik.
6) Sudah bisa mengenal anggota keluarga.
7) Tidak cepat mengenal orang baru serta takut dengan orang yang tidak
dikenal/asing.

6. Perkembangan Bayi Umur 0-1 Tahun


Pada masa bayi baru lahir (0 sampai 28 hari), terjadi adaptasi terhadap
lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi darah serta mulainya berfungsi organ-
organ. Setelah 29 hari sampai dengan 11 bulan, terjadi proses pertumbuhan yang pesat
dan proses pematangan yang berlangsung secara terus menerus terutama
meningkatnya fungsi sistem syaraf.
Kemampuan yang dimiliki bayi meliputi;
1. Kemampuan Motorik
Kemampuan motorik merupakan sekumpulan kemampuan untuk
menggunakan dan mengontrol gerakan tubuh, baik gerakan kasar maupun gerakan
halus. Motorik kasar merupakan keterampilan menggerakkan bagian tubuh secara
harmonis dan sangat berperan untuk mencapai keseimbangan yang menunjang
motorik halus. Motorik halus merupakan keterampilan yang menyatu antara otot
halus dan panca indera. Kemampuan motorik selalu memerlukan koordinasi
bagian-bagian tubuh, sehingga latihan untuk aspek motorik ini perlu perhatian.

Kemampuan motorik pada bayi berdasarkan usia yakni:


Usia Motorik kasar Motorik halus
Melihat, meraih dan menendang mainan
gantung.
Mengangkat kepala, Memperhatikan benda bergerak,
0-3 bulan Guling-guling, Melihat benda-benda kecil,
Menahan kepala tetap tegak, Memegang benda,
Meraba dan merasakan bentuk
permukaan,
Menyangga berat, Memegang benda dengan kuat,
Mengembangkan kontrol Memegang benda dengan kedua tangan,
3-6 bulan
kepala. Makan sendiri,
Duduk. Mengambil benda-benda kecil.
Memasukkan benda kedalam wadah,
Merangkak Bermain 'genderang'
Menarik ke posisi berdiri Memegang alat tulis dan mencoret-coret
6-9 bulan
Berjalan berpegangan Bermain mainan yang mengapung di air
Berjalan dengan bantuan. Membuat bunyi-bunyian.
Menyembunyikan dan mencari mainan
Bermain bola
Menyusun balok/kotak
9-12 Membungkuk
Menggambar
bulan Berjalan sendiri
Bermain di dapur.
Naik tangga.

2. Kemampuan Bicara dan Bahasa


Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin
sehingga dalam masa ini, pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat besar.
Kemampuan bicara bayi masih dalam bentuk pra bicara, yang diekspresikan
dengan cara menangis, mengoceh, gerakan isyarat dan ekspresi wajah seperti
tersenyum. Bahkan pada masa ini lebih sering muncul senyum sosial sebagai
reaksi terhadap rangsangan dari luar .
Ekspresi emosi adalah bahasa pertama sebelum bayi berbicara, sebagai cara
untuk mengkomunikasikan dirinya pada orang tua atau orang lain. Bayi akan
bereaksi pada ekspresi wajah dan tekanan suara, sebaliknya orangtua membaca
ekspresi bayi dan merespon jika ekspresi bayi menunjukkan tertekan atau
gembira. Terkait dengan ekspresi emosi bayi, yang mudah dikondisikan, maka
ekspresi emosi bayi mudah dikondisikan. Jika orangtua lebih banyak
menunjukkan suasana hati yang positif seperti selalu gembira, santai dan
menyenangkan, akan mempengaruhi pemahaman bayi terhadap sesuatu dan
cenderung menimbulkansuasana hati yang menyenangkan. Sebaliknya jika orang
dewasa mengkondisikan dengan situasi yang tidak menyenangkan maka suasana
emosi bayi cenderung buruk. Kemampuan bicara pada bayi sebenarnya ada
hubungannya dengan perkembangan otak, terutama pada saat bayi menangkap
kata-kata yang diucapkan dan menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.
Pada saat bayi berjalan, berbicara, tersenyum dan mengerutkan dahi, sebenarnya
tengah berlangsung perubahan dalam otak. Meski keterkaitan sel-sel syaraf
(neuron) yang dimiliki bayi, masih sangat lemah, namun akan sangat
mempengaruhi pada perkembangan sel syaraf pada tahap selanjutnya. Bayi
mengerti dan memahami sesuatu yang berada disekelilingnya, tidak terbatas
dengan melihat serta memanipulasi namun sebenarnya bayi sudah memiliki
kemampuan untuk memberi perhatian, menciptakan simbolisasi, meniru dan
menangkap suatu konsep melalui gerakan sudah lebih berkembang. Oleh
karenanya untuk mengoptimalkan kemampuan otaknya maka bayi perlu lebih
banyak menstimulasi bayi untuk mengenal benda-benda sekelilingnya sambil
terus mengajak berbicara.
Kemampuan bicara dan berbahasa pada masa bayi sbb:
Usia Kemampuan Bicara dan Bahasa
· prabicara,
0-3 bulan· meniru suara-suara,
· mengenali berbagai suara.
· mencari sumber suara,
3-6 bulan
· menirukan kata-kata..
· menyebutkan nama gambar di buku majalah,
6-9 bulan
· menunjuk dan menyebutkan nama gambar-gambar.
· menirukan kata-kata
9-12 bulan
· berbicara dengan boneka
· bersenandung dan bernyanyi.

3. Kemampuan Sosialisasi dan Kemandirian


Kemampuan sosialisasi dan kemandirian dapat dirangsang dengan
sosialisasi pada masa bayi diawali di dalam keluarga, dimana dalam keluarga
terjadi hubungan timbal balik antara bayi dan pengasuh atau orangtua. Melalui
perhatian dan perilaku orangtua akan memberi kerangka pada bayi dalam
berinteraksi dan pengalaman yang terpenting bagi bayi karena keluarga adalah
melibatkan proses kasih sayang. Kemampuan bayi untuk bersosialisasi mulai
muncul, dasar-dasar sosial mulai dibentuk, yang diperoleh dengan cara mencontoh
perilaku pada situasi sosial tertentu, misalnya mencontoh perilaku sosial dari
kakak atau orang tuanya, yang akhirnya akan mempengaruhi cara penyesuaian
pribadi dan sosialnya dikemudian hari. Kemampuan sosialisasi dan kemandirian
pada masa bayi sbb:

Usia Kemampuan Sosialisasi dan Kemandirian


Memberi rasa aman dan kasih sayang,
mengajak bayi tersenyum,
mengajak bayi mengamati benda-benda dan keadaan di sekitarnya,
0-3 bulan
meniru ocehan dan mimik muka bayi,
mengayun bayi,
menina bobokan.
Bermain "ciluk ba',
3-6 bulan melihat dirinya di kaca,
berusaha meraih mainan.
Mulai bermain atau 'bersosialisasi' dengan orang lain.
6-9 bulan Mulai melambaikan tangan jika ditinggal pergi.
Mulai membalas lambaian tangan orang lain.
9-12 bulan Minum sendiri dari sebuah cangkir,
Makan bersama-sama
Menarik mainan yang letaknya agak jauh.

7. Perkembangan Anak Usia 1-3 Tahun


Usia 1-2 Tahun
 Mampu merangkak dengan lebih cepat dan baik.

 Mampu mengangkat badan sendiri dan berdiri


sambil pegangan pada furnitur, dan duduk lagi
dengan usaha sendiri.

 Suka memindahkan barang dari satu tempat ke


tempat lainnya.
Tahap Perkembangan
 Mampu duduk sendiri di kursi yang sesuai dengan
Fisik
ukuran mereka.

 Mampu menyuapi diri sendiri dengan sendok dan


gelas, meskipun berantakan.

 Mampu menyusun dua sampai empat balok-balok.

 Mampu membuka beberapa bagian dari baju.

 Senang bermain di permainan yang mencari benda-


benda yang tersembunyi.

 Senang melihat buku-buku bergambar.


Tahap Perkembangan
Kognitif  Mulai mengerti fungsi dari alat-alat di dalam
rumah.

 Mulai mengerti bentuk-bentuk yang sederhana.

 Mampu mengikuti instruksi yang sederhana.

 Menyimak ketika orang berbicara kepadanya.


Tahapan Perkembangan
Bahasa / Komunikasi
 Mampu menunjukan bagian tubuh mereka ketika
ditanya keberadaannya.

 Mulai tidak takut ketika bertemu orang yang tak


dikenal dan lebih terbuka untuk bertemu dengan
Tahap Perkembangan orang baru.
Sosial & Emosional
 Cenderung ingin melakukan semuanya secara
independen.

 Tertarik dengan hal-hal baru. Ini dapat mengarah


ke aktivitas yang berbahaya, seperti bereksplorasi
di tempat-tempat baru dan memanjat benda-benda.

Usia 2 – 3 Tahun
 Lebih lincah berlari dan lebih baik meski terjatuh
beberapa kali.

 Mampu berjalan ke belakang.

 Mampu menaiki tangga tanpa bantuan, satu demi


satu pijakan.

Tahap Perkembangan  Mampu minum dari gelas, menggunakan sedotan


Fisik dan menyuapi diri sendiri dengan sendok.

 Mampu mencuci tangan sendiri.

 Mampu menyusun empat atau enam balok-balok.

 Mampu memegang gelas, membuka kancing dan


membuka resleting baju.

 Bekerjasama pada saat bermain bersama.

 Mampu bermain sendiri lebih lama.


Tahap Perkembangan
Kognitif
 Mampu mengidentifikasi dan memberitahu bagian
tubuh mana yang sakit.

 Mengerti bahwa bahasa merupakan hal penting


untuk mengkomunikasikan apa yang mereka
perlukan.
Tahap Perkembangan
 Mampu menyebutkan kebanyakan nama mainan
Bahasa / Komunikasi
mereka.

 Sering bertanya untuk belajar hal-hal di sekitar


mereka.

 Mampu membantu dengan instruksi yang mudah,


seperti misalnya menata atau membersihkan meja
Tahap Perkembangan
makan.
Sosial & Emosional
 Mengerti ketika orang senang atau sedih dengan
mereka.

 Mengalami kesulitan memilih antara 2 pilihan dan


biasanya menginginkan keduanya.

B. Konsep Dasar Hospitalisasi Anak


1. Defenisi
Hospitalisasi diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi
sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti rumah perawatan .
Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu
alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal menurut
Berton (1958 dalam Stevens, 1992) dari :
 Kelemahan untuk berinisiatif.
 Kurang/ tak ada perhatian tentang hari depan.
 Tak berminat (ada daya tarik).
 Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat pandangan
luas.
 Ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.
Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal menurut
Berton (1958 dalam Stevens, 1992) dari :
 Kelemahan untuk berinisiatif.
 Kurang/ tak ada perhatian tentang hari depan.
 Tak berminat (ada daya tarik).
 Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat
pandangan luas.
 Ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.
2. Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004), cara memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
adalah sebagai berikut.
a. Membantu perkembangan orang tua dan anak dengan cara memberi
kesempatan orang tua mempelajari tumbuh-kembang anak dan reaksi anak
terhadap stressor yang dihadapi selama dalam perawatan di rumah sakit.
b. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar orang tua.Untuk itu,
pearawat dapat memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang
penyakit anak, terapi yang didapat, dan prosedur keperawatan yang dilakukan
pada anak, tentunya sesuai dengan kapasitas belajarnya.
c. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan
memberi kesempatan pada anak mengambil keputusan, tidak terlalu
bergantung pada orang lain dan percaya diri. Tentunya hal ini hanya dapat
dilakukan oleh anak yang lebih besar, bukan bayi. Berikan selalu penguatan
yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan anak dan
orang tua dan dorong terus untuk meningkatkannya.
d. Fasilitasi anak untuk menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien yang ada,
teman sebaya atau teman sekolah. Beri kesempatan padanya untuk saling
kenal dan berbagi pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas
kesehatan dan sesama orang tua harus difasilitasi oleh perawat karena selama
di rumah sakit orang tua dan anak mempunyai kelompok sosial yang baru.

3. Stressor Dalam Hospitalisasi


Saat dirawat di rumah sakit atau tengah menjalani proses hospitalisasi, klien
(dalam hal ini adalah anak), tentu akan mengalami stress akibat dari segala macam
bentuk perubahan yang ia alami, seperti perubahan lingkungan, suasana, dan lain
sebagainya.
a. Reaksi anak terhadap hospitalisasi

Stressor dan reaksi hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang pada


anak (Novianto dkk,2009):
1) Masa Bayi (0-1 tahun)
Dampak perpisahan, usia anak > 6bulan terjadi stanger anxiety (cemas)
 Menangis keras
 Pergerakan tubuh yang banyak
 Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan
2) Masa Todler (2-3 tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku
anak dengan tahapnya.
3) Masa Prasekolah (3-6 tahun)
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga
menimbulkanreaksi agresif.
 Menolak makan
 Sering bertanya
 Menangis perlahan
 Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
4) Masa Sekolah (6-12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksakan ;
 Meninggalkan lingkungan yang dicintai
 Meninggalkan keluarga
 Kehilangan kelompok sosial, sehingga menimbulkan kecemasan
5) Masa Remaja (12-18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi
yang muncul:
 Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan\
 Tidak kooperatif dengan petugas
 Bertanya-tanya
 Menarik diri
 Menolak kehadiran orang lain
Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi (Novianto dkk, 2009):
1) Pendekatan Empirik
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat
dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi,
yaitu ;
a. Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta
didik.
b. Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri
mereka sendiridan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
2) Pendekatan Melalui Metode Permainan
Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk
mengungkapkankonflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang
dilakukan sesuai keinginansendiri untuk memperoleh kesenangan.

b. Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi


Berikut beberapa reaksi orang tua saat anak mereka dirawat di rumah
sakit (Supartini,2004) :
1) Perasaan Cemas dan Takut
Perilaku yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya
perasaan cemas dan takut ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang
hal yang sama secara berulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi
wajah tegang, dan bahkan marah (Supartini, 2001).
2) Perasaan Sedih
Perasaan sedih sering muncul ketika anak pada saat anak berada pada
kondisi termal dan orang tua mengetahui bahwa anaknya hanya memiliki
sedikit kemungkinan untuk dapat sembuh. Bahkan ketika menghadapi
anaknya yang menjelang ajal, orang tua merasa sedih dan berduka.
Namun di satu sisi, orang tua harus berada di samping anaknya sembari
memberikan bimbingan spiritual pada anaknya. Pada kondisi ini, orang
tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain,
bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2000).
3) Perasaan Frustasi
Pada kondisi ini, orang tua merasa frustasi dan putus asa ketika melihat
anaknya yang telah dirawat cukup lama namun belum mengalami
perubahan kesehatan menjadi lebih baik. Oleh karena itu, perlu adanya
dukungan psikologis dari pihak-pihak luar (seperti keluarga ataupun
perawat atau petugas kesehatan).
4) Perasaan Bersalah
Perasaan bersalah muncul karena orang tua menganggap dirinya telah
gagal dalam memberikan perawatan kesehatan pada anaknya sehingga
anaknya harus mengalami suatu perubahan kesehatan yang harus
ditangani oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.

Memberikan dukungan pada angota keluarga lain (Supartini, 2004) :


1) Berikan dukungan pada keluarga untuk mau tinggal dengan anak di rumah
sakit.
2) Apabila diperluakn, fasilitasi keluarga untuk berkonsultasi pada psikolog
atau ahli agama karena sangat dimungkinkan keluarga mengalami masalah
psikososial dan spiritual yang memerluakn bantuan ahli.
3) Beri dukungan pada keluarga untuk meneria kondisi anaknya dengan nilai-
nilai yang diyakininya.
4) Fasilitasi untuk menghadirkan saudara kandung anak apabila diperlukan
keluarga dan berdampak positif pada anak yang dirawat ataupun saudara
kandungnya.

4. Dampak Hospitalisasi
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menjadi masalah pada anak, tetapi
juga pada orang tua. Brewis (1995 dalam Supartini, 2002) menemukan rasa takut
pada orang tua selama perawatan anak di rumah sakit terutama pada kondisi sakit
anak yang terminal karena takut akan kehilangan anak yang dicintainya dan
adanya perasaan berduka Secara umum, menurut Asmadi (2008), hospitalisasi
menimbulkan dampak pada beberapa aspek, yaitu:
a. Privasi
Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri
seseorang dan bersifat pribadi. Bisa dikatakan, privasi adalah suatu hal yang
sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit, klien kehilangan sebagai
privasinya. Kondisi ini disebabkan oleh beberpa hal :
 Selama dirawat di rumah sakit, klien berulang kali diperiksa oleh petugas
kesehatan (dalam hal ini perawat dan dokter).
 Klien adalah orang yang berada dalam keadaan lemah dan bergantung
pada orang lain. Menyikapi hal tersebut, perawat harus selalu
memperhatikan dan menjaga privasi klien ketika berinteraksi dengan
mereka. Beberapa hal yang dapat perawat lakukan guna menjaga privasi
klien adalah sebagai berikut.
a) Setiap akan melakukan tindakan keperawatan, perawat harus selalu
memberitahu dan menjelaskan perihal tindakan tersebut kepada
klien.
b) Memperhatikan lingkungan sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan. Yakinkan bahwa lingkungan tersebut menunjang
privasi klien.
c) Menjaga kerahasiaan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
klien. Sebagai contoh, setelah memasang kateter, perawat tidak boleh
menceritakan alat kelamin pasien kepada orang lain, termasuk pada
teman sejajwat.
d) Menunjukkan sikap profesional selama berinteraksi dengan klien.
Perawat tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat
klien malu atau marah. Sikap tubuh pun tidak boleh layaknya
majikan kepada pembantu.
e) Libatkan klien dalam aktivitas keperawatan sesuai dengan batas
kemampuannya jika tidak ada kontraindikasi.
b. Gaya Hidup
Klien yang dirawat di rumah sakit sering kali mengalami perubahan
pola gaya hidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan kondisi antara rumah
sakit dengan rumah tempat tinggal klien, juga oleh perubahan kondisi
kesehatan klien. Aktivitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda
dengan aktivitas yang dialaminya selama di rumah sakit.
c. Otonomi
Ini meniunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah sakit akan
mengalami perubahan otonomi. Untuk mengatasi perubahan ini, perawat
harus selalu memberitahu klien sebelum melakukan intervensi apapun dan
melibatkan klien dalam intervensi, baik secara aktif maupun pasif.
d. Peran
Peran yang dijalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan peran yang dijalani
saat sakit. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada diri pasien, tetapi juga
pada keluarga. Perubahan tersebut antara lain :
a) Perubahan peran. Jika salah seorang anggota keluarga sakit, akan terjadi
perubahan peran dalam keluarga
b) Masalah keuangan. Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh
hospitalisasi. Keuangan yang sedianya ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untuk keperluan klien
yang dirawat. Akibatnya, keuangan ini sangat riskan, terutama pada
keluarga yang miskin.
c) Kesepian. Suasana rumah akan berubah jika ada seorang anggota
keluarga ytang dirawat. Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi
kegembiraan, keceriaan, dan senda-gurau anggotaanya tiba-iba diliputi
oleh kesedihan. Suasana keluarga pun menjadi sepi karena perhatian
keluarga terpusat pada penanganan anggota keluarganya yang sedang
dirawat.
d) Perubahan kebiasan sosial. Keluarga merupakan unit terkecil dari
masyarakat. Karenanya, keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam
lingkungan sosialnya. Sewaktu sehat, keluarga mampu berperan serta
dalam kegiata sosial. Akan tetapi, saat salah seorang anggota keluarga
sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial di masyarakatpun
mengalami perubahan.

5. Mengatasi Dampak Hospitalisasi


Menurut Supartini (2004), cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak
hospitalisasi adalah sebagai berikut :
a. Upaya meminimalkan stresor :
Upaya meminimalkan stresor dapat dilakukan dengan cara mencegah atau
mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan kontrol dan
mengurangi/ meminimalkan rasa takut terhadap pelukaan tubuh dan rasa nyeri
b. Untuk mencegah/meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan dengan
cara:
1) Melibatkan keluarga berperan aktif dalam merawat pasien dengan cara
membolehkan mereka tinggal bersama pasien selama 24 jam (rooming in).
2) Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan keluarga untuk
melihat pasien setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar
mereka.
3) Modifikasi ruangan perawatan dengan cara membuat situasi ruangan rawat
perawatan seperti di rumah dengan cara membuat dekorasi ruangan.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Nurhemi. 2009. ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Yogyakarta: Med Press (Anggota IKAP).

Chandra, Budiman. 2008. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC

Hidayat, Alimul Azis. 2010. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba
Medika.

_________________. 2008. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika.

_________________. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Indiarti, MT. 2009. Perkembangan Bayi Sehat 0-3 Tahun. Yogyakarta: Andi Offset.

Kassanti Annia. 2008. Buku Pintar kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak. Yogyakarta: Araska
Piranti

Manurung, Ernika. 2006. Karya Tulis Ilmiah Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh
Kembang Anak Usia 6-12 Bulan Di Klinik Bersalin Keluarga Medan.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelititan Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

Notoatmodjo,S. 2007. Perilaku Dan Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Riyadi Sujono.2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Suratyo Nano. 2008. Panduan Merawat Bayi dan Balita Agar Tumbuh Sehat dan Cerdas.
Yogyakarta: Bangun Tafan.

Widyastuti, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.

David. 2009. UNICEF membunyikan alarm selama gizi buruk anak. http://www.SFGate.com,

Nugroho, Yanto Trinoval. 2009. Pemeriksaan Fisik Todler (Usia 1-3 Tahun).

Anda mungkin juga menyukai