Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(1): 9-19

Studi kelimpahan ikan karang berdasarkan kondisi terumbu karang di Desa


Tanjung Tiram Kabupaten Konawe Selatan
[The study of coral reef fishes abundance based on coral reef condition
in Tanjung Tiram Village Kabupaten Konawe Selatan]

Hasan Muniaha1, Andi Irwan Nur2, dan Rahmadani3


1
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo
Jl. HAE Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/Fax: (0401) 3193782
2
Surel: ainina@gmail.com
3
Surel: dani.live@yahoo.co.id

Diterima: 17 Oktober 2016; Disetujui : 8 November 2016

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan ikan karang berdasarkan kondisi terumbu karang dan
kompleksitas habitat (rugositas) terumbu karang di Desa Tanjung Tiram. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober
2015. Pengambilan data tutupan karang menggunakan metode Line Intercept Transect, data rugositas menggunakan
Chain Intercept Transect, dan pengambilan data ikan karang menggunakan visual sensus dengan belt transek. Hasil
pengukuran parameter fisika-kimia perairan di stasiun pengamatan menunjukan kisaran normal yang menunjang bagi
kehidupan biota karang dan ikan karang, yaitu suhu berkisar 29–310C, tingkat kecerahan perairan mencapai kedalaman
9,10 meter, kecepatan arus berkisar 0,044–0,055 m/s, salinitas berkisar 32–33 ppt dan pH mempunyai nilai 7. Ikan karang
yang ditemukan di lokasi penelitian sebanyak 65 jenis, 21 famili dan 44 genera. Kelimpahan ikan karang tertinggi
ditemukan pada stasiun III sebesar 2,12 ind/m3 dengan persentase penutupan karang hidup sebesar 70,09% (baik) dan
rugositas sebesar 1,23, sedangkan kelimpahan terendah ditemukan pada stasiun II sebesar 0,25 ind/m3 dengan persentase
penutupan karang hidup sebesar 40,96% (sedang) dan rugositas sebesar 1,15. Hubungan antara kelimpahan ikan karang,
rugositas dan persentase tutupan karang hidup dapat di lihat pada hasil analisis regresi nilai r 2=0,997, nilai ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kelimpahan ikan karang rugositas dengan persentase penutupan
karang hidup, yaitu jika persentase tutupan karang semakin baik maka rugositas akan tinggi dan menyebabkan ikan
karang semakin melimpah pada suatu perairan.

Kata kunci: kondisi tutupan karang, rugositas, kelimpahan ikan karang, Desa Tanjung Tiram

Abstract
This study is aimed at determining the abundance of reef fishes based on the condition of coral reefs and habitat
complexity (rugosity) in the Tanjung Tiram Village. This study was conducted on October 2015. Coral cover was
determined using Line Intercept Transect method, rugosity was determined by using Chain Intercept Transect, and coral
reef fishes used visual census with belt transects. The measurement results of physical-chemical parameters of the station
showed normal range that support coral and coral reef fishes. The temperature ranges was between 29-31oC, brightness
level reached a depth of 9,10 meters, the range flow velocity was 0,044-0,055 m/s, salinity ranged between 32-33 ppt,
and the pH value was 7. Coral reef fishes found in the study site were 65 species, 21 families and 44 genera. The highest
abundance of coral fish found in station III was 2,12 ind/m3 with the percentage of live coral cover were 70,09%
(excellent) and the rugosity at 1,23, while the lowest abundance was found at the station II, 0,25 ind/m 3, with the
percentage of live coral cover were 40,96% (moderate) and the rugosity 1.15. The relation amongst the abundance of reef
fish, rugosity and percentage of live coral cover based on regression analysis was r 2=0,997. This value shows that if the
percentage of coral cover is good then the rugosity will lead to higher fish abundance.

Keywords: coral reef condition, rugosity, fishes abundance, Tanjung Tiram Village

Pendahuluan
Terumbu karang (Coral reef) merupakan 2010). Ekosistem terumbu karang memberi manfaat
salah satu ekosistem khas di daerah tropis dengan langsung kepada manusia dengan menyediakan
ciri produktivitas organik dan biodiversitasnya yang makanan, obat-obatan. Lebih penting lagi, terumbu
tinggi. Komponen biota terpenting di terumbu karang menopang kelangsungan hidup ekosistem-
karang yaitu karang batu (Scleractinia) yang ekosistem lain di sekitarnya dan juga menjadi
kerangkanya terbuat dari bahan kapur (Rani dkk.,
Kelimpahan ikan karang

tumpuan hidup manusia (Romimohtarto dan habitat yang ada pada ekosistem tersebut Allen et al.,
Juwana, 2009). (2003), menyatakan bahwa kehadiran ikan di daerah
Ikan karang merupakan salah satu kelompok terumbu karang sangat dipengaruhi oleh variabel fisik
hewan yang berasosiasi dengan terumbu karang, (kondisi terumbu karang dan lingkungan).
keberadaannya mencolok dan ditemukan pada Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu
berbagai mikro-habitat di terumbu karang. Ikan diadakan penelitian mengenai studi kelimpahan ikan
karang hidup menetap dan mencari makan di area karang berdasarkan kondisi terumbu karang.
terumbu karang (sedentary), sehingga apabila Perairan Desa Tanjung Tiram merupakan
terumbu karang rusak atau hancur maka ikan karang suatu tanjung dengan pantai terbuka yang berhadapan
juga akan kehilangan habitatnya (Rani dkk., 2010). dengan laut banda dan memiliki ekosistem terumbu
Perairan Kendari menyimpan potensi karang yang khas, ikan karang merupakan salah satu
perikanandan kelautan yang melimpah. Sumberdaya komponen biota pada ekosistem terumbu karang
karang diperairan ini masuk dalam wilayah segitiga yang keberadaannya sangat penting sebagai
karang dunia atau lebih dikenal dengan kawasan CTI penyeimbang ekosistem dan sumberdaya perikanan
(Coral Triangle Initiative). Dilaporkan bagi masyarakat.
keanekaragaman karang di wilayah Perairan
Indonesia mencapai 82 genera dan 590 jenis (DKP, Bahan dan Metode
2004). Perairan Desa Tanjung Tiram Kecamatan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, secara Oktober 2015 bertempat di perairan Desa Tanjung
geografis berada pada garis lintang 04°1'55.50"LS- Tiram Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten
122°39'59.22"BT, dan 04°1'55.53"LS-122°40'50.95" Konawe selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara.
BT. Terumbu karang yang berada di perairan Stasiun penelitian ditetapkan sebanyak 3 titik
Tanjung Tiram memiliki tipe terumbu karang tepi pengamatan yang dianggap telah mewakili kondisi
(fringing reef) yang cukup luas berdasarkan hasil terumbu karang dan ikan karang di Desa Tanjung
survei visual pada bulan April 2015. Tiram, Kabupaten Konawe Selatan. Deskripsi
Kelimpahan ikan karang sangat tergantung singkat dari ketiga stasiun tersebut adalah sebagai
pada kondisi terumbu karang dan kompleksitas berikut :

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

10
Muniaha dkk.,

Stasiun I : Terletak pada 040 1’ 59.49” LS Indonesian Reef Fishes Part 1, 2 & 3 (Kuiter and
dan 1220 40’ 18.44” BT. Tonozuka, 2001) dan Reef Fish Identification
Dengan kondisi terumbu karang (Allen et al., 2003). Data kelimpahan dan
baik. distribusi ikan karang dianalisis secara deskriptif
Stasiun II : terletak pada 040 2’ 10.41” LS menggunakan grafik dan tabel pada Microsoft
0
dan 122 40’ 34.68” BT. Office Excel 2010.
Dengan kondisi terumbu karang Pengukuran data parameter fisika-kimia
sedang. perairan meliputi suhu, salinitas, kecepatan arus,
0
Stasiun III : terletak pada 04 2’ 19.35” LS pH dan kecerahan dilakukan melalui pengukuran
0
dan 122 40’ 30.81” BT. dan pengamatan langsung di lapangan bersamaan
Dengan kondisi terumbu karang dengan pengambilan data tutupan karang dan ikan
baik. karang di setiap stasiun pengamatan.
Metode Transek Garis atau Line Intercept Persentase tutupan setiap kategori lifeform
Transect (LIT) digunakan untuk mengetahui terumbu karang dihitung dengan menggunakan
tutupan dasar terumbu karang dan kondisi terumbu formula menurut English et al. (1997) sebagai
karang (English et al., 1997). Transek berikut:
dibentangkan sepanjang 30 m sejajar garis pantai 𝑛𝑖
𝐿𝑖 = 𝑥 100%
𝐿
menggunakan meteran roll. Pengamatan dilakukan
Dimana:
dengan cara mencatat bentuk-bentuk pertumbuhan
Li : persentase penutupan karang (%)
karang (lifeform) dan komponen abiotik yang
ni : panjang intercept ke-i yang dilewati garis
menyinggung transek serta mengukur kisaran
transek (m)
penutupan bentuk pertumbuhan pada angka yang
L : panjang transek (30 m)
terbaca pada meteran roll.
Kriteria penilaian kondisi terumbu karang
Tingkat rugositas terumbu karang
berdasarkan persentase tutupan karang hidup (Kep.
ditentukan dengan menggunakan Metode Transek
MENLH No 4 tahun 2001) dengan kategori
Rantai atau Chain Intercept Transect (CIT).
sebagai berikut:
Transek rantai sepanjang 35 meter diletakkan
1. Karang rusak = 0–24,9%
mengikuti kontur terumbu karang sepanjang 30
2. Karang sedang = 25–44,9%
meter dari transek garis yang telah diletakkan
3. Karang baik = 50–74,9%
sebelumnya (Hill and Wilkinson, 2004).
4. Karang sangat baik = 75–100%
Pengukuran ikan karang menggunakan
Data dari hasil pengamatan tingkat
metode visual sensus dengan belt transek
rugositas terumbu karang dianalisa dengan
mengikuti cara Dartnall and Jones (1986).
menggunakan rumus sebagai berikut (McCormick,
Pengamatan menggunakan transek 30 meter dibuat
1994).
sejajar dengan tubir atau garis pantai dengan jarak
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜𝑢𝑟𝑒𝑑𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑛𝑐𝑒
pengamatan memakai garis khayal sejauh 2,5 𝑅𝑢𝑔𝑜𝑠𝑖𝑡𝑦 =
𝑃𝑙𝑎𝑛𝑎𝑟𝐷𝑖𝑠𝑡𝑎𝑛𝑐𝑒
meter ke kiri, 2,5 meter ke kanan dan 2,5 meter ke
Dimana rugositas merupakan rasio antara kontur
atas garis transek. Sehingga volume bidang
atau permukaan area dengan permukaan
pengamatan yaitu 375 m3. Identifikasi jenis ikan
sebenarnya.
karang dilakukan dengan buku panduan

11
Kelimpahan ikan karang

Kelimpahan ikan karang dihitung dengan presentase tutupan karang dengan kategori sedang
rumus Odum (1994): (45,38%).
xi Stasiun I dan stasiun III berada pada
X=
n kedalaman 9 meter yang didominasi oleh Acropora
Dimana:
Branching (ACB) 18,43% dan 32,92%. Hal ini
X : kelimpahan ikan karang (ind/m3)
sesuai dengan pernyataan Sadarun dkk., (2006)
xi : jumlah ikan pada stasiun
yang menyatakan bahwa karang Acropora
pengamatan ke-i
umumnya terdapat di perairan dangkal yang
n : volume transek pengamatan
terlindung, sedangkan karang non-Acropora
(30 x 5 x 2,5) m3
menyukai perairan dengan arus yang kuat Haryani
Untuk mengetahui hubungan antara
dkk., (2007).
persentasi tutupan karang, rugositas dan
Sedangkan untuk stasiun II berada pada
kelimpahan ikan karang, maka digunakan model
kedalaman 8 meter dengan presentase tutupan
persamaan regresi linear sederhana yaitu
karang hidup berada dalam kategori sedang yang
persamaan 4 berikut:
didominasi oleh Coral Branching (CB) 21,72%.
Y = a + bX
Perbedaan presentase tutupan karang hidup di tiap
Dimana:
stasiun kemungkinan disebabkan karena kegiatan
Y= Variabel response atau variabel akibat
penangkapan oleh masyarakat dengan
(dependent)
menggunakan alat tangkap yang tidak ramah
X= Variabel predictor atau variabel faktor
lingkungan seperti bom dan racun yang dapat
penyebab (independent)
menghancurkan dan mematikan koloni karang. Hal
a= konstanta
ini sejalan dengan penelitian Sidiq, (2008) di
b= koefisien regresi
stasiun yang berbeda namun pada lokasi yang
sama menunjukkan angka tutupan karang hidup
Hasil dan Pembahasan
berkisar 28,68-74,96% yang tergolong dalam
Formasi terumbu karang meliputi topografi
kategori buruk hingga baik.
yang dibentuk oleh proses geologi alam.
Rugositas merupakan suatu bentuk
Pemahaman mengenai formasi terumbu karang
pengukuran sederhana yang biasa digunakan
memberikan informasi kecenderungan bentuk
dalam ekologi kelautan untuk menggambarkan
pertumbuhan yang mendominasi suatu zona
kekasaran atau bentuk permukaan dasar perairan
dengan memperhatikan faktor jarak ekosistem
(Magno and Villanoy, 2006). Rugositas
terhadap daratan (pulau) ataupun terhadap laut
merupakan parameter untuk menentukan kondisi
lepas (Coremap, 2006). Tipe terumbu karang di
habitat berdasarkan relung atau kontur terumbu
perairan Tanjung Tiram dikategorikan sebagai
karang. Rugositas juga merupakan parameter
terumbu karang tepi (fringing reef) yang tumbuh
ekologis yang sangat penting untuk menentukan
ke atas dan ke arah laut.
kompleksitas substrat pada area terumbu karang.
Berdasarkan hasil penelitian stasiun I dan
Tingkat rugositas yang tinggi berarti menyediakan
stasiun III merupakan daerah yang memiliki
lebih banyak tempat persembunyian bagi ikan
terumbu karang dengan kategori baik yaitu
karang dan menyediakan tempat untuk melekatnya
memiliki presentase tutupan karang (50,60%) dan
alga, koral dan berbagai hewan invertebrata.
(74,07%), sedangkan stasiun II memiliki

12
Muniaha dkk.,

Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai


persen tutupan karang, hard coral (karang hidup), rugositas rata-rata pada stasiun pengamatan
abiotic, algae dan biotik lainnya yang berbeda- terumbu karang berkisar antara 1,17–1,23 kali
beda pada setiap stasiun pengamatan. Perbedaan lebih panjang dari panjang permukaan karang
persentase tutupan karang dapat dilihat pada dilalui oleh meteran. Stasiun III merupakan daerah
Gambar 2. yang memiliki nilai rugositas tertinggi yaitu 1,23
Keanekaragaman dan variasi bentuk dan Stasiun II merupakan daerah dengan tingkat
pertumbuhan karang seperti karang bercabang, rugositas terkecil yaitu 1,15. Stasiun I memiliki
karang lembaran juga mempengaruhi tingginya nilai rugositas sebesar 1,17.
rugositas dan memberikan sumbangan lebih Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
terhadap suatu komunitas karang dibandingkan bahwa nilai rugositas berkisar antara 1,17-1,23.
dengan bentuk pertumbuhan karang seperti padat Nilai rugositas tertinggi berada pada stasiun III dan
(Massive) dan bentuk karang jamur (Mushroom). nilai rugositas yang terendah berada pada stasiun
Bentuk pertumbuhan karang seperti bercabang II. Jika dibandingkan dengan penelitian Nur
(Branching) dan lembaran (Foliouse) juga Azniana (2015) terumbu karang di Pulau Lara
menyediakan habitat yang kompleks bagi Kabupaten Konawe Selatan, nilai rugositas Desa
komunitas ikan karang. COREMAP, (2010) Tanjung Tiram tidak jauh berbeda dimana nilai
menyatakan variasi bentuk pertumbuhan karang yang diperoleh berkisar antara 1,08-1,26.
yang kompleks dan luas dapat menjadikan daerah Rugositas terumbu karang di perairan Desa
tersebut menjadi tempat yang dimanfaatkan untuk Tanjung Tiram lebih rendah jika
pertumbuhan jenis biota lain. dibandingkanpenelitian yang dilakukan oleh
Secara ekologis rugositas merupakan Crabbe (2010) di terumbu karang Jamaika nilai
parameter yang sangat penting untuk menentukan rugositasnya berkisar antara 1,23–2,30,
kompleksitas habitat pada terumbu karang. Tingkat sedangkanpenelitian yang dilakukan Rani dkk.,
rugositas terumbu karang di Desa Tanjung Tiram, (2010) di Pulau Barranglompo nilai rugositasnya
Kabupaten Konawe Selatan dapat dilihat pada berkisar antara 1,51-2,09.

Tabel 1. Persen penutupan terumbu karang setiap stasiun


Jenis Tutupan Persen Penutupan
Stasiun Total (%) Ketegori
Karang (%)
Hard Coral 50,10
Abiotik 40,15
I 100 Baik
Alga 7,05
Biotik lainnya 2,7
Hard Coral 40,97
Abiotik 27,05
II 100 Sedang
Alga 25,92
Biotik lainnya 5,62
Hard Coral 70,92
Abiotik 9,47
III 100 Baik
Alga 14,95
Biotik lainnya 4,67

13
Kelimpahan ikan karang

100

Persentase Tutupan TK (%)


80

60 Hard Coral
Abiotik
40
Alga
20 Biotik Lain

0
I II III
Stasiun Penelitian

Gambar 2. Persentase penutupan karang pada setiap stasiun

1,25

1,20
Rugositas

1,15

1,10

1,05
I II III
Stasiun

Gambar 3. Tingkat rugositas pada setiap stasiun

2,5

2,0
Kelimpahan (ind/m3)

1,5

1,0

0,5

0,0
I II III
Stasiun Penelitian

Gambar 4. Kelimpahan ikan karang pada lokasi penelitian di setiap stasiun

14
Muniaha dkk.,

Nilai rugositas tertinggi terdapat pada stasiun kompleksitas dengan presentase tutupan karang
III. Berdasarkan hasil pengamatan, stasiun ini hidup semakin tinggi nilai tutupan karang hidup dan
memiliki tingkat persentase tutupan karang paling kompleksitas, maka semakin tinggi pula nilai
tinggi diantara semua stasiun. Persentase tutupan kelimpahan ikan karang, sebaliknya juga demikian
didominasi oleh karang bercabang dengan persentase semakin rendah atau rusak tutupan karang maka
tutupan 32,92% dimana karang bercabang rendah pula nilai kelimpahan ikan karang, hal ini
merupakan karang yang memiliki bentuk diperkuat oleh hasil analisis regresi dimana nilai R2 =
pertumbuhan lebih cepat dibanding bentuk 0,997 yang artinya nilai R2 apabila mendekati dengan
pertumbuhan karang lain. Karang yang berbentuk nilai 1 maka ada hubungan yang erat antara dua
percabangan juga lebih banyak menyediakan ruang variabel, pada stasiun III menunjukan bahwa kondisi
bagi organisme lain sehingga menambah terumbu karang dalam kategori baik dengan nilai
keanekaragaman bentuk substrat terumbu karang. Hal presentase tutupan karang hidup 74,07% dan nilai
ini sejalan dengan penelitian Rooney (1993) bahwa rugositas 1,23 dengan nilai kelimpahan ikan karang
tingkat rugositas terumbu karang berkaitan erat 2,12 ind/m3.
dengan persentase penutupan terumbu karang dan Kelimpahan ikan yang berbeda-beda pada
keanekaragam karang. Semakin tinggi persentase tiap stasiun diduga disebabkan oleh perbedaan
penutupan dan keanekaragaman karang maka akan persentase penutupan karang hidup yang memberi
semakin menambah kompleksitas/kerutan substrat pengaruh bagi kelangsungan kehidupan ikan
terumbu karang. karang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
Ikan karang cenderung berada pada kondisi dilakukan oleh Ahmad, (2013) di Pulau
rugositas yang baik/tinggi. Semakin tinggi nilai Samatellulompo yang menyimpulkan bahwa
rugositas menggambarkan beragamnya bentuk kelimpahan ikan tertinggi berada pada stasiun yang
pertumbuhan karang yang memperbanyak celah dan memiliki kondisi terumbu karang yang baik
lubang pada terumbu karang sebagai suatu habitat dibandingkan pada stasiun yang memiliki kondisi
yang baik. Hal ini membuktikan fungsi ekologi terumbu karang yang kurang baik. Dengan
terumbu karang yang mana sebagai habitat ikan demikian, ketika tutupan karang tinggi maka
karang, penyedia pangan, tempat hidup, tempat kelimpahan ikan akan tinggi pula, begitu pun
berlindung, memijah, bertelur, mencari makan dari sebaliknya. Hasil penelitian Roberts and Ormond,
berbagai biota laut. Didukung dengan pernyataan (1978) di daerah terumbu karang Laut Merah Arab
Eggleston (1995), terumbu karang menyediakan Saudi, mengemukakan bahwa nilai kelimpahan
naungan dan perlindungan diri dari predator. Selain ikan karang berbanding lurus dengan nilai
itu Radiarta et al., (1999) juga menyatakan bahwa kompleksitas habitat pada terumbu karang.
terumbu karang adalah salah satu ekosistem laut yang Semakin banyak ruang, celah dan kerutan terumbu
sangat penting. Perairan terumbu karang banyak karang semakin banyak pula ikan karang yang
dimanfaatkan oleh organisme penghuni terumbu mendiami daerah tersebut guna mencari daerah
karang sebagai penyedia makanan, daerah perlindungan, tempat tinggal dan daerah
perkembangan, daerah asuhan dan daerah asuhan.Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa
perlindungan. presentase tutupan karang hidup dan kompleksitas,
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan berhubungan secara nyata dengan kelimpahan
hubungan yang nyata antara kelimpahan ikan, ikan karang Gambar 5.

15
Kelimpahan ikan karang

2,5 2,5
y = 0,0653x - 2,5712 y = 23,04x - 26,311
2,0 R² = 0,9679 2,0 R² = 0,9954
Kelimpahan (Ind/m3)
1,5 1,5

1,0 1,0

0,5 0,5

0,0 0,0
0 20 40 60 80 100 1,10 1,15 1,20 1,25
Persentase tutupan karang (%) Rugositas

Gambar 5. Hubungan kelimpahan ikan karang, rugositas dan kondisi terumbu karang

Interaksi antara ikan karang dan terumbu baik kekayaan spesies (jumlah spesies),
karang sebagai habitat telah dipelajari oleh Choat kelimpahan individu/spesies, dan biomassa setiap
and Bellwood, (1991). Penelitian ini spesies.
menyimpulkan bahwa ada tiga bentuk umum yang Hal ini menunjukan bahwa kompleksitas
diperlihatkan oleh ikan karang dalam hubungan dan presentase tutupan karang hidup saling
ini, yaitu; pertama, interaksi langsung sebagai berkaitan dengan kelimpahan ikan karang. Hal ini
tempat berlindung dari predator atau pemangsa sesuai dengan pernyataan (Hutomo, 1986)
terutama bagi ikan-ikan muda. Kedua, interaksi Keberadaan ikan karang di perairan sangat
dalam mencari makan yang meliputi hubungan tergantung kesehatan terumbu yang ditunjukan
antara ikan karang dan biota yang hidup pada oleh presentase penutupan karang hidup.Hal ini
karang termasuk alga. Ketiga, interaksi tidak sangat dimungkinkan karena ikan karang hidup
langsung sebagai akibat struktur karang dan berasosiasi dengan bentuk dan jenis terumbu
kondisi hidrologi dan sedimen. sebagai tempat tinggal, perlindungan dan tempat
Hasil penelitian ini semakin diperkuat oleh mencari makanan. Disamping kesehatan terumbu,
pernyataan Rondonuwu, (2014) pada penelitian substrat dan keadaan terumbu yang beragam
yang dilakukan di wilayah terumbu karang seperti daerah berpasir, lumpur, berbatu,
Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur, membentuk daratan, tebing dan goa-goa telah
Provinsi Maluku Utara, bahwa umumnya daerah- memperkaya ikan-ikan karang.
daerah yang memiliki kondisi ikan karang yang Hal ini menunjukan bahwa kompleksitas
lebih baik, banyak menempati habitat terumbu dan presentase tutupan karang hidup saling
karang yang cukup baik, dengan memiliki variasi berkaitan dengan kelimpahan ikan karang. Hal ini
habitat (mikro-habitat) yang tinggi. Sedangkan sesuai dengan pernyataan (Hutomo, 1986)
kondisi terumbu karang yang kurang baik pada Keberadaan ikan karang di perairan sangat
beberapa lokasi dengan variasi habitat yang tergantung kesehatan terumbu yang ditunjukan
rendah, telah menyebabkan berkurangnya oleh presentase penutupan karang hidup.Hal ini
kehadiran ikan karang di lokasi-lokasi tersebut, sangat dimungkinkan karena ikan karang hidup

16
Muniaha dkk.,

berasosiasi dengan bentuk dan jenis terumbu Allen, G., R. Steene, P. Humann, N. Deloach. 2003.
sebagai tempat tinggal, perlindungan dan tempat Reef Fish Identification, Tropical Pacific.
mencari makanan. Disamping kesehatan terumbu, New World Publication. Singapore. 484 p.
substrat dan keadaan terumbu yang beragam Anwar, J., A.J. Whitten, S.J. Damanik, N. Hisyam.
seperti daerah berpasir, lumpur, berbatu, 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gadjah
membentuk daratan, tebing dan goa-goa telah Mada University Press. Yogyakarta.
memperkaya ikan-ikan karang. Azniana, N., 2015. Struktur Komunitas Ikan Karang
Kelimpahan ikan karang juga berhubungan Berdasarkan Kondisi Habitat di Perairan
erat dengan kondisi dan kompleksitas permukaan Pulau Lara Kabupaten Konawe Selatan.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
(rugositas) terumbu karang. Terdapat hubungan
Kelautan. Program Studi Manajemen
yang erat antara rugositas dengan kelimpahan
Sumberdaya Perairan. 57 hal.
ikan karang. Selain itu ikan-ikan karang memiliki
Bell, J. D. and R. Galzin, 1985. Influence of Live
relung (niche) ekologi yang sempit sehingga lebih
Coral Cover on Coral Reef Fish Community.
banyak spesies yang dapat menghuni
Mar. Ecol. Prog. Ser., 15: 265-274.
(terakomodasi) terumbu karang. Akibatnya jenis
Choat, J.H. and D.R. Bellwood, 1991. The Ecology
ikan karang tertentu terbatas dan terlokalisasi
Of Fishes on Coral Reefs. Reef Fishes :
hanya di area tertentu pada terumbu karang
Theis History and Evolution. Sale PF. Eds.
(Ilham, 2007). Departemen of Zoology. University of New
Hamshire. Durham.
Simpulan COREMAP, 2006. Modul Biota Asosiasi dan Pola
Persentase tutupan karang di Desa Tanjung Interaksi Antar Spesies. Disampaikan pada
Tiram berada dalam kategori sedang hingga baik Pelatihan Ekologi Terumbu Karang. Banteng
dengan persentase tutupan karang hidup 45 - 74%. Selayar : Yayasan Lanra Link Makassar.
Rugositas tertinggi berada pada stasiun III dengan COREMAP FASE II. Tanggal 22-26 Juli.

nilai 1,23 dan terendah berada pada stasiun II COREMAP, 2010. Laporan Ekologi Monitoring
dengan nilai 1,15. Kelimpahan yang menunjukkan dan Evaluasi Kondisi Terumbu Karang di
kaitan terhadap kondisi terumbu karang, Hubungan Kabupaten Buton Tahun 2010.COREMAP
FASE II. Program Rehabilitasi dan
kelimpahan ikan karang, rugositas dan dan kondisi
Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II.
terumbu karang memiliki hubungan yang erat
Buton. 44 hal.
dengan nilai r2=0,997. parameter fisika-kimia
Crabbe, M.J.C, 2010. Coral Ecosystem Resilience,
perairan mendukung keberadaan dan kehidupan
Conservation and Management on the Reefs
terumbu karang dan ikan karang sebagi biota
of Jamaica in the Face of Anthropogenic
asosiasinya. Activities and Climate Change. Journal
Diversity, (2): 881-896.
Daftar Pustaka Dahuri, R., M.S. Jacub, R. Sapta, P.G.M.J. Sitepu.
Ahmad. 2013. Sebaran dan Keanekaragaman Ikan 2008. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Target Pada Kondisi dan Topografi Terumbu Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya
Karang di Pulau Samatellulompo Kabupaten Paramita. Jakarta.
Pangkep. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan Dartnall, A.J. and M. Jones, 1986. A Manual of
dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. survey Methods for Living Resources in
Makassar. 76 hal. Coastal Area. ASEAN-Australia

17
Kelimpahan ikan karang

Cooperation Program on Marine Science. 65 Keputusan Mentri Lingkungan Hidup


p. No.4/MENLH/02/2001 dalam Himpunan
Peraturan Perundang-undangan Bidang
Dhahiyat, Y., D. Sinuhaji, H. Hamdani, 2003.
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Struktur Komunitas Ikan Karang di Daerah
Pengemdalian Dampak Lingkungan tentang
Transplantasi Karang Pulau Pari, Kepulauan
Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang.
Seribu. Jurnal Iktiologi Indonesia, 3(2): 87-
Era Otonomi Daerah Kementrian
94.
Lingkungan Hidup (2002). Jakarta.
DKP, 2004. Pedoman umum pengelolaan
Kuiter, R. H.and T. Tonozuka, 2001. Pictorial
terumbukarang. COREMAP. DKP. Jakarta.
Guide to: Indonesia Reef Fishes. Part 1, 2
34pp.
and 3. Zoo Netics, Seaford Victoria,
English, S., C. Wilkinson, V. Baker. 1997. Survey Australia.
Manual For Tropical Marine Resources.
Lesmana, D. S.dan I. Dermawan, 2001. Budidaya
Second Edition. Australia Institute Of
Ikan Hias Air Tawar Populer. Penebar
Marine Science. Townsville. 390 p.
Swadaya. Jakarta.
Gladfelter, W. B., J. C. Ogden, and E. H.
Magno, M.and C. Villanoy, 2006. Quantifiying the
Gladfelter., 1980. Similarity and Diversity
Complexity of Philippine Coastline for
among Coral Reef Fish Communities: A
Estimating Entrainment Potential.
Comparison between Tropical Westem
Proceedings 10th International Coral Reef
Atlantic (Virginia Islands) and Tropical
Symposium. 1471-1476 pp.
Central Pacific (Marshall Islands) Patch
Reefs. Ecology, 61 (5): 1156-1168 McCormick, M.I. 1994. Comparison of Field
Methods for Measuring Surface Topography
Hill, J.and C. Wilkinson, 2004. Methods for
and their Associations with A Tropical Reef
Ecological Monitoring of Coral Reefs.
Fish Assemblage. Marine Ecology Progress
Australian Institute of Marine Science.
Series. 112:87-96
Townsville.
Marsuki, I.D, B. Sadarun, R.D. Palupi. 2013.
Haryani, E.B.S., B. Sadarun, S. Wardono, Y. A.
Kondisi Terumbu Karang dan Kelimpahan
Afandy, L. Nuriadi, E. Zulhikma, T.S.
Kima di Perairan Pulau Indo. Jurnal Mina
Wisnu, 2007. Pengenalan jens-jenis karang
Laut Indonesia, 1(1): 61-72.
di Kawasan Konservasi Laut. Direktur
Konservasi dan Taman Nasional Laut, Odum, 1994. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ke Tiga.
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Diterjemahkan Oleh Samingan, T. UGM
Pulau-Pulau Kecil, Departeman Kelautan Press. Yogyakarta. 3: 37-42
dan Perikanan.
Rani, C., burhanuddin, A. I., Atjo, A. A. 2010.
Hutomo, M., 1986.Komonitas Ikan Karang dan Sebaran dan Keanekaragaman Ikan Karang
Metode Sensus Visual.LON-LIPI, Jakarta 21 di Pulau Barrangloppo : Kaitannnya Dengan
hal. Kondisi dan Kompleksitas Habitat. Fakultas
Kelautan dan Imu Kelautan, Universitas
Ilham, 2007. Keterkaitan Kondisi dan Rugositas
Hasanuddin. Makassar. 12 hal.
Terumbu Karang dengan Kelimpahan dan
Keragaman Ikan Karang di Pulau Badi Radiarta, I Nyoman., Dahuri, R.,Zainon. 1999.
Kabupaten Pangkep. Skripsi. Jurusan Ilmu Kondisi Ekosistem Terumbu Karangdi
Kelautan, Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan, Perairan Barat Daya Sumbawa, Nusa
Makassar. Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. 5 (2): 87-95.

18
Muniaha dkk.,

Romimohtaro, K.dan S. Juwana, 2009. Biologi


Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Djambatan. Jakarta. 540 hal.

Rooney, 1993. Rugosity Measurements.


(http://cramp.wcc.hawaii.Edu/LT_Monitori
ng_files/it_Rugosity_ Measurement.htm).

Rundonuwu, A.B. 2014. Ikan Karang di Wilayah


Terumbu Karang Kecamatan Maba
Kabupaten Halmahera Timur Provinsi
Maluku Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 2(1):
1-7.

Sadarun, B., Wardono, S., Afandy, Y, A., Nuriadi.,


L, 2006. Pedoman Pelaksanaan
Transplantasi Karang. Direktorat
Konservasi dan Taman Nasional Laut dan
Direktorat Jendral KP3K. DKP. Jakarta

Sale, P. F. 1991. The Ecology Of Fishes On Coral


Reef. Academic Press. San Diego. 226 p.

Sidiq, A., 2008. Studi Kondisi Terumbu Karang


Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan (Life
Form) di Perairan Pulau Lara Kecamatan
Moramo Kabupaten Konawe Selatan
Sulawesi Tenggara. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Halu Oleo. Kendari.

19

Anda mungkin juga menyukai