Anda di halaman 1dari 3

Analisis Industri Pers: Pendekatan S-C-P

Struktur, perilaku, dan kinerja atau biasa disebut S-C-P (Structure-Conduct-Performance)


merupakan tiga pilar utama yang dapat digunakan untuk melihat kondisi struktur dan
persaingan di dunia industri, termasuk pasar media massa. Struktur pasar media yang
kepemilikannya terkonsentrasi sebagaimana indikasi adanya konglomerasi yang terjadi dalam
peta persaingan pers daerah di Indonesia dalam praktiknya mempengaruhi perilaku perusahaan
media yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar media cetak di tanah air.
Dalam industri media, konglomerasi memiliki pengaruh yang cukup kuat, antara lain
ditunjukkan melalui pola-pola kerjasama yang dibangun dalam struktur jaringan, sentralisasi
sumber informasi dan distribusi, serta homogenisasi sistem keagenan dalam jaringan distribusi
dan sirkulasi. Pengaruh konglomerasi tersebut pada akhirnya membentuk karakteristik media
yang khas, menunjukkan output produk media dalam struktur pasar oligopoli.
Hoskins. dkk (2004), Hiebert. dkk (1991), McQuaill (1992) dan Albarran
(1996) mengemukakan 3 kerangka analisis yang dapat menjelaskan berbagai sisi kerja bisnis
media. Ketiga kerangka tersebut sekaligus merupakan indikator yang cukup relevan untuk
menilai karakteristik industri media karena menyajikan informasi pokok terkait dengan
keunikan operasi bisnis media massa. Ketiga kerangka analisis yang dimaksud meliputi
struktur ekonomi (structure),operasionalisasi perusahaan (conduct), dan kinerja
perusahaan (performance).Pendekatan SCP sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Mason
(1939) yang kemudian diaplikasikan oleh Bain (1951) melalui studi lintas disiplin (Wirth dan
Bloch, 1995). Esensi pendekatan SCP terhadap analisis organisasi industri adalah adanya
hipotesis yang menyatakan bahwa performance atau keberadaan pasar (atau industri)
dipengaruhi oleh perilaku perusahaan dalam pasar, sedangkan perusahaan dipengaruhi pula
oleh berbagai variabel yang membentuk struktur pasar (Wirth dan Bloch, 1995). Berikut akan
dipaparkan masing-masing bagian:
a. Struktur (Structure)
Pengertian “struktur” mengacu pada struktur pasar yang biasanya ditentukan oleh rasio
konsentrasi pasar. Rasio konsentrasi pasar adalah perbandingan yang mengukur distribusi
pangsa pasar dalam industri. Sebuah industri yang 70 % pangsa pasarnya dikuasai oleh hanya
2 perusahaan dalam industri misalnya, dapat disebut memiliki struktur pasar yang sangat
terkonsentrasi. Untuk menilai struktur pasar ini diperlukan sejumlah variabel, antara lain
jumlah penjual dan pembeli, tingkat diferensiasi produk, kemampuan perusahaan (khususnya
bagaimana perusahaan menciptakan pilihan-pilihan produk bagi konsumen), kemampuan
perusahaan dalam menembus pasar bebas, seperti memperoleh lisensi dari pemerintah,
franchise, hak monopoli, hak paten, dan hambatan yang terkait dengan biaya.
Menurut Hiebert, dkk (1991), untuk dapat memetakan lebih detail aspek-aspek struktur pasar,
perlu menyimak pemikiran David E. Porter. Tokoh manajemen strategik ini merinci elemen-
elemen dalam struktur yang mampu mempengaruhi kekuatan bersaing suatu industri.
Menurutnya, terdapat lima elemen dalam struktur pasar, yaitu (1) pendatang baru, (2) pemasok,
(3) pembeli, (4) produk pengganti, dan (5) pesaing.
b. Perilaku (Conduct)
Menurut Ferguson dan Ferguson(1994), istilah conduct mengacu pada perilaku perusahaan
terhadap pasar dalam menentukan harga (baik harga yang ditentukan secara independen
ataupun berdasarkan kesepakatan), strategi produk dan iklan, serta riset dan inovasi (Wirth dan
Bloch, 1995). Penekanan hal ini adalah bagaimana perusahaan menentukan pilihan media iklan
dan menyusun anggaran belanja untuk riset/melakukan penelitian terhdap produk dalam
masyarakat. Scherer dan Ross (1990: 4) mengidentifikasi dua variabel lain
dalam conduct: investasi dalam fasilitas produksi (misalnya, bagaimana perusahaan menyusun
anggaran) dan sesuai dengan aturan hukum (yaitu penggunaan sistem hukum untuk
menentukan posisi perusahaan dalam pasar) (Wirth dan Bloch, 1995).
Secara sederhana, perilaku bisnis media utamanya mencakup kegiatan produksi dan konsumsi.
Kegiatan produksi dalam industri media mencakup 2 produk: (1) media goods; merupakan
produk fisik media,mislanya bentuk dan ukuran suratkabar, (2) media services; menunjuk
pada content media atau aktivitas-aktivitas pendukung yang memasok produk, misalnya
berbentuk berita atau artikel. Kegiatan konsumsi industri media mencakup pemenuhan
kebutuhan media goods dan media services untuk dua pasar sasaran (pasar dua sisi), yakni
pembaca dan pengiklan. Model bisnis media cetak adalah penjualan dua produk utama yaitu
isi informasi yang dibaca oleh pembacanya, dan akses ke pembaca itu, yang dijual kepada
pengiklan. Keberadaan dua jenis konsumen ini sangat menentukan kelangsungan hidup
institusi media. Karenanya untuk memaksimalkan keuntungan, pengelola media selau
berorientasi pada kepentingan pembaca dan pengiklan. Itulah sebabnya, selera kebanyakan
konsumen akan menjadi tolok ukur utama proses produksi media.
Dalam struktur pasar yang normal, operasi bisnis suratkabar dalam merespon harga dan
kuantitas produk selalu berdasarkan pada mekanisme supply and demand. Dalam mekanisme
ini, audiens atau pengguna media mengambil keputusan membeli media goods dan services.
Demand adalah hasrat menggunakan media dan kemampuan membeli produk media. Hasrat
ini dipengaruhi oleh keinginan atau kebutuhan konsumen pada produk media. Khusus bagi
pengiklan, hasrat tersebut terkait dengan kebutuhan akan space iklan. Di samping itu, consumer
demand pun ditentukan oleh kemampuan konsumen membeli produk media atau space
iklan. Pembelian produk media umumnya mengacu pada pembelian produk fisik media,
sementara space iklan mengacu pada pada pembelian ruang atau halam media untuk
beriklan. Consumer demand dipengaruhi oleh 3 hal: (1) Produk; terkait dengan variasi
dan content media yang ada dipasar; (2) Harga; terkait dengan jumlah pengorbanan finansial
yang menjadi beban konsumen untuk mengakses atau mengkonsumsi media; dan (3)
Karakteristik pasar; terkait dengan selera konsumen, daya beli, perilaku pembelian media,
presepsi tentang nilai media, prioritas kebutuhan, dan sebagainya.
Sementara itu, supply mencakup kuantitas barang (goods) yang memenuhi permintaan
konsumen dalam suatu rentang waktu tertentu dengan penawaran harga dan karakteristik
produk yang menarik. Perusahaan media dituntut dapat merespon kepentingan konsumen agar
produk medianya dapat diterima. Prasyarat inilah yang mendorong perusahaan selalu berupaya
memahami kebutuhan dan keinginan konsumen termasuk merancang spesifikasi produk
suratkabar yang berbeda dari pesaingnya.
c. Kinerja (Performance)
Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai kinerja ekonomi industri
media, antara lain: keuntungan perusahaan; alokasi dan efisiensi produksi (dalam hal ini
bagaimana caranya agar perusahaan tidak mengeluarkan sumber daya dengan percuma, dan
bagaimana perusahaan dapat menghasilkan produk yang tepat baik dalam kuantitas, dan
kualitas untuk memenuhi kepuasan konsumen); dan distribusi pendapatan yang sesuai. Lebih
jauh, variabel performance yang melengkapi pengambilan keputusan industri media mencakup
bagaimana perusahaan dalam pasar media memberikan kontribusi terhadap kesempatan yang
sama bagi para pegawainya. Untuk keperluan analisis, variabel-variabel tersebut dapat
disederhakan menjadi 3 indikator: (1) efisiensi, (2) penggunaan teknologi, dan (3) kemampuan
meningkatkan akses audiens (pembaca/penonton/pengakses).
Kriteria pertama adalah efisiensi. Efisiensi dalam industri media identik dengan tujuan
perusahaan. Pentingnya efisiensi ini terkait dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki
perusahaan. Efisiensi merupakan karakteristik utama operasionalisasi bisnis yang berdampak
langsung pada maksimalisasi profit. Bertolak dari tujuan tersebut, proses produksi media
mengenal orientasi massal yang diasumsikan memperkecil biaya produksi untuk satu unit
produk. Itulah sebabnya ukuran-ukuran yang sifatnya kuantitatif menjadi tolak ukur
penilaian performance perusahaan media. Identifikasi performance perusahaan suratkabar,
majalah dan tabloid dikaitkan dengan oplah media, sementara penyiaran televisi dan radio
dihubungkan dengan perolehan rating, sedangkan VCD dan produk-produk rekaman dipautkan
dengan jumlah copy produk yang terjual. Sedangkan film dikaitkan dengan jumlah penjualan
tiket. Semakin besar kuantitas penjualan (atau terpaan media/media exposure) produk,
perusahaan dinilai efektif dari segi produksinya.
Kriteria kedua dalam menilai performance industri media berhubungan dengan penggunaan
teknologi. Perkembangan industri media dengan penggunaan teknologi informasi berjalan
sinergis. Semakin berkembang industri tersebut semakin intensif aplikasi teknologinya.
Bahkan Hiebert. dkk (1991) meyakinkan bahwa inovasi terhadap teknologi baru akan
mendukung perolehan profit serta memungkinkan perusahaan-perusahaan besar
mempertahankan keuntungan maksimal (highly profitable positions). Dalam banyak kasus,
teknologi informasi memberikan dukungan lebih besar bagi peningkatan efisiensi produksi dan
distribusi produk. Sebagai contoh, teknologi cetak jarak jauh telah berdampak besar pada
proses produksi pesan dan distribusi media. Teknologi satelit terbukti telah mempermudah
perusahaan penyiaran mendistribusikan program acaranya kepada audiens yang lebih luas.
Juga teknologi komputer dan internet telah mempengaruhi proses editing berita menjadi sangat
mudah dan cepat.
Kriteria ketiga dalam menilai performance menyangkut kemampuan meningkatkan
audiens. Performance industri ini dikaitkan dengan kemampuan perusahaan menjangkau
khalayak atau konsumennya. Dalam konteks ini perusahaan didorong untuk membangun
fasilitas-fasilitas yang memudahkan khalayak mengaksesnya. Tingginya daya jangkau media
dari segi eknonomi akhirnya tidak hanya berdampak positif pada maksimalisasi pendapatan
media cetak melalui oplah, namun juga melalui peningkatan jumlah pengiklan

Anda mungkin juga menyukai