Anda di halaman 1dari 37

PENDAHULUAN

Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang


menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta
penyelesaian masalah hukum ini ditingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan
perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk
membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antar tindakan yang satu
dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban,
baik yang masih hidup maupun yang meninggal akibat peristiwa tersebut,
diperlukan seseorang ahli di bidang kedokteran untuk memberikan penjelasan
bagi para pihak yang menangani kasus tersebut. Dokter yang diharapkan
membantu dalam proses peradilan ini kan berbekal pengetahuan kedokteran yang
dimilikinya yang terhimpun dalam ilmu kedokteran forensik.1
Tingginya tingkat kriminalitas saat ini menyebabkan tingginya permintaan
visum. Hal ini menjadi perhatian kita sebagai dokter umum karena walaupun
permintaan visum biasanya diajukan kepada rumah sakit besar baik umum
maupun swasta, tidak menutup kemungkinan permintaan visum diajukan kepada
kita sebagai dokter umum pada saat kita melakukan tugas PTT di suatu daerah.
Untuk itu sebagai dokter umum kita wajib dapat melakukan visum dan membuat
laporannya melalui Visum et Repertum. Hal ini sesuai dengan lembaran negara
tahun 1973 No. 350 pasal 1 dan pasal 2 serta KUHP pasal 186 dan pasal 187 butir
c.2,3,4
Dalam melakukan visum, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memperjelas dan membuktikan kebenaran suatu kasus. Karena sebenarnya, pada
setiap kejadian kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal di tempat
kejadian perkara (TKP). Barang bukti tersebut bisa berupa:2,3,4
1. Benda atau tubuh manusia yang telah mengalami kekerasan.
2. Senjata atau alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan.
3. Jejak atau bekas yang ditinggalkan oleh si penjahat pada tempat kejadian.

1
4. Benda-benda yang terbawa oleh si penjahat baik yang berasal dari benda
atau tubuh manusia yang mengalami kekerasan maupun yang berasal dari
tempat kejadian.
5. Benda-benda yang tertinggal pada benda atau tubuh manusia yang
mengalami kekerasan atau ditempat kejadian yang berasal dari alat atau
senjata yang dipakai ataupun berasal dari si penjahat sendiri.
Pemeriksaan darah merupakan pemeriksaan penting dari pemeriksaan yang
dilakukan pada kasus forensik. Kadang kala sampel merupakan sampel segar
ataupun dengan tambahan pengawet terutama pada kasus kriminal. Lebih sering
lagi sampel dikirim ke laboratorium berupa darah kering atau bercak kecoklatan
yang terdapat pada senjata, pakaian atau objek lainnya.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk membedakan:2,3,4
1. Apakah bercak tersebut darah?
2. Jika darah, apakah darah tersebut merupakan darah hewan atau manusia?
3. Jika darah manusia, apakah golongan darah manusia tersebut?
Darah, seperti halnya cairan, dapat memberitahukan sedikit banyaknya
mengenai kejahatan yang terjadi dan mengenai darah yang tertinggal di TKP.
Seringkali, petugas akan menemukan tidak hanya darah korban, tetapi juga milik
pelaku.6
Bila terdapat genangan atau bercak-bercak darah, dilakukan pemeriksaan dan
dibuat penafsirannya, antara lain:7
1. Perkiraan jarak antara sumber perdarahan dengan lantai, demikian pula
arah gerakan korban.
2. Perkiraan posisi korban sewaktu mendapat luka, dalam posisi berdiri, tidur
atau miring, ini diketahui dari sifat distribusi serta mengalirnya darahnya.
3. Perkiraan cara kematian, darah tergenang di sekitar korban atau darah
berceceran dimana-mana.
4. Sumber perdarahan, dari pembuluh nadi atau pembuluh vena; dari saluran
pernapasan (paru-paru), atau dari saluran pencernaan (lambung).
5. Perkiraan apakah bercak darah tersebut: "sangat baru" (beberapa hari),
"baru", "tua", dan "sangat tua" (beberapa tahun).

2
I. DEFINISI ANALISIS BERCAK DARAH
Bloodstain pattern analysis (BPA) atau analisis pola bercak darah adalah
subspesialisasi rekonstruksi kejahatan pada konteks kejahatan dan adegan
kejahatan, pola noda darah adalah catatan terlihatdari pertumpahan darah di
TKP. Sebagaimana dijelaskan dalam analisis pola noda darah adalah
pemeriksaan bentuk, lokasi, dan pola distribusi noda darah untuk tujuan
menafsirkan peristiwa fisik yang menyebabkan hal tersebut. Pola noda darah
adalah akibat langsung dari sifat benda dan kekuatan yang menciptakan
mereka.3
BPA adalah pemeriksaan bentuk, lokasi dan distribusi pola dari bercak
darah dengan tujuan menginterpretasikan kejadian fisik yang menyebabkan
hal tersebut. Sedangkan pola bercak darah adalah bukti visual adanya bercak
atau tumpahan darah pada TKP.3

II. ANALISIS POLA BERCAK DARAH


Analisis pola bercak darah adalah pemeriksaan bentuk, lokasi, dan
distribusi pola bercak darah dalam rangka memberikan penafsiran peristiwa
fisik yang memunculkan bercak darah tersebut.4
Informasi yang dapat diperoleh dari analisis pola bercak darah yang tepat:3
a. Jarak dari sumber darah ke target
b. Arah sudut jalan dan dampaknya
c. Sifat gaya digunakan untuk menyebabkan tertumpahnya darah
d. Urutan peristiwa tertumpahnya darah
e. Interpretasi pola kontak dan transfer
Pemeriksaan Umum Dengan Mata Telanjang
Bercak darah bisa berwarna merah, merah kecoklatan atau hitam,
tergantung dari lamanya/usia bercak darah tersebut.6
- Bercak darah yang masih segar : Merah terang
- 24 jam : Merah kecoklatan
- Lebih dari 24 jam : Kehitaman
- Sumber darah bisa berasal dari :

3
Darah yang dimuntahkan :Berwarna coklat
Dari paru-paru :Darah berbusa
Bisul :Pada bercak mungkin ditemukan
sel-sel nanah dan bakteri
Darah menstruasi :Berwarna hitam dan mengandung
sel-sel endometrium dan sel epitel
vagina
Hidung :Mengandung mukosa hidung dan
bulu hidung
Darah ante-mortem bisa dibedakan dari darah post-mortem berdasarkan
beberapa hal dibawah ini:6

Darah ante-mortem Darah post-mortem


1. Perdarahan Lebih banyak Sedikit
2.Penyebaran Ada Tidak ada
3.Bekuan darah Ada. Bentuknya kaku Biasanya tidak ada.
dan elastis. Warnanya Kalaupun ada, hanya
tidak mudah berubah jika sedikit dan rapuh.
dibilas . Warnanya mudah pudar
jika dibilas.

A. Penggolongan dari Bentuk/Pola Bercak Darah4,5


1. Bercak darah yang dihasilkan dari Extravasation Drops (Tetesan),
Gushes& Spur (Tetesan & semburan arteri), Pool (Genangan).
a. Drops (Tetesan)
Bercak tetesan terbentuk sebagai akibat gaya gravitasi. Darah
yang keluar dari luka memiliki massa tertentu dan akan terjatuh
sebagai bulatan berbentuk elips karena gaya gravitasi. Besarnya
bercak darah tetesan tergantung pada volume arah yang
menetes dan sifat-sifat permulaan dimana darah menetes.

4
Gambar 1. Bentuk tetasan darah.5

b. Pool (Genangan)
Aliran darah dari luka (tanpa tekanan) yang tergenang di TKP
karena faktor media dan gaya gravitasi.5

Gambar 2.Bentuk genangan pada korban yang berasal dari darah yang keluar
dari luka korban.5

c. Flows (Aliran)
Bentuk bercak darah yang seringkali ditemukan di TKP adalah
pola aliran. Pola bercak darah ini sering ditemukan pada tubuh
korban, pada objek-objek tertentu di TKP atau pada
permukaan tertentu di TKP. Terbentuknya pola bercak darah
tersebut diakibatkan oleh pengaruh gravitasi.5

5
Gambar 3. Bentuk aliran darah yang dikarenakan oleh gaya gravitasi.5

d. Drip (Percikan cairan)


Bercak darah terbentuk ketika genangan darah terkena tetesan
darah.

Gambar 4. Bentuk pola drip.5

e. Saturation Stain (Serapan)


Bercak yang terjadi bila benda tertentu (yang dapat) menyerap
menyentuh darah dengan kuantitas yang besar (genangan atau
aliran darah).5

6
Gambar 5. Bentuk bercak darah yang terserap oleh karpet.5

2. Pola/bentuk bercak darah yang terlembar dari suatu benda


a. Pattern Transfer (Bercak salinan bentuk)
Adalah bercak darah yang dihasilkan bila objek yg membawa
darah cair bersentuhan dengan permukaan objek lain.

Gambar 6. Pola transfer.5

b. Swipe (Bercak gesekan/Polesan)


Transfer darah pada permukaan target (benda tertentu)
diakibatkan oleh pergesekan antara permukaan target (diam)
dengan benda yang bergerak membawa darah.

7
Gambar 7. Pola swipe.5

3. Bercak yang dihasilkan dari perpindahan/gerakan darah


a. Bercak Saputan (Wipes)
Bercak darah saputan terbentuk ketika suatu objek (diam) yang
membawa darah tergesek oleh suatu permukaan yang
bergerak. Gerakan objek diperkirakan sebagai gerakan lateral.

Gambar 8. Pola saputan5

b. Cast – off (Lontaran)


Bercak darah ini terbentuk bila benda membawa darah
dikibaskan dan darah yang terlontar dari objek menyentuh
suatu permukaan. Umumnya bercak lontaran ditemukan
sebagai serentetan bercak yang berurut sesuai dengan arah
kibasan benda.5

8
Gambar 9. Pola lontaran.5

Gambar 10. Pola Cast-off dari sebuah tongkat dan pipa.5

c. Spatter (Percikan)
Bercak darah percikan terbagi menjadi dua, Forward spatter
(percikan ke depan) dan Back spatter (percikan ke belakang).
Benturan yang terjadi pada suatu genangan darah akan
mengakibatkan pecahnya kumpulan darah menjadi butiran-
butiran yang lebih kecil dan terpercik ke arah menjauhi pusat
gaya.5

9
Gambar 11. Pola spatter.3,5

Gambar 12. Pola dari active spatter.3

d. Bercak Expiratory (Bercak darah pernafasan)


Bercak darah ini merupakan bercak darah yang
disemburkan dari mulut, hidung atau sistem pernapasan
lainnya. Karena pengaruh tekanan pada saat pernapasan. Hal
ini menyebabkan pemecahan kumpulan darah menjadi bagian-
bagian yang lebih kecil. Sehingga bercak darah pernafasan
disamping ditemukan bercak besar juga dijumpai bintik-bintik
kecil bercak darah di sekitarnya.

10
Gambar 13. Bercak ekspiratori.4
Jenis paling sederhana dari analisis darah menentukan percikan atau
transfer. Percikan tercipta ketika darah dihasilkan dari suatu gaya dan berjalan
melalui udara sebelum mendarat di permukaan target. Pola transfer terjadi
ketika darah dari sumber darah datang dalam kontak langsung dengan luas
permukaan target.

B. Karakteristik Jalur Terbangnya Darah1,4,5


1. Tegangan Permukaan
Darah tidak akan terputus kecuali bila ada gaya yang
mempengaruhi. Gaya yang diperlukan cukup besar untuk mengatasi
tegangan permukaan darah. Darah membentuk seperti bola (bentuk
melingkar sempurna) hampir segera setelah memisahkan diri dari
sumber darah. Bentuk bulat tersebut disebabkan oleh tegangan
permukaan darah.Tegangan permukaan menyebabkan darah yang jatuh
untuk menarik dirinya baik secara horizontal maupun vertikal.
Jatuhnya darah akan tetap menjadi bentuk bola sebagai akibat tegangan
permukaan. Tegangan permukaan akan mempertahankan darah
berbentuk bola hingga darah jatuh dan menetes ke permukaan.

Gambar 14. Tegangan Permukaan Darah.4

11
2. Angle of Impact (Sudut Dampak )
Bentuk bercak darah ditentukan oleh sudut antara jalur terbangnya
dengan permukaan yang dikenai.3 Tetesan darah yang membentur
suatu permukaan pada sudut 90o akan menghasilkan bercak darah
yang pada dasarnya bulat dalam bentuk. Tetesan darah yang
membentur permukaan pada sudut kurang dari 90o akan lebih panjang
atau berbentuk oval. Dengan berkurangnya sudut antara tetesan darah
dengan permukaan target, panjang bercak darah yang terbentuk akan
bertambah dan lebarnya berkurang. Dengan kata lain bercak darah
akan menjadi lebih panjang dan sempit seiring berkurangnya besar
sudut. Selain itu, semakin tinggi jatuhnya bercak darah, maka diameter
darah semakin bertambah pula.1

Gambar 15. Angle of impact bercak darah terhadap target permukaan4

Gambar 16. Angle of Impact (Sudut Dampak).3,4

12
Pengukuran panjang dan lebar bercak darah diambil dari aksis tengah
setiap dimensi. Nilai rasio lebar dan panjang bercak darah (W/L)
digunakan dalam rumus :
Age of impact = arc sin W / L
Nilai arc sin memberikan sudut dampak yang dapat ditentukan dari tabel
trigonometri atau dengan menggunakan kalkulator yang memiliki fungsi
arc sin. Sudut dampak noda darah adalah rumus dari rasio width - to-
length sebagai sudut nilai sinus vs sudut dampak dari standar yang sudah
ditetapkan.4

C. Faktor yang Mempengaruhi Pola Bercak Darah1,4,5


1. Permukaan tekstur target :
a. Bercak darah dapat terjadi pada berbagai permukaan. Jenis
permukaan tempat darah jatuh/menetes mempengaruhi tampilan
dari percikan darah yang dihasilkan. Jika permukaan licin atau
tidak kasar, darah yang jatuh akan berbentuk melingkar biasa.
b. Darah yang jatuh pada permukaan yang kasar dan tidak teratur
akan membuat sebuah bentuk bercak dengan bentuk kasar atau
bergerigi.

Gambar 17. Permukaan tekstur target.4

13
Gambar 18. Pola pada permukaan yang berbeda.3

2. Kecepatan bercak darah5,10


Bercak darah pasif / bercak darah dengan kecepatan rendah:
a. Darah jatuh pada kecepatan atau gaya gravitasi yang normal.
b. Bercak/percikan biasanya berasal dari luka terbuka atau
daripermukaan yang jenuh dengan darah.
c. Bercak darah yang dihasilkan sebagian besar berukuran besar,
berbentuk lingkaran, dengan diameter percikan 3mm atau lebih.
d. Bercak darah akan bertambah ukurannya sesuai dengan jarak jatuh
yang meningkat pula. Namun ukuran percikan akan tetap konstan
bila jarak jatuh sekitar 4 kaki.

Gambar 19. Bercak darah kecepatan rendah.5

14
Bercak darah dengan kecepatan sedang:5
a. Dihasilkan dengan kecepatan dan energi yang melebihi gaya
gravitasi.
b. Jenis percikan ini biasanya terlihat pada penusukan,cedera benda
tumpul dan percikan sekunder.
c. Dihasilkan ketika banyak darah yang lebih besar terpecah menjadi
percikan yang lebih kecil dengan diameter 1-3 mm.

Gambar 20. Bercak darah dengan kecepatan sedang5


Bercak darah dengan kecepatan tinggi:5
a. Dihasilkan dengan energi eksternal yang melebihi 100fps menjadi
percikan yang sangat kecil dengan diameter kurang dari 1mm.
b. Bercak seperti ini memberikan gambaran seperti titik.
c. Mekanisme perlukaan yang dapat membentuk pola ini adalah luka
tembak, ledakan, dan dapat juga ditimbulkan oleh peralatan pabrik,
batuk atau bersin.
d. Jenis percikan ini biasanya terjadi karena luka tembak atau
ledakan, namun didapatkan dari udara ekspirasi, batuk,atau bersin.

15
Gambar 21. Bercak darah dengan kecepatan tinggi.5

III. PEMERIKSAAN DARAH


Setelah pembunuhan atau serangan telah dilakukan, penyidik polisi
biasanya menemukan darah di TKP, memberi mereka petunjuk tentang
apa yang terjadi. Tekstur darah dan bentuknya serta penyebarannya di
sekitar korban sering membantu simpatisan menentukan kapan kejahatan
dilakukan, apakah kejahatan itu diawali dengan pertarungan antara
individu, dan senjata yang digunakan seperti pisau, pistol, atau objek yang
digunakan untuk memukul. Tetapi mungkin saja pelaku telah mencoba
banyak cara untuk menyembunyikan, membersihkan, dan menghapus
bukti darah. Sebagai contoh, apa yang tampak seperti darah mungkin zat
lain ditempatkan di sana oleh kriminal untuk menyesatkan penyidik polisi.
Beberapa penjahat juga membersihkan darah dari TKP atau memindahkan
tubuh korban di tempat lain, sehingga sulit untuk merekonstruksi apa yang
sebenarnya terjadi. Untuk menentukan skenario potensial yang mungkin
terjadi, ilmuwan forensik menerapkan penemuan ilmiah terbaru untuk
hukum yang memiliki teknik maju yang dapat memberitahu apakah cairan
merah terlihat di sekitar korban sebenarnya darah, menentukan apakah
darah manusia, dan menentukan apakah darah berasal dari korban atau
penjahat.2 Dalam pemeriksaan bekas darah, ahli forensik memiliki daftar
pertanyaan khusus sebagai pemandu pada analisis darah tersebut.
Pertanyaan tersebut, terdiri atas:2,3,6,9

16
 Apakah sampel tersebut adalah darah?
 Apakah sampel tersebut adalah darah binatang?
 Jika merupakan darah binatang, merupakan binatang spesies apa?
 Apakah darah tersebut darah manusia?
 Dapatkah sampel darah tersebut menentukan usia, jenis kelamin, atau
ras dari manusia?
1. Apakah bercak tersebut adalah bercak darah
Hemoglobin adalah suatu konjugat protein dan terdiri atas dua
bagian: molekul protein ialah globin dan suatu non-protein molekul
ialah hematin yang mengandung besi. Hemoglobin yang
dihidrolisis dengan asam lemah atau alkali dapat diuraikan menjadi
kedua bagian tersebut diatas (heme dan globin).2,3,6,9
Derivat-derivat hemoglobin yang perlu diketahui :
 Hematin adalah derivat hemoglobin yang terdapat di dalam
bercak darah yang sudah lama berwarna coklat tak larut
dalam air. Dapat dibuat kristal yang dinamakan hemin.
Hemin terbentuk karena hemoglobin diuraikan oleh asam
lambung.
 Methemoglobin: mudah larut dalam air, berwarna merah
coklat bila darah kena udara dan sinar dan pada keracunan
dengan asam oksalik, aniline, dan amyl nitrit.
 Hemochromagen: Turunan hematin alkali, berwarna merah,
tejadi bila oksihemoglobin dicampur dengan suatu agen
turunan alkali. Spektrumnya sangat khas dan merupakan
spektrum terbaik dari semua spketrum darah untuk diagnosis.
 Hematoporphirin: bersifat tidak larut air. Terjadi bila darah
dicampur dengan asam atau basa kuat. Terdapat dalam
bentuk asam dan alkali dengan spektrum yang berlainan.
Sangat berguna untuk membuktikan adanya darah dimana
bercak-bercak darah telah bercampur dengan bahan-bahan
lain.

17
Untuk menentukan apakah suatu noda merupakan bercak darah
atau bukan adalah dengan menggunakan tes presumtif. Tes ini
memberikan dua hasil pemeriksaan yang berbeda yaitu
mengeliminasi substansi yang didapat (bukan darah), memberikan
kemungkinan (positif presumtif) dari sampel yang diteskan
(mungkin darah). Salah satu adalah dengan menggunakan senyawa
yang dapat memberikan efek ketika bersentuhan dengan darah.
Hasil ini adalah cara sederhana dan cepat untuk membuktikan
bahwa sebenarnya sampel tersebut adalah darah.1,6
Tes presumtif merupakan tes dugaan karena adanya memberikan
kemungkinan hasil yang false-positive (pemutih yang bereaksi
dengan luminol) atau hasilnya yang terlalu meluas (sampel adalah
darah tetapi belum tentu berasal dari manusia). Tes presumtif yang
umum dilakukan untuk darah yaitu Phenolphthalein, Luminol,
Hemastix, and Leuco-crystal Violet (blood).
Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk
membedakan apakah bercak tersebut berasal dari darah atau bukan,
karena hanya yang hasilnya positif saja yang dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.2,3,6,9
Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H2O2 ——> H2O + On
Reagen —-> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan
reaksi benzidine dan reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi
benzidine adalah larutan jenuh Kristal Benzidin dalam asetat
glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin digunakan reagen yang
dibuat dari Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH 20% dan dipanaskan
dengan biji-biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein yang tidak
berwarna.6
Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil

18
negatif pada kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak
tersebut bukan darah.6
Tes ini didasarkan bahwa heme dapat mengkatalisis hidrogen
peroksida. Cairan H2O2 direaksikan dengan sampel dan akan terjadi
reaksi teroksidasi yang menghasilkan perubahan warna. Penting
untuk dicatat bahwa hasil tes yang positif tidak berarti bahwa noda
tersebut atau sampel adalah darah, apalagi untuk menentukan
dengan pasti sampel adalah darah manusia, karena berbagai enzim
dan logam tertentu juga bisa memberikan hasil positif.2
Metode ini didasarkan bahwa heme dari hemoglobin memiliki
sifat seperti peroksida yang mengkatalis pemecahan hidrogen
peroksida. Zat yang teroksidasi ini dapat bereaksi dengan substrat
lainnya yang akan menghasilkan perubahan warna. Substrat yang
umum digunakan adalah benzidin dan bahan lainnya seperti
tetramethyl-benzidines, orto-tolidine, leukomalachite hijau,
leucocrystal ungu dan fenolftalein - yang terakhir ini dikenal
sebagai tes Kastle-Meyer. Reaksi dengan 3-aminophthalhydrazide
(Luminol) yang menghasilkan cahaya.2
a. Tes Luminol6
Salah satu tes presumtif terdiri dari penyemprotan sampel yang
dicurigai dengan larutan luminol (C8H7N3O2), bahan kimia
yang dipopulerkan oleh serial TV "CSI" (singkatan dari "Crime
Scene Investigation"), dan hidrogen peroksida (H2O2). Jika
terdapat darah pada sampel, sampel akan bersinar dengan warna
kebiruan dalam gelap. Luminol tersebut pertama kali diaktifkan
dengan oksidan, biasanya dengan larutan hidrogen peroksida
dan garam hidroksida dalam air. Kemudian, dengan adanya
protein dalam darah yang disebut hemoglobin, hidrogen
peroksida terurai untuk membentuk oksigen dan air. Ketika
luminol bereaksi dengan garam hidroksida, dianion akan
terbentuk. Oksigen yang dihasilkan dari hidrogen peroksida

19
kemudian bereaksi dengan dianion luminol. Produk dari reaksi
ini, merupakan suatu peroksida organik, yang sangat tidak stabil
dan segera terurai dengan hilangnya nitrogen untuk
menghasilkan asam 3-aminophthalic. Sebagai 3-aminophthalic,
ia akan melepaskan cahaya biru yang terlihat (lihat Gambar.
23).

Gambar 22.Reaksi kimia antara hydrogen peroksida dengan luminol yang


menghasilkan hemoglobin yang kemudian membentuk 3-aminophthalic
(3-APA) dan cahaya biru.2,3,6,9
Luminol sensitif terhadap keberadaan darah meski dalam jumlah
yang sangat sedikit. Hal ini dapat mendeteksi noda darah yang
telah diencerkan hingga 300.000 kali, karena hampir tidak mungkin
untuk membersihkan setiap jejak darah di TKP, luminol sangat
efektif dalam mendeteksi jejak menit dari darah yang mungkin
tidak terlihat dengan mata telanjang. Namun teknik ini memiliki
beberapa keterbatasan, karena cahaya dapat diproduksi bukan
hanya dari zat darah tetapi juga zat-zat lain, seperti ion tembaga,
lobak, dan pemutih. Untuk mengidentifikasi secara pasti bahwa
merupakan zat darah, sering dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan analisis.2,3,6,9

Gambar 23. Penampakan bekas darah laten yang tertinggal di bak cuci
piring.3

20
Tes katalitik sangat sensitif (darah dapat dideteksi dengan
pengenceran sekitar 1 di 100.000), tetapi terdapat beberapa faktor
yang dapat memberikan interpretasi hasil yang salah sehingga tes
ini tidak spesifik untuk darah. Zat yang dapat mengganggu hasil
yang diinginkan pada tes katalitik termasuk enzim seperti katalase
dan peroksidase (dapat ditemukan pada tanaman dan hewan),
bahan kimia dan logam yang teroksidasi khususnya tembaga dan
besi.7
Ketika hasil diinterpretasikan harus lebih teliti, terutama ketika
pengujian dilakukan luar ruangan, dimana banyak jenis bahan
tanaman yang dapat ditemukan, atau pengujian di kendaraan, di
mana permukaan logam dapat mengganggu. Prinsip umum adalah
bahwa jika tes adalah negatif, darah tidak ada, tapi jika tes ini
positif maka sampel kemungkinan adalah darah tetapi tidak pasti.
Untuk alasan ini tes sering digambarkan sebagai tes "dugaan".2,3,7,9

b. Reaksi Benzidine (Test Adler)


Dulu Benzidine test pada forensik banyak dilakukan oleh
Adlers (1904). Tes Benzidine atau Test Adler lebih sering
digunakan dibandingkan dengan tes tunggal pada identifikasi
darah lainnya. Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik
yang telah lama dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat
sensitif dan cukup bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif
maka dianggap tidak perlu untuk melakukan pemeriksaan
lainnya. Tes ini umum digunakan, dimana adanya darah
ditunjukkan dengan produk berwarna biru. Namun, ada
beberapa zat yang dapat menghasilkan positif palsu untuk tes
ini, seperti oksidan kimia, buah dan sayuran. Selain itu,
benzidine dikenal sebagai karsinogen, dan sesuai ini sebagian
besar telah digantikan oleh tes menggunakan
fenolftalein/hidrogen peroksida.2,3,8,9

21
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin: Sepotong kertas saring
digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian diteteskan 1
tetes H2O2 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.
Hasil: Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul
warna biru gelap pada kertas saring.

c. Reaksi Phenolphtalein (Kastle – Meyer Test)


Phenolphtalein adalah tes dugaan yang paling umum
digunakan untuk darah dan dapat digunakan dengan sendirinya
dengan tes dugaan lainnya. Hasil Phenolphtalein positif
ditunjukkan dengan warna merah muda cerah yang muncul
biasanya dalam waktu sepuluh sampai lima belas detik setelah
bahan uji kimia ditambahkan. Tes ini sangat sensitif dan hasil
positif dapat diperoleh dari noda yang nyaris tak terlihat atau
tidak terlihat dengan mata telanjang. Salah satu kelemahan
untuk uji dugaan ini adalah zat yang dapat menghasilkan hasil
positif palsu. Karat, tembaga dan logam garam, kayu, kentang,
dan lobak semua dapat menyebabkan hasil yang positif dengan
tes ini. Biasanya, jika salah satu dari zat-zat ini hadir, waktu
reaksi lebih lambat dan perubahan warna membutuhkan waktu
lebih lama untuk muncul. Beberapa laboratorium menggunakan
tes phenolphtalein (PH) bersamaan dengan tes
tetramethylbenzidine (TMB) dalam tes dugaan ganda. TMB,
yang bekerja dengan cara yang sama seperti PH, perubahan
menjadi warna biru-hijau dengan adanya darah. Meskipun TMB
lebih spesifik daripada PH, karena hasil positif palsu yang lebih
sedikit pada TMB, namun TMB kurang sensitif dibandingkan
PH dan tidak bekerja dengan baik pada noda darah yang sangat
diencerkan. Dalam setiap kasus di mana terdapat dugaan adanya
darah, analis harus terlebih dahulu menentukan apakah barang
bukti mengandung darah. Sementara perubahan warna yang

22
terjadi pada tes dugaan merupakan indikator yang baik untuk
adanya darah, namun tidak praktis untuk seluruh item yang ada.
Bahan berpori yang telah berlumuran darah masih dapat
menyerap sedikit darah bahkan jika objek telah dicuci dan
bersih. Untuk alasan inilah, luminol dan fluorescein test
digunakan untuk menunjukkan noda darah nonvisible.6,9
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kastle (1901,1906), zat
ini menghasilkan warna merah jambu terang saat digunakan
pada test identifikasi darah. Konfirmasi noda terlihat
menggunakan tes Kastle-Meyer. Dimana reagen dengan cara
melakukannya yaitu dengan menggosok lembut pada noda dan
basah. Hasilnya langsung terlihat dari perubahan warna, dari
kuning pucat ke biru kehijauan yang intens menunjukkan
kemungkinan adanya darah. Tes ini sangat sensitif tetapi karena
cara itu sudah diatur tidak mudah dimodifikasi untuk memeriksa
untuk gangguan mungkin. Pada uji Kastle-Meyer yang
fenolftalein disimpan dalam larutan basa yang didalamnya
terdapat seng, larutan ini tidak berwarna. Oksidasi dengan
hemoglobin dan peroksida menyebabkan perubahan warna yang
cepat menjadi merah muda terang. Awalnya tes dilakukan dalam
satu langkah, tapi banyaknya gangguan potensial dapat
dihilangkan dengan melakukan tes dalam dua langkah.6
Dalam bentuk asli, sejumlah kecil reagen Kastle-Meyer yang
telah dipersiapkan dicampur dengan etanol 95% (volume sama)
dan 10% larutan hydrogen peroksida. Noda yang dicuragai
darah kemudian digosok dengan sepotong kecil kertas filter dan
ditambahkan setetes campuran pereaksi ke kertas. Perubahan
warna menjadi merah muda merupakan indikasi dari adanya
hemoglobin, yang telah dikatalisis pemecahan hidrogen
peroksida. Namun, yang digunakan dalam formulir ini, tes akan
memberikan hasil yang tampaknya positif dengan bahan

23
pengoksidasi lainnya. Dalam versi pengujian dua langkah,
reagen Kastle-Meyer hanya dicampur dengan etanol 95%
(volume sama). Larutan ditambahkan ke noda pada kertas filter.
Jika warna pink atau warna merah langsung berubah, yaitu tanpa
penambahan hidrogen peroksida.1

Gambar 24. Ketiga reagen yang digunakan dalam Kastle – Meyer Test.
(etanol, reagen Kastle-Meyer, hidrogen peroksida)5
Cara Pemeriksaan reaksi Phenolphtalein: Sepotong kertas
saring digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung
diteteskan reagen Phenolphtalein.
Hasil: Hasil positif pada reaksi Phenolphtalein adalah bila
timbul warna merah muda pada kertas saring.(2,3,6,9)

A. B.

Gambar 25.
. A. Warna pink menunjukkan aktivitas dari hemolisis dan
Phenolphtalein,menunjukkan hasil positif. 9
B. tidak terdapat darah pada sampel, tidak tampak hemolisis peroksida
dan perubahan warna, hasil tes negatif.9

24
2. Deteksi dan identifikasi bercak darah
Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah
darah maka dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan
meyakinkan darah berdasarkan terdapatnya pigmen atau kristal hematin
(hemin) dan hemokhromogen. Terdapat beberapa jenis pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk memastikan bercak darah tersebut benar berasal
dari manusia, yaitu :
A. Cara kimiawi
Terdapat tiga macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan
bahwa yang diperiksa itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-
kristal hemoglobin yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau
dengan mikroskopik. Tes kristal, yang sekarang jarang digunakan,
semua didasarkan pada pembentukan hemoglobin kristal derivatif
seperti hematin, haemin dan haemochromogen. Hem membentuk kristal
ketika direaksikan dengan reagen tertentu. Reagen yang paling umum
adalah piridin, yang membentuk kristal merah muda yang khas.11
Tes ini dilakukan pada slide mikroskop, dengan reagen yang
ditambahkan ke noda bawah kaca penutup, dan pembentukan kristal
diamati dengan mikroskop. Tes tersebut antara lain tes Teichmann dan
tes Takayama.6,9
1. Tes Teichman (Tes kristal hemin)
Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Tes diawali dengan
memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan
chloride untuk membentuk derivat hematin. Kristal yang terbentuk
kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul
dalam bentuk belah-belah ketupat dan berwarna coklat.9
Cara pemeriksaan:Seujung jarum bercak kering diletakkan pada
kaca obyek tambahkan 1butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat
glacial, tutup dengan kaca penutup dan dipanaskan.

25
Hasil : Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin
HCL yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan
mikroskopik.
Kesulitan :Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang
terlalu panas atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada
sampel.

Gambar 26. Interpretasi hasil tes Teichman.2,3,9

2. Tes Takayama (Tes Kristal B Hemokromogen)


Tes Kristal yang paling terkenal adalah yang dikembangkan oleh
Takayama sekitar 80 tahun yang lalu. Sebuah larutan basa piridin
ditambahkan ke noda dan, jika terdapat darah, akan terbentuk kristal
merah muda dari kompleks antara piridin dan hem pada slide yang
dihangatkan. Struktur kompleks ditunjukkan pada Gambar25.

Gambar 27. Ferroprotoporphyrin Pyridine (kompleks yang terbentuk


di tes Takayama).6,9

26
Selain piridin, sejumlah basa nitrogen lainnya, termasuk nikotin,
metilamina, histidin dan glisin telah digunakan dalam variasi tes ini.
Sensitivitas adalah sekitar 0,001 mL darah atau 0,1 mg hemoglobin.
Sebuah hasil negatif tidak selalu menunjukkan bahwa darah tidak ada,
mungkin saja menunjukkan teknik yang salah dan kontrol positif
harus selalu dijalankan untuk perbandingan. Noda darah sampai usia
20 tahun telah memberikan hasil positif dalam tes kristal.2,3,9
Cara kerja: Tempatkan sejumlah kecil sampel yang berasal dari
bercak pada gelas objek dan biarkan reagen takayama mengalir dan
bercampur dengan sampel.Setelah fase dipanaskan, lihat di bawah
mikroskop.
Hasil: Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus
berwarna merah jambu yang terlihat dengan mikroskopik.2,3,9

Gambar 28. Tes Takayama positif membentuk Kristal yang dapat dilihat di
bawah mikroskop.1

Kelebihan: Tes dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada


sampel atau bercak yang sudah lama dan juga dapat memunculkan
noda darah yang menempel pada baju. Selain itu tes ini juga
memunculkan hasil positif pada sampel yang mempunyai hasil
negatif pada test Teichmann.

27
3. Pemeriksaan Wagenaar
Cara pemeriksaan: Seujung jarum bercak kering diletakkan pada
kaca obyek, letakkan juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca
penutup sehingga antara kaca obyek dan kaca penutup terdapat celah
untuk penguapan zat. Kemudian pada satu sisi diteteskan aseton dan
pada sisi lain ditetes kan HCL encer, kemudian dipanaskan.1,6
Hasil:Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk
batang berwarna coklat. Hasil negatif selain menyatakan bahwa
bercak tersebut bukan bercak darah, juga dapat dijumpai pada
pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur kimiawinya telah
rusak, misalnya bercak darah yang sudah lama, terbakar dan
sebagainya.1,6

B. Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan
golongan darah. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein
manusia (anti human globulin) serta terhadap protein hewan dan juga
antisera terhadap golongan darah tertentu. Prinsip pemeriksaan adalah
suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan Antibodi (antiserum)
yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi.6
1. Tes presipitin cincin
Tes Presipitin Cincin menggunakan metode pemutaran
sederhana antara dua cairan di dalam tabung. Dua cairan tersebut
adalah antiserum dan ekstrak dari bercak darah yang diminta untuk
diperiksa.6
Cara pemeriksaan: Antiserum ditempatkan pada tabung kecil
dan sebagian kecil ekstrak bercak darah ditempatkan secara hati-
hati pada bagian tepi antiserum. Biarkan pada temperatur ruang
kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara antigen dan antibodi akan
mulai berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan kedua cairan.6

28
Hasil: Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate
pada bagian antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang
bukan dari manusia maka tidak akan muncul reaksi apapun.
2. Reaksi presipitasi dalam agar
Cara pemeriksaan :Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus
sampai bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar buffer.
Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter
kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis.
Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di tengah dan
ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-
lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab
(moist chamber) pada temperatur ruang selama satu malam.6
Hasil: Hasil positif memberikan presipitum jernih pada
perbatasan lubang tengah dan lubang tepi. Pembuatan agar buffer
:1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest;
100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih sampai
terbentuk agar cair.6

3. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel
darah merah.
Cara pemeriksaan: Darah yang masih basah atau baru
mengering ditaruh pada kaca obyek kemudian ditambahkan 1
tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca penutup, lihat
dibawah mikroskop. Cara lain, dengan membuat sediaan apus
dengan pewarnaan Wright atau Giemsa.1,6
Hasil: Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut
hanya dapat menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut.
Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram
dan tidak berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau

29
elips dan tidak berinti. Bila terlihat adanya drum stick dalam
jumlah lebih dari 0,05%, dapat dipastikan bahwa darah tersebut
berasal dari seorang wanita.
Kelebihan: Dapat terlihatnya sel-sel leukosit berinti banyak.
Dapat terlihat adanya drum stick pada pemeriksaan darah
seorang wanita.

4. Penentuan golongan darah6


Darah yang telah mengering dapat berada dalam berbagai
tahap kesegaran :
 Bercak dengan sel darah merah masih utuh;
 Bercak dengan sel darah merah yang sudah rusak tetapi
dengan aglutinin dan antigen yang masih dapat dideteksi;
 Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih
dapat dideteksi namun sudah terjadi kerusakan aglutinin.
 Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan aglutinin
yang juga sudah tidak dapat dideteksi.
Bila didapatkan sel darah merah masih utuh, maka
penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti
pada penentuan golongan darah orang hidup, yaitu dengan
meneteskan satu tetes antiserum ke atas 1 tetes darah dan dilihat
terjadi aglutinasi. Bila sel darah merah sudah rusak, maka
penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara
menentukan jenis aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat
yang jauh lebih stabil dibanding aglutinin. Di antara sistem-sistem
golongan darah, yang paling lama bertahan adalah antigen dari
sistem golongan darah ABO. Penentuan jenis antigen dapat
dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi, absorpsi elusi, dan
aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara
absorpsi elusi dengan prosedur sebagai berikut:

30
- 2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi
dengan metal alkohol selama 15 menit. Benang diangkat dan
dibiarkan mengering. Selanjutnya dilakukan penguraian
benang tersebut menjadi serat-serat halus dengan
menggunakan 2 buah jarum.
- Lakukan juga terhadap benang yang tidak mengandung bercak
darah sebagai kontrol negatif.
- Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam
tabung pertama diteteskan serum anti A dan ke dalam tabung
kedua diteteskan serum anti B hingga serabut benang tersebut
terendam seluruhnya. Kemudian tabung-tabung tersebut
disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 4ºC selama
satu malam.
- Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam
fisiologis dingin (4ºC) sebanyak 5-6 kali, lalu tambahkan 2
tetes suspensi 2% sel indikator (sel darah merah golongan A
pada tabung pertama dan golongan B pada tabung kedua),
putar dengan kecepatan 1000RPM selama 1 menit. Bila tidak
terjadi aglutinasi, cuci sekali lagi dan kemudian tambahkan 1-
2 tetes larutan garam fisiologis dingin. Panaskan pada suhu
56ºC selama 10 menit dan pindahkan ke tabung lain.
Tambahkan satu tetes suspensi sel indikator ke dalam masing-
masing tabung, biarkan selama 5 menit, lalu putar selama 1
menit dengan kecepatan 1000RPM.
- Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi
aglutinasi berarti darah mengandung antigen yang sesuai
dengan sel indikator.1

5. Analisis DNA
DNA atau Deoxyribo Nucleic Acid merupakan asam nukleat yang
menyimpan semua informasi tentang genetika. DNA inilah yang

31
menentukan jenis rambut, warna kulit dan sifat-sifat khusus dari
manusia. DNA ini akan menjadi cetak biru (blue print) ciri khas
manusia yang dapat diturunkan kepada generasi selanjutnya. Sehingga
dalam tubuh seorang anak komposisi DNA nya sama dengan tipe DNA
yang diturunkan dari orang tuanya. Sedangkan tes DNA adalah metode
untuk mengidentifikasi fragmen-fragmen dari DNA itu sendiri atau
secara sederhananya adalah metode untuk mengidentifikasi,
menghimpun dan menginventarisir file-file khas karakter tubuh. Tes
DNA umumnya digunakan untuk 2 tujuan yaitu:
1. Tujuan pribadi seperti penentuan perwalian anak atau penentuan
orang tua dari anak.
2. Tujuan hukum, yang meliputi masalah forensik seperti identifikasi
korban yang telah hancur, sehingga untuk mengenali identitasnya
diperlukan pencocokan antara DNA korban dengan terduga
keluarga korban ataupun untuk pembuktian kejahatan semisal
dalam kasus pemerkosaan atau pembunuhan.
Hampir semua sampel biologis tubuh dapat digunakan untuk
sampel tes DNA, tetapi yang sering digunakan adalah darah, rambut,
usapan mulut pada pipi bagian dalam (buccal swab), dan kuku. Untuk
kasus-kasus forensik, sperma, daging, tulang, kulit, air liur atau sampel
biologis apa saja yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP)
dapat dijadikan sampel tes DNA.

DNA yang digunakan dalam analisis DNA


DNA yang biasa digunakan dalam tes ada dua yaitu DNA mitokondria
dan DNA inti sel. Perbedaan kedua DNA ini hanyalah terletak pada lokasi
DNA tersebut berada dalam sel, yang satu dalam inti sel sehingga disebut
DNA inti sel, sedangkan yang satu terdapat di mitokondria dan disebut
DNA mitokondria. Untuk tes DNA, sebenarnya sampel DNA yang paling
akurat digunakan dalam tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa
berubah. DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis

32
keturunan ibu yang dapat berubah seiring dengan perkawinan
keturunannya. Sebagai contoh untuk sampel sperma dan rambut. Yang
paling penting diperiksa adalah kepala spermatozoanya karena didalamnya
terdapat DNA inti, sedangkan untuk potongan rambut yang paling penting
diperiksa adalah akar rambutnya. Tetapi karena keunikan dari pola
pewarisan DNA mitokondria menyebabkan DNA mitokondria dapat
dijadikan sebagai marka (penanda) untuk tes DNA dalam upaya
mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal.9
Untuk akurasi kebenaran dari tes DNA hampir mencapai 100% akurat.
Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola DNA bisa terjadi secara random
(kebetulan) sangat kecil kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta.
Jikapun terdapat kesalahan itu disebabkan oleh faktor human
error terutama pada kesalahan interprestasi fragmen-fragmen DNA oleh
operator (manusia). Tetapi dengan menerapkan standard of procedure
yang tepat kesalahan human error dapat diminimalisir atau bahkan
ditiadakan.2,3,9

Metode Tes DNA


Metode tes DNA yang umumnya digunakan di dunia ini masih
menggunakan metode konvensional yaitu elektroforesis DNA. Sedangkan
metode tes DNA yang terbaru adalah dengan menggunakan kemampuan
partikel emas berukuran nano untuk berikatan dengan DNA. Metode ini
ditemukan oleh dua orang ilmuwan Amerika Serikat yaitu Huixiang Li dan
Lewis Rothberg. Prinsip metode ini adalah mempergunakan untai pendek
DNA yang disebut Probe yang telah diberi zat pendar. Probe ini dirancang
spesifik untuk gen sampel tertentu dan hanya akan
menempel/berhibridisasi dengan DNA sampel tersebut. Partikel emas
berukuran nano dalam metode ini berperan dalam mengikat Probe yang
tidak terhibridasi.Pendeteksian dilakukan dengan penyinaran pada panjang
gelombang tertentu. Keberadaan DNA yang sesuai dengan
DNA Probe dapat dilihat dari pendaran sampel tersebut. Jumlah DNA

33
target tersebut kira-kira berbanding lurus terhadap intensitas pendaran
sinar yang dihasilkan. Keunggulan metode ini dibandingkan dengan
metode konvensional adalah pada kecepatan dan harganya yang jauh lebih
cepat dan murah dibandingkan metode elektroforesis DNA. Tetapi karena
metode ini masih tergolong baru, sehingga masih dalam pengembangan di
Amerika Serikat, sehingga untuk pengguna di Indonesia, sekarang ini
belum dapat memanfaatkan fasilitas tersebut, karena memang belum
terdapat di Indonesia.9

Tahapan Metode Tes DNA


Di Indonesia, terdapat dua laboratorium yang dapat
melayani user dalam tes DNA yaitu Laboratorium Pusdokkes Polri Jakarta
Timur dan di Lembaga Bio Molekuler Eijkman Jakarta Pusat. Untuk di
Lembaga Eijkman, biaya per paket tes DNA adalah berkisar Rp. 7,5 Juta
dengan hasil tes yang dapat diperoleh dalam 12 hari kerja terhitung dari
tanggal diterimanya sampel.
Untuk metode tes DNA di Indonesia, masih memanfaatkan
metode elektroforesis DNA. Dengan intreprestasi hasil dengan cara
menganalisa pola DNA menggunakan marka STR (short tandem repeats).
STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam
genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah
dan jenisnya. Dengan menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat
diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel DNA terduga lainnya. Dari
berbagai literatur yang penulis pelajari, pada dasarnya tahapan metode tes
DNA dengan cara elektroforesis meliputi beberapa tahapan berikut yaitu
pertama tahapan preparasi sampel yang meliputi pengambilan sampel
DNA (isolasi) dan pemurnian DNA. Dalam tahap ini diperlukan kesterilan
alat-alat yang digunakan.Untuk sampel darah, dalam isolasinya dapat
digunakan bahan kimia phenolchloroform sedangkan untuk sampel rambut
dapat digunakan bahan kimiaChilex. Selanjutnya DNA dimurnikan dari
kotoran-kotoran seperti protein, sel debris, dan lain-lain. Untuk metode

34
pemurnian biasanya digunakan tehnik sentrifugasi dan metode filtrasi
vakum. Tetapi berbagai ilmuwan telah banyak meninggalkan cara tersebut
dan beralih ke produk-produk pemurnian yang telah dipasarkan seperti
produk butir magnet dari Promega Corporation yang memanfaatkan silica-
coated paramagnetic resin yang memungkinkan metode pemisahan DNA
yang lebih sederhana dan cepat. Tahapan selanjutnya adalah memasukan
sampel DNA yang telah dimurnikan kedalam mesin PCR (polymerase
chain reaction) sebagai tahapan amplifikasi. Hasil akhir dari tahap
amplifikasi ini adalah berupa kopi urutan DNA lengkap dari DNA sampel.
Selanjutnya kopi urutan DNA ini akan dikarakterisasi
dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA
setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola
elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang disebut
DNA sidik jari (DNA finger print) yang akan dianalisa pola STR nya.
Tahap terakhir adalah DNA berada dalam tahapan typing, proses ini
dimaksudkan untuk memperoleh tipe DNA. Mesin PCR akan membaca
data-data DNA dan menampilkannya dalam bentuk angka-angka dan
gambar-gambar identfikasi DNA. Finishing dari tes DNA ini adalah
mencocokan tipe-tipe DNA.2,3,9

35
KESIMPULAN

Ketika noda merah ditemukan pada tempat kejadian perkara, maka noda
tersebut dapat dicurigai sebagai darah dan barang bukti.Untuk membuktikan
apakah sampel tersebut adalah darah, maka dapat dilakukan beberapa tes.Tes-tes
yang dilakukan dalam forensik untuk darah berdasarkan keberadaan hemoglobin
atau komponen-komponen yang ada di dalamnya.Hemoglobin terdiri atas heme
yang mengangkut oksigen dan globin komponen protein.Tes yang dilakukan di
forensik untuk identifikasi darah sebenarnya mendeteksi keberadaan dari heme.
Digunakan beberapa substansi berwarna tertentu yang bila dicampur dengan
peroksida akan merubah warna dasarnya yang disebut oksidasi. Kebanyakan
enzim umumnya akan mempercepat reaksi.
Tes pertama adalah tes presumtif yang bertujuan menyingkirkan substansi
lain selain darah, namun tes ini tidak dapat memastikan keberadaan darah. Tes
Kastel Meyer merupakan tes presumtif yang paling banyak dilakukan dimana bila
hasilnya positif maka akan menghasilkan warna pink. Luminol juga merupakan
tes presumtif yang sering digunakan.Terlebih luminol digunakan untuk
mendeteksi keberadaan noda darah yang sudah dihapus atau dicuci. Luminisens
atau pendaran biru yang akan dihasilkan bila luminol bereaksi dengan hemoglobin
dan dapat dilihat bila cahaya lampu dimatikan (ruangan gelap).
Bila telah ditetapkan bahwa sampel tersebut mungkin adalah darah, maka
pengujian dilanjutkan untuk mengkonfirmasi, apakah darah tersebut berasal dari
manusia atau hewan. Untuk itu dilakukan tes konfirmasi antara lain : tes
presipitasi dimana darah dapat diidentifikasi berasal dari manusia melalui reaksi
dengan antiserum tertentu untuk komponen darah manusia.

Penentuan golongan darah dan rhesus dari sampel darah yang telah
dikonfirmasi berasal dari manusia, merupakan langkah selanjutnya yang
dilakukan untuk mempersempit pencarian.Bila semua tes diatas telah dilakukan,
maka uji DNA merupakan tahap akhir yang lebih spesifik untuk menentukan
kepemilikan dari noda darah tersebut.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto, Arif, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.1997.p. 5, 177-184.
2. Knight B. Blood Stains, Groups, DNA and Identification. In: Simpson's
Forensic Medicine, 13th edition. London: Oxford University Press. 2001.
p.235-238.
3. James SH, Edel CF. Bloodstain Pattern Interpretation. In: Introduction to
Forensic Sciences, 2nd edition. US: CRC Press. 2000. p. 176-239.
4. Jimmy, W. Bloodstain Pattern Analysis. Diunduh
dari:http://en.wikipedia.org/wiki/Bloodstain_pattern_analysis
5. Louis L. Akin. Interpretation of Bloodstain Patterns. Crime Scene
Forensics, LLC. Diunduh dari :
http://www.crimesceneforensics.com/Crime_Scene_Forensics/ Home.html
6. Cadha vijay. Bercak darah. Dalam: Ilmu Forensik dan Toksikologi.
Jakarta: Widya medika. 1995. Hal 197-200.
7. Idris, A.M. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses
Penyelidikan. Edisi Revisi. Jakarta : CV Sagung Seto. 2008. p.19-
29.
8. Whitley R & Figarelli D. A Simplified Guide to Bloodstain Pattern
Analysis. National Forensic Science Technology Center (NFSTC). 2009.
9. Blood Detection by Chemical Methods. Biotech A Blood Detection.
Diunduh dari :www.nzic.org.nz
10. Idris, A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Revisi.
Jakarta : CV Sagung Seto. 2008. p.297-311.

37

Anda mungkin juga menyukai