Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagaimana sudah diketahui, Islam tidak dapat dipisahkan dari politik. Batas antara ajaran Islam
dengan persoalan politik sangat tipis. Sebab ajaran Islam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia,
termasuk persoalan politik dan masalah ketatanegaraan. Peristiwa hijrah Nabi ke Yatsrib merupakan
permulaan berdirinya pranata sosial politik dalam sejarah perkembangan Islam. Kedudukan Nabi di
Yatsrib bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga kepala negara dan pemimpin pemerintahan.
Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang multi etnis dengan keyakinan agama yang beragam. Peta
sosiologis masyarakat Madinah itu secara garis besarnya terdiri atas :

1. Orang-orang muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.

2. Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.

3. Orang-orang Yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku seperti : Bani
Qainuna, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.

4. Pemeluk “tradisi nenek moyang”, yaitu penganut paganisme atau penyembah berhala.

Pluralitas masyarakat Madinah tersebut tidak luput dari pengamatan Nabi. Beliau menyadari,
tanpa adanya acuan bersama yang mengatur pola hidup masyarakat yang majemuk itu, konflik-konflik di
antara berbagai golongan itu akan menjadi konflik terbuka dan pada suatu saat akan mengancam
persatuan dan kesatuan kota Madinah. Hijrah Nabi ke Yatsrib disebabkan adanya permintaan para sesepuh
Yatsrib dengan tujuan supaya Nabi dapat menyatukan masyarakat yang berselisih dan menjadi pemimpin
yang diterima oleh semua golongan. Piagam ini disusun pada saat Beliau menjadi pemimpin
pemerintahan di kota Madinah.

Isi piagam Madinah itu merupakan fakta tertulis, tidak dapat dibantah oleh siapapun yang
mencoba mendistorsi sejarah Itu. Isinya memberikan perlindungan hak- hak semua orang untuk hidup
dalam satu atap tanpa merasa takut menjalankan keyakinan mereka masing masing. Suatu paparan
kehidupan bernegara yang menjangkau kepentingan bersama, saling melindungi hak-hak bersama dan
hidup saling bantu membantu. Madinah waktu itu menjadi surga bagi semua agama untuk saling
melindungi, tidak terpetik sejarah adanya perlindungan berbangsa dan beragama sebagaimana terjadi di
Masa Piagam Madinah yang menjadi Deklarasi bersama umat Yahudi dan Nasrani.

Piagam Madinah merupakan sebuah catatan sejarah yang tidak akan pernah hilang dari memori
kejayaan Islam. Karena piagam ini merupakan bukti nyata bahwa islam bukan hanya sekedar agama yang
mengatur dalam kegiatan yang bersifat religious saja tetapi merupakan agama yang mencakup semua
aspek kehidupan manusia. Rasulullah telah memberikan contohnya kepada kita semua bagaimana hidup
bermasyarakat, berbangsa, beragama, dan bernegara. Sehingga islam benar-benar menjadi agama yang
Rahmatan Lil’alamiin.
Salah satu karakteristik agama Islam pada masa awal penampilannya, ialah kejayaan di bidang
politik. Penuturan sejarah Islam dipenuhi oleh kisah kejayaan itu sejak nabi Muhammad s.a.w sendiri
(periode Madinah) sampai masa-masa jauh sesudah beliau wafat. Terjalin dengan kejayaan politik itu
ialah sukses yang spektakuler ekspansi militer kaum muslimin, khususnya yang terjadi di bawah
pimpinan sahabat nabi. Maxim rodinson seorang Marxis ahli Islam, menegaskan bahwa agama Islam
menyuguhkan kepada para pemeluknya suatu proyek kemayarakatan, suatu program yan harus
diwujudkan di muka bumi. Karena itu, kata Rodinson, Agama Islam tidak bisa disamakan dengan agama
kristen atau budhisme, sebab Islam tidak hanya menampilkan dirinya sendiri sebagai penghimpunan
kaum beriman yang mempercayai kebenaran satu dan sama, melainkan juga sebagai suatu masyarakat
yang total.

Kenyataan historis tersebut menjadi dasar bagi adanya pandangan yang merata dikalangan para ahli dan
awam, baik muslim maupun bukan muslim, bahwa Islam adalah agama yang terkait erat dengan dengan
kenegaraan. Tapi Nurkhollis Madjid mengatakan bahwa agama merupakan masalah spiritual-pribadi
yang tidak dapat, tidak boleh dan tidak mungkin mencapuri urusan kenegaraan yang merupakan masalah
rasional-kolektif.

Diskursus mengenai Islam dan Negara ini menjadi suatu topik yang menarik untuk dibicarakan.
Pertanyaan mengenai apakah Islam mempunyai suatu tata aturan negara yang khusus atau tidak, menjadi
sorotan dalam masalah ini. Namun yang menjadi persoalan adalah nabi tidak meninggalkan satu sunnah
yang pasti bagaimana sistem penyelenggaraan negara itu, misalnya bagaimana sistem pengangkatan
kepala negara, siapa yang berhak menetapkan undang-undang, kepada siapa kepala negara bertanggung
jawab dan bagaimana bentuk pertanggungjawaban tersebut. Kontroversi inilah yang menjadikan penulis
tergerak untuk mengkaji hubungan Islam dan negara.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Islam Dan Negara

Islam adalah agama penutup dari semua agama-agama yang diturunkan berdasarkan wahyu ilahi
(al-Qur’an) kepada Nabi saw, melalui malaikat Jibril untuk diajarkan kepada umat manusia sebagai way
of life (pedoman hidup) dan juga Islam adalah agama yang dirahmati oleh Allah swt serta merupakan
rahmat bagi seluruh alam. Islam merupakan agama yang mengatur kehidupan manusia secara menyeluruh
dari semua aspeknya. Baik itu aspek ibadah, social, politik, kesehatan serta akhlak. dan juga hal-hal
lainnya, termasuk juga mengenai Negara dan hukum. Banyak orang menganggap bahwa agama tak
seharusnya mencampuri urusan kemanusian seperti dalam bidang ekonomi, kesehatan, menikah termasuk
juga politik. Mereka menganggap agama hanyalah agama, tidak lebih dari itu. Begitu pula pemikiran
yang banyak dianut oleh para politikus yang menjalankan negeri serta dalam menetapkan undang-undang.

Sebelum kita menjelaskan hubungan Islam dengan Negara terlebih dahulu kita pahami apa
pengertian dari Negara serta Islam. Menurut Prof. Muhammad Adnan, arti kata Islam ialah:
a. Islam jika diambil dari urutan asal kata SALIMA, artinya selamat.
b. Islam jika diambil dari urutan asal kata SALI, artinya damai, rukun, bersatu.
c. Islam jika diambil dari urutan asal kata ISTASLAMA, artinya tunduk, dan taat kepada perintah Allah
swt dengan memakai dasar petunjuk-petunjuk serta bimbingan ajaran Rasulullah saw.
d. Islam jika diambil dari urutan asal kata ISTLASAMA, artinya tulus dan ikhlas.
e. Islam jika diambil dari urutan asal kata SULLAMI, artinya tangga untuk mencapai keluhuran derajat
lahir dan batin.

Sedangkan pengertian Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik,
militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.

Islam tidak mengenal kata pemisahan didalamnya, karena Islam bersifat menyeluruh. Seluruh
tingkah laku manusia diatur baik secara langsung atau tidak langsung, begitupula dalam bernegara atau
berpolitik. Masalah hubungan politik antara Islam dan negara sering kali muncul dari pandangan-
pandangan tertentu yang dirumuskan dengan cara sedemikian rupa sehingga Islam disejajarkan secara
konfrotatif dengan Negara. Mereka menggunakan dalil al-Qur’an, sunnah, akal, dan logika. Diantara
ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan dalil adalah :
• surat Al-Israa ayat 54, yang berarti, “Dan tidaklah Kami mengutusmu untuk menjadi penjaga bagi
mereka.”
• surat Al-Israa ayat 105, yang berarti, “Dan tidaklah Kami mengutusmu meainkan sebagai pembawa
kabar gembira dan pemberi peringatan.”
• Asy-Syura ayat 45, yang berarti, “Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah).”
• Al-Ghasyiyah ayat 21-22, yang berarti, “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah
orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.”

Dalam ayat ini memang tidak dikatan bahwa Rasulullah saw merupakan kepala negara untuk suatu negeri
atau kaum dia hanyalah seorang Nabi. Tapi ada kelompok yang menolak dan adapula kelompok yang
sepakat bahwa Islam juga mengajarkan hal yang bersifat keduniawian. Dalil yang menjadi sandarannya
adalah al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77, yang berarti, “Janganlah kamu melupakan bagianmu dari
dunia.”
Islam dibandingkan dengan agama-agama lain sebenarnya merupakan agama yang paling mudah
menerima premis semacam ini. Alasan utamanya terletak pada ciri Islam yang paling menonjol, yaitu
sifatnya yang “hadir dimana-mana” atau (omnipresence). Ini sebuah pandangan yang mengakui bahwa
“dimana-mana” kehadiran Islam selalu memberikan panduan moral yanag benar bagi tindakan manusia.
Memang Islam tidak mengatur mengenai kenegaraan, tapi yang diatur oleh Islam ialah dasar dan pokok-
pokok mengatur masyarakat manusia, yang tidak berubah-ubah kepentingan dan keperluannya selama
manusia masih bersifat manusia, baik ia manusia zaman onta ataupun manusia zaman kapal terbang, atau
manusia zaman kapal stratosfer dan lain-lain nanti. Di tambah lagi pendapat dari R. Strothman
mengatakan, “Islam adalah fenomena agama politik. Sebab pendirinya adalah seorang nabi, dan dia
seorang politisi yang ahli hukum, atau seorang negarawan. Dari pernyataan tersebut kita pahami bahwa
Islam bukan hanya agama yang mengajarkan ibadah saja tapi juga bagaimana bernegara.

Banyak Negara-negara yang memiliki peduduk muslim mayoritas kesulitan dalam menyatukan
Islam dengan Negara. Di negara-negara tersebut, hubungan politik antara Islam ditandai oleh ketegangan-
ketegangan yang tajam, jika bukan permusuhan. Bahkan di Indonesia sendiripun demikian. Di Indonesia,
konsep penyatuan Islam dengan Negara sudah lama dimunculkan dari sejak awal kemerdekaan, tapi
konsep ini dimentahkan dengan alasan akan dapat mengganggu persatuan. Mulai dari situlah, timbul
sikap yang saling mencurigai antara Islam dengan Negara. Yang lebih menyedihkan lagi, Islam politik
sering kali menjadi sasaran ketidakpercayaan, dicurigai menentang ideologi Pancasila. Begitupun
sebaliknya, sikap yang ditunjukan oleh para aktivis Islam. Mereka mencurigai bahwa Negara tidak akan
menjamin hak-hak mereka dalam beribadah dan sebagainya. Tapi dengan seiring berjalannya waktu, pola
hubungan Islam dengan Negara di Indonesia tidak lagi saling curiga mencurigai ini ditandai dengan mulai
adanya undang-undang mengenai perkawinan, wakaf, zakat, Peradilan Agama, serta Perbankan Syariah.

2.2 Piagam Madinah

Piagam Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke Yatsrib yang waktu itu
masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh karena itu ada baiknya kita mengetahui motif apa yang menjadi latar
belakang hijrahnya umat Muslim Mekkah ke Madinah yang waktu itu masih bernama Yatsrib. Hal ini
penting untuk kita mengetahui mengapa agama Islam yang lahir di Mekkah itu justru malah kemudian
dapat berkembang subur di Madinah. Dan kemudian mendapat kedudukan yang kuat setelah adanya
persetujuan Piagam Madinah. Dakwah Nabi di Mekkah dapat dikatakan kurang berhasil. Sampai kepada
tahun kesepuluh kenabian baru sedikit orang yang menyatakan diri masuk Islam. Tetapi ada beberapa
diantaranya yang memeluk agama Islam dengan sepenuh hati mereka. Sebelum Nabi melaksanakan
hijrah, Beliau banyak mendapat ancaman dari kafir Quraisy. Tidak hanya gangguan psikis yang beliau
alami, tapi juga diancam secara fisik. Bahkan beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi Nabi selalu
sabar dalam menghadapi gangguan-gangguan tersebut. Dasar yang dipakai Nabi dalam menghadapi
gangguan kaum kafir Quraisy tersebut adalah surat Fushshilat ayat 34, yang berbunyi :

‫نولن تنيستنذويِ ايلنحنسننةه نولن اللسييئنةه ايدفنيع ذباِللذتي ذهني أنيحنسهن فنإ ذنذا اللذذيِ بنيينن ن‬
‫ك نوبنييننهه‬

‫نعندانوةم نكأ ننلهه نولذيي نحذميمم }ف ص‬


{ 34: ‫صلّت‬

Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih
baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman
yang sangat setia. (QS. Fushshilat : 34).
Kota Yatsrib mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Nabi. Bukan saja karena Makkah
dan Yatsrib sama-sama berada di propinsi Hijaz, tetapi juga beberapa faktor lain yang ikut menentukan,
yaitu :

a. Abdul Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini sebelum akhirnya menetap di
Makkah. Apalagi hubungan kakek dan cucu ini sangat erat dan penuh kasih sayang. Maka
hubungan kakek nabi yang erat dengan Madinah juga membawa bekasnya pada diri Nabi.
b. Ayah Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan di Madinah. Nabi pernah
ziarah ke sana bersama ibundanya. Ibunda Nabi wafat dalam perjalanan pulang dari ziarah
tersebut. Dengan demikian Madinah bukan tempat yang asing bagi Nabi. Setidak-tidaknya Nabi
pernah berhubungan dengan kota atau penduduk kota tersebut.
c. Penduduk Madinah dari suku Arab Bani Nadjar punya hubungan kekerabatan dengan Nabi.
Kedatangan Nabi di Madinah disambut layaknya kerabat yang datang dari jauh, bukan orang
asing.
d. Sebagian besar penduduk kota Yatsrib punya mata pencaharian sebagai petani, di samping itu
iklim di sana lebih menyenangkan dari pada kota Makkah. Untuk itu dapat dimaklumi bila
penduduknya lebih ramah dibandingkan penduduk kota Makkah.
e. Selain berbagai faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul akhir jaman sudah di dengar
orang-orang Yatsrib dari orang-orang Yahudi di Yatsrib. Mereka mengharap-harap dan
menunggu-nunggu untuk mendapat kehormatan membantu agama ini.

Demikian beberapa faktor yang dapat kami kemukakan yang membantu diterimanya Nabi di Madinah
dan mengapa Nabi memilih kota Yatsrib atau Madinah sebagai kota tempat tujuan hijrah, selain itu juga
merupakan petunjuk Allah yang memberi jalan bagi terbukanya syiar agama Islam.

Demikianlah reaksi penduduk Madinah bagaimana mereka menanti kedatangan Rasul mereka. Selain
itu dakwah yang disampaikan Nabi setiap musim haji di Baitullah, juga perjanjian Baitul Aqabah pertama
dan kedua yang disepakati pada tahun kedua belas dan ketiga belas dari kenabian semakin memuluskan
jalan bagi Nabi untuk diterima di Madinah. Perjanjian Aqabah I dan II mempersiapkan Nabi dan kaum
Muslimin secara psikologis dan sosiologis dalam pelaksanaan hijrah yang amat bersejarah.[4]

Madinah adalah sebuah kota kurang lebih berjarak 400 kilometer di sebelah utara kota Makkah.
Penduduk kota Yatsrib terdiri dari beberapa suku Arab dan Yahudi. Suku Yahudi terdiri Bani Nadzir, Bani
Qainuna, dan Bani Quraidzah yang mempunyai kitab suci sendiri, lebih terpelajar dibandingkan
penduduk Yatsrib yang lain. Sedangkan suku Arabnya terdiri dari suku Aus dan Khazraj, di mana kedua
suku itu selalu bertempur dengan sengitnya dan sukar untuk didamaikan.[5]

Nabi Muhammad datang dengan membawa perubahan. Beliau mengajarkan penghapusan kelas antara
orang kaya dengan orang miskin, golongan buruh dengan golongan juragan. Yang ada hanyalah hubungan
persaudaraan, saling mengasihi dan menyantuni pada yang membutuhkan. Beliau telah dapat
menciptakan jalinan yang suci dan murni dan telah berhasil mengikat suku Aus dan Khazraj dalam suatu
hubungan cinta kasih dan persaudaraan.

Sejak nabi hijrah ke Madinah dan sesudah menetap di sana dan setelah masjid dan rumah beliau siap
didirikan, tidak lain yang menjadi fikirannya adalah menyiarkan agama Islam, sebagai tujuan utama
beliau.
Sebagai seorang pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan
pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga sebagai seorang pemimpin
tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan dari luar mengganggu kehidupan masyarakat
muslim. Pada tahap ini beliau menghadapi tiga kesulitan utama :
a. Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah Arab.
b. Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan memiliki kekayaan dan sumber daya yang
amat besar
c. Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri karena perbedaan lingkungan hidup mereka.[6]

Dan karena perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar dan Muhajirin mempunyai latar
belakang kultur dan pemikiran yang sangat berbeda. Hal ini masih di tambah lagi dengan permusuhan
sengit yang telah terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Auz dan Bani
Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan mereka dalam kehidupan
religius dan politik secara damai.

Tetapi akhirnya Nabi dapat mengatasi masalah tersebut secara damai dengan cara yang amat
bijaksana. Mengenai masalah yang pertama dan kedua, beliau berhasil mengikat penduduk Madinah
dalam suatu perjanjian yang saling menguntungkan Sedangkan untuk mengatasi masalah yang ketiga
beliau berhasil memecahkannya dengan jalan keluar yang amat bijak dan sangat jenius.

Untuk mengatasi adanya perbedaan di antara kaum muslimin, maka Nabi mempersaudarakan di
antara mereka layaknya saudara kandungan yang saling pusaka mempusakai. Jika salah satu dari kedua
bersaudara yang baru dipersatukan tersebut wafat, maka saudara angkatnya berhak atas seperenam harta
warisannya. Perlu diketahui hukum waris sebagaimana kita kenal sekarang belum berlaku saat itu.

Upaya yang dilakukan Rasul itu telah menjadi alat yang ampuh untuk mematikan segala perang
saudara dan permusuhan yang dulu selalu timbul di antara mereka. Iklim baru ini sangat menunjang
perkembangan agama Islam di Madinah. Sehingga dalam tempo yang amat pendek, tidak lebih dari dua
belas bulan sesudah Rasul menetap di Madinah, menurut keterangan Ibnu Ishaq yang wafat dalam tempo
hari tidak ada lagi satu rumah orang Madinah yang belum Islam selain daripada suku kecil dari suku Aus.

Selama beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi kota Madinah dengan mempelajari
keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Beliau berusaha mencari jalan bagaimana agar
penduduk asli dan kaum muhajirin dapat hidup berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan
yang pertama dan kedua Nabi Muhammad membuat suatu perjanjian dengan penduduk Madinah baik
Muslimin, Yahudi ataupun musyrikin.

Dalam perjanjian itu ditetapkan tugas dan kewajiban Kaum Yahudi dan Musyrikin Madinah
terhadap Daulah Islamiyah di samping mengakui kebebasan mereka beragama dan memiliki harta
kekayaannya. Dokumen politik, ekonomi, sosial dan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik
Muslimin, Musyrikin, maupun Yahudinya. Secara garis besar perjanjian itu memuat isi sebagai berikut :

a. Bidang ekonomi dan sosial


Keharusan orang kaya membantu dan membayar utang orang miskin, kewajiban memelihara kehormatan
jiwa dan harta bagi segenap penduduk, mengakui kebebasan beragama dan melahirkan pendapat,
menyatakan kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan tidak ada perbedaan antara
siapapun di depan pengadilan.

b. Bidang militer

Antara lain menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslimin,
Yahudi ataupun Musyrikin, segala urusan berada di dalam kekuasaannya. Beliaulah yang menyelesaikan
segala perselisihan antara warga negara. Dengan demikian jadilah beliau sebagai Qa’id Aam (panglima
tertinggi) di Madinah. Keharusan bergotong royong melawan musuh sehingga bangsa Madinah
merupakan satu barisan menuju tujuan. Dan tidak boleh sekali-kali kaum Musyrikin Madinah membantu
Musyrikin Makkah (Quraisy). Baik dengan jiwa ataupun harta dan menjadi kewajiban kaum Yahudi
membantu belanja perang selama kaum Muslimin berperang.[8]

B. Tujuan dari terbentuknya Piagam Madinah

Piagam Madinah dibuat dengan maksud untuk memberikan wawasan pada kaum muslimin waktu itu
tentang bagaimana cara bekerja sama dengan penganut bermacam-macam agama ketuhanan yang lain
yang pada akhirnya menghasilkan kemauan untuk bekerja bersama-sama dalam upaya mempertahankan
agama. Strategi nabi tersebut terbukti sangat ampuh , terbukti dengan tidak memerlukan waktu lama
masyarakat islam, baik Muhajirin maupun Anshor telah mampu mengejawantahkan strategi tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan strategi tersebut tidak terlepas dari kepiawaian Nabi dalam
melihat kondisi masyarakat sekitarnya yang sangat. memerlukan arahan dan tauladan dari pemimpin guna
menciptakan keadaan yang lebih baik. Perubahan tatanan masyarakat di Madinah merupakan tolok ukur
dari keberhasilan atas perjanjian damai yang dibuat oleh nabi.[9]

Pasal-pasal dalam perjanjian tersebut mencakup hampir semua kelompok di Madinah dan menjadi
semacam front kesatuan. Kaum Yahudi dan Muslim harus saling membantu jika terjadi serangan terhadap
orang-orang yang masuk dalam perjanjian ini. Mereka harus menjalin persahabatan yang baik, saling
menasihati, berperilaku jujur, dan tidak saling mengkhianati. Nabi Muhammad bahkan memasukkan
orang-orang pagan (penyembah berhala) dalam perjanjian ini. Juga berisi berbagai macam kewajiban
yang mengikat semua orang mukmin (kecuali orang pagan dan Yahudi), dan harus saling membantu
anggota kelompoknya yang mempunyai beban hutang. Jadi perjanjian ini tidak hanya untuk mengatur
masyarakat, tetapi juga meletakkan dasar-dasar sebuah Negara. Di Mekkah, beberapa anggota senat
menjaga kepentingan para pemilik ini,namun di Madinah hal itu tidak berlaku karena otoritas semacam
senat tersebut sehingga tidak ada lembaga yang melindungi kepentingan para pemilik kekayaan atau
individu dari kejahatan yang merugikan mereka. Perjanjian ini menjadi dasar bagi berdirinya perwakilan
semacam itu. Dalam banyak hal, perjanjian ini mempunyai arti penting yang revolusioner bagi
masyarakat Arab. Nicholson menulis, “Tidak ada orang yang mengkaji masalah ini tanpa merasa terkesan
dengan kepiawaian politik pembuatnya. Sebagai langkah reformasi yang taktis, perjanjian itu merupakan
sebuah revolusi. Muhammad tidak membuka pintu kemerdekaan suku-suku, tapi menghapuskannya
dengan mengganti pusat kekuasaan dari suku kepada masyarakat, dan meskipun masyarakat itu terdiri
dari kaum Yahudi, pagan, dan kaum muslimin, ia benar-benar bisa melihat ke depan apa yang tidak
diketahui para oponennya, bahwa kaum Muslimin bersikap aktif dan di masa mendatang pasti menjadi
kelompok yang dominan dalam suatu negara yang baru berdiri.”

C. Benarkah Piagam Madinah merupakan konstitusi terbaik

Piagam Madinah memang merupakan sebuah karya fenomenal yang pernah tercacat dalam sejarah islam.
Tetapi ketika ada pertanyaan apakah Piagam Madinah adalah merupakan sebuah konstitusi terbaik yang
pernah ada? Maka kita harus merujuk pada data yang dapat dipercaya sehingga kita dapat mendapatkan
hasil yang sesuai dengan fakta serta dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya. Karena banyak sekali
tulisan-tulisan tentang Piagam Madinah yang melihat piagam tersebut dari banyak sudut dan segi.

Untuk mengetahui apakah Piagam Madinah merupakan sebuah konstitusi terbaik atau justru sebaliknya,
maka kita harus dapat melakukan penilaian terhadap piagam ini dari berbagai segi. Berikut adalah
merupakan penilaian terhadap piagam ini dari beberapa segi:

1. Sebagai piagam yang lengkap

Hal ini didasarkan dari beberapa pendapat para ahli yang mengatakan bahwa Piagam Madinah telah
mencakup semua aspek kehidupan bermasyarakat baik berbangsa, bernegara dan beragama. Diantara
pendapat itu adalah:

1.1 Muhammad Cholid dalam bukunya “Chatam un Nabiyyin” menyebutkan:

“Inilah sebahagaian dari kandungan “piagam” yang utama itu, ialah dasar-dasar Negara Islam yang
didirikannya. Isinya yang paling tegas adalah bekerja untuk mengatur ummat, membentuk suatu
masyarakat, dan menegakkan suatu pemerintahan”.

2.1 Dr. Muhammad Jalaluddin Sarur dalam bukunya “Qiyam ud Daulah” mengatakan:

“Sesudah pasti tempat kediaman nabi di madinah, maka dia lalu berfikir untuk membuat suatu peraturan
(nizham) untuk kehidupan umum, yang akan menjadi sendi bagi pembentukan persatuan bagi segenap
warganya (penduduk).

Ditulisnyalah suatu piagam antara orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar, sebagaimana dibuatnya
perjanjian terhadap kaum yahudi, yang memuat hak dan tugas yang merupakan syarat-syarat bagi
mengakui mereka”.

2. Suatu Undang-Undang Negara

Piagam Madinah merupakan sebuah karya fenomenal yang pernah tercatat dalam sejarah. Banyak
pendapat yang mengatakan bahwa piagam itu adalah suatu “Undang-Undang Negara”, yang dihasilkan
oleh Nabi Muhammad sebagai seorang “negarawan” (stateman) yang dipimpin oleh Tuhan, atau seorang
“legislator” dan “lawgiver” yang luar biasa pintarnya. Pendapat ini dikemukakan oleh beberapa sarjana
diantaranya Prof. H.A.R. Gibb, George E. Kerk, Joseph Hill, dan Emile Dermenghem.
3. Suatu Charter (piagam)

Umumnya para ahli mengakui bahwa naskah tersebut adalah suatu “ charter” (piagam) yang mengakui
tentang hak-hak. Di dalam lingkungan pengertian charter ini, termasuk juga didalamnya pengakuan
bahwa naskah ini adalah:

a. Declaration of human rights (pernyataan hak-hak azasi manusia)

b. Le droit de I ‘homme et du citizen (pengakuan hak manusia dan penduduk)

c. Declaration of birth of state (pengumuman lahirnya suatu negara)

d. Proclamation of independence (pemakluman kemerdekaan)

4. Suatu Perjanjian

Berbeda dengan pendapat sarjana-sarjana barat yang memandang paiagam itu suatu undang-undang
negara sebagaimana yang sudah kita terangkan, maka ahli-ahli Islam dari dahulu lebih menitikberatkan
pandangannya kepada sifat perjanjian yang dimuat dalam piagam itu.

Kitab-kitab Islam selalu menamakan piagam itu dengan “’Ahdun Nabi bil Yahudi” (perjanjian nabi
dengan kaum Yahudi), atau dengan “‘Ahdun bainal Muslimin wal Yahudi” (perjanjian antara kaum
muslimin dan yahudi).

Oleh karena pandangan mereka bersifat keagamaan semata-mata (agamis), maka perjanjian itu diartikan
sebagai suatu hubungan antara pemeluk islam di satu pihak dengan pemeluk-pemeluk agama lain di pihak
lainnya. Sebab itu, piagam tersebut dijadikan bukti adanya sifat kesabaran dan toleransi islam terhadap
pemeluk-pemeluk agama lainnya.

5. Suatu konstitusi negara yang bermutu tinggi

Piagam Madinah merupakan sebuah konstitusi tingkat tinggi yang belum ada tandingannya sampai saat
ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan :

a. Piagam Madinah merupakan kesepakatan yang disetujui oleh banyak pihak. Sehingga
merupakan sebuah piagam yang unik dan berbeda dengan yang lainnya. Sekurangnya ada tiga
pihak yang menyetujui piagam tersebut diantaranya:

i. Nabi Muhammad sebagai pemimpin yang memegang dan menuliskannya.


ii. Orang-orang yang percaya dan memeluk agama Islam, dari suku Quraisy dan suku Yastrib, dan
iii. Orang-orang yang ikut bersama mereka.

b. Menonjolkan Nabi Muhammad

Piagam ini menjadi sangat istimewa dengan menonjolkan Nabi Muhammad sebagai pelopor dan
penggagasnya. Nabi Muhammad juga yang menandatangani piagam ini secara langsung bukan berarti
karena “kurnia” (belas kasihan) atau karena “paksaan” dari rakyat dan bukan pula didahului oleh suatu
majlis yang memutuskan piagam itu. Tetapi nabi mewakili “Publik Opini” yang sepakat mengadakan
perjanjian itu.
Konstitusi ini dinamakan sebagai sui generis. Pendapat inilah yang lebih tepat dan sesuai dengan ciri
istimewa yang terdapat pada konstitusi itu, baik menurut hurufnya maupun menurut semangat dan
jiwanya.

c. Penentuan siapa warga negara

Berbeda sekali dari apa yang senantiasa dituduhkan terhadap Negara islam yang penduduknya merupakan
mayoritas muslim seolah-olah tidak ada penduduk non-muslim didalamnya akan tetapi Piagam Madinah
telah memberikan bukti nyata bahwa dalam Negara Islam juga diakui penduduk non-muslim. Dr. Hasan
Ibrahim Hasan telah membagi penduduk madinah menurut Piagam Madinah ke dalam golongan:

i. Muhajirin, ialah orang islam yang hijrah dari Mekkah.


ii. Anshar, ialah orang-orang islam dari penduduk Madinah.
iii. Munafiqun, ialah penduduk madinah yang belum memeluk islam.
iv. Yahudi, ialah kaum Yahudi yang tinggal di Madinah.

d. Penggunaan kata ummat yang berarti bangsa dan negara

Istilah baru yang dibawa oleh konstitusi ini adalah perkataanummat / ummah, yang terletak pada bagian
terdepan sekali yaitu pada pasal pertama. Perkataan ummat dalam pasal ini mempunyai pengertian yang
sangat dalam, yang merubah paham dan pengertian kewarganegaraan yang hidup dikalangan bangsa arab.
Dengan timbulnya ummat dibongkarlah paham bersuku-suku dan berkabiah-kabilah yang sangat
memecahbelahkan masyarakat arab.

e. Cita-cita kenegaraan

Cita-cita kenegaraan yang terkandung dalam muqaddimah dan pasal 1, adalah menggambarkan “Ideologi
Islam” dalam membentuk Negara. D.de Santilana dalam karangannya Law and Society menegaskan ide-
ide islam yang terkandung di dalam piagam: “All these ideas are already set forth in the oldest historical
document of islam, the charter promulgated at Medina in the year one of the hijrah”.

f. Pengakuan Hak Azasi Manusia (HAM)

Ini merupakan konstitusi pertama yang pernah dibuat pada hampir 14 abad silam yang telah mengakui
hak azasi setiap manusia, sewaktu hidup manusia sangat sedarhana, sangat primitif, masih menikmati
hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia yang hidup dalam abad-abad modern. Tetapi Rasulullah telah
meletakkan sebuah dasar yang sangat luar biasa tentang pengakuan hak azasi manusia.

Dari penjelasan singkat ini dapat kita mengambil kesimpulan bahwa Piagam Madinah adalah merupakan
konstitusi terbaik yang pernah ada dari berbagai segi baik dari segi isi, masa (periode dibuatnya), ataupun
dari kelengkapannya.

Penulisan Piagam Madinah ini merupakan bentuk curahan perhatian Nabi Muhammad dalam meletakkan
dasar-dasar yang sangat diperlukan pada kehidupan masyarakat guna menegakkan tugas risalahnya, yaitu:

1. Memperkokoh hubungan umat Islam dengan Tuhannya


2. Memperkokoh hubungan antar umat Islam

3. Mengatur hubungan umat Islam dengan orang-orang nonmuslim

Tetapi penulis menemukan sebuah fakta yang sangat mengejutkan bahwa piagam ini kurang diperhatikan
oleh penduduk yahudi yang hanya mengambil keuntungan dari piagam ini tanpa mematuhinya sepenuh
hati. Hal ini mereka lakukan setelah melihat semakin banyaknya orang masuk islam orang yahudi dan
kedudukan Nabi Muhammad menjadi semakin kuat, keadaaan mulai berubah. Orang yahudi menjadi
sangat kuatir atas kekuatan dan kekuasaan Nabi Muhammad yang semakin besar dan dianggap sebagai
ancaman potensial terhadap kedudukannya yang dominan di daerah tersebut. Mereka adalah para
pedagang dan orang berpengetahuan dan jauh lebih unggul dibandingkan dengan suku Auz dan Khazraj,
baik dalam pengetahuan ataupun dalam kekayaan materi. Mereka takut bahwa kekuatan kepercayaan baru
yang semakin berkembang akan membayakan posisi mereka dalam kedua hal tersebut.[22]

Di samping itu, orang-orang Yahudi di Madinah telah membangun bidang ekonomi dan politik mereka di
atas perpecahan orang-orang arab. Setelah orang-orang arab memeluk Islam dan perasaan dengki serta
dendam kesumat lama mulai lenyap dari pikiran dan perasaan mereka, kemudian agama Islam
menyatukan mereka menjadi suatu negara, orang-orang yahudi menjadi cemas dan dicekam berbagai
macam ketakutan. Mereka mulai berencana untuk menghancurkan agama Islam dan menjerumuskan para
pemeluknya.

Mereka meningkatkan kampanye menyerang nabi dalam berbagai front. Pertama kali mereka memulai
dengan perang kata-kata: menggunakan kata kasar dan tidak sopan, dan berbelit-belit kalau menyebut
nabi untuk menggangnunya. Front yang kedua adalah melakukan persengkokolan terus menerus dengan
kaum munafik dan pihak Quraisy Mekkah, tetapi serangan militer mereka tidak berhasil. Ketiga, orang
yahudi melakukan kampanye untuk menghasut orang supaya menyerang madinah. Mereka mengirim
wakil ke Mekkah dan pimpinan suku arab lainnya dan bahkan menawarkan bantuan keuangan untuk
menyerang madinah. Mereka tidak henti-mentinuya menghasut orang untuk menyerang madinah.
Keempat, ketika semua usaha mereka gagal dan mereka menyadari bahwa Muhammad telah menjadi
terlalu kuat dan bahkan tidak mungkin untuk mengalahkannya dengan kekuatan militer , mereka memulai
sutu kampanye caci maki dan fitnah terhadapnya. Mereka mengira bahwa kunggulan pendukung
Muhammad dibanding dengan yang lain adalah karena keunggulan moral dan kepribadiannya dan bahwa
jika mereka secara moral dapat mengalahkannnya, mungkin senjata ini akan berhasil meski senjata lain
telah gagal.

Mereka melakukan berbagai tindakan permusuhan terhadap orang muslim, padahal mereka terikat
perjanjian pertahanan dengan mereka. Tindakan mereka merupakan sebuah pelanggaran terbuka terhadap
isi perjanjian yang mereka buat dengan Muhammad. Mereka secara moral dan hukum terikat dengan
perjanjian ini untuk mempertahankan hubungan bersahabat dengan pihak muslim dan tidak membuat
perjanjian dengan musuh pihak muslim. Mereka tidak pernah memperdulikan syarat-syarat perjanjian
tersebut, tetapi menikmati semua manfaat yang dihasilkannya.

Muhammad telah membuat perjanjian dengan orang yahudi pada tahap pertama dengan janji bahwa
mereka akan hidup bersama sebagai teman dan membantu satu sama lain dalam mempertahankan kota
mereka. Tetapi ternyata orang yahudi tidak dapat diandalkan dalam keadaan bagaimanapun juga, malah
mereka berkhianat. Oleh karena itu, nabi memutuskan bahwa orang yahudi tidak dibenarkan menetap dan
harus diusir dari Madinah. Mereka berkumpul di khaibar dan meneruskan penghkianatan mereka. Mereka
dikalahkan, namun tetap diizinkan menetap di khaibar, asal mereka hidup dalam damai dan tidak
melakukan tindakan yang bermusuhan. Jika mereka melakukan tindakan khianat mereka akan diusir dari
jazirah arab. Dasar kebijaksanaan Nabi Muhammad adalah persamaan dan persahabatan marilah hidap
berdampingan. Tetapi pengalaman menunjukkkan hal yang sebaliknya dan untuk kepentingan keamanan
orang yahudi akhirnya diusir dari semua tanah arab. Ini merupakan akibat logis dari tindakan permusuhan
yang terus menerus mereka lakukan yang tidak dapat lagi ditolelir.

2.3 Masyarakat Majemuk dan Demokrasi

Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai macam karakteristik kebudayaan baik
perbedaan dalam bidang etnis, golongan, agama, tingkat sosial yang tinggal dalam suatu komunitas
tertentu.

Penghargaan dalam Islam tidak berdasarkan ras, suku, keturunan, prestise, tapi penghargaan dalam
Islam berdasarkan amal dan prestasi. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai sikap Islam dan dunia
kemajemukan, maka pada kesempatan ini kita bicarakan “MENGHADIRKAN ISLAM DI TENGAH
MASYARAKAT MAJEMUK ”. Dengan rujukan surat Al-Hujurat, ayat 13 :

‫ان نعذلّيمم نخذبيمر‬ ‫س إذلناِ نخلّنيقنناِهكيم ذمين نذنكرر نوأهيننثىَ نونجنعيلّنناِهكيم هشهعوبباِ نوقننباِئذنل لذتننعاِنرهفوا إذلن أنيكنرنمهكيم ذعينند ل‬
‫اذ أنيتنقاِهكيم إذلن ل‬ ‫نياِأنيَينهاِ اللناِ ه‬

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Menurut ibnu Asy-Syakir dalam kitab Mubhamat bersumber dari abu bakar bin abu daud, bahwa ayat ini
berkenaan dengan keinginan Rasulullah SAW untuk menikahkan Abi Hindin kepada seorang puteri dari
kalangan Baidhah. BaniBaidhah dengan sinis berkata pada Rasulullah ” ya Rasulullah pantaskah kami
mengawinkan putri-putri kami kepada budak-budak kami ? Rasul belum sempat menjawab saat itu, jibril
datang menyampaikan surat Al-Hujurat ayat 13 yang diawali dengan ‫س‬‫نياِأنيَينهاِ اللناِ ه‬, Menurut Imam Ali Ash-
Shabuni dalam Shafwat al-Tafsir beliau menjelaskan :

‫أيِ خطاِب لجميع البشر‬

Artinya : “objeknya adalah seluruh manusia”.

Bahwa manusia baik laki-laki maupun perempuan walau bercorak suku berlainan bangsa semuanya
memiliki harkat dan martabat yang sama di hadapan Allah SWT. Fungsinya bukan untuk saling menutup
diri, melecehkan, menghina, membangga-banggakan kelompok, suku bangsa, maupun daerah masing-
masing. Sebab dengan tegas Rasulullah SAW bersabda :

‫ليس مناِ من دعاِ علّىَ عصبيته وليس مناِ من ماِت علّىَ عصبيته‬
Artinya : “Bukan golongan kita, orang yang membangga-banggakan kesukuan dan bukan golongan kita
orang yang mati karena membela, mempertahankan dan memperjuangkan kesukuan.”

Ini berarti kemajemukan tersebut harus kita jadikan jembatan emas

‫لذتننعاِنرهفوا أيِ ليحصل بينكم التعاِرف والتألف‬

Artinya : “Agar kamu saling mengenal, yakni menjalin komunikasi yang harmoni dan menebarkan cinta
kasih serta kasih sayang yang tiada pandang sayang.”

Demikian ungkapan Imam Ali Ashobuni dalam Safwat at Tafassir.

Anda mungkin juga menyukai