PENDAHULUAN
1
sangat tinggi. Pada Tahun 2004 terdapat 596.132 insiden dari 283.452.952
populasi masyarakat Indonesia.
Tingkat akurasi diagnosis appendisitis akut berkisar 76 - 92 %.
Pemakaian laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning
(CT-scan), merupakan upaya untuk meningkatkan akurasi diagnosis
appendisitis akut amupun kronis. Beberapa pemeriksaan laboratorium dasar
masih banyak digunakan dalam diagnosis penunjang appendisitis akut.
Jumlah sel leukosit, dan hitung jenis neutrofil (differential count) adalah
penanda yang sensitif bagi proses inflamasi. Pemeriksaan ini sangat mudah,
cepat, dan murah untuk Rumah Sakit di daerah.
Tidak ada gejala dan tanda maupun tes diagnostik tunggal yang dapat
mengkonfirmasi diagnosis appendisitis secara akurat pada semua kasus.
Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang tepat,
salah satunya adalah dengan skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem
skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan tidak
invasif . Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan
pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini
berdasarkan pada temuan praoperasi dan untuk menilai derajat keparahan
appendisitis. Instrumen lain yang sering dipakai pada apendisitis akut anak
adalah klasifikasi klinikopatologi dari Cloud. Klasifikasi ini berdasarkan pada
temuan gejala klinis dan temuan durante operasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Appendisitis adalah infeksi bakterial pada appendiks vermiformis.
karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan
limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama
appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit
seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis
Appendisitis akut merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk. Jika telah
terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum,
abses, dan komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi.
3
2.2 Anatomi dan Fisiologi
4
insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada
kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum,
di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.7
5
Gambar 2. Anatomi appendiks
6
mengakibatkan nyeri perut kiri bawah. Juga pada kasus-kasus malrotasi
usus, appendiks bisa sampai diregio epigastrum, berdekatan dengan gaster
atau hepar lobus kanan.
Letak basis appendiks berada pada posteromedial sekum pada
pertemuan ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga
taenia tersebut terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda
untuk mencari basis appendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan,
bila diproyeksikan ke dinding abdomen, terletak di kuadran kanan bawah
yang disebut dengan titik Mc Burney.
Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila
terjadi peradangan apendiks adalah omentum, yang merupakan salah satu
alat pertahanan tubuh apabila terjadi suatu proses intraabdominal termasuk
apendiks. Pada anak-anak appendiks lebih panjang dan lebih tipis daripada
dewasa. Oleh karena itu, pada peradangan akan lebih mudah mengalami
perforasi. Sampai umur kurang lebih 10 tahun, omentum mayus masih tipis,
pendek dan lembut serta belum mampu membentuk pertahanan atau
pendindingan (walling off) pada perforasi, sehingga peritonitis umum karena
appendisitis akut lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa.
Appendiks kekurangan sakulasi dan mempunyai lapisan otot longitudinal,
mukosanya diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada bayi appendiks berbentuk
kerucut. Lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini
kemungkinan menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur
tersebut.
Appendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing,
dan apeksnya menempel pada sekum. Diameter lumen appendiks antara 0,5 -
15 mm. Lapisan epitel lumen appendiks seperti pada epitel kolon tetapi
kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Appendiks mempunyai
lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang
merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar
berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 taenia koli
7
diperbatasan antara sekum dan appendiks. Appendiks vermiformis (umbai
cacing) terletak pada puncak caecum ,pada pertemuan ke-3 tinea coli yaitu:
Taenia libra
Taenia omentalis
Taenia mesokolika
Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan
limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua
minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai
puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan
menetap saat dewasa. Setelah itu, mengalami atropi dan menghilang pada
usia 60 tahun. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus
yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena
itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus.
Vaskularisasi apendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika,
yang merupakan cabang a. mesenterika superior, yaitu a. apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral, sehingga apabila terjadi trombus pada
apendisitis akut akan berakibat terbentuknya gangren, dan bahkan perforasi
dari apendiks tersebut. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari arteri
ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Kadang-kadang
pada mesenterium yang inkomplet, arteri ini terletak pada dinding sekum.
Pada mesoapendiks yang pendek dapat berakibat apendiks yang terfiksir
(immobile).
8
Gambar 3. Vaskularisasi appendiks
9
Gambar 4. Posisi Apendiks
2.3.2 Infeksi
Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misalnya pneumonia,
tonsillitis, dsb. Jenis kuman yang sering menginfeksi antara lain E. Coli dan
Streptococcus.
Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi
terjadinya apendisitis akut diantaranya obstruksi lumen apendiks, obstruksi
bagian distal kolon, erosi mukosa, konstipasi dan diet rendah serat. Pada
keadaan klinis, faktor obstruksi ditemukan dalam 60 - 70% kasus, 60%
10
obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfe submukosa, 35%
disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh faktor obstruksi yang lain.
Diperkirakan pula bahwa pada penderita tua obstipasi merupakan
faktor resiko yang utama, sedangkan pada umur muda adalah pembengkakan
sistim limfatik apendiks akibat infeksi virus. Disebut pula adanya perubahan
konsentrasi flora usus dan spasme sekum mempunyai peranan yang besar.
11
sirkulasi vena, stasis sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, dan hipoksia
jaringan, serta terjadinya infeksi anaerob. Keadaan obstruksi berakibat
terjadinya proses inflamasi. Obstruksi pada bagian distal kolon akan
meningkatkan tekanan intralumen sekum, sehingga sekresi lumen apendiks
akan terhambat keluar, sehingga tekanan intra lumen meningkat
mengakibatkan gangguan drainage pada:
Limfe
Terjadi oedem, jika terjadi invasi bakteri maka akan terjadi
ulserasi mukosa mengakibatkan terjadinya apendisitis akut.
Vena
Terjadi trombus-iskemi dan invasi bakteri dapat
mengakibatkan timbulnya pus hingga menjadi apendisitis
supuratif.
Arteri
Terjadi nekrosis hingga invasi kuman dapat mengakibatkan
terjadinya apendisitis gangrenosa ataupun perforasi yang
mengakibatkan terjadinya peritonitis umum.
Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
sekum, yang dapat diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Penyebab utama konstipasi
adalah diet rendah serat. Diet rendah serat dapat menyebabkan feses
memadat, lebih lengket dan makin membesar, sehingga membutuhkan
proses transit dalam kolon yang lebih lama. Diet tinggi serat tidak hanya
memperpendek waktu transit feses dalam kolon, tetapi juga dapat mengubah
kandungan bakteri.
Appendiks menghasilkan mukus 1-2 ml perhari. Mukus itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.
Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang
sempit dan secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi dari isi apendiks
yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan adanya
12
suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan
valvula Gerlach.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.1
13
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. 1
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.1
14
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan
dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar
istirahat (bedrest). 3
15
disebutkan lebih banyak terjadi pada anak-anak, sementara obstruksi karena
fekalit atau benda asing lebih banyak ditemukan pada orang dewasa. Adanya
fekalit dihubungkan dengan hebatnya perjalanan penyakitnya. Bila terdapat
fekalit (apendikolit) pada pasien-pasien dengan gejala akut kemungkinan
apendiks telah mengalami komplikasi yaitu gangren.
Bila terjadi infeksi, bakteri enteral memegang peranan yang penting.
Pada penderita muda yang memiliki jaringan limfoid yang banyak, maka akan
terjadi reaksi radang dan selanjutnya jaringan limfoid akan berproliferasi
sehingga mengakibatkan penyumbatan lumen apendiks.
Diyakini bahwa adanya fekalit didalam lumen apendiks yang
sebelumnya telah terinfeksi hanya memperburuk dan memperberat infeksi
karena terjadinya peningkatan tekanan intraluminar apendiks. Ada
kemungkinan lain yang menyokong teori infeksi enterogen ini adalah
kemungkinan tertelannya bakteri dari suatu fokus di hidung atau
tenggorokan sehingga dapat menyebabkan proses peradangan pada
apendiks. Secara hematogen dikatakan mungkin saja dapat terjadi karena
apendiks dianggap tonsil abdomen.
Pada teori konstipasi dapat dikatakan bahwa konstipasi sebagai
penyebab dan mungkin pula sebagai akibat dari apendisitis. Penggunaan
yang berlebihan dan terus menerus dari laksatif pada kasus konstipasi akan
memberikan kerugian karena hal tersebut akan merubah suasana flora usus
dan akan menyebabkan terjadinya keadaan hiperemia usus yang merupakan
permulaan dari proses inflamasi. Bila sakit perut yang dialami disebabkan
apendisitis maka pemberian purgative akan merangsang peristaltik yang
merupakan predisposisi untuk terjadinya perforasi dan peritonitis.
16
tersebut dibuka, maka akan tampak mukosa yang menebal, oedema dan
kemerahan. Kondisi ini disebabkan invasi bakteri dari jaringan limfoid ke
dalam dinding appendiks. Karena lumen appendiks tak tersumbat, maka hal
ini hanya menyebabkan peradangan biasa (simple appendicitis) ataupun
dapat menjadi appendisitis supuratif jikaterjadi infeksi dari bakteri piogenik .
Bila jaringan limfoid di dinding apendiks mengalami oedema, maka
akan mengakibatkan obstruksi lumen apendiks, yang akan mempengaruhi
vaskularisasi sehingga terjadi gangren, atau hanya mengalami perforasi
(mikroskopis), dalam hal ini serosa menjadi kasar dan dilapisi eksudat fibrin
post apendisitis akut, kadang-kadang terbentuk adesi yang mengakibatkan
kinking, dan kejadian ini bisa membentuk sumbatan pula.
17
akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus
yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran
kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual
dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan
bawah akan semakin progresif.1
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.7
18
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga
tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut
pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau
makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam
kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan
letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui
setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah
terjadi perforasi. 7
19
fibrinopurulen pada serosa serta terjadi kenaikan jumlah cairan
peritoneal. Pada stadium ini mungkin bisa tampak jelas adanya proses
walling off oleh omentum, usus dan mesenterium didekatnya.
Apendisitis Gangrenosa (grade III): Selain didapatkan tanda-tanda
supurasi didapatkan juga adanya dinding apendiks yang berwarna
keunguan, kecoklatan atau merah kehitaman (area gangren). Pada
stadium ini sudah terjadi adanya mikroperforasi, kenaikan cairan
peritoneal yang purulen dengan bau busuk.
Apendisitis Ruptur (grade IV): Sudah tampak dengan jelas adanya ruptur
apendiks, umumnya sepanjang antimesenterium dan dekat pada letak
obstruksi. Cairan peritoneal sangat purulen dan berbau busuk.
Apendisitis Abses (grade V): Sebagian apendiks mungkin sudah hancur,
abses terbentuk disekitar apendiks yang rupture biasanya di fossa iliaka
kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal atau seluruh rongga
pelvis bahkan mungkin seluruh rongga abdomen.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Variasi pada posisi appendiks, usia pasien, dan derajat inflamasi
menjadikan presentasi klinis dari appendisitis menjadi tidak konsisten.
Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi
nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul tumpul dengan sifat
nyeri ringan sampai berat, kadang-kadang disertai dengan kram intermiten.
Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai
persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di
daerah epigastrium dan periumbilikal. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh
20
karena adanya hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, distensi dari
lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding appendiks yang mengalami
peradangan. Apabila telah terjadi inflamasi (>6 jam), nyeri akan beralih dan
menetap di kuadran kanan bawah. Pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri
somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietal
dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir, serta nyeri akan lebih hebat
bila batuk ataupun berjalan. Pasien biasanya lebih menyukai posisi supine
dengan paha kanan ditarik ke atas, karena suatu gerakan akan meningkatkan
nyeri.
Muntah merupakan rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus.
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal
ini tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir
75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi
berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga
timbul apabila peradangan appendiks dekat dengan vesika urinaria.
Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa
nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya
pada letak appendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum. Obstipasi
dapat pula terjadi karena penderita takut mengejan.
Variasi lokasi anatomi appendiks akan menjelaskan keluhan nyeri
somatik yang beragam. Sebagai contoh appendiks yang panjang dengan
ujung yang mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan
nyeri di daerah tersebut, nyeri kuadran kanan bawah secara klasik ada bila
appendiks yang meradang terletak di anterior, appendiks retrosekal akan
menyebabkan nyeri flank area atau punggung, appendiks pelvikal akan
menyebabkan nyeri pada suprapubik dan appendiks retroileal bias
menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri spermatika
dan ureter. Urutan kejadian gejala mempunyai kemaknaan diagnosis banding
21
yang besar, lebih dari 95% appendisitis akut, anoreksia merupakan gejala
pertama, diikuti oleh nyeri abdomen dan baru diikuti oleh vomitus.
Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperatur jarang lebih
dari 1oC, yaitu antara 37,50 - 38.50C. Frekuensi nadi normal atau sedikit
meninggi. Adanya perubahan atau peninggian yang besar menunjukkan telah
terjadi komplikasi seperti perforasi atau diagnosis lain yang perlu
diperhatikan.
Adanya hiperestesi pada daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10,
T11, Tl2, meskipun bukan penyerta yang konstan tetapi sering didapatkan
pada appendisitis akut.
22
iliaca anterior superior (SIAS) pada garis lurus yang ditarik dari SIAS ke
umbilikus.
Rebound tenderness
Nyeri lepas adalah rasa nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc. Burney karena rangsangan
atau iritasi peritoneum.
Defans muskuler
Defans muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale pada m.Rektus
abdominis. Tahanan muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar dengan
derajat proses peradangan, yang pada awalnya terjadi secara volunter seiring
dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spamus otot,
sehingga kemudian terjadi secara involunter.
Rovsing sign
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah. Hal ini dikarenakan
tekanan merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan
peritoneum sekitar appendik yang meradang (iritasi peritoneal).
Psoas sign
Iritasi muskuler ditunjukkan oleh adanya psoas sign dan obturator
sign. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks letak retrocaecal.
Ada 2 cara pemeriksaan :
o Aktif: Pasien posisi supine, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,
pasien diminta memfleksikan articulatio coxae kanan, dikatakan
positif jika menimbulkan nyeri perut kanan bawah.
o Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiper-ekstensikan oleh
pemeriksa, dikatakan positif jika timbul nyeri perut kanan bawah.
Obturator Sign
23
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium.
2.6.2.3 Perkusi
Nyeri ketok abdomen positif
2.6.2.4 Auskultasi
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis.
Peristaltik biasanya normal, tetapi jika sudah terjadi peritonitis generalisata
akibat appendisitis perforata maka bunyi usus menurun ataupun tidak
terdengar bunyi peristaltik usus.
24
Demam tinggi > 38,50C
Leukositosis (leukosit > 14.000)
Dehidrasi dan asidosis
Distensi
Menghilangnya bising usus
Nyeri tekan kuadran kanan bawah
Rebound tenderness sign
Rovsing sign
Peritonitis
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari apendisitis
yang telah mengalami gangren. Sedangkan peritonitis umum merupakan
kelanjutan dari peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans
muskuler yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik merupakan
gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-
gejala sepsis menunjukkan peritonitis yang makin berat.
Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan
umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan
dengan colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor caecum yang
25
sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis
tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat
disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat
timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan
rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa. 3
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda
peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri
tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Pada 2-6% penderita dengan apendisitis menunjukkan adanya massa di
kuadran kanan bawah pada pemeriksaan fisik. Hal ini menunjukkan inflamasi
abses yang terfiksasi dan berbatasan dengan apendiks yang mengalami
inflamasi.
26
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
2.6.3.1 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting dalam
menegakkan diagnosis appendisitis akut. Pada pasien dengan appendisitis
akut, 70-90% menunjukkan peningkatan jumlah leukosit terutama neutrofil
(shift to the left), walaupun hal ini tidak spesifik untuk appendisitis. Penyakit
infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran
laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan appendisitis akut.
Pada pasien dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik
appendisitis akut, akan ditemukan adanya leukositosis 11.000-14.000/mm3.
Jika jumlah leukosit >18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi
dan peritonitis. Namun beberapa penderita dengan apendisitis akut
terkadang memiliki jumlah leukosit dan granulosit normal.
Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan
menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.
Urinalisa sangat penting pada pasien dengan keluhan nyeri abdomen untuk
menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kencing.
Apendisitis yang menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada
pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan jumlah sel leukosit 10-15
sel/lapangan pandang.
27
berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan
apendisitis.
Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang digunakan dalam
sistem skor Alvarado maka dapat diasumsikan bahwa semakin lengkap
gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium yang muncul atau
keberadaannya positif maka skor Alvarado akan semakin mendekati 10, dan
ini mengarahkan kepada apendisitis akut atau apendisitis perforasi.
Demikian pula sebaliknya jika semakin tidak lengkap maka skor Alvarado
semakin mendekati 1, ini mengarahkan kepada apendisitis kronis atau bukan
apendisitis. Alvarado merekomendasikan untuk melakukan operasi pada
semua pasien dengan skor ≥ 7 dan melakukan observasi untuk pasien dengan
skor 5 atau 6.
Gastroenteritis
Pada terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan terbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan
28
leukosit kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium
biasanya normal karena hitung normal.1,4
Limfedenitis Mesenterika
Demam Dengue
—Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil
positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, hematokrit yang meningkat.4
Infeksi Panggul
—Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah
pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa
hilang dalam waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama
dua hari, pada anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. 4
—Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu Ruptur tuba, abortus kehamilan di luar rahim disertai pendarahan
maka akan timbul nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi syok
29
hipovolemik. Nyeri dan penonjolan rongga Douglas didapatkan pada
pemeriksaan vaginal dan didapatkan pada kuldosintesis.4
Divertikulosis Meckel
Divertikulosis Meckel
Batu Ureter
30
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Tindakan Umum
Pada apendisitis akut dengan komplikasi berupa peritonitis karena
perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena biasanya keadaan
pasien sudah sakit berat. Timbul dehidrasi yang terjadi karena muntah,
sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan febris. Pasien memerlukan
perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan
pembedahan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar
mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah dan pasien dipuasakan.
Jika pasien dalam keadaan syok hipovolemik akibat dehidrasi ataupun
sepsis maka diberikan cairan ringer laktat 20 mg/kgBB secara intravena,
kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi.
Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan
dan kekurangan cairan, serta pantau output urin.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi
diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan
massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna,
dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu
tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,
massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang
dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar
perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan
31
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan
massa, serta bertambahnya angka leukosit. 7
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan
tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi.
Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada
32
keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan
laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat
dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.3,7
2.8.2 Appendektomi
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar
20%. Apendektomi dapat dicapai melalui insisi Mc Burney. Tindakan
pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa
apendektomi yang dicapai melalui laparotomi. Pembedahan darurat (cito),
dilakukan pada kasus apendisitis akut, abses, dan perforasi, sedangkan
pembedahan elektif dilakukan pada apendisitis kronik.
Indikasi dari apendektomi antara lain:
1. Appendisitis akut (apendektomi Chaud)
2. Appendisitis kronis (apendektomi Froid)
3. Peri-appendikular infiltrat dalam stadium tenang (a-Froid)
4. Appendiks terbawa pada laparotomi operasi kandung empedu
5. Appendisitis perforasi
33
Gambar 5. Titik McBurnay
34
Macam insisi pada appendektomi:
1. Insisi Gridiron (Mc Burney), yaitu insisi tegak lurus garis Mc Burney.
Keuntungannya adalah caecum lebih mudah dipegang dan kontaminasi
kuman minimal.
2. Incisi Paramedian kanan, terutama digunakan pada wanita, karena dapat
sekaligus melakukan eksplorasi adneksa, genitalia interna, khususnya
pada kasus-kasus yang meragukan. Kerugiannya yaitu caecum lebih
sukar dipegang dan kontaminasi lebih besar.
35
Kombinasi ampisilin (100 mg/kgBB), gentamisin (7,5 mg/kgBB) dan
klindamisin (40 mg/kgBB) dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif
untuk mengontrol sepsis dan menghilangkan komplikasi apendisitis
perforasi. Metronidazol aktif terhadap bakteri gram negatif dan
didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan..
36
penderita, kondisi fisiologis dan tipe penutupan luka. Obstruksi intestinal
bisa terjadi setelah pembedahan pada kasus apendisitis, hal ini disebabkan
oleh abses, phlegmon intraperitoneal atau adhesi. Infertilitas dapat terjadi
pada perempuan dengan apendisitis perforasi.
Komplikasi lain, di antaranya:
Nekrosis dinding appendiks
Perforasi dinding appendiks dan pus masuk ke kavum peritonii
General peritonitis
Periappendikular infiltrat atau Phlegmon atau
Periappendicular abses
Sepsis
Appendisitis kronis
Penyulit Appendektomi :
1. Pre Operasi
Perdarahan dari a. mesenterium atau omentum
Robekan sekum atau usus lain
2. Pasca Operasi
Perdarahan
Infeksi
Hematom
Paralitik ileus
Peritonitis
Fistel usus
Streng Ileus karena band
Hernia sikatrik
37
DAFTAR PUSTAKA
7. Yang HR, Wang YC, Chung PK, Chen WK, Jeng LB, Chen RJ. Laboratory
tests in patients with acute appendicitis. ANZ J Surg. Jan-
Feb 2006;76(1-2):71-4.
9. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American
Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science
Center, Temple, Texas
38