Anda di halaman 1dari 2

Tersesat di Negara Awan

Ada sebuah desa kecil bernama Cimici, berada di lereng gunung dan tepat di tepi jurang. Berpenduduk
hanya 30 orang, mereka semuanya sudah dewasa, hanya satu orang anak kecil yang berusia 7 tahun.

Anak ini sangat cerdas, sehingga ia selalu menjadi panutan dan pemberi keputusan jika ada masalah. Dia
bernama Kiko.

Suatu ketika, desa Cimici mengalami badai hujan luar biasa. Banyak pohon tumbang, ranting dan daun
pohon berhamburan. Bahkan, sebagian besar pohon yang masih kokoh berdiri, gundul tanpa dedaunan,
hanya batangnya saja yang menjulang tinggi.

Penduduk desa mencari-cari Kiko, ingin menyelamatkan bocah kecil itu dari musibah. Karena bagi
penduduk desa, nyawa Kiko dan kehadirannya sangat berharga.

"Kikooo...! Di mana kau?" salah seorang kakek tetua suku desa. Sang kakek menyuruh para penduduk
mencari keberadaan Kiko. Kakek sangat khawatir, jika Kiko terperosok ke jurang.

"Ayoo... Segera cari Kiko di mana. Ayoooo!!!" lanjut kakek.

Penduduk desa menyebar ke segala penjuru.

***

Kiko berjalan merangkak, merasakan sakit sekujur tubuh.

"Aduuuhh... Kek... Aku di mana? Ya Allah... Hamba sedang di mana ini?" ia merangkak naik menapaki
tangga.

"Awwww... Silau... ?!?!" matanya menyipit karena terkena semburat cahaya.

Kiko bingung, matanya melihat ke atas, banyak cahaya putih. Melihat ke kanan kiri, juga sama, yang ia
lihat hanyalah padang luas dengan gumpalan awan berwarna-warni.

"Woooww.. Masya Allah... Indah sekali ciptaan-Mu ini. Apa ini yang namanya surga?" ia tidak
mengedipkan mata, tersenyum-senyum sendiri.

"Appp... Aappp... apppah...!?!?" senyumnya seketika pudar.

"Jika ini surga, berarti aku sudah mati?" gumamnya.

"Ya Allah... Apa hamba sudah mati? Ya Allah, hamba belum sempat meminta maaf dan berpamitan
dengan penduduk desa. Hamba juga ingin menikmati buka bersama dengan penduduk desa. Sebentar
lagi bulan Ramadhan ya Allah. Hamba ingin tarawih dan sahur bersama penduduk desa. Hamba ingin
kembali" pintanya dengan tersedu.
"Aku harus mencari pintu keluar," katanya mantab.

Kiko melanjutkan perjalanannya mencari jalan keluar. Namun, lagi -lagi ia kembali ke tempat semula. Ia
merasa bahwa Negara Awan ini semacam labirin, sehingga ia sangat susah keluar dari tempat ini.

"Hiks.. Hiks.. Hamba ingin kembali ke Cimici Ya Allah... " pinta Kiko.

Karena terlalu lelah berjalan, Kiko berhenti. Memandangi awan yang berwarna-warni. Sesekali ia
mengusap air mata dan ingusnya.

"Di sini begitu indah, tapi keindahan ini aku nikmati sendiri. Aku merasa senang, tapi aku tidak merasa
bahagia. Aku bahagia jika berkumpul orang-orang yang ku sayang, kakek, dan para penduduk desa
Cimici," kata Kiko.

Lama ia berdiri, kemudian berjalan menuju sebuah pohon besar tanpa daun dan memiliki buah
bermacam-macam dalam satu pohon.

"Hoaaahmm... Aku sangat lelah," ia menutup mulut karena menguap. Diusapnya air mata dan ingusnya,
kemudian memejamkan mata. Ia tertidur pulas.

***

"Haiii... Kiko di sini... Dia di sini..!!! " teriak salah satu penduduk di bawah pohon tepi jurang.

Seketika penduduk desa berlari menuju sumber suara. Mengerumuni pohon besar yang menjulang
tinggi. Kiko di bawah pohon tersebut, terikat kuat oleh akar pohon. Seolah akar tersebut ingin menolong
dan tidak ingin membiarkan Kiko masuk jurang saat terjadi badai.

"Kiko.. Bangun Kiko. Ini kakek," kata Kakek cemas.

Mata Kiko membuka perlahan. Dia melihat mata demi mata orang -orang yang mengerumuninya.

"Kakek? Kakek di Negara Awan juga?" tantangan girang.

"Negara Awan? Ini Cimici, Kiko. Kamu mimpi? " Kakek bingung.

"Alhamdulillah... "serentak penduduk desa mengucap syukur.

Anda mungkin juga menyukai