Anda di halaman 1dari 5

Review Jurnal

1. Nasionalisme :
a) Nationalism: General
Meskipun negara-negara sering mengklaim silsilah kuno, nasionalisme
terhubung dengan kebutuhan dalam masyarakat industri modern untuk bahasa
standar, budaya nasional homogen, dan komunitas horizontal yang
dibayangkan. Konsepsi politik modern tentang kedaulatan rakyat
mengidentifikasi rakyat dengan negara-bangsa. Para ahli teori liberal
membedakan antara nasionalisme sipil sebagai persaudaraan sukarela dari
warga negara yang sederajat dan nasionalisme etnis yang didasarkan pada
ikatan organik alami masyarakat. Dari Amerika pada abad ke-18 dan Eropa
pada abad ke-19, nasionalisme menyebar ke negara-negara jajahan di Asia,
Afrika, dan Karibia pada abad ke-20. Selain aspek politiknya, nasionalisme
memiliki peran besar dalam aspek-aspek utama kehidupan budaya modern di
banyak negara seperti bahasa, sastra, seni, gender, makanan, olahraga, dll.
Sementara ada saran bahwa formasi postnasional seperti Uni Eropa dan
kebangkitan masyarakat sipil global akan menggantikan negara-bangsa, ada
tekanan yang berlawanan juga untuk kebijakan ekonomi autarkik dan ideologi
chauvinistic.
Sebagian besar ahli teori sepakat bahwa dalam bentuk khusus yang dikenalnya
saat ini, nasionalisme berkaitan erat dengan negara modern dan politiknya.
Kebangkitan dan penyebarannya terkait dengan kebutuhan dalam masyarakat
industri modern untuk bahasa standar, budaya nasional yang homogen, dan
komunitas horizontal yang dibayangkan. Gagasan modern tentang kedaulatan
rakyat diungkapkan dalam identitas rakyat dengan negara-bangsa. Hal ini pada
gilirannya melegitimasi munculnya gerakan antikolonial sebagai suatu
keharusan bagi modernitas yang berkembang. Tetapi pada awal milenium baru,
hubungan nasionalisme dengan tatanan global, di satu sisi, dan partikularisme
etnis, gender, dan kelas, di sisi lain, menghadapi tantangan baru.(Chatterjee,
York, & Sciences, 2015).
b) Nationalism, Historical Aspects of: South Asia
Artikel ini mensurvei asal-usul nasionalisme di Asia Selatan pada abad ke-19 di
bawah pemerintahan kolonial, banyak helainya disebabkan oleh multietnisitas
dan perbedaan ideologis. Munculnya dua negara penerus, India dan Pakistan,
sebagai produk akhir dari perkembangan nasionalis dan pecahnya Pakistan
menjadi dua negara dibahas. Juga dibahas perkembangan postkolonial yang
dihasilkan dan berbagai penjelasan yang saling dipertentangkan atas fenomena
tersebut.
Nasionalisme, yang pertama kali berkembang di Barat sebagai ideologi politik
yang disadari, menyebar ke bagian lain dunia pada abad ke-19 dan ke-20. Ini
menopang pergerakan politik dan sosial-budaya dari kekuatan besar di Asia
Selatan, yaitu, anak benua Indo-Pak. Keragaman etnis di wilayah ini, tanggapan
terhadap pemerintahan kolonial yang digabungkan dan tumpang tindih dengan
reaksi terhadap pertemuan dengan peradaban Barat, serta pergeseran definisi
identitas nasional yang ditentukan oleh sejarah wilayah baik di bawah
pemerintahan kolonial maupun setelah dekolonisasi, memberi nasionalisme
pada area karakter yang sangat khas dan kadang-kadang sangat istimewa.
Tujuan artikel ini adalah untuk mengidentifikasi keanekaragaman ini,
menjelaskan sifat dan asal usulnya, dan menelusuri garis besar sejarah mereka
dari waktu ke waktu. Ini juga akan membahas berbagai pendekatan untuk
fenomena yang akan menentukan dan menjelaskannya dengan cara yang
berbeda secara fundamental (Raychaudhuri, 2015)
c) NASIONALISME ASIA TENGGARA
Secara etimologis nasionelisme berasal dari kata :
Natie = dilahirkan keturunan) Nation = bangsa National= cirri khas yang
membedakan dengn bangsa lain Nasinalitas = rasa kebangsaaan
Nationalist=orarng cinta persatuan/bangsa Secara etimologis nasionalisme bias
didefinisikan menjadi dua pengertian. Pertama,
Nasionalisme (lama) adalah faham kebangsaan yang berdasarkan kepada
kejayaan masa lampau. Kedua, nasionalisme (modern) adalah faham
kebangsaan yang menolak penjajahan untuk membentuk Negara yang bersatu
berdaulat dan demokrasi. Pengertian pertama beralku bagi Negara-negara Eropa
dan Negara-negara merdeka.
Merak merasa sebagai bangsa yang superior yang melahirkan kesombongan dan
pada gilirannya menimbulkan imprealisme. Sedangkan pengertian kedua
berlaku bagi Negara-negara yang pernah mengalami msa
penjajahan. Dengan perkataan lain, nasionalisme lahir atau merupakam reaksi
terhadap imprealisme. Pengertian nasionalisme yang kedua ini merupakan
faham modern sebagai hasil dari revolusi Peranci(Hal, Nasinalisme, &
Nasionalisme, n.d.).
d) Dancing on the graves: Independence, hot/banal nationalism and the
mobilization of memory
Artikel ini mempelajari mobilisasi bentuk-bentuk ini nasionalisme dan
menyarankan bahwa kemerdekaan adalah gagasan yang berguna dalam
menjembatani kesenjangan panas / dangkal dan untuk melacak 'panas dalam
dangkal'. Sedangkan untuk gerakan separatis kemerdekaan terutama tujuan
yang dicita-citakan, di negara-negara yang ada kemerdekaan / kedaulatan
digunakan untuk menyatukan bentuk-bentuk nasionalisme yang panas dan
dangkal yang dimobilisasi dalam mereproduksi wacana / praktik yang berkaitan
dengan identitas nasional yang diakui. Makalah ini pertama menguraikan
kerangka heuristik untuk konseptualisasi kemerdekaan dan dimensi kuncinya
dalam kaitannya dengan nasionalisme panas dan dangkal serta pembangunan
negara-wilayah. Kedua, makalah ini akan mempelajari secara empiris manfaat
gagasan kemerdekaan mengenai penelitian nasionalisme melalui empat tema:
(1) peran kemerdekaan dalam proses pembangunan negara / bangsa Finlandia,
sosialisasi spasial dan dalam mencampuradukkan nasionalisme yang panas dan
dangkal; (2) penggunaan kartu 'kemerdekaan' oleh pihak (nasionalis); (3)
mobilisasi praktik / wacana nasionalis dalam performativitas Hari Kemerdekaan
Finlandia; dan (4) perlawanan yang dipicu oleh perayaan kemerdekaan. Studi
ini menunjukkan bahwa gagasan kemerdekaan dalam konteks ini adalah
berwawasan ke dalam, mengacu pada Othering, dan ditandai dalam sosialisasi
media dan spasial (mis. Pendidikan) menggunakan ikonografi, pemandangan,
peristiwa, dan kenangan tertentu yang terkait dengan perang (Paasi, 2016).
e) NASIONALISME DI DUNIA ISLAM
Telah berabad-abad lamanya, model kesatuan politik yang bercorak imperium
atau „negara-dunia‟ menjadi dasar untuk mengatur kehidupan politik umat
Islam. Sejak Nabi saw melembagakan Negara Madinah pada abad ke-7 sampai
berakhirnya khilafah Turki Utsmani ada tahun 1924, pemerintahan Islam
melingkupi berbagai bangsa dan golongan etnik. Akan tetapi pada seperempat
abad pertama abad ke-19, nasionalisme dalam arti kata modern mulai menjadi
isu yang secara kuat merasuki dunia Islam.
Melalui penelusuran metode historis, tulisan ini dibuka dengan melihat sosok
dan pemikiran para pembaharu Islam awal seperti Jamaluddin al-Afghani dan
Muhammad Abduh. Dari serangkaian pemikirannya, kedua pembaharu tersebut
ternyata telah mengembangkan pemikiran mengenai pentingnya kesatuan umat
atau konsep Pan Islam dan mengembangkan sikap anti kolonial. Sejauh ini
keduanya tetap menjadikan Islam atau agama sebagai kerangka dasarnya.
Berbeda dengan mentornya, para murid Afghani dan Abduh bergerak dalam
garis yang berseberangan. Kesatuan umat yang mereka kembangkan tidak lagi
mengacu pada agama sebagai unsur pokoknya, melainkan telah mendasarkan
pada unsur-unsur formatif obyektif yang lain seperti sejarah dan bahasa. Sampai
akhirnya dunia Islam terbagi ke dalam negara-negara nasional yang didasarkan
entah karena faktor kesejarahan, kebudayaan, etnis, atau bahasa (Sudrajat,
1924).
2. Liberalisme

3. Sosialism

4. Demokrasi

5. Pan Islamisme

6. Gerakan Nasionalisme di Asia-Afrika


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai