Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KELOMPOK

FRAKTUR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pengampu : Ns. Ainnur Rahmanti.,M. Kep

NAMA KELOMPOK :

1. RAHMAD YULIYANTO (17.071)


2. SHINTA PUTRI N (17.080)
3. TEGAR PRIO AJI (17.089)
4. VINA APRIOLA V (17.095)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur termasuk dalam cedera muskuloskeletal (Smith dan Stahel, 2014).
Fraktur memerlukan perlakuan dengan segera dan tepat, karena penanganan yang
kurang tepat atau salah akan mengakibatkan komplikasi lebih lanjut, seperti
infeksi, kerusakan saraf dan pembuluh darah, hingga kerusakan jaringan lunak
yang lebih lanjut (Lukman dan Ningsih, 2013).
Adapun komplikasi terparah yang dapat terjadi pada fraktur adalah
kematian (World Health Organization (WHO) dalam Widyastuti, 2015). Kejadian
fraktur dapat terjadi karena beberapa penyebab, namun menurut Igho, Isaac, &
Eronimeh (2015), penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas yakni
sebanyak 125 (57,87%). Berdasarkan hasil studi retrospektif di Bangsal Ortopedi
Rumah Sakit Geral Roberto Santos (HGRS), Salvador, Bahia, Brazil terdapat
sebanyak 81 pasien dengan fraktur terbuka yang mereka alami, terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar pasien pada usia dewasa muda. (Matos
Nascimento, & Silva, 2014).
Prevalensi fraktur di Ughelli, Nigeria menurut Igho, Isaac, & Eronimeh
(2015) banyak terjadi pada bagian ekstremitas atas yakni humerus sebesar 28
(12,96%) dan ekstremitas bawah yakni femur sebesar 49 (22,69%). Persebaran
usia korban yang mengalami fraktur banyak terjadi pada usia 21-40 tahun
sebanyak 94 (43,52%), sedangkan jenis kelamin pada korban fraktur memiliki
frekuensi laki-laki sebanyak 124 (57,41%) dan perempuan sebanyak 92 (42,59%).
Adapun prevalensi fraktur berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) (2013) pada jenis cedera patah tulang di Indonesia tercatat sebesar
5,8 %. Susetya (2016) mengatakan bahwasannya kejadian fraktur di PKU
Muhammadiyah 2 Yogyakarta tercatat dari bulan Oktober 2015 sampai bulan
Januari 2016 sebanyak 126 pasien. Kejadian fraktur banyak terjadi pada usia 18-
40 tahun yakni dengan frekuensi sebanyak 35 orang (63,6%), jenis kelamin laki-
laki 29 (52,7%), jenis kelamin perempuan 26 (47,3%), lama dirawat selama 2 hari
sebanyak 35 (63,6%), lama dirawat ≥ 3 hari 20 (36,4%), fraktur pada bagian
ekstremitas atas sebanyak 27 (49,1%), dan fraktur ekstremitas bawah 28 (50,9%),
tingkat pendidikan tinggi 12 (21,8%), tingkat pendidikan rendah 43 (78,2%).
Menurut Wong dkk (2015) kejadian cedera fraktur yang tidak segera
dicegah akan menimbulkan beban yang cukup dan kecacatan di seluruh dunia.
Kejadian tersebut berhubungan dengan penurunan angka kesehatan dan kualitas
hidup seseorang. Masalah cedera tersebut ternyata memberikan kontribusi pada
kematian yang dapat diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta atau
setara dengan 9,2% dari kematian secara keseluruhan dan diestimasikan
menduduki peringkat ketiga disability adjusted life years (DALYs) pada tahun
2020 (WHO, 2016).

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum tentang fraktur dan proses keperawatannya.
b. Tujuan Khusus
Setelah membuat asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur, mahasiswa
diharapkan dapat:
1. Mengetahui tentang pengertian fraktur
2. Mengetahui tentang etiologi dan tanda gejala fraktur
3. Mengetahui patofisiologi dari fraktur
4. Mengetahui tentang tinjauan teori oksigenasi pada fraktur
5. Melakukan pengkajian pada pasien dengan fraktur
6. Membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur
7. Melakukan intervensi dan implementasi pada pasien dengan fraktur

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnyayang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner&Suddarth:
2002). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doenges, 1999).
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma
(Tambayong:2000).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price, 1995)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sedangkan menurut Linda Juall C, dalam
buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang
diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa
nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan
krepitasi.Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpukan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh trauma, ruda
paksa atau oleh penyebab patologis, yang dapat digolongkan sesuai dengan
jenis dan kontinuitasnya.

B. ETIOLOGI

Beberapa penyebab dari fraktur diantaranya :


1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat
dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang, cedera;jatuh/kecelakaan).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, yaitu terkena bukan pada
bagian langsung yang terkena trauma. misalnya penderita jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis, misalnya; osteoporosis, kanker tulang metastase.
4. Penyebab lainnya, misalnya; Patah karena letih, Olahraga atau latihan yang
berlebihan

C. PATOFISIOLOGI

. Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena


kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau
putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti
Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat
ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas
dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek
periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-
saraf sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur
dibagi 3 grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan
kerusakan kulit, Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit
dan otot terjadi edema pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot,
jaringan saraf dan pembuluh darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat
menimbulkan nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada kerusakan
jaringan yang luas pada kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang
menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam pembuluh
darah sehingga mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat
pembuluh darah kecil dan dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ
vital seperti otak jantung dan paru-paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi.
Gejala sangat cepat biasanya terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran
khas berupa hipoksia, takipnea, takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot
karena edema atau perdarahan, mengakibatkan kehilangan fungsi permanen,
iskemik dan nekrosis otot saraf sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit
pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat
mengakibatkan syok hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk
mengembalikan fragmen yang hilang kembali ke posisi semula dan mencegah
komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila perubahan susunan tulang dalam keadaan
stabil atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi proses penyembuhan fraktur
dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan gips.
Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma
di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

Pathway

Etiologi

Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi


D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala yang dapat muncul pada klien dengan fraktur, diantaranya:
a. Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
b. Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
c. Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma
yang mengikuti fraktur.
d. Deformitas/kelainan bentuk.
e. Rigiditas tulang/ kekakuan
f. Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik
tulang akibat gesekan fragmen satu dengan yang lain.
g. Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak.

E. KLASIFIKASI

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang


praktis,dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
A. Berdasarkan sifat fraktur.
1).Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh)
tanpa komplikasi.
2).Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.
B. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1).Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2).Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c)Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
1).Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2).Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3).Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4).Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5).fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
D. Berdasarkan jumlah garis patah.
1)Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2)Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3)Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
E.Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a)Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b)Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c)Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
F. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
G.Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien dengan fraktur,


diantranya:
a. Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang.
b. CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang
mengalami kerusakan.
c. Darah lengkap: HT meningkat (hemokonsentrasi), HB menurun (akibat
adanya perdarahan).
d. Arteriografi, bila diduga ada kerusakan pada vaskuler.
e. Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
f. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada
kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan
pembedahan.

G. PENATALAKSANAAN PREHOSPITAL DAN INTRA HOSPITAL


1. PRAHOSPITAL

Hentikan Perdarahan Jika terjadi Pada Luka

Tekan dan lepas bergantian pada area fraktur agar darah berhenti merembes

dengan kassa.

Balut area luka dengan memberikan bantalan kassa lipat di atasnya area luka

Balut secara menyeluruh

Pasang Spalk, dan kemudian lakukan balutan menggunakan kassa gulung atau
mitela

Pasang Arm Sling

Rujuk ke RS terdekat

1. Menggunakan Arm Sling


2. Persiapkan mitela panjang untuk fiksasi tulang atau sendi yang fraktur
3. Letakkan Sling menyilang dari daerah fraktur.Jika fraktur di ekstremitas
kiri, sling di kanan dan sebaliknya
4. Kaitkan lengan fraktur dengan sling yang menyilang
Tarik sling ke pangkal leher
Lakukan fiksasi
5. Fiksasi ikatan antara ujung mitela dengan kuat untuk mempertahankan
posisi
6. Fiksasi ulang sling pada pinggang untuk memperkuat stabilisasi fraktur
7. Bawa ke IGD segera untuk mendapatkan pertolongan lanjutan

2. INTRAHOSPITAL

Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur


yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa
dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri
sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.

2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)


Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk
memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi
terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan .

3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk
fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternalbars. Teknik
ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi
juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).

4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Primer

Circulation : - Akral dingin


-Keringat dingin

Airway : Tidak terdapat sumbatan jalan nafas

Breathing : - Spontan
- Dyspneu
- RR : 28 x/mnt

Disability : a. GCS : E4V5M6


b. Kemampuan motorik dan sensorik :
- Nyeri tekan pada daerah klavikula sebelah kanan
- Tangan kanan tidak bisa digerakkan/nyeri saat digerakkan

2. Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan Utama :
Klien masuk dengan keluhan sakit pada bahu sebelah kanan, luka lecet pada kiri + 4 cm,
jejas pada daerah clavicula sebelah kanan (lebam dan bengkak), luka lecet pada jari
telunjuk sampai jari manis.
- Muntah 1 x
- Mual
- Nyeri dada terutama saat bernafas
- Tangan kanan tidak bisa digerakkan

Pengkajian Nyeri :
- Klien mengatakan nyeri bila bergerak, terutama pada daerah bahu
P sebelah kanan
- Klien mengatakan nyeri saat bernafas
Q Klien mengatakan sakit seperti tertusuk-tusuk pada daerah klavikula

Klien mengatakan nyeri pada daerah dada, daerah bahu sampai ke seluruh
R
tangan kanannya

S Klien mengatakan kualitas nyeri pada skala 9 (skala yang diberikan 1-10)

Klien mengatakan nyeri dirasakan sejak dari tempat kejadian kecelakaan + 1


T
jam yang lalu
3. Tanda-Tanda Vital

TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36⁰C

4. Head to Toe (Pengkajian Fokus)


Kepala I : Ekspresi wajah meringis, tidak ada tanda-tanda perdarahan, konjungtiva
anemis
P : Tidak teraba adanya hematoma

Leher I : Tidak ada kelainan atau luka, leher nampak tegang saat meringis
P : Tidak teraba adanya hematoma

Dada Thoraks :
I : Tampak luka lecet/jejas pada dada sebelah kiri + 4 cm, jejas pada daerah
kalavikula sebelah kanan (bengkak dan lebam), nafas cepat dan dangkal
P : Terasa adanya krepitasi pada tulang klavikula
A : Simetris antara kedua paru

Jantung :
A : Tidak ada BJ tambahan

Abdomen I : Tampak penggunaan otot-otot perut saat klien bernafas


P : Tidak teraba adanya massa
P : Tidak kembung
A : Terdengar bising usus

Ekstremitas I : Tampak luka lecet pada jari telunjuk sampai jari manis sebelah kanan,
klien tidak dapat menggerakkan tangan kanannya
P : Teraba dingin pada ujung-ujung ekstremitas, teraba nadi radialis reguler

Integumen I : Tampak pucat


P : Berkeringat dingin
5. Pengkajian Psikososial :
- Klien mengatakan cemas dengan kondisi bahu dan tangan kanannya
- Nadi : 80 x/menit
6. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen
b. CT scan atau MRI
c. Darah lengkap

A. ANALISA DATA
KLASIFIKASI DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN
DO : Perubahan pola nafas berhubungan
- Gelisah dengan adanya gangguan
- Takipneu muskuloskeletal
- Nafas dangkal dan cepat
- RR : 28 x/menit
DS :
- Klien mengatakan sesak
Nyeri saat bernafas
DO : Nyeri akut berhubungan dengan
- Ekspresi wajah meringis pergeseran fragmen tulang
- Klien mengerang kesakitan
- Tampak jejas pada daerah
klavikula sebelah kanan, lebam
dan bengkak
- Terdapat krepitasi pada daerah
fraktur
DS :
- Klien mengatakan seperti
tertusuk-tusuk pada daerah
klavikula sampai tangan
kanannya
- Klien mengatakan nyeri bila
bergerak
- Klien mengatakan nyeri
dirasakan sejak dari lokasi
kecelakaan
Klien mengatakan skala nyerinya
pada skala 9

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya gangguan
muskuloskeletal
2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, pergeseran fragmen tulang
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur

C. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
1. Perubahan pola nafas Setelah dilakukan tindakan - Pantau pola
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24jam, pernafasan
adanya gangguan klien akan menunjukkan pola - Kaji tanda-tanda vital
muskuloskeletal pernafasan yang teratur dan - Atur posisi klien
reguler senyaman mungkin
- Kolaborasikan
Kriteria Hasil : pemberian therapy
- Klien akan mengatakan sesak
berkurang
- Klien tampak tenang
- RR dalam batas normal

2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan - Kaji skala nyeri


berhubungan dengan keperawatan selama 1x24jam, - Jelaskan penyebab
pergeseran fragmen nyeri akan berkurang nyeri
tulang - Lakukan
Kriteria Hasil : immobilisasi pada
- Klien akan mengatakan nyeri daerah daerah bahu
berkurang sampai tangan kanan
- Skala nyeri 7 - Ajarkan tehnik
relaksasi
- Kolaborasikan
pemberian analgesik

BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fraktur termasuk dalam cedera muskuloskeletal. Fraktur memerlukan perlakuan
dengan segera dan tepat, karena penanganan yang kurang tepat atau salah akan
mengakibatkan komplikasi lebih lanjut, seperti infeksi, kerusakan saraf dan pembuluh
darah, hingga kerusakan jaringan lunak yang lebih lanjut.
kejadian cedera fraktur yang tidak segera dicegah akan menimbulkan beban
yang cukup dan kecacatan di seluruh dunia. Kejadian tersebut berhubungan dengan
penurunan angka kesehatan dan kualitas hidup seseorang. Masalah cedera tersebut
ternyata memberikan kontribusi pada kematian yang dapat diproyeksikan meningkat
dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta atau setara dengan 9,2% dari kematian secara
keseluruhan dan diestimasikan menduduki peringkat ketiga disability adjusted life
years (DALYs) pada tahun 2020
B. SARAN
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan FRAKTUR di perlukan
pengetahuan dan pemahaman tentang konsep dan teori penyakit bagi seorang perawat.
Informasi yang adekuat dan penkes sangat bermanfaat bagi klien, agar klien mampu
mengatasi masalahnya secara mandiri

DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck ,G ,M ,etal (2013) nursinginterventionclasiffication. United kingdom:ELSEVIER

chandra, budiman (2011) buku ajar asuhan keperawatan , yogyakarta: nuhamedika

Hawari ,D (2011) keperawatan fraktur. Jakarta :FKUI

Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda,

NIC, NOC, 2015, Nuha Medika, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai