Anda di halaman 1dari 2

Aklamasi dan Dinamika Demokrasi

Sejak perebutan kemerdekaan Indonesia, peran kaum muda terutama mahasiswa tidak bisa
dipandang sebelah mata. Keberanian mengambil resiko dan keluar dari zona nyaman demi
menghidupkan semangat juang, membuat kaum intelektual muda berani mengorbankan nyawa
demi kebangkitan dan kemerdekaan bangsa. Kita mengenal dr.Wahidin Sudiro Husodo,
dr.Soetomo, dr.Radjiman Widyoningrat dll. Mereka adalah sedikit contoh dari sekian banyak
kaum intelektual yang berperan besar dalam pergerakan mahasiswa untuk kebangkitan bangsa
Indonesia.
Berpuluh tahun sudah berlalu, namun nama pahlawan-pahlawan muda masih segar membara
seperti semangatnya yang terus berkoar untuk kemajuan bangsa. Namun saat ini, krisis
kepemimpinan mulai menjadi isu hangat di Indonesia. Tidak hanya terjadi pada petinggi negeri,
kebobrokan itupun mulai menggerogoti kaum muda, di tingkat fakultas contoh konkritnya.
Sudah dua tahun belakangan ini, PEMIRAMA di BEM Fakultas Kedokteran Untan tidak
mengalami dinamika demokrasi. Hal ini dibuktikan dengan fakta yang terjadi di lapangan bahwa
selama dua tahun berturut-turut Gubernur Mahasiswa naik jabatan melalui proses aklamasi.

Menurut teori dan peraturan yang berlaku, memanglah terdapat tiga macam cara mengekspresikan
demokrasi dalam proses pemilihan atau penentuan pemimpin sebuah organisasi, instansi hingga
negara dengan sistem politik demokrasi, satu diantaranya adalah aklamasi, selain daripada
musyawarah mufakat dan voting. Aklamasi sendiri merupakan cara pemilihan yang hampir sama
dengan musyawarah mufakat, namun lebih terbuka dan diikuti oleh lebih banyak orang. Dalam
konteks memilih seorang pemimpin, aklamasi dilakukan dengan menunjuk seseorang yang
berdasarkan kriterianya dianggap pantas dan kompeten untuk menjadi seorang pemimpin. Tidak
mengherankan apabila aklamasi dianggap sebagai bagian demokrasi substansial, bentuk
pencerminan demokrasi yang sesungguhnya karena mengedepankan unsur keikutsertaan banyak
orang dalam mengambil keputusan. Apalagi jika keputusan yang diambil berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan, sarat dengan ragam pandangan dan pendapat orang-orang yang terlibat, yang
terpilihpun dianggap paling berkapasitas. (https://indi5416.wordpress.com/2017/05/09/aklamasi-
demokrasi-substansial-atau-kurang-kompetitif/ )

Namun ironisnya, jika pemilihan secara aklamasi terjadi terus menerus, maka ada yang perlu
dipertanyakan dan ada sesuatu yang perlu dikaji untuk dicari jalan keluar dan solusi.

Fenomena aklamasi menandakan bahwa sebuah organisasi belum bisa menerapkan demokrasi di
internal. Alasan menjaga agar suara tidak pecah menjadi masuk akal. Namun, ketika dominasi
hanya bertumpu pada satu pasangan terjadi, itu menjadi teguran bahwa organisasi belum mampu
mandiri secara regenerasi dan kaderisasi. Padahal, fenomena aklamasi menimbulkan degradasi dan
daya saing di dalam organisasi itu sendiri.
Gejala aklamasi dimaknai sebagai kebangkrutan demokrasi dalam sebuah organisasi. Gejala
kebangkrutan organisasi itu mungkin disebabkan pengaruh budaya Timur seperti feodalisme yang
masih mendominasi bahwa orang yang terlihat menonjol selalu ingin dituakan, dalam arti harus
dipatuhi tanpa otokritik. Selain itu, budaya politik patronase, senioritas, dan top down menjadi
salah satu penyebab mandeknya proses regenerasi dan kaderisasi dalam tubuh organisasi
(Bambang A; 2014). Kemajuan teknologi dan informasi memberi dampak yang sangat signifikan
dalam kasus krisis kepemimpinan. Banyak kaum muda yang menumpulkan asa dan nuraninya
tentang bagaimana nasib semangat kebangsaan di masa yang akan datang. Banyak kaum muda
yang hanya mengejar nilai dan ipk sehingga tidak mau ambil pusing soal kontribusi apalagi aksi
untuk masa depan negeri. Banyak kaum muda yang hanyut dengan hal-hal tak berguna daripada
berkolaborasi untuk mematangkan jiwa dewasa dan mempersiapkan diri hidup di dalam
masyarakat.

Surutnya demokrasi di BEM FK UNTAN perlu dicari solusi bersama. Kita butuh persaingan untuk
memilih siapa pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat kampus. kita butuh persaingan agar
ide dan gagasan segar bisa keluar dan berhamburan serta mendapat wadah yang tepat, bukan
sekedar penyelamatan agar organisasi itu tidak mati. Kita butuh persaingan agar kaum muda bisa
berkembang dengan pemahaman-pemahaman yang baik, berjuang dan bersaing dengan cara yang
sehat, bukan untuk adu siapa yang paling kuat, tapi dengan tujuan untuk membuat FK UNTAN
semakin hebat.

Luruskan kaki, jernihkan niat, bila tahun ini PEMIRAMA BEM FK UNTAN kembali dipilih
berdasarkan jalur aklamasi maka pemimpin tahun ini punya pr besar untuk mencari solusi dan
merangkul semua masyarakat untuk kembali peduli dan mau bebrkontribusi demi jayanya BEM
FK UNTAN.

Bangsa ini mulai berantakan bukan karena kekurangan orang hebat nan cerdas, bangsa ini mulai
kehilangan makna saat pemimpin tak lagi peduli pada penerusnya dan masyarakat apatis terhadap
pemimpinnya.

Salam, @sebiruulangit

Anda mungkin juga menyukai