Anda di halaman 1dari 12

A.

Keluhan Utama
Gelisah

B. Riwayat Gangguan Sekarang


Gelisah dialami sejak lebih dari 2 tahun yang lalu, pasien sering mondar
mandir dalam rumah dan selalu mau jalan ke luar rumah tanpa tujuan. Jika ditanya
pasien mengatakan mau ke mesjid atau tidak nyambung. Pasien pernah menghilang
selama kurang lebih 1 minggu bulan Februari 2017. Pasien minta izin shalat jumat ke
mesjid tetapi tidak kembali. Pasien ditemukan di jalan Cendrawasih dalam keadaan
kurang perawatan dan hanya memakai sarung. Pasien lupa dengan istrinya dan anak –
anaknya, sering membongkar bajunya, membungkus dengan sarung, mandi bisa 8 kali
dalam sehari, memakai baju sendiri tetapi terbalik atau bertumpuk – tumpuk, menjadi
tidak lancar bahasa Indonesia, menulis dan membaca. Jika dilarang atau ditegur
pasien mudah marah. Pasien bicaranya kadang tidak nyambung, dan pasien marah
jika keluarga tidak paham apa yang dikatakannya.

Pasien pernah dibawah berobat ke praktek swasta spesialis saraf dan berobat
selama 6 bulan. Menurut keterangan keluarga tidak ada perbaikan sehingga keluarga
berhenti berobat dan beralih pengobatan alternatif seperti ustadz, dukun dan keluhan
semakin memburuk. Pasien bisa mandi sendiri tetapi mandi berulang – ulang bisa
sampai 8 kali sehari, memakai baju sendiri tetapi bertumpuk – tumpuk atau terbalik,
makan sendiri tetapi hanya makan yang diberikan oleh istrinya, BAB dan BAK tidak
ada keluhan. Pasien sebelum sakit adalah orang yang teratur dari segi pengaturan
barang dan jadwal serta tegas.

C. Riwayat Gangguan Dahulu


1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Riwayat gangguan jiwa sebelumnya tidak ada

2. Riwayat Gangguan Medis Umum


Riwayat trauma, kejang, dan penyalahgunaan zat tidak ada. Riwayat gangguan
jiwa sebelumnya juga tidak ada. Pasien secara umum sehari-harinya cukup sehat dan
tidak pernah menderita penyakit fisik umum atau penyakit kronis apapun, biasanya
pasien ke puskesmas jika mengalami gangguan kesehatan seperti batuk atau flu.

0
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak merokok, riwayat mengkonsumsi alcohol ada swaktu bekerja di
pelabuhan seperti ballo tetapi frekuensi jarang dan tidak pernah mengkonsumsi obat-
obatan terlarang.

Genogram

Keterangan :
: Laki-laki : Meninggal : Bercerai
: Perempuan : Pasien

G. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien tinggal dengan istri pasien. Anak – anak pasien tinggal di rumah masing –
masing. Anak – anak pasien kadang berkunjung dan cucu pasien mengantar pasien
untuk berobat. Anak – anak pasien bekerja sebagai supir pick up.

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI (Tanggal 13 November 2018 )


A. Status Internus
1
Keadaan umum cukup, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg,
nadi 80 kali/menit, frekuensi pernafasan 20 kali/menit, suhu tubuh 36,5 oC,
konjungtiva kesan anemis, sclera tidak ikterus, jantung, paru dan abdomen dalam
batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.

B. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), kernig’s (-)/(-), pupil bulat dan
isokor 2,5 mm/2,5 mm, reflex cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik
keempat ekstremitas dalam batas normal.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : Pasien menolak saat mau diambil darah untuk pemeriksaan
laboratorium
2. Pemeriksaan CT-Scan Kepala Non Kontras :
3. MMSE (Mini Mental State Examination) dan Clock Drawing Test
Pemeriksaan Mini Mental State Examination dan Clock Drawing Test tidak
dapat dilakukan karena pasien tidak bisa baca tulis.

4. Haschinki Ischaemia Score (Tgl 13 November 2018) : 3 (Dementia


Alzheimer)
5. Barthel Index Score (Tgl 13 November 2018) : 10 (Ketergantungan sedang)

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (Tanggal 13 November 2018)


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang laki-laki, wajah tampak sesuai umur (69 tahun), postur tubuh sedang,
memakai kemeja hitam, celana panjang hitam, perawatan diri kesan cukup.
2. Kesadaran
Berubah
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Agak gelisah, selama wawancara pasien tampak sesekali ingin berjalan
4. Pembicaraan
Pasien menjawab pertanyaan dengan spontan, lancar, intonasi biasa
5. Sikap terhadap pemeriksa

2
Cukup kooperatif

D. Keadaan Afektif
1. Mood : Sulit dinilai
2. Afek : Terbatas
3. Keserasian : Tidak serasi
4. Empati : Tidak dapat dirabarasakan

E. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf Pendidikan : Pengetahuan umum dan kecerdasan tidak sesuai dengan
tingkat pendidikan.
2. Orientasi
a. Waktu : Terganggu
b. Tempat : Terganggu
c. Orang : Terganggu
3. Daya Ingat
a. Jangka Panjang : Kurang
b. Jangka Sedang : Terganggu
c. Jangka Pendek : Terganggu
d. Jangka Segera : Terganggu
4. Konsentrasi dan Perhatian : Terganggu
5. Pikiran Abstrak : Terganggu
6. Bakat Kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan Menolong diri sendiri : Terganggu
D. Gangguan Persepsi :
1. Halusinasi dan ilusi : halusinasi visual : pasien suka berkata melihat ibu pasien
datang
2. Depersonalisasi dan derealisasi : sulit dinilai

E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
▪ Produktivitas : Kurang

3
▪ Kontinuitas : Kadang relevan
▪ Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi Pikiran : sulit dinilai
F. Pengendalian Impuls : Terganggu
G. Daya Nilai dan Tilikan
1. Norma Sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian Realitas : Terganggu
H. Tilikan : Pasien merasa dirinya tidak sakit (tilikan 1)
I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

V. EVALUASI MULTI AKSIAL


Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan gejala klinis yang
bermakna yaitu gelisah dan sering lupa, sehingga menimbulkan penderitaan bagi
pasien dan keluarga. Adanya hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan dan penggunaan
waktu senggang, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Gangguan
Jiwa.
Pada pemeriksaan didapatkan adanya gangguan fungsi kognitif yaitu fungsi
intelektual, daya ingat dan orientasi waktu, tempat dan orang yang dialami di usia
lanjut tanpa riwayat gangguan jiwa sebelumnya, sehingga diagnosis mengarah pada
suatu Gangguan Mental Organik.
Dari pemeriksaan dan anamnesis didapatkan penurunan kemampuan daya ingat dan
daya pikir yang mengganggu kegiatan harian, tidak ada penurunan kesadaran dan
sudah berlangsung dalam waktu 2 tahun sehingga diarahkan pada suatu Demensia.
Penurunan fungsi kognitif terjadi secara bertahap dengan deteriorasi lambat. Tidak
didapatkan suatu bukti dari pemeriksaan yang menyatakan bahwa keluhan ini
disebabkan oleh penyakit otak, atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia
dan tidak terdapat gejala neurologis kerusakan otak fokal. Adanya Hasil pemeriksaan
CT Scan dengan kesan Brain Atrophy dan Communicating Hydrocephalus walaupun
belum dapat dipastikan demensia dari pasien disebabkan oleh hydrocephalus tersebut
sehingga diarahkan ke diagnosis Demensia pada penyakit Alzheimer. Onset penyakit
diatas usia 65 tahun sehingga diarahkan pada Demensia pada penyakit Alzheimer
onset lambat ( F00.1) menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
4
III. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi kelima
didiagnosis dengan Major or Mild Neurocognitive Disorder Due to Alzheimers’s
Disease With Behavioral Disturbance (294.11) dan dapat didiagnosis banding dengan
DD : Demensia YTT (F03) dan Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
(F05.1)

Aksis II
Dari informasi yang didapatkan, pasien sebelum mengalami gangguan dikenal sebagai
seorang yang tegas, teratur dalam pengaturan barang dan jadwal. Data yang
didapatkan mengarahkan pasien ke ciri kepribadian Anankastik. Mekanisme
pertahanan ego yang sering digunakan adalah represi

Aksis III
- Brain atrophy
- Communicating Hidrocephalus

Aksis IV
Stresor psikososial tidak ada

Aksis V
GAF Scale 50-41, gejala berat, disabilitas berat

VII. DAFTAR MASALAH


Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi karena terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan psikoterapi.
Psikologik
Ditemukan adanya hendaya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menimbulkan
gejala psikis, maka pasien memerlukan psikoterapi.
Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang social, pekerjaan dan penggunaan waktu
senggang sehingga perlu dilakukan sosioterapi.

VIII. PROGNOSIS
5
▪ Qua ad vitam : Bonam
▪ Qua ad Sanationem : Malam
▪ Qua ad Functionem : Malam
➢ Faktor-faktor mendukung prognosis :
- Keluarga pasien mendukung kesembuhan pasien
- Kemauan pasien dalam meminum obat
➢ Faktor-faktor yang memperburuk prognosis :
- Terdapat gejala psikiatri
- Pasien baru berobat ke spesialis saraf setelah kurang lebih 1 tahun ada gejala lalu
pengobatan berhenti, gejala memburuk lalu berobat ke bagian psikiatri setelah 2
tahun

IX. FORMULASI PSIKODINAMIKA


Kehilangan berbagai fungsi mental yang berhubungan dengan demensia yang
progresif dapat dimengerti sebagai suatu proses regresif dari ego, dimana mekanisme
pertahanan matur digantikan menjadi pertahanan yang lebih primitif. Mekanisme pertahanan
matur dapat berganti menjadi mekanisme pertahanan immatur. Denial dan proyeksi adalah
mekanisme pertahanan yang paling sering digunakan oleh pasien demensia. Ketika gangguan
memori muncul pasien demensia lebih cenderung menyalahkan orang lain dibandingkan
mengakui keadaan yang dialaminya. Pada pasien ini tampak lebih mudah marah kepada
orang yang berada disekitarnya. Intervensi psikodinamik pada anggota keluarga dari pasien
demensia menjadi bantuan yang sangat besar. Seseorang yang dicintai yang merawat pasien
berjuang melawan perasaan bersalah, kemarahan, dan kelelahan saat mereka melihat anggota
keluarga memburuk secara bertahap. Masalah yang sering timbul diantara pengasuh adalah
bahwa mereka mengorbankan dirinya sendiri dalam melayani pasien. Perkembangan
kemarahan yang bertahap akibat pengorbanan diri seringkali ditekan karena perasaan
bersalah yang dihasilkannya.

X. RENCANA TERAPI
a. Psikofarmakoterapi :
▪ Haloperidol 1,5 mg 2x1 tablet
6
▪ Lorazepam 2 mg 0-1/4-1/4 tablet
Rencana diberikan :
 Citicolin 500 mg tab 2 x 1

b. Psikoterapi Suportif
c. Edukasi keluarga
XII. DISKUSI
Demensia didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsi kognitif progresif yang terjadi
tanpa adanya gangguan kesadaran. Demensia dapat timbul dengan berbagai gejala yang
menunjukkan adanya perlangsungan penyakit yang kronis dan luas. Gangguan intelegensia
secara umum adalah gambaran utamanya, yang bermanifestasi pada gangguan daya ingat,
perhatian, berpikir, dan pemahaman. Gangguan ini dapat mempengaruhi pula fungsi mental
lain seperti mood, kepribadian, pertimbangan, dan kemampuan sosial. Umumnya demensia
disertai dengan gangguan perilaku dan gejala psikiatrik seperti agitasi, depresi, insomnia,
marah-marah, delusi (paranoid, ditelantarkan, dsb), agresivitas, dan halusinasi yang dikenal
sebagai behavior and psychological symptoms of dementia (BPSD) atau gejala perilaku dan
psikologis pada demensia (GPPD).1,2,3

Demensia tipe Alzheimer mencapai hampir 50% dari semua tipe demensia (5%-10%
orang berusia diatas 65 tahun , 50 % diatas 85 tahun . Demensia Alzheimer ditandai oelh
penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif. Fungsi kognitif yang dapat
dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia umum, belajar dan ingatan, bahasa,
memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, pertimbangan, dan
kemampuan sosial.

Pedoman Diagnostik Demensia menurut PPDGJ III4

1. Adanya Penurunan Kemampuan daya Ingat dan daya Pikir, yang sampai mengganggu
kegiatan harian seseorang

2. Tidak ada gangguan Kesadaran

3. Gejala dan disabilitas sudah nyata paling sedikit 6 bulan

Pedoman Diagnostik Demensia Alzheimer menurut PPDGJ III

1. Terdapatnya Gejala Demensia

2. Onset Bertahap dengan deteriorasi lambat

7
3. Tidak adanya Bukti Klinis atau temuan pemeriksaan Khusus, yang menyatakan
bahwa kondisi mental tersebut disebabkan oleh penyakit otak sistemik lain yang dapat
menimbulkan Demensia

4. Tidak ada serangan apopleptik mendadak atau gejala neurologik kerusakan otak fokal
seperti hemiparesis,hilangnya daya sensoris , defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi
yang terjadi pada masa dini dari gangguan ini (walaupun fenomena ini di kemudian hari
dapat bertumpang tindih)

Pada pasien ini Penurunan daya ingat mulai disadari oleh keluarga terutama istrinya
sekitar hampir 2 tahun yang lalu. Onset terjadi secara bertahap. Saat ini pasien masih dapat
melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri walaupun masih harus dibantu seperti saat
memakai baju atau menyiapkan makanan ditunjukkan dengan Indeks Barthel: 14
(ketergantungan sedang). Dari autoanamnesis, alloanamnesis serta pemeriksaan fisik tidak
Ditemukan adanya gejala neurologik fokal maupun penyakit metabolik yang berkaitan
dengan demensia. Urutan umum defisit adalah daya ingat , bahasa dan fungsi visuospasial.
Awalnya pasien mungkin memiliki suatu ketidakmampuan untuk mempelajari dan mengingat
informasi baru , selanjutnya gangguan penamaan, selanjutnya ketiakmampuan untuk
mencontoh gambar. Adanya Hasil pemeriksaan CT Scan dengan kesan Brain Atrophy dan
Communicating Hydrocephalus walaupun belum dapat dipastikan demensia dari pasien
disebabkan oleh hydrocephalus tersebut sehingga diarahkan ke diagnosis Demensia pada
penyakit Alzheimer. Onset penyakit diatas usia 65 tahun sehingga diarahkan pada
Demensia pada penyakit Alzheimer onset lambat ( F00.1) menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder edisi kelima didiagnosis dengan Major or Mild Neurocognitive Disorder
Due to Alzheimers’s Disease With Behavioral Disturbance (294.11). dan dapat didiagnosis
banding dengan DD : Demensia YTT (F03) dan Delirium, bertumpang tindih dengan
demensia (F05.1)

Pada pasien ini keluhan yang membuat pasien dibawa berobat ke rumahsakit adalah
kegelisahan dan kebingungan, serta perubahan kepribadian dari seorang yang penyabar
menjadi pemarah. Demensia di tahap awal tidak mudah untuk dikenali, sering dianggap
sebagai proses penuaan sesuai usia (aged associated memory impairment), atau tidak disadari
sebagai gangguan mental sebab tidak jarang individu berusaha mengkompensasikan defisit
kognitifnya dengan melakukan upaya tertentu agar tetap dapat tampil prima (menutupi
kekurangannya).3,4,5 Hal-hal ini yang biasanya membuat pasien demensia dibawa ke penyedia

8
layanan kesehatan dalam kondisi kasep dengan kemunduran kognitif yang lebih berat atau
seperti halnya terjadi pada pasien ini yaitu dalam keadaan adanya perubahan perilaku yang
mengkhawatirkan keluarga.
Penilaian gangguan fungsi intelektual secara pasti pada pasien ini mengalami hambatan
karena gejala perburukan fungsi kognitif sehingga penggunaan instrumen penilaian fungsi
kognitif yang paling sederhana berupa Clock Drawing Test pun tidak dapat dilakukan.
Penilaian terhadap penurunan fungsi kognitif pada pasien ini dilakukan melalui pemeriksaan
status mental secara umum yang menunjukkan adanya gangguan pada daya ingat, konsentrasi
dan perhatian, dan pikiran abstrak. Selain itu ditemukan pula sekumpulan gejala-gejala
perilaku berupa mudah marah, gangguan tidur, gangguan persepsi berupa halusinasi visual,
dan arus pikir yang kadang relevan. Prevalensi demensia dapat bervariasi menurut kelompok
etnis, dan dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tingkat pendidikan, serta kondisi penyerta
lainnya.6,7,8
Wandering sering dikaitkan dengan kondisi demensia yang berat dan demensia yang
telah berlangsung lama, serta berkaitan dengan adanya depresi, delusi, halusinasi, gangguan
tidur, medikasi dengan neuroleptik, serta jenis kelamin laki- laki. Dalam keadaan pasien
demensia dengan adanya wandering, keluarga diberikan edukasi untuk pengawasan,
pengamanan benda-benda berbahaya di dalam rumah, jika memungkinkan mengganti kunci
pintu dengan mekanisme yang lebih kompleks agar lebih sulit dibuka. Selain itu dianjurkan
untuk menjahitkan identitas pasien di pakaia yang digunakannya untuk membantu
masyarakat mengembalikannya ke rumah jika pasien berkeliaran tanpa diketahui keluarga.
Jika wandering sering terjadi di malam hari, dibutuhkan intervensi farmakologis untuk
membantu menenangkan pasien.8,9 Pada pasien ini diberikan lorazepam 0,5 mg pada malam
hari untuk membantu menangani gangguan tidur dan mengendalikan risiko wandering pada
malam hari.
“Agitasi” adalah suatu istilah yang memayungi berbagai jenis gangguan perilaku
termasuk agresi fisik, perlawanan, perilaku mengancam, hiperaktivitas psikomotor persisten
atau intermiten, dan disinhibisi. Agitasi biasanya terjadi pada demensia yang tidak ditangani,
dan biasanya memiliki penyebab multipel. Agitasi yang baru terjadi atau memburuk dari
keadaan sebelumnya, dapat terjadi akibat gangguan medis umum, efek samping pengobatan,
nyeri yang tidak ditangani, konstipasi, depresi, dan gejala psikotik, sehingga dibutuhkan
evaluasi medis yang baik pada awal gangguan. Rasa lapar atau kurang tidur dapat pula
memicu agitasi, begitu juga stresor kehidupan sehari-hari, kebosanan, dan kesepian.8,9 Pasien
ini telah mengalami penurunan fungsi fisik sejak 2 tahun yang lalu, sehingga keluarga dalam
9
maksud baiknya telah membatasi kegiatan pasien untuk mencegah terjadinya penyakit fisik.
Bagi pasien hal ini mungkin menjadi pemicu memberatnya kondisi kemunduran fungsi
kognitif, sehingga timbul agitasi atau kegelisahan.
Penatalaksanaan pasien demensia harus didasarkan pada pemeriksaan yang menyeluruh
dan berhati-hati, dengan membangun kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarganya.
Sangat penting untuk mengidentifikasi adanya gangguan medis umum pada pasien berusia
lanjut. Pemeriksaan dan penilaian berkelanjutan terhadap perkembangan fungsi kognitif perlu
dilakukan untuk menilai respon terhadap intervensi dan penyesuaian terapi. Pendekatan
pengobatan secara umum pada pasien demensia dalah dengan memberikan perawatan
suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta pemberian pengobatan
farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu.1,2,8,9
Medikasi dengan antipsikoik direkomendasikan untuk penanganan gejala psikosis pada
pasien demensia dan untuk mengendalikan agitasi. Pada pasien ini ditemukan adanya gejala
agitasi, sehingga dipertimbangkan untuk pemberian antipsikotik. Penelitian menunjukkan
pemberian antipsikotik selama 8-12 minggu dapat memperbaiki gangguan perilaku secara
umum. Meskipun demikian, obat- obat antipsikotik dikaitkan dengan berbagai risiko efek
yang tidak diharapkan, sehingga dalam pemberiannya harus dengan pertimbangan yang baik
sesuai dengan gejala yang ditampilkan dan dalam dosis efektif terendah, dengan
memperhatikan risiko apa yang dapat terjadi jika antipsikotik tidak diberikan. Pasien ini
diberikan antipsikotik generasi pertama potensi tinggi yaitu haloperidol dalam dosis efektif
terendah sebagai antipsikotik yaitu 1,5 mg setiap 12 jam, dengan pertimbangan antara lain
karena penelitian menunjukkan antipsikotik generasi kedua tidak lebih unggul dalam
penatalaksanaan agitasi dan psikosis pada demensia, sehingga dipilih haloperidol pada
pasien. Meskipun demikian untuk penggunaan jangka panjang jika masih dibutuhkan
antipsikotik, dipertimbangkan untuk beralih ke antipsikotik generasi kedua demi
meminimalisir penggunaan triheksiphenidyl pada pasien ini yang digunakan untuk
mengendalikan efek samping gangguan motorik. Panduan penatalaksanaan demensia
menganjurkan untuk menurunkan dosis atau jika memungkinkan menghentikan penggunaan
antipsikotik jika kondisi agitasi dan perubahan perilaku telah teratasi.8,9
Risiko ketergantungan benzodiazepine juga menjadi perhatian, sehingga pada pasien ini
setelah gangguan tidur telah teratasi, penggunaan lorazepam diubah menjadi pro renata,
sesuai kebutuhan tidur pasien, dan pada follow up terakhir tidak lagi diberikan lorazepam.
Lorazepam dan oxazepam, yang tidak memiliki metabolit aktif, lebih dipilih ketimbang

10
benzodiazepine dengan waktu paruh yang panjang seperti diazepam atau clonazepam, untuk
mencegah sedasi dalam atau perburukan gejala sundowner.8,9
Psikoterapi suportif dan edukasi keluarga juga merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan pasien demensia. Keluarga pasien diberikan pengertian mengenai gangguan
yang dialami serta hal-hal yang harus diantisipasi dan diperhatikan dalam menjaga
keselamatan pasien.8,9
Pada pasien ini, keluarga dianjurkan untuk tetap mengizinkan aktivitas fisik dilakukan
oleh pasien, dengan pengawasan dan pembatasan. Diingatkan untuk berhati-hati dengan
benda tajam atau benda beraliran listrik, untuk mencegah kecelakaan terjaadi. Diberikan
pemahaman kepada keluarga mengenai progresivitas gangguan dan pentingnya dukungan
keluarga dalam menjaga pasien tetapmerasa nyaman secara fisik dan mental di tengah-tengah
keluarga dalam masa tuanya.

11

Anda mungkin juga menyukai