Keluhan Utama
Gelisah
Pasien pernah dibawah berobat ke praktek swasta spesialis saraf dan berobat
selama 6 bulan. Menurut keterangan keluarga tidak ada perbaikan sehingga keluarga
berhenti berobat dan beralih pengobatan alternatif seperti ustadz, dukun dan keluhan
semakin memburuk. Pasien bisa mandi sendiri tetapi mandi berulang – ulang bisa
sampai 8 kali sehari, memakai baju sendiri tetapi bertumpuk – tumpuk atau terbalik,
makan sendiri tetapi hanya makan yang diberikan oleh istrinya, BAB dan BAK tidak
ada keluhan. Pasien sebelum sakit adalah orang yang teratur dari segi pengaturan
barang dan jadwal serta tegas.
0
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak merokok, riwayat mengkonsumsi alcohol ada swaktu bekerja di
pelabuhan seperti ballo tetapi frekuensi jarang dan tidak pernah mengkonsumsi obat-
obatan terlarang.
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki : Meninggal : Bercerai
: Perempuan : Pasien
B. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), kernig’s (-)/(-), pupil bulat dan
isokor 2,5 mm/2,5 mm, reflex cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik
keempat ekstremitas dalam batas normal.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : Pasien menolak saat mau diambil darah untuk pemeriksaan
laboratorium
2. Pemeriksaan CT-Scan Kepala Non Kontras :
3. MMSE (Mini Mental State Examination) dan Clock Drawing Test
Pemeriksaan Mini Mental State Examination dan Clock Drawing Test tidak
dapat dilakukan karena pasien tidak bisa baca tulis.
2
Cukup kooperatif
D. Keadaan Afektif
1. Mood : Sulit dinilai
2. Afek : Terbatas
3. Keserasian : Tidak serasi
4. Empati : Tidak dapat dirabarasakan
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
▪ Produktivitas : Kurang
3
▪ Kontinuitas : Kadang relevan
▪ Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi Pikiran : sulit dinilai
F. Pengendalian Impuls : Terganggu
G. Daya Nilai dan Tilikan
1. Norma Sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian Realitas : Terganggu
H. Tilikan : Pasien merasa dirinya tidak sakit (tilikan 1)
I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya
Aksis II
Dari informasi yang didapatkan, pasien sebelum mengalami gangguan dikenal sebagai
seorang yang tegas, teratur dalam pengaturan barang dan jadwal. Data yang
didapatkan mengarahkan pasien ke ciri kepribadian Anankastik. Mekanisme
pertahanan ego yang sering digunakan adalah represi
Aksis III
- Brain atrophy
- Communicating Hidrocephalus
Aksis IV
Stresor psikososial tidak ada
Aksis V
GAF Scale 50-41, gejala berat, disabilitas berat
VIII. PROGNOSIS
5
▪ Qua ad vitam : Bonam
▪ Qua ad Sanationem : Malam
▪ Qua ad Functionem : Malam
➢ Faktor-faktor mendukung prognosis :
- Keluarga pasien mendukung kesembuhan pasien
- Kemauan pasien dalam meminum obat
➢ Faktor-faktor yang memperburuk prognosis :
- Terdapat gejala psikiatri
- Pasien baru berobat ke spesialis saraf setelah kurang lebih 1 tahun ada gejala lalu
pengobatan berhenti, gejala memburuk lalu berobat ke bagian psikiatri setelah 2
tahun
X. RENCANA TERAPI
a. Psikofarmakoterapi :
▪ Haloperidol 1,5 mg 2x1 tablet
6
▪ Lorazepam 2 mg 0-1/4-1/4 tablet
Rencana diberikan :
Citicolin 500 mg tab 2 x 1
b. Psikoterapi Suportif
c. Edukasi keluarga
XII. DISKUSI
Demensia didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsi kognitif progresif yang terjadi
tanpa adanya gangguan kesadaran. Demensia dapat timbul dengan berbagai gejala yang
menunjukkan adanya perlangsungan penyakit yang kronis dan luas. Gangguan intelegensia
secara umum adalah gambaran utamanya, yang bermanifestasi pada gangguan daya ingat,
perhatian, berpikir, dan pemahaman. Gangguan ini dapat mempengaruhi pula fungsi mental
lain seperti mood, kepribadian, pertimbangan, dan kemampuan sosial. Umumnya demensia
disertai dengan gangguan perilaku dan gejala psikiatrik seperti agitasi, depresi, insomnia,
marah-marah, delusi (paranoid, ditelantarkan, dsb), agresivitas, dan halusinasi yang dikenal
sebagai behavior and psychological symptoms of dementia (BPSD) atau gejala perilaku dan
psikologis pada demensia (GPPD).1,2,3
Demensia tipe Alzheimer mencapai hampir 50% dari semua tipe demensia (5%-10%
orang berusia diatas 65 tahun , 50 % diatas 85 tahun . Demensia Alzheimer ditandai oelh
penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif. Fungsi kognitif yang dapat
dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia umum, belajar dan ingatan, bahasa,
memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, pertimbangan, dan
kemampuan sosial.
1. Adanya Penurunan Kemampuan daya Ingat dan daya Pikir, yang sampai mengganggu
kegiatan harian seseorang
7
3. Tidak adanya Bukti Klinis atau temuan pemeriksaan Khusus, yang menyatakan
bahwa kondisi mental tersebut disebabkan oleh penyakit otak sistemik lain yang dapat
menimbulkan Demensia
4. Tidak ada serangan apopleptik mendadak atau gejala neurologik kerusakan otak fokal
seperti hemiparesis,hilangnya daya sensoris , defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi
yang terjadi pada masa dini dari gangguan ini (walaupun fenomena ini di kemudian hari
dapat bertumpang tindih)
Pada pasien ini Penurunan daya ingat mulai disadari oleh keluarga terutama istrinya
sekitar hampir 2 tahun yang lalu. Onset terjadi secara bertahap. Saat ini pasien masih dapat
melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri walaupun masih harus dibantu seperti saat
memakai baju atau menyiapkan makanan ditunjukkan dengan Indeks Barthel: 14
(ketergantungan sedang). Dari autoanamnesis, alloanamnesis serta pemeriksaan fisik tidak
Ditemukan adanya gejala neurologik fokal maupun penyakit metabolik yang berkaitan
dengan demensia. Urutan umum defisit adalah daya ingat , bahasa dan fungsi visuospasial.
Awalnya pasien mungkin memiliki suatu ketidakmampuan untuk mempelajari dan mengingat
informasi baru , selanjutnya gangguan penamaan, selanjutnya ketiakmampuan untuk
mencontoh gambar. Adanya Hasil pemeriksaan CT Scan dengan kesan Brain Atrophy dan
Communicating Hydrocephalus walaupun belum dapat dipastikan demensia dari pasien
disebabkan oleh hydrocephalus tersebut sehingga diarahkan ke diagnosis Demensia pada
penyakit Alzheimer. Onset penyakit diatas usia 65 tahun sehingga diarahkan pada
Demensia pada penyakit Alzheimer onset lambat ( F00.1) menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder edisi kelima didiagnosis dengan Major or Mild Neurocognitive Disorder
Due to Alzheimers’s Disease With Behavioral Disturbance (294.11). dan dapat didiagnosis
banding dengan DD : Demensia YTT (F03) dan Delirium, bertumpang tindih dengan
demensia (F05.1)
Pada pasien ini keluhan yang membuat pasien dibawa berobat ke rumahsakit adalah
kegelisahan dan kebingungan, serta perubahan kepribadian dari seorang yang penyabar
menjadi pemarah. Demensia di tahap awal tidak mudah untuk dikenali, sering dianggap
sebagai proses penuaan sesuai usia (aged associated memory impairment), atau tidak disadari
sebagai gangguan mental sebab tidak jarang individu berusaha mengkompensasikan defisit
kognitifnya dengan melakukan upaya tertentu agar tetap dapat tampil prima (menutupi
kekurangannya).3,4,5 Hal-hal ini yang biasanya membuat pasien demensia dibawa ke penyedia
8
layanan kesehatan dalam kondisi kasep dengan kemunduran kognitif yang lebih berat atau
seperti halnya terjadi pada pasien ini yaitu dalam keadaan adanya perubahan perilaku yang
mengkhawatirkan keluarga.
Penilaian gangguan fungsi intelektual secara pasti pada pasien ini mengalami hambatan
karena gejala perburukan fungsi kognitif sehingga penggunaan instrumen penilaian fungsi
kognitif yang paling sederhana berupa Clock Drawing Test pun tidak dapat dilakukan.
Penilaian terhadap penurunan fungsi kognitif pada pasien ini dilakukan melalui pemeriksaan
status mental secara umum yang menunjukkan adanya gangguan pada daya ingat, konsentrasi
dan perhatian, dan pikiran abstrak. Selain itu ditemukan pula sekumpulan gejala-gejala
perilaku berupa mudah marah, gangguan tidur, gangguan persepsi berupa halusinasi visual,
dan arus pikir yang kadang relevan. Prevalensi demensia dapat bervariasi menurut kelompok
etnis, dan dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tingkat pendidikan, serta kondisi penyerta
lainnya.6,7,8
Wandering sering dikaitkan dengan kondisi demensia yang berat dan demensia yang
telah berlangsung lama, serta berkaitan dengan adanya depresi, delusi, halusinasi, gangguan
tidur, medikasi dengan neuroleptik, serta jenis kelamin laki- laki. Dalam keadaan pasien
demensia dengan adanya wandering, keluarga diberikan edukasi untuk pengawasan,
pengamanan benda-benda berbahaya di dalam rumah, jika memungkinkan mengganti kunci
pintu dengan mekanisme yang lebih kompleks agar lebih sulit dibuka. Selain itu dianjurkan
untuk menjahitkan identitas pasien di pakaia yang digunakannya untuk membantu
masyarakat mengembalikannya ke rumah jika pasien berkeliaran tanpa diketahui keluarga.
Jika wandering sering terjadi di malam hari, dibutuhkan intervensi farmakologis untuk
membantu menenangkan pasien.8,9 Pada pasien ini diberikan lorazepam 0,5 mg pada malam
hari untuk membantu menangani gangguan tidur dan mengendalikan risiko wandering pada
malam hari.
“Agitasi” adalah suatu istilah yang memayungi berbagai jenis gangguan perilaku
termasuk agresi fisik, perlawanan, perilaku mengancam, hiperaktivitas psikomotor persisten
atau intermiten, dan disinhibisi. Agitasi biasanya terjadi pada demensia yang tidak ditangani,
dan biasanya memiliki penyebab multipel. Agitasi yang baru terjadi atau memburuk dari
keadaan sebelumnya, dapat terjadi akibat gangguan medis umum, efek samping pengobatan,
nyeri yang tidak ditangani, konstipasi, depresi, dan gejala psikotik, sehingga dibutuhkan
evaluasi medis yang baik pada awal gangguan. Rasa lapar atau kurang tidur dapat pula
memicu agitasi, begitu juga stresor kehidupan sehari-hari, kebosanan, dan kesepian.8,9 Pasien
ini telah mengalami penurunan fungsi fisik sejak 2 tahun yang lalu, sehingga keluarga dalam
9
maksud baiknya telah membatasi kegiatan pasien untuk mencegah terjadinya penyakit fisik.
Bagi pasien hal ini mungkin menjadi pemicu memberatnya kondisi kemunduran fungsi
kognitif, sehingga timbul agitasi atau kegelisahan.
Penatalaksanaan pasien demensia harus didasarkan pada pemeriksaan yang menyeluruh
dan berhati-hati, dengan membangun kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarganya.
Sangat penting untuk mengidentifikasi adanya gangguan medis umum pada pasien berusia
lanjut. Pemeriksaan dan penilaian berkelanjutan terhadap perkembangan fungsi kognitif perlu
dilakukan untuk menilai respon terhadap intervensi dan penyesuaian terapi. Pendekatan
pengobatan secara umum pada pasien demensia dalah dengan memberikan perawatan
suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta pemberian pengobatan
farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu.1,2,8,9
Medikasi dengan antipsikoik direkomendasikan untuk penanganan gejala psikosis pada
pasien demensia dan untuk mengendalikan agitasi. Pada pasien ini ditemukan adanya gejala
agitasi, sehingga dipertimbangkan untuk pemberian antipsikotik. Penelitian menunjukkan
pemberian antipsikotik selama 8-12 minggu dapat memperbaiki gangguan perilaku secara
umum. Meskipun demikian, obat- obat antipsikotik dikaitkan dengan berbagai risiko efek
yang tidak diharapkan, sehingga dalam pemberiannya harus dengan pertimbangan yang baik
sesuai dengan gejala yang ditampilkan dan dalam dosis efektif terendah, dengan
memperhatikan risiko apa yang dapat terjadi jika antipsikotik tidak diberikan. Pasien ini
diberikan antipsikotik generasi pertama potensi tinggi yaitu haloperidol dalam dosis efektif
terendah sebagai antipsikotik yaitu 1,5 mg setiap 12 jam, dengan pertimbangan antara lain
karena penelitian menunjukkan antipsikotik generasi kedua tidak lebih unggul dalam
penatalaksanaan agitasi dan psikosis pada demensia, sehingga dipilih haloperidol pada
pasien. Meskipun demikian untuk penggunaan jangka panjang jika masih dibutuhkan
antipsikotik, dipertimbangkan untuk beralih ke antipsikotik generasi kedua demi
meminimalisir penggunaan triheksiphenidyl pada pasien ini yang digunakan untuk
mengendalikan efek samping gangguan motorik. Panduan penatalaksanaan demensia
menganjurkan untuk menurunkan dosis atau jika memungkinkan menghentikan penggunaan
antipsikotik jika kondisi agitasi dan perubahan perilaku telah teratasi.8,9
Risiko ketergantungan benzodiazepine juga menjadi perhatian, sehingga pada pasien ini
setelah gangguan tidur telah teratasi, penggunaan lorazepam diubah menjadi pro renata,
sesuai kebutuhan tidur pasien, dan pada follow up terakhir tidak lagi diberikan lorazepam.
Lorazepam dan oxazepam, yang tidak memiliki metabolit aktif, lebih dipilih ketimbang
10
benzodiazepine dengan waktu paruh yang panjang seperti diazepam atau clonazepam, untuk
mencegah sedasi dalam atau perburukan gejala sundowner.8,9
Psikoterapi suportif dan edukasi keluarga juga merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan pasien demensia. Keluarga pasien diberikan pengertian mengenai gangguan
yang dialami serta hal-hal yang harus diantisipasi dan diperhatikan dalam menjaga
keselamatan pasien.8,9
Pada pasien ini, keluarga dianjurkan untuk tetap mengizinkan aktivitas fisik dilakukan
oleh pasien, dengan pengawasan dan pembatasan. Diingatkan untuk berhati-hati dengan
benda tajam atau benda beraliran listrik, untuk mencegah kecelakaan terjaadi. Diberikan
pemahaman kepada keluarga mengenai progresivitas gangguan dan pentingnya dukungan
keluarga dalam menjaga pasien tetapmerasa nyaman secara fisik dan mental di tengah-tengah
keluarga dalam masa tuanya.
11