NIM :17211927
LOKAL 2A D3 KEBIDANAN
2. Dari janin
a. Inkontabilitas darah ibu dan janin
b. Insufisiensi plasenta
c. Infeksi (TORCH)
d. Cacat bawaan
e. KPD dan hidramnion
f. Gemeli
3. Untuk Dismaturitas
a. Faktor Ibu
Hipertensi
Penyakit ginjal kronik
Perokok / peminum alcohol
Penderita DM
Gizi buruk
Toksemia
b. Faktor uterus dan plasenta
Kelainan pembuluh darah
Insersi tali pusat tidak normal
Tranfusi dari kembar yang satu dengan yang lain
c. Faktor janin
Gemeli
Kelainan kromosom
Cacat bawaan
Infeksi dalam kandungan
d. Keadaan social ekonomi rendah
D. Patofisiologi BBLR
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup
bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan
(usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu
seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.Gizi yang baik diperlukan seorang ibu
hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi
dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak
menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang
sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi
BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
E. Penannganan BBLR
Menurut Saifuddin, AB (2002 : 380), penanganan BBLR adalah :
1. Umum
a. Mempertahankan suhu yang ketat
BBLSR mudah mengalami hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus stabil
b. Mencegah infeksi yang ketat
BBLR sangat rentan terhadap infeksi
c. Pengawasan ASI / nutrisi
Reflek menelan BBLR belum sempurna, pemberian nutrisi dilakukan dengan cermat
d. Penimbangan ketat
Perubahan BB mencerminkan kondisi gizi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh.
2. Dismaturitas
a. Diberikan makanan dini (early feeding)
b. Kadar gula harus diperiksa setiap 8 – 12 jam
c. Frekuensi pernapasan pada 24 jam pertama
d. Temperature harus dikelolah, jangan sampai kedinginan karena bayi dismatur lebih
rentan terhadap hipotermi
3. BBLSR / Prematur kecil
a. Pastikan bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain kering yang hangat dan
pakai topi untuk mencegah kehilangan panas
b. Jika pada riwayat ibu terdapat kemungkinan infeksi bakteri. Beri dosis pertama antibiotic
Gentamicin 4 mg / kg BB (IM) atau Kendamicin dan Ampicilin 100 mg / kg BB (IM)
atau Benzin Penicilin
c. Penatalaksanaan BBLR Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang
menyebabkan bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus
diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan
untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis.
Metode kanguru
adalah suatu metode yang dilakukan untuk perawatan bayi baru lahir khususnya
bayi prematur yang pelaksanaannya dilakukan dengan kontak langsung antara kulit ibu
dan bayi prematur yang dilakukan sejak dini dan berkelanjutan baik di rumah sakit
maupun di rumah.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan
orang tua tentang metode kanguru pada bayi prematur di RSU IPI Kota Medan. Desain
penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini
dilaksanakan di RSU IPI Kota Medan pada Maret – Juni 2014. Populasi sebanyak 30
orang tua yang mempunyai bayi prematur dengan pengambilan sampel menggunakan
teknik total sampling dengan jumlah 30 orang. Dari hasil penelitian diperoleh
pengetahuan responden dalam kategori baik adalah 18 orang (60%), pengetahhuan
dalam kategori cukup adalah 12 orang (40%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan orang tua tentang metode kanguru baik. Diharapkan kepada petugas
kesehatan agar dapat meningkatkan kegiatan pelatihan dan penyuluhan-penyuluhan
kepada orang tua tentang metode kanguru sehingga metode kanguru ini dapat diketahui
dan dimengerti oleh orang tua secara keseluruhan
F. Penatalaksanaan BBLR
1. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1:
a. Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
b. Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari,
dan umur 406 minggu)
2. Diatetik
Pemberian nutrisi yang adekuat
a. Apabila daya isap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit demi sedikit
b. Apabila bayi belum bisa meneteki pemberian ASI diberikan melalui sendok atau pipet
c. Apabila bayi belum ada reflek menghisap dan menelan harus dipasang siang penduga/
sonde fooding
Bayi premature atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks
menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan
pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan
memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap
sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil
yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada putting.
ASI merupakan pilihan utama:
a. Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara
apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling
kurang sehari sekali.
b. Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3
hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir daan
keadaan bayi adalah sebagai berikut
Bayi sakit
Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV
secara perlahan.
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI
setiap kali minum.
Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok apabila kondisi bayi sudah
stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba
untuk menyusui langsung
c) Berat lahir 1250-1499 gram
Bayi sehat
Beri ASI peras melalui pipa lambung
Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan
ASI setiap kali minum
Lanjutkan pemberian minum mengguanakan cangkir/sendok
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba
untuk menyusui langsung
Bayi sakit
Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan
intravena secara perlahan
Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan
minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum
Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba
untuk menyusui langsung
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
Gejala klinis bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat
dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut
jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan
memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain
meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis dan nadi cepat.
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi
yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36
minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur). Insidens pada bayi
prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan sering lebih terjadi pada
bayi laki-laki daripa da bayi perempuan (Nelson, 1999). Selain itu, kenaikan frekuensi
juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah
uterus selama kehamilan, misalnya : Ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio
serta perdarahan antepartum.
B. Etiologi Sindrom Gangguan Pernapasan
1. Obstrusi saluran pernapasan bagian atas:atresia esophagus, atresia koana bilateral
2. Kelainan perenkim paru, penyakit mebran hialin dan pendarahan paru
3. Kelainan diluar paru pnemotorak, hernia diafragmatika
4. Kelainan lain diluar paru, asidosis, hipoglikemi, pendarahan
Penatalaksanaan medik maka tindakan yang perlu dilakukan adalah sebagsai berikut :
1. Memberikan lingkungan yang optimal
2. Pemberian oksigen, tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang
3. Pemberian cairan dan elektrolit (glukosa 5% atau 10%) disesuaikan dengan berat
badan (60-125 ml/kgBB/hari) sangat diperlukan untuk mempertahankan homeostatis
dan menghindarkan dehidrasi
4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
5. Pemberian surfaktan oksigen
A.Pengertian Ikterus
Ikterus atau Hiperbilirubinemia pada BBL adalah meningginya kadar bilirubin didalam
jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna
kuning. Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih
tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu gejala
fisiologis atau dapat merupakan hal patologis. Ikterus atau warna kuning pada bayi baru
lahir dalam batas normal pada hari ke 2-3 dan menghilang pada hari ke-10.
Ikterik neonatorum dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Ikterus Fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada
minggu pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar
bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan
kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat
sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar
bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan penurunan
terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu bahkan dapat mencapai
waktu 6 minggu.
2. Ikterus Patologis
Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam. Peningkatan kadar bilirubin total serum 0,5
mg/dL/jam. Ikterus diikuti dengan adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada
setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea atau suhu yang tidak stabil ). Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup
bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
B. Etiologi Ikterus
Kuning pada bayi timbul karena adanya timbunan bilirubin (zat/ komponen yang berasal
dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah) di bawah kulit. Pada saat masih
dalam kandungan, janin membutuhkan sel darah merah yang banyak karena paru-parunya
belum berfungsi. Sel darah merah mengangkut oksigen dan nutrisi dari ibu ke bayi
melalui plasenta. Sesudah bayi lahir, paru-parunya sudah berfungsi, sehingga darah
merah ini tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan. Salah satu hasil pemecahan itu adalah
bilirubin.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu sebagai berikut:
1. Prahepatik (ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada proses hemolisis
sel darah merah (ikterus hemolitik). Peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah infeksi, kelainan sel darah merah, dan toksin dari luar
tubuh, serta dari tubuh itu sendiri.
2. Pascahepatik (obstruktif)
Adanya obstruksi pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin konjungasi akan
kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk ke dalam aliran darah, kemudian sebagian
masuk dalam ginjal dan diekskresikan dalam urine. Sementara itu, sebagian lagi
tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sklera berwarna kuning kehijauan serta gatal.
Sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu menyebabkan ekresi bilirubin ke dalam
saluran pencernaan berkurang, sehingga fases akan berwarna putih keabu-abuan, liat, dan
seperti dempul.
3. Hepatoseluler (ikterus hepatik)
Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati mengalami kerusakan maka
secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin sehingga bilirubin direct
meningkat dalam aliran darah. Bilirubin direct mudah dieksresikan oleh ginjal karena
sifatnya mudah larut dalam air, namun sebagian masih tertimbun dalam aliran darah.
D. Patofisiologi Ikterus
Peningkatan kadar bilirubin tubuh misalnya pada bayi asidosis atau dengan anoksia
hipoksia. Apabila ada gannguan konjugasi hepar,bayiyang menderita eksresi missal
penderita hepatitis neonatal atau sumbata saluran empedu intra/eksra merusak toksik
jaringan tubuh
E. Penanganan Ikterus
1. Ikterus fisiologis
a. Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya
b. Lakukan perawatan bayi sehari-hari, seperti: Memandikan, Melakukan perawatan
tali pusat , Membersihkan jalan nafas , Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi,
kurang lebih 30 menit
c. Jelaskan pentingnya hal-hal seperti : Memberikan ASI sedini dan sesering mungkin
, Menjemur bayi di bawah sinar matahari dengan kondisi telanjang selama 30 menit,15
menit dalam posisi terlentang, dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap ,
Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu, Menganjurkan ibu untuk tidak
minum jamu
d. Apabila ada tanda ikterus yang lebih parah (misalnya feses berwarna putih keabu-
abuan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk segera membawa bayinya ke
puskesmas. Anjurkan ibu untuk kontrol setelah 2 hari.
2. Hiperbilirubinemia sedang
a. Berikan ASI secara adekuat
b. Lakukan pencegahan hipotermi
c. Letakkan bayi di tempat yang cukup sinar matahari ± 30 menit, selama 3-4 hari
d. Lakukan pemeriksaan ulang 2 hari kemudian
e. Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika keadaan bayi
bertambah parah serta mengeluarkan feses bewarna putih keabu-abuan dan liat seperti
dempul
3. Hiperbilirubenemia berat
a. Berikan informer consent pada keluarga untuk segera merujuk bayinya
b. Selama persiapan merujuk, berikan ASI secara adekuat
c. Lakukan pencegahan hipotermi
d. Bila mungkin, ambil contoh darah ibu sebanyak 2,5 ml.
Wahyuni Sari. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal:edisi pertama cetakan kelima
anik maryuni Buku saku asuhan bayi dengan berat badan lahir rendah:2013, Jakarta
jurnal factor resiko kegawatdaruratan nafas pada neonates. Tahun 2013:marfuah dkk