Anda di halaman 1dari 28

NAMA: ULFA YULASTRI

NIM :17211927
LOKAL 2A D3 KEBIDANAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH

A. Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah


Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa
memperhatikan umur kehamilan.Pada BBLR sering ditemui refleks menghisap atau menelan
lemah,bahkan kadang-kadang tidak ada,bayi cepat lelah,saat menyusui sering tersedak atau
malas menghisap,dll (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke III.2000).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau
pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010)
BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badan saat lahir < 1500 – 2499 gr (Saifuddin,
AB. 2002 : 376)
Menurut Saifuddin, AB (2002 : 376), BBLR dibedakan dalam
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500 – 2500 gr
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gr
c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER), berat lahir < 1000gr.

B. Etiologi Bayi Berat Lahir Rendah


Menurut manuaba, IBG (1998 : 326), factor yang dapat menyebabkan terjadinya
persalinan preterm / BBLR adalah :
1. Dari ibu
a. Toksemia gravidarum yaitu pre eklamsia
b. Kelainan bentuk uterus (uterus bikornis, inkompeten servik)
c. Tumor (mioma uteri)
d. Ibu yang menderita penyakit, antara lain :
 Akut dengan gejala panas tinggi (tyfus abdominalis, malaria)
 Kronis (TBC, penyakit jantung, gromerulonefritis)
 Trauma pada masa kehamilan antara lain trauma fisik maupun trauma psikologis
(stres)
 Usia ibu saat hamil < 20 tahun / > 35 tahun
 Plasenta (plasenta previa, solusi plasenta)

2. Dari janin
a. Inkontabilitas darah ibu dan janin
b. Insufisiensi plasenta
c. Infeksi (TORCH)
d. Cacat bawaan
e. KPD dan hidramnion
f. Gemeli

3. Untuk Dismaturitas
a. Faktor Ibu
 Hipertensi
 Penyakit ginjal kronik
 Perokok / peminum alcohol
 Penderita DM
 Gizi buruk
 Toksemia
b. Faktor uterus dan plasenta
 Kelainan pembuluh darah
 Insersi tali pusat tidak normal
 Tranfusi dari kembar yang satu dengan yang lain
c. Faktor janin
 Gemeli
 Kelainan kromosom
 Cacat bawaan
 Infeksi dalam kandungan
d. Keadaan social ekonomi rendah

C. Tanda dan Gejala BBLR


Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut :
a. Berat kurang dari 2500 gr
b. Panjang kurang dari 45cm
c. Lingkar dada kurang dari 30cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33cm
e. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
f. Kepala lebih besar
g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang.
h. Otot hipotonik lemah
i. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
j. Ektremitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus
k. Kepala tidak mampu tegak
l. Pernapasan 40-50 kali/menit
m. Nadi 100-140 kali/menit

D. Patofisiologi BBLR
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup
bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan
(usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa
kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya
gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu
seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.Gizi yang baik diperlukan seorang ibu
hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi
dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak
menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang
sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi
BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

E. Penannganan BBLR
Menurut Saifuddin, AB (2002 : 380), penanganan BBLR adalah :
1. Umum
a. Mempertahankan suhu yang ketat
BBLSR mudah mengalami hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus stabil
b. Mencegah infeksi yang ketat
BBLR sangat rentan terhadap infeksi
c. Pengawasan ASI / nutrisi
Reflek menelan BBLR belum sempurna, pemberian nutrisi dilakukan dengan cermat
d. Penimbangan ketat
Perubahan BB mencerminkan kondisi gizi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh.
2. Dismaturitas
a. Diberikan makanan dini (early feeding)
b. Kadar gula harus diperiksa setiap 8 – 12 jam
c. Frekuensi pernapasan pada 24 jam pertama
d. Temperature harus dikelolah, jangan sampai kedinginan karena bayi dismatur lebih
rentan terhadap hipotermi
3. BBLSR / Prematur kecil
a. Pastikan bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain kering yang hangat dan
pakai topi untuk mencegah kehilangan panas
b. Jika pada riwayat ibu terdapat kemungkinan infeksi bakteri. Beri dosis pertama antibiotic
Gentamicin 4 mg / kg BB (IM) atau Kendamicin dan Ampicilin 100 mg / kg BB (IM)
atau Benzin Penicilin
c. Penatalaksanaan BBLR Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang
menyebabkan bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus
diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan
untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis.
Metode kanguru
adalah suatu metode yang dilakukan untuk perawatan bayi baru lahir khususnya
bayi prematur yang pelaksanaannya dilakukan dengan kontak langsung antara kulit ibu
dan bayi prematur yang dilakukan sejak dini dan berkelanjutan baik di rumah sakit
maupun di rumah.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan
orang tua tentang metode kanguru pada bayi prematur di RSU IPI Kota Medan. Desain
penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini
dilaksanakan di RSU IPI Kota Medan pada Maret – Juni 2014. Populasi sebanyak 30
orang tua yang mempunyai bayi prematur dengan pengambilan sampel menggunakan
teknik total sampling dengan jumlah 30 orang. Dari hasil penelitian diperoleh
pengetahuan responden dalam kategori baik adalah 18 orang (60%), pengetahhuan
dalam kategori cukup adalah 12 orang (40%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan orang tua tentang metode kanguru baik. Diharapkan kepada petugas
kesehatan agar dapat meningkatkan kegiatan pelatihan dan penyuluhan-penyuluhan
kepada orang tua tentang metode kanguru sehingga metode kanguru ini dapat diketahui
dan dimengerti oleh orang tua secara keseluruhan

F. Penatalaksanaan BBLR
1. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1:
a. Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
b. Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari,
dan umur 406 minggu)
2. Diatetik
Pemberian nutrisi yang adekuat
a. Apabila daya isap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit demi sedikit
b. Apabila bayi belum bisa meneteki pemberian ASI diberikan melalui sendok atau pipet
c. Apabila bayi belum ada reflek menghisap dan menelan harus dipasang siang penduga/
sonde fooding
Bayi premature atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks
menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan
pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan
memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap
sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil
yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada putting.
ASI merupakan pilihan utama:
a. Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara
apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling
kurang sehari sekali.
b. Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3
hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir daan
keadaan bayi adalah sebagai berikut

a) Berat lahir 1750-2500 gram


 Bayi sehat
 Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah
merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2
jam) bila perlu
 Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas
menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap tambahkan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum.
 Bayi sakit
 Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum
seperti pada bayi sehat
 Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
 Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas,
kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung:
 Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
 Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali)..
b) Berat lahir 1500-1749 gram
 Bayi sehat
 Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat
diberikan menggunakancangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru
(batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan
pemberian menggunakan cangkir/sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau
tersedak (ini dapat berlangsung setelah 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu
lebih dari 1 minggu)
 Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (missal setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI
setiap kali minum.
 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan sendok/cangkir, coba
untuk menyusui langsung.

 Bayi sakit
 Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
 Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV
secara perlahan.
 Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI
setiap kali minum.
 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok apabila kondisi bayi sudah
stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak
 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba
untuk menyusui langsung
c) Berat lahir 1250-1499 gram
 Bayi sehat
 Beri ASI peras melalui pipa lambung
 Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan
ASI setiap kali minum
 Lanjutkan pemberian minum mengguanakan cangkir/sendok
 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba
untuk menyusui langsung
 Bayi sakit
 Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
 Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan
intravena secara perlahan
 Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan
minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum
 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok
 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba
untuk menyusui langsung

d) Berat lahir (tidak tergantung kondisi)


 Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama
 Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan
intravena secara perlahan
 Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan
minum 160 ml/kgBB perhari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum
 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok
 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba untuk
menyusui langsung
3. Suportif
Hal utama yang dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal:
a. Membersihkan jalan napas
b. Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat
c. Membersihkan badan bayi dengan kapas nany oil/minyak
d. Memberikan obat mata
e. Membungkus bayi dengan kain hangat
f. Pengkajian keadaan kesehatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
g. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara:
h. Membungkus bayi dengan menggunakan selimut bayi yang dihangatkan terlebih
dahulu
i. Menidurkan bayi di dalam incubator buatan yaitu dapat dibuat dari keranjang yang
pinggirnya diberi penghangat dari buli-buli panas atau botol yang diisi air panas. Buli-
buli panas atau botol-botol ini disimpan dalam keadaan berdiri tutupnya ada disebelah
atas agar tidak tumpah dan tidak mengakibatkan luka bakar pada bayi. Buli-buli panas
atau botol inipun harus dalam keadaan terbungkus, dapat menggunakan handuk atau
kain yang tebal. Bila air panasnya sudah dingin ganti airnya dengan air panas kembali.
j. Suhu lingkungan bayi harus dijaga
k. Badan bayi harus dalam keadaan kering
l. Gunakan salah satu cara menghangatkandan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti
kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, incubator atau ruangan
hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk
m. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
n. Ukur suhu tubuh dengan berkala
o. Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah:
 Jaga dan pantau patensi jalan nafas
 Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
p. Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang,
gangguan nafas, hiperbilirubinemia)
q. Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya
r. Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui
4. Pemantauan (Monitoring)
a. Pemantauan saat dirawat
 Terapi
 Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan
 Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu
b. Tumbuh kembang
 Pantau berat badan bayi secara periodic
 Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk
bayi dengan berat lahir ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir <1500>
 Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan
telah berusia lebih dari 7 hari:
 Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180
ml/kg/hari
 Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan penigkatan berat badan bayi agar jumlah
pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari
 Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI
hingga 200 ml/kg/hari
 Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.
c. Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan
mencegah/mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang
sebagai berikut:
1. Setelah pulang hari ke-2,10,20,30, dilanjutkan setiap bulan
2. Hitung umur koreksi
3. Pertumbuhan, berat badan, panjang badan dan lingkar kepala
4. Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)
5. Awasi adanya kelainan bawaan
6. Mengajarkan ibu/orang tua cara:
 Membersihkan jalan napas
 Mempertahankan suhu tubuh
 Mencegah terjadinya infeksi
 Perawatan bayi sehari-hari:
7. Menjelaskan pada ibu (orang tua)
 Pemberian ASI
 Makanan bergizi bagi ibu
 Mengikuti program KB segera mungkin
8. Observasi keadaan umum bayi selama 3 hari, apabila tidak ada perubahan atau
keadaan umum semakin menurun bayi harus dirujuk ke rumah sakit. Berikan
penjelasan kepada keluarga bahwa anaknya harus dirujuk ke rumah sakit.

G. Rencana asuhan yang diberikan menurut wiknjosastro 2007


1. Lakukan pemantauan terhadap kondisi bayi
2. Lakukan pemantauan terhadap tanda tanda vital
3. Kaji reflek menghisap
4. Pertahankan kehangatan
5. Kolaborasi dengan dokter spesialis anak
6. Berikan hasil kolaborasi
7. Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi
8. \Lakukan perawatan tali pusat
9. Lakukan penimbangan secara ketat
ASFIKSIA NEONATORUM

A. Pengertian Asfiksia Neonatorum


Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia
pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah
bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.

B. Etiologi Asfiksia Neonatorum


Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir,diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:

1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam tiga klasifiasifikasi


1. Asfiksia neonatorum ringan : Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak
memerlukan tindakan istimewa
2. Asfiksia neonatorum sedang : Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
3. Asfisia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat

C. Tanda dan Gejala Asfiksia Neonatorum


Pada asfiksia, tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya adalah :
1. Hilang sumber glikogen dalam jantung yang akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolic yang akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan
termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan,

Gejala klinis bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat
dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut
jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan
memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain
meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis dan nadi cepat.

Berikut ini adalah gejala lanjut pada asfiksia :


1. Pernafasan megap-megap dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningkatnya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskulaR
10. Pernafasan terganggu
11. Detak jantung berkurang
12. Reflek atau respon bayi melemah
13. Tonus otot menurun
14. Warna kulit biru atau pucat
Diagnosis asfiksia neonatorum juga dapat ditegakkan dengan cara menghitung nilai
APGAR, memperhatikan keadaan klinis, adanya sianosis, bradikardi dan hipotoni. Pemeriksaan
dan kardiotokografi (KTG) nilai APGAR 7-10 dikategorikan sebagai asfiksia ringan atau bayi
normal, nilai APGAR 4-6 dikategorikan sebagai asfiksia sedang, nilai APGAR 1-3 dikategorikan
sebagai asfiksia berat.

D. Patofiologis Asfiksia Neonatorum


Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu
periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas
tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi
bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan
keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis
respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang
berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkurang.
Dapat disebabkan oleh semua keadaan yang menyebabkan gangguan pertukaran O2 dan
CO2 sehingga berakibat :
a. O2 tidak cukup dalam darah, disebut hipoksia
b. CO2 tertimbun dalam darah, disebut hiperkaphea
Akibat dapat menyebabkan asidosis tipe respiratorik atau campurandengan asidosis
metabolic karena mengalami metabolisme yang anaerob, juga dapat terjadi hipaglikemia.

E. Penanganan dan Penatalaksanaan Asfiksia Asfiksia Neonatorum


Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam
keadaan siap pakai, yaitu :
a. helai kain / handuk.
b. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil,
digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
c. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
d. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
e. Kotak alat resusitasi.
f. Jam atau pencatat waktu.
2 Cara Penanganan
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi, yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka


 Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
 Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
 Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
 Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
 Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau
mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
Mempertahankan sirkulasi
 Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
 Kompresi dada.
 Pengobatan
Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif,
kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
a. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi
tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat
diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum
b. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan
minumum antara lain :
 Alat pemanas siap pakai
 Oksigen
 Alat pengisap
 Alat sungkup dan balon resusitasi
 Alat intubasi
 Obat-obatan
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :
a. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus
dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu
tim yang terkoordinasi.
d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya
ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien
e. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap
pakai.
Langkah-Langkah Resusitasi
Menurut Sarwono (2002), Resusitasi neonatus merupakan suatu prosedur yang
diaplikasikan untuk neonatus yang gagal bernafas secara spontan.
a. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan
selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
b. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.\
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
d. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih
kemudian lanjutkan ke hidung.
e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-
usap punggung bayi.
f. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis
penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit,
lakukan ventilasi tekanan positif.
 Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
 Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag
atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi
mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40
– 60 x / menit.
 Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan
10.
g. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada
h. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut
jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan
i. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 :
10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV
j. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat
k. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap
3 – 5 menit.
Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon
terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg
BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)

F. Asuhan yang diberikan Asfiksia Neonatorum


1. Jaga kebersihan bayi, menjaga kebersihan bayi dengan memandikan bayi 2x/hari, bayi
sudah dimandikan pukul 06.00 wib.
2. Lakukan perawatan tali pusat, melakukan perawatan tali pusat yaitu dengan mengganti
pembungkus tali pusat menggunakan kassa steril minimal 2x/hari tanpa memberikan obat
apapun ( misalnya betadine atau alcohol) dan menjaga tali pusat agar tetap kering.
Perawatan tali pusat sudah dilakukan.
3. Beritahu ibu tanda bahaya pada bayi baru lahir, memberitahu ibu tanda bahaya pada bayi
baru lahir yaitu keluar darah dari tali pusat, tali pusat mengeluarkan nanah dan berbau
busuk, bayi demam tinggi, kulit tubuh bayi kuning, bayi tidak mau menyusu dan rewel. Ibu
sudah mengerti tanda bahaya bayi baru lahir.
4. Jaga kehangatan bayi, menjaga kehangatan bayi dengan cara memakaikan pakaian kering
dan bersih pada bayi serta menggedong bayi. Kehangatan bayi sudah terjaga, bayi sudah
digedong.
5. Beritahu ibu untuk mengimunisasikan bayinya (HBo), memberitahu ibu untuk
mengimunisasikan bayinya (HBo). Ibu bersedia mengimunisasikan bayinya, bayi sudah di
imunisasi HBo pukul 08.30 WIB
6. Anjurkan ibu menyusui secara tidak terjadwal sesering mungkin (on demand) untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya, menganjurkan ibu menyusui bayinya secara tidak
terjadwal sesering mungkin (on demand) untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya. Ibu
bersedia menyusui bayinya secara tidak terjadwal sesering mungkin untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bayinya. Bayi sudah disusui, kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi.
SINDROM GANGGUAN PERNAPASAN

A. Pengertian Sindrom Gangguan Pernapasan


Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas
(Respiratory Distress Syndrome/RDS) adalah istilah yang digunaka untuk disfungsi
pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan ini
biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit
membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang
melapisi alveoli.
Sindrom gangguan pernapasan terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Gangguan napas berat Dikatakan gangguan napas berat bila : Frekuensi napas dari 60
kali/menit dengan sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi
2. Gangguan napas sedang Dikatakan gangguan napas sedang apabila : Pemeriksaan
dengan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral
3. Gangguan napas ringan Dikatakan gangguan napas ringan apabila : Frekuensi napas
60-90 kali/menit tanda tarikan dinding tanpa merintih saat ekspirasi atau sianosis
sentral.
Sindrom gangguan pernapasan ialah kumpulan gejala yang terdiri dari: dipsnea
(sesak napas), hiperpnea (pernapasan cepat dan dalam), dengan frekuensi pernapasan
lebih dari 60x/menit, sianosis, rintihan pada ekspirasi dan kelainan-kelainan otot
pernapasan pada inspirasi

Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi
yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36
minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur). Insidens pada bayi
prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan sering lebih terjadi pada
bayi laki-laki daripa da bayi perempuan (Nelson, 1999). Selain itu, kenaikan frekuensi
juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah
uterus selama kehamilan, misalnya : Ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio
serta perdarahan antepartum.
B. Etiologi Sindrom Gangguan Pernapasan
1. Obstrusi saluran pernapasan bagian atas:atresia esophagus, atresia koana bilateral
2. Kelainan perenkim paru, penyakit mebran hialin dan pendarahan paru
3. Kelainan diluar paru pnemotorak, hernia diafragmatika
4. Kelainan lain diluar paru, asidosis, hipoglikemi, pendarahan

C. Tanda dan Gejala Sindrom Gangguan Pernapasan


Tanda dan gejala sindrom gangguan pernapasan sering disertai riwayat asfeksia
pada waktu lahir atau gawat janin pada akhir kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya
adalah :
1. Timbul setelah 6-8 jam setelah lahir
2. Pernapasan cepat/hiperapnea atau dispnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60
kali/menit
3. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
4. Sianosis
5. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) pada saat ekspirasi
6. Takikardia yaitu nadi 170 kali/menit

D. Patofisiologi Sindrom Gangguan Pernapasan


Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis
dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh
kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara
fungsional /kapasitas residu funsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga
menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada tekanan
intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan
menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang.
Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap
hembusan napas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan
negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.
Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali bernapas (saat
kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan
energi ini daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan
meningkatnya kelelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.
Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan
atelaktasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmomary vascular
resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paaru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping
itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah janin dengan
arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang
menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstriksin vaskularisasi pulmonal
yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan
metabolismeanareobik.

E. Penanganan dan Penatalaksanaan Sindrom Gangguan Pernapasan


Bidan sebagai tenaga medis di lini terdepan diharapkan peka terhadap pertolongan
persalinan sehingga dapat mencapai well born baby dan well health mother. Oleh karena
itu bekal utama sebagai Bidan adalah :
1. Melakukan pengawasan selama hamil
2. Melakukan pertolongan hamil resiko rendah dengan memsnfaatkan partograf WHO
3. Melakukan perawatan Ibu dan janin baru lahir
Berdasarkan kriteria nilai APGAR maka bidan dapat melakukan penilaian untuk
mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medik sehingga
keselamatan bayi dapat ditingkatkan.
Penatalaksanaan RDS atau Sindrom gangguan napas adalah sebagai berikut :
1. Bersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap lendir dan kasa steril
2. Pertahankan suhu tubuh bayi dengan membungkus bayi dengan kaki hangat
3. Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi agar bayi dapat bernafas dengan leluasa
4. Apabila terjadi apnue lakukan nafas buatan dari mulut ke mulut
5. Longgarkan pakaian bayi
6. Beri penjelasan pada keluarga bahwa bayi harus dirujuk ke rumah sakit
7. Bayi rujuk segera ke rumah sakit

Penatalaksanaan medik maka tindakan yang perlu dilakukan adalah sebagsai berikut :
1. Memberikan lingkungan yang optimal
2. Pemberian oksigen, tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang
3. Pemberian cairan dan elektrolit (glukosa 5% atau 10%) disesuaikan dengan berat
badan (60-125 ml/kgBB/hari) sangat diperlukan untuk mempertahankan homeostatis
dan menghindarkan dehidrasi
4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
5. Pemberian surfaktan oksigen

G. Asuhan yang diberikan Sindrom Gangguan Pernapasan


Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang
belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah
mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belu sempurna. Maturasi paru dapat
dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck,
1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung
perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion.
Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi yangakan
lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi
kurang dari tiga berati paru-paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit
membrane hialin. Pemberian kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya
surfaktan pada janin. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah
mencegah prematuritas.
Untuk mencegah sindrom gangguan pernapasan juga dapat dilakukan dengan segera
melakukan resusitasi pada bayi baru lahir, apabila bayi :
1. Tidak bernapas sama sekali/bernapas dengan mengap-mengap
2. Bernapas kurang dari 20 kali/menit
IKTERUS

A.Pengertian Ikterus

Ikterus atau Hiperbilirubinemia pada BBL adalah meningginya kadar bilirubin didalam
jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna
kuning. Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih
tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu gejala
fisiologis atau dapat merupakan hal patologis. Ikterus atau warna kuning pada bayi baru
lahir dalam batas normal pada hari ke 2-3 dan menghilang pada hari ke-10.
Ikterik neonatorum dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Ikterus Fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada
minggu pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar
bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan
kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat
sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar
bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan penurunan
terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu bahkan dapat mencapai
waktu 6 minggu.
2. Ikterus Patologis
Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam. Peningkatan kadar bilirubin total serum 0,5
mg/dL/jam. Ikterus diikuti dengan adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada
setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea atau suhu yang tidak stabil ). Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup
bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.

B. Etiologi Ikterus
Kuning pada bayi timbul karena adanya timbunan bilirubin (zat/ komponen yang berasal
dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah) di bawah kulit. Pada saat masih
dalam kandungan, janin membutuhkan sel darah merah yang banyak karena paru-parunya
belum berfungsi. Sel darah merah mengangkut oksigen dan nutrisi dari ibu ke bayi
melalui plasenta. Sesudah bayi lahir, paru-parunya sudah berfungsi, sehingga darah
merah ini tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan. Salah satu hasil pemecahan itu adalah
bilirubin.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu sebagai berikut:
1. Prahepatik (ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada proses hemolisis
sel darah merah (ikterus hemolitik). Peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah infeksi, kelainan sel darah merah, dan toksin dari luar
tubuh, serta dari tubuh itu sendiri.
2. Pascahepatik (obstruktif)
Adanya obstruksi pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin konjungasi akan
kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk ke dalam aliran darah, kemudian sebagian
masuk dalam ginjal dan diekskresikan dalam urine. Sementara itu, sebagian lagi
tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sklera berwarna kuning kehijauan serta gatal.
Sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu menyebabkan ekresi bilirubin ke dalam
saluran pencernaan berkurang, sehingga fases akan berwarna putih keabu-abuan, liat, dan
seperti dempul.
3. Hepatoseluler (ikterus hepatik)
Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati mengalami kerusakan maka
secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin sehingga bilirubin direct
meningkat dalam aliran darah. Bilirubin direct mudah dieksresikan oleh ginjal karena
sifatnya mudah larut dalam air, namun sebagian masih tertimbun dalam aliran darah.

C. Tanda dan Gejala Ikterus


Fisiologis :
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir, tidak
mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus. Ikterus
fisiologis ini memiliki tanda-tanda berikut:
a) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b) Kadar bilirubin inderect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.
d) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
e) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
Patologis :
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus patologis memiliki tanda
dan gejala sebagai berikut:
a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b) Kadar bilirubin inderect melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
c) Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg% per hari.
d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
e) Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%
f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

D. Patofisiologi Ikterus
Peningkatan kadar bilirubin tubuh misalnya pada bayi asidosis atau dengan anoksia
hipoksia. Apabila ada gannguan konjugasi hepar,bayiyang menderita eksresi missal
penderita hepatitis neonatal atau sumbata saluran empedu intra/eksra merusak toksik
jaringan tubuh

E. Penanganan Ikterus
1. Ikterus fisiologis
a. Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya
b. Lakukan perawatan bayi sehari-hari, seperti: Memandikan, Melakukan perawatan
tali pusat , Membersihkan jalan nafas , Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi,
kurang lebih 30 menit
c. Jelaskan pentingnya hal-hal seperti : Memberikan ASI sedini dan sesering mungkin
, Menjemur bayi di bawah sinar matahari dengan kondisi telanjang selama 30 menit,15
menit dalam posisi terlentang, dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap ,
Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu, Menganjurkan ibu untuk tidak
minum jamu
d. Apabila ada tanda ikterus yang lebih parah (misalnya feses berwarna putih keabu-
abuan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk segera membawa bayinya ke
puskesmas. Anjurkan ibu untuk kontrol setelah 2 hari.
2. Hiperbilirubinemia sedang
a. Berikan ASI secara adekuat
b. Lakukan pencegahan hipotermi
c. Letakkan bayi di tempat yang cukup sinar matahari ± 30 menit, selama 3-4 hari
d. Lakukan pemeriksaan ulang 2 hari kemudian
e. Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika keadaan bayi
bertambah parah serta mengeluarkan feses bewarna putih keabu-abuan dan liat seperti
dempul
3. Hiperbilirubenemia berat
a. Berikan informer consent pada keluarga untuk segera merujuk bayinya
b. Selama persiapan merujuk, berikan ASI secara adekuat
c. Lakukan pencegahan hipotermi
d. Bila mungkin, ambil contoh darah ibu sebanyak 2,5 ml.

F. Asuhan yang diberikan Ikterus


1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
2. Penilaian berkala pendengaran
3. Fisioterapi dan rehabilitas
4. Melakukan dekomposisi bilirubindengan fisioteraoi
5. Memberikan subtract yang kurang untuk transportasi atau konjugasi
SUMBER

Wahyuni Sari. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal:edisi pertama cetakan kelima

anik maryuni Buku saku asuhan bayi dengan berat badan lahir rendah:2013, Jakarta

jurnal factor resiko kegawatdaruratan nafas pada neonates. Tahun 2013:marfuah dkk

Anda mungkin juga menyukai