PENDAHULUAN
Sindrome ini sangat jarang (masuk daftar penyakit yang jarang, survey NIH , AS) yang
berarti SIADH dan penyakit sejenisnya hanya berefek pada kurang dari 200.000 penduduk
AS. Walau jarang pada pasien dewasa, pada anak sering menyertai kondisi pasien dengan
hipotonik normovolemia dan hiponatremia. Angka insiden yang pasti sulit diketahui, karena
penyakit ini bersifat sementara atau kronis. Pada kondisi lain berhubungan dengan gejala efek
samping obat atau lesi pada paru atau sistem syaraf.
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung memiliki gejala
SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan hiponatremi idiopatik
kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia. Hiponatremia sendiri sering
dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau bagaimanapun risiko kejadian SIADH
meningkat bila pasien menderita hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada anak
yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi dengan perburukan penyakit dan
kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukanuntuk
meningkatkankesembuhannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
Mampu memahami diagnosa dan asuhan keperawatan pada pasien dengan SIADH
(Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion)
2.1 DEFINISI
SIADH dapat didefiisikan sebagai Gangguan produksi hormon antidiuretik yang
menyebabkan retensi garam atau hiponatremia.
SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh
ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang berasal
dari hipofisis posterior. (Barbara K.Timby, 2000)
SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH
sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan.
(Corwin, 2001)
SIADH (syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon) adalah gangguan pada
hipofisis posterior yang ditandai dengan peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis
posterior.(elizabet j.corwin, 2001)
2.2 ETIOLOGI
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan gangguan hipotalamus (bagian
dari otak yang berkoordinasi langsung dengan kelenjar hipofise dalam memproduksi
hormone). Pada kasus lainnya, missal: beberapa keganasan (ditempat lain dari tubuh) bisa
merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru dan kasus lainnya
seperti berikut:
2.2.1 Kelebihan vasopressin
2.2.2 Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada otak.
2.2.3 Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin, dan
ocytocin)
2.2.4 Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal,dan insufisiensi pituitary anterior
2.2.5 Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik/ karsinoma pancreatic yang dapat
mensekresi ADH secara ektopic(salah tempat)
2.2.6 Cidera Kepala
2.2.7 Pembedahan(dapat memunculkan SIADH sesaat)
2.2.8 Obat- obatan seperti
2.2.8.1 cholorpropamid(obat yang menurunkan gula darah)
2.2.8.2 Carbamazepine (obat anti kejang)
2.2.8.3 Tricilyc (antidepresan)
2.2.8.4 Vasopressin dan oxytocin ( hormon anti deuretik buatan ).
2.2.9 Meningitis
2.2.10 Kelebihan ADH
Faktor Pencetus :
1. Trauma Kepala
2. Meningitis.
3. Ensefalitis.
4. Neoplasma.
5. Cedera Serebrovaskuler.
6. Pembedahan.
7. Penyakit Endokrin.
Menurut Sylvia ( 2005). Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH tergantung
pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia . perlu dilakukan pemeriksaan tingka
osmolalitas serum , kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl dan tes kapasitas pengisian
cairan:
1. Na serum >125 mEq/L.
a. Anoreksia.
b. Gangguan penyerapan.
c. Kram otot.
2. Na serum = 115 – 120 mEq/L.
a. Sakit kepala, perubahan kepribadian.
b. Kelemahan dan letargia.
c. Mual dan muntah.
d. Kram abdomen.
3. Na serum < 1115 mEq/L.
a. Kejang dan koma.
b. Reflek tidak ada atau terbatas.
c. Tanda babinski.
d. Papiledema.
e. Edema diatas sternum.
2.4 PATOFISIOLOGI
Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk
meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air tanpa
disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini meningkatkan volume dan
menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini
menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi
Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus.
Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional.Dimana akan terjadi
penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam urin
tetap,akibatnya urin menjadi pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum menurun,
mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan
meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi
normal.
Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan dapat
menyebabkan sekresi ADH yang abnormal . Tiga mekanisme patofisiologi yang bertanggung
jawab akan SIADH , yaitu
2.4.1 Sekresi ADH yang abnormal sari system hipofisis. Mekanisme ini disebabkan
olehkelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis , sindrom guillain Barre. Pasien
yang mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau
tidak adanya tekanan positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.
2.4.2 ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik – hipofisis ,
yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya pada infeksi).
2.4.3 Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan .bermacam-
macam obat-obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH . obat-obat
tersebut termasuk nikotin , transquilizer, barbiturate, anestesi umum, suplemen
kalium, diuretic tiazid , obat-obat hipoglikemia, asetominofen , isoproterenol dan
empat anti neoplastic : sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.
2.6 PENATALAKSANAAN
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan (manifestasi klinis SIADH
biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus yang mengarah kepada peningkatan intake
cairan. Larutan hipertonis 3% tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat
hiponatremi ( Bodansky & Latner, 1975)
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
2.6.1 Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan untuk
mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal dari tumor ektopik,
maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
2.6.2 Mengurangi retensi cairan yang berlebihan. Pada kasus ringan retensi cairan dapat
dikurangi dengan membatasi masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH
adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-
gejala dapatdiatasi.Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan hipertonik
dan furosemid adalah terapi pilihan.
2.6.3 Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran
(kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat masukan dan haluaran
urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH, meliputi:
2.7.1 Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai normal urea dalam
darah adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah. Penurunan kadar urea sering
dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea
rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis,
terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone
antidiuretik yang tidak semestinya.
Semua komplikasi atau gejala SIADH diatas bersifat sekunder dan agak mirip. Pada banyak
kasus beda antara gejala dan komplikasi SIADH kurang jelas dan sulit dibedakan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat penyakit dahulu.
adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien,serta riwayat
radiasi pada kepala.
3. Riwayat penyakit sekarang,
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam, dan
keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana
sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.
4. Riwayat penyakit keluarga
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
5. Pantau status cairan dan elektrolit.
6. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan segera lakukan
tindakan untuk mengatasinya.
7. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg laporkan pada
dokter).
8. Pengkajian Fisik:
a. Inspeksi: Vena leher penuh.
b. Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.
c. Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia.
B1 (Breathing) :
Takhipnea
B2 (Blood) :
Inspeksi : Distensi vena jugularis.
Auskultasi : Takikardia.
B3 ( Brain ) :
Kekacauan mental.
Kejang.
Sakit kepala
Confusion
Disorientasi
Seizure
B4 ( Bladder )
Penurunan volume urine
Penurunan frekuensi berkemih
B5 ( Bowel )
Mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia).
Mual dan muntah
Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa oedema) sekitar 5-10 %.
B6 ( Bone )
Kelemahan
Letargi
Perkusi : Penurunan refleks tendon dalam
Twiching pada otot
Kugler, John. 2000. Hiponatremia dan Hipernatremia di Lansia. American Family Physician
Tisdale , James & Miller, Douglas . 2010. Drug-Induced Diseases: Prevention, Detection,
and Management, page 892. U.S :heartside publishing.