Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran pada saat ini sudah


sangatlah maju. Adanya kemajuan tersebut tentunya memerlukan tinjauan
mengenai etika, moralitas, dan hukum untuk mengatur perkembangan
tersebut. Pada saat ini terdapat 6 bidang yang harus diatur mengenai etika,
moralitas dan hukum yang ada, diantaranya adalah transplantasi organ tubuh
manusia, bayi tabung, inseminasibuatan, aborsi (Pengguguran kandungan),
sterilisasi dan euthanasia.
Transplantasi organ manusia merupakan wujud nyata dari kemajuan
dan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang sangat pesat. Namun,
kemajuan dibidang teknologi sering kali tidak diimbangi dengan
perkembangan mengenai hukum, moral, dan etika yang ada. Transplantasi
adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan alat atau jaringan
organ tubuh manusia yang berasal dari tubuh sendiri atau tubuh orang lain
dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat atau jaringan organ tubuh
yang tidak berfungsi dengan baik (Simbolon, 2013). Salah satu kasus yang
ada mengenai transplantasi organ adalah perdagangan organ manusia secara
illegal. Kelompok hak asasi manusia amerika serikat mengatakan bahwa
sebanyak 15-20 ribu buah ginjal dijual secara ilegal di seluruh dunia setiap
tahunnya (Gani dan Armansyah, 2016).
Menurut merdeka.com (2016), terdapat kasus pelanggaran
transplantasi organ yang melibatkan 3 rumah sakit di Jakarta. Diketahui
bahwa terjadi pelangaran Standar operasional prosedur (SOP) yang dilakukan
tim dokter saat transplantasi ginjal. Pelanggaran SOP yang terjadi diantaranya
adalah pasien yang seharusnya menjalani perawatan selama tiga bulan,
langsung pulang tanpa mengalami perawatan setelah menjalani transplantasi
ginjal. Hasil pemeriksaan dari ketiga tersangka menunjukkan bahwa justru
pihak rumah sakit yang meminta untuk disediakan korban.
II. PEMBAHASAN

A. Transplantasi

1. Pengertian

Transplantasi organ adalah pemindahan organ dari satu tubuh ke


tubuh yang lainnya atau pemindahan organ dari donor ke resipien yang
organnya mengalami kerusakan. Kemampuan daya beli resipien organ
untuk mendapatkan sebuah organ demi kelangsungan kehidupannya akan
mendorong resipien atau keluarganya berusaha dengan segala cara untuk
mendapatkan donor yang bersedia, antara lain dengan membuat
permintaan secara pribadi di televisi atau radio, dan mendaftarkan atau
melakukan registrasi pilihan yang berhubungan dengan transplantasi,
bahkan mengirim surat kepada teman-temannya atau siapa saja melalui
email. Penjualan organ menjadi bisnis besar, menjadi mafia bisnis dan
sasarannya adalah orang-orang tidak mampu dan rela menjual organnya
demi uang. Beberapa sindikat penjualan organ manusia berani memasang
iklan untuk mencari pendonor dengan iming-iming uang dan bagi
penerima organ, asalakan memiliki uang yang banyak, maka sindikat ini
akan mencarikan organ yang dibutuhkan (Sen dan Ahuja, 2009).

2. Sejarah

Dolong, dkk. (dalam buku Islam untuk Disiplin Ilmu Kedokteran


dan Kesehatan 2002) mengemukakan tentang transplantasi alat pertama
yang tercatat dalam sejarah ialah transplantasi kulit, yang ditemukan
dalam manuskrip Mesir Kuno, Ik. 2000 SM. Berabad-abad kemudian yaitu
pada tahun 1863 seorang ahli faal Perancis, Paul Bert baru bisa
menjelaskan bahwa transplantasi alat dari seseorang kepada orang lain
yang disebut sebagai allograft selalu mendapat penolakan secara normal
dari tubuh si penerima. Sedangkan pemindahan alat dari tubuh manusia
yang sama disebut sebagai autograft dan penolakan tersebut tidak terjadi.
Transplantasi atau pencangkokan semula merupakan rumusan ide
tempel- menempel dari dunia flora. Pada awalnya transplantasi organ lebih
nampak seperti fiksi ilmiah, kemudian mengalami perkembangan denotasi
setelah dilakukan percobaan ilmiah pada fauna dan manusia. Namun,
seiring berjalannya waktu transplantasi menjelma menjadi salah satu
penemuan paling luar biasa yang telah dicapai dalam dunia kedokteran
modern. Transfusi darah merupakan jenis transplantasi yang paling sering
dilakukan (Fatimah, 2018).

Transplantasi pertama yang tercatat dalam sejarah adalah


transplantasi kulit yang ditemukan dalam manuskrip Mesir Kuno yakni
pada tahun 2000 SM. Namun, tidak banyak yang dijelaskan dalam catatan
tersebut. Pada tahun 1597, barulah seorang ahli bedah Italia bernama
Gaspare Tagliacozzi memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
usahanya melakukan transplantasi kulit orang lain kepada pasien yang
kehilangan hidungnya. Ia menilai usahanya kurang berhasil karena adanya
pengaruh suatu kekuatan yang berasal dari dalam tubuh manusia itu
sendiri (Fatimah, 2018).

Tahun 1863, seorang ahli bedah Perancis, Paul Bert baru dapat
menjelaskan bahwa transplantasi alat dari seorang kepada orang lain yang
disebut allograft selalu mendapat penolakan secara normal dari resipien,
sedangkan pemindahan alat dari tubuh manusia yang sama, yang disebut
sebagai autograft tidak mengalami penolakan seperti yang terjadi pada
allograft (Dolong dkk., 2002). Jeff E. Zhorne menyatakan bahwa sejak
awal abad ke 8 SM, para ahli bedah Hindu telah melakukan transplantasi
kulit untuk mengganti hidung yang hilang karena penyakit sifilis, perang
fisik maupun hukuman atas suatu kejahatan (Ebrahim, 2004).

Eksperimen transplantasi paling penting dilakukan pada awal abad


ke-20 oleh ahli bedah dari Perancis, Alexis Carrel. Ia mulai bereksperimen
dengan transplantasi pembuluh darah arteri dan vena. Usaha ini
membuatnya berhasil meraih hadiah Nobel pada tahun 1912. Carrel juga
orang pertama yang mengidentifikasi masalah penolakan atau rejection
transplantasi, dilema yang menghadang banyak ilmuwan dan dokter
dengan melakukan eksperimen pada anjing (Amazine, 2017)..

Kemudian tahun 1958, Joseph E. Murray melakukan transplantasi


ginjal pertama dengan sukses dibantu tim ahli bedahnya di Rumah Sakit
Peter Bent Brigham di Boston, Massachusetts. Dokter Murray
memenangkan Hadiah Nobel dalam bidang Kedokteran atau Fisiologi
karena transplantasi yang berhasil dilakukan pada seorang pria berusia 24
tahun kepada saudara kembarnya. Pria yang menjadi resipien ginjal
tersebut dapat hidup lebih lama 11 tahun (Ramadhana, 2015). Pada tahun
1967, dokter Christian Barnard Louis Washkansky melakukan
transplantasi jantung manusia pertama di Rumah Sakit Groote Schuur di
Cape Town, Afrika Selatan (Barnard, 1968).

Transplantasi pertama yang berhasil di Indonesia dilakukan tahun


1977, diprakarsai oleh Prof. Dr. R. P. Sidabutar, SpPD-KGH yakni
transplantasi ginjal yang merupakan pilihan utama pengobatan pasien
penyakit ginjal kronik tahap akhir (Simbolon, 2013). Kesulitan mencari
donor membuat penderita gagal ginjal harus mencari ginjal sampai ke
China. Beberapa tahun belakangan ini, banyak pasien dari Indonesia yang
pergi berobat ke China untuk melakukan transplantasi organ tubuh seperti
ginjal. Kabarnya, di China, organ tubuh manusia dijual secara terbuka.
Meskipun tidak murah, ketersediaan pasokan organ membuat mereka
tertarik menjalani transplantasi (Handayani, 2012).

3. Tujuan

i) Mengetahui pandangan agama mengenai transplantasi

ii) Mengetahui regulasi hukum international mengenai transplantasi

iii) Mengetahui regulasi hukum nasional mengenai transplantasi

B. Hukum transplantasi

1. Nasional
i) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Bab IV “Upaya
Kesehatan”

Pasal 64

(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan


melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat
dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta
penggunaan sel punca.

(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan
dilarang untuk dikomersialkan.

(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan


dalih apapun.

Pasal 65

(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan


oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Yang dimaksud dengan “fasilitas pelayanan kesehatan


tertentu”dalam ketentuan ini adalah fasilitas yang ditetapkan oleh
Menteri yang telah memenuhi persyaratan antara lain peralatan,
ketenagaan dan penunjang lainnya untuk dapat melaksanakan
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh.

(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor


harus memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan
mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau
keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 66
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari
hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan
kemanfaatannya.
Pasal 123
(1) Pada tubuh yang telah terbukti mati batang otak dapat dilakukan
tindakan pemanfaatan organ sebagai donor untuk kepentingan
transplantasi organ.
(2) Tindakan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kematian dan
pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
ii) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis
serta Trasnplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia
Bab V “Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia
Pasal 10
(1) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b.
(2) Tatacara transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diatur
oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 11
(1) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh
dilakukan oleh dokter yang bekerja pada sebuah rumah sakit yang
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.
(2) Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh
dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang
bersangkutan
Pasal 12
Dalam rangka transplantasi penentuan saat mati ditentukan oleh
2 (dua) orang dokter yang tidak ada sangkut-paut medik dengan dokter
yang melakukan transplantasi.Penentuan saat meninggal dunia
seseorang di rumah sakit yang sudah modern tidak lagi dilakukan
dengan cara lama yaitu seseorang dianggap meninggal dunia apabila
pernafasan dan peredaran darahnya sudah berhenti, akan tetapi dengan
menggunakan alat yang disebut elektro-encepalograf (alat yang
mencatat aktivitas otak). Meskipun dengan elektroencepalograf
menunjukan seseorang telah meninggal dunia, namun ada alat dan atau
jaringan tubuh yang masih hidup secara fisiologi dalam jangka waktu
tertentu, sehingga dapat dilakukan pengambilan dan pemindahan alat
dan atau jaringan tubuh untuk keperluan transplantasi. Untuk menjamin
penentuan saat meninggal dunia seseorang secara obyektif, maka
penentuan ini dilakukan oleh dokter lain, yang tidak melaksanakan
transplantasi.
BAB VI “Pengambilan Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia Korban
Kecelakaan
Pasal 14
Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk
keperluan transplantasi atau Bank Mata dari korban kecelakaan yang
meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis keluarga yang
terdekat.
BAB VII “Donor”
Pasal 15
(1) Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan
tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang
bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang
merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi,
akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi.
(2) Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar,
bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya
arti dari pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak
atas sesuatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

2. Internasional

1. World Medical Association


World Medical Association mengadopsi sebuah pernyataan
tentang donasi organ dan jaringan pada Majelis Umum di Bangkok,
Thailand, Oktober 2012 yang menetapkan bahwa tahanan harus
memenuhi syarat untuk menyumbang setelah kematian hanya di mana:

a. Ada bukti bahwa ini mewakili keinginan dan perlindungan


mereka yang sudah lama ada dan dipertimbangkan ada untuk
mengonfirmasi hal ini.

b. Kematian mereka berasal dari sebab alamiah.

c. Organ disumbangkan ke kerabat dekat. Pernyataan lebih lanjut


menyatakan bahwa dalam yurisdiksi di mana hukuman mati
dipraktikkan, tahanan yang dieksekusi tidak boleh dianggap
sebagai donor organ dan / atau jaringan karena tidak mungkin
untuk menempatkan perlindungan yang memadai untuk
melindungi terhadap pemaksaan dalam semua kasus.

2. Istanbul Declaration

Deklarasi Istanbul ini berisi tentang “Perdagangan Organ dan


Transplantasi Pariwisata". Deklarasi tersebut menyatakan bahwa
“Warisan transplantasi terancam oleh perdagangan organ dan wisata
transplantasi.” Peserta dalam KTT Istanbul menyimpulkan bahwa
komersialisme transplantasi, pariwisata transplantasi, dan perdagangan
organ harus dilarang. Wisata transplantasi didefinisikan termasuk
perjalanan untuk transplantasi yang melibatkan perdagangan organ
atau komersialisme transplantasi.

3. WHO

WHO menyetujui Prinsip Panduan tentang Transplantasi Sel,


Jaringan dan Organ Manusia. Dua prinsip ini adalah ketertelusuran dan
transparansi. Ketertelusuran membutuhkan pengkodean untuk
mengidentifikasi jaringan dan sel yang digunakan dalam transplantasi.
Transparansi membutuhkan akses publik ke data tentang proses,
khususnya alokasi, kegiatan dan hasil transplantasi untuk penerima dan
donor hidup, serta data tentang organisasi, anggaran dan pendanaan.
Tujuannya adalah untuk memaksimalkan ketersediaan data untuk studi
ilmiah dan pengawasan pemerintah dan untuk mengidentifikasi risiko
dan memfasilitasi koreksi mereka.

4. Canadian Society of Transplantation and Canadian Society of


Nephrology

Mengeluarkan pernyataan kebijakan tentang Perdagangan


Organ dan Perdagangan Transplantasi yang terutama ditujukan kepada
para profesional Kanada yang merawat pasien yang mungkin pergi
atau mungkin pergi untuk transplantasi ke luar negeri. Kebijakan itu
memberikan:

a. Pasien yang merupakan kandidat untuk transplantasi harus


menerima informasi tentang bahaya dan masalah etika terkait
pariwisata transplantasi dan perdagangan organ. Pasien harus
diberitahu bahwa individu yang membeli transplantasi di luar
negeri berisiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi,
termasuk kematian, kegagalan organ, dan infeksi serius.

b. Pasien harus diberitahu bahwa mereka yang mendapatkan


transplantasi di luar negeri dapat menerima perawatan
suboptimal bahkan ketika mereka kembali ke Kanada. Salah
satu alasannya adalah dokumentasi dan komunikasi yang buruk
tentang prosedur transplantasi. Penyedia perawatan kesehatan
Kanada sering menerima sedikit atau dokumentasi transplantasi
komersial yang membuat perawatan pasca transplantasi
penerima transplantasi komersial menjadi lebih sulit. Alasan
kedua adalah bahwa pasien dipindahkan sebelum mereka stabil
secara klinis.
c. Penyedia layanan kesehatan harus memberi tahu pasien bahwa
masing-masing provinsi atau wilayah biasanya tidak akan
memperluas cakupan asuransi untuk biaya medis atau bedah
yang dikeluarkan oleh pasien di wilayah hukum di luar Kanada
terkait dengan transplantasi organ yang diperoleh melalui
pariwisata transplantasi.

d. Sebagai anggota komunitas medis, dokter memiliki tugas untuk


mencegah kerusakan pada orang lain. Pasien harus dididik
tentang bahaya yang mungkin datang kepada mereka yang
menyediakan organ melalui wisata transplantasi.

e. Kewajiban untuk melakukan apa yang menjadi kepentingan


terbaik pasien tidak termasuk kinerja penyelidikan dalam
persiapan untuk transplantasi organ yang dibeli. Dokter tidak
boleh meresepkan obat yang akan digunakan selama
transplantasi organ yang dibeli.

f. Dokter dapat memilih untuk tidak memberikan catatan medis


kepada pasien jika mereka percaya informasi tersebut akan
digunakan untuk mendukung transplantasi ilegal yang
dilakukan dalam sistem yang tidak diatur dan bahwa ada risiko
bahaya yang signifikan terhadap pasien atau penjual organ.

g. Dalam situasi non-darurat, dokter individu dapat memilih untuk


menunda perawatan dokter lain dari pasien yang mungkin telah
memperoleh organ melalui pariwisata transplantasi. Dokter
akan mendiskusikan pilihan mereka untuk menunda perawatan
pasca transplantasi ke dokter lain sebelum transplantasi untuk
menghindari harapan perawatan pasca transplantasi oleh
pasien. Ketika seorang dokter memilih untuk mentransfer
perawatan ke dokter lain, pasien harus diberikan pemberitahuan
yang masuk akal tentang keputusan dokter untuk memutuskan
hubungan dan untuk mentransfer perawatan ke dokter lain.
5. Natonal Health and Medical Reasearch Council – Australian
Government

Pemerintah Australia menyetujui tindakan transplantasi organ.


Hal ini harus dilakukan berdasarkan Ethical Guidelines yang berlaku.
Ethical Guidelines tersebut menyatakan bahwa proses pemindahan
organ harus didasari oleh kriteria klinis dengan tujuan untuk
mendapatkan hasil terbaik pada resipien dan juga pada penggunaan
sumber yang terbatas tersebut. Proses alokasi organ ini juga harus
bersifay transparan, adil dan sudah dijelaskan terlebih dahulu ke
resipien dan keluarganya.

Pemindahan juga dilakukan berdasarkan tingkat kebuntuhannya


dan identifikasi resipien yang potensial untuk menerima organ
tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah bahwa resiko
transplantasi harus lebih rendah dari keuntungan yang didapatkan oleh
resipien dan efek transplantasi harus lebih baik dibandingkan efek dari
terapi medis yang dapat dilakukan. Diskriminasi terhadap pemilihan
resipien seperti dalam hal ras, agama, kemampuan membayar, umur,
jenis kelamin, dan lain-lain tidak diperbolehkan. Organ yang tersedia
akan ditawarkan ke unit transplantasi di provinsi dimana proses donor
dilakukan dan apabila tidak terdapat resipien yang cocok maka organ
ditawarkan ke provinsi lain dan ke New Zealand.

C. Pandangan Agama

1. Kristiani

Paus mengemukakan di Roma menjelang Kongres International


Spesialis Transplanasi yang akan dihadiri oleh 5000 pakar transplantasi
organ tubuh. Paus mendukung transplantasi dan donasi organ tubuh. Ia
mengatakan bahwa “Perlu adanya upaya membangkitkan hati masyarakat,
terutama dalam hati kaum muda, penghargaan yang dalam dan tulus akan
kasih persaudaraan, yakni kasih yang di ekspresikan melalui keputusan
menjadi donor organ”. Paus mengecam keras penjualan dan perdagangan
organ tubuh manusia.

Paus berpendapat, tindakan mengkomersialisasikan organ tubuh


manusia sebagai tindakan yang secara moral tidak bisa diterima. Faktor
satu-satunya yang bisa diterima untuk melakukan transplantasi adalah
faktor medis. Menurut Paus bukan karena faktor usia seseorang, jenis
kelamin, ras, agama, tingkat sosial, sampah masyarakat atau karena
kriteria lain (Kompas, 31 Agustus 2000).

2. Hindu

Jeff. E. Zhorne menyatakan bahwa sejak awal abad ke-8, para ahli
bedah hindu telah melakukan transplantasi kulit untuk mengganti hidung
yang hilang karena penyakit sifilis, perang fisik atau hukuman atas suatu
kejahatan. Artinya, transplantasi organ telah dilakukan sejak lama.

3. Islam

Riwayat dari Abu Daud dari Abu Darda' bahwa Nabi SAW

bersabda:

"Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan


bagi setiap penyakit itu obatnya, Dari itu berobatlah kamu, tetapi jangan
berobat dengan yang haram!"(H.R Abu Dawud No. 3372).

Tujuan dari transplantasi tak lain adalah sebagai pengobatan dari penyakit
karena Islam sendiri memerintahkan manusia agar setiap penyakit diobati,
karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat mengakibatkan
kematian, sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa
21 usaha) adalah perbuatan terlarang, sebagai mana firman Allah dalam
Al- Qur’an Surah An-Nisa (4) ayat 29, yang artinya:

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah


Maha Penyayang kepadamu.”
Membahas mengenai Hukum Islam, maka dapat melihat hukum yang
berlaku di negara Arab sebagai referensi karena negara Arab memiliki
penduduk 100% muslim yang sudah dapat dipastikan menggunakan
Hukum Islam sebagai dasar aturan mereka. Negara Arab yang tegabung
dalam Gulf Cooperation Council (GCC) yaitu Bahrain, Kuwait, Oman,
Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah membentuk Komite Nasional
Transplantasi Organ atau NOTC National Organ Transplant Committee
berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 1045 Tahun 2009 yang mana
anggotanya adalah dokter dari berbagai sektor kesehatan serta ahli Hukum
Islam dan Sharia untuk membentuk peraturan yang terkait mengenai
transplantasi organ. Setelah melakukan peninjauan terhadap praktek yang
terbaik dilakukan di seluruh dunia dan aturan-aturan yang berlaku dalam
negara-negara yang tergabung dalam GCC, maka terbentuklah peraturan
yang secara garis besar mengatur berisi:

1. Memperbolehkan orang yang secara mental dan fisik sehat serta


berumur diatas 21 tahun untuk menjadi donor. Organ yang didonorkan
tersebut, tidak seharusnya membahayakan pendonor.

2. Aturan ini juga menegaskan untuk memperbolehkan menggunakan


donor mati. Orang mati dapat mewariskan ginjal, paru, pankreas dan
jantungnya untuk menyelamatkan orang lain. Untuk itu, pendonor
harus menuliskan 22 surat wasiat tersebut secara tertulis dan dengan
didampingi oleh dua orang saksi. Aturan ini juga memperbolehkan
pendonor merubah pendiriannya.

3. Aturan ini juga membolehkan donasi multi organ dalam tahap berbeda
dalam memenuhi kekurangan donasi organ internasional.

4. Buddha

Teori etik menurut agama Buddha tentang transplantasi organ pada


dasarnya masih kurang diketahui, berbeda dengan permasalahan lain
seperti aborsi. Hal ini disebabkan transplantasi organ muncul sebagai
akibat dari perkembangan teknologi medis yang belum ada pada saat teks
Buddhist dibuat. Oleh sebab itu, perspektif mengenai masalah-masalah
tersebut perlu dikaji terlebih dahulu mulai dari teori etik Buddhis secara
keseluruhan dan setelah itu barulah diambil kesimpulannya (Tsomo,
2006).

Menurut Bhikkhu Dr. Jotidhammo Mahathera, tidak terdapat


pelanggaran nilai moral saat donasi tubuh dan organ dilakukan. Hal ini
dikarenakan tindakan tersebut merupakan praktik nyata dari ajaran Buddha
(Gusti, 2017). Inti dari ajaran agama Buddha adalah untuk terbebas dari
penderitaan sehingga tindakan donor organ dianggap sebagai suatu
kemurahan hati. Dr. Desmond Biddulph sebagai ketua asosiasi Buddhis
mengatakan “Proses memberi adalah kebajikan tertinggi dalam agama
Buddha. Sang Buddha pada kehidupan sebelumnya memberikan tubuhnya
ke harimau yang tak mampu memberi makan anaknya karena kelaparan.
Kehilangan apa yang saya deritakan ketika saya memberi organ yang tidak
lagi saya butuhkan tersebut untuk memberi kehidupan kepada orang
lain?”. Sang Buddha mengajarkan bahwa tidak ada segala sesuatu yang
kekal dan semua bersifat sementara sehingga kepada tubuh kita sendiri
tidak boleh ada kemelekatan (NHS, 2012).
III. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pandangan menurut agama Kataolik menyatakan bahwa agama


Katolik menentang keras adanya transplantasi organ diluar faktor
medis. Pandangan agama Hindhu menganggap bahwa praktik
transplantasi organ boleh saja dilakukan. Pandangan agama Islam
menganggap bahwa praktik transplantasi organ boleh dilakukan
dengan ditambahkan regulasi atau ketentuan didalamnya. Pandangan
agam Buddha menganggap bahwa praktik transplantasi organ boleh
saja dilakukan.

2. Regulasi hukum international yang mengatur mengenai transplantasi


organ adalah World Medical Association, Istanbul Declaration, WHO,
Canadian Society of Transplantation and Canadian Society of
Nephrology, Natonal Health and Medical Reasearch Council –
Australian Government

3. Regulasi hukum nasional yang mengatur mengenai transplantasi


organ adalah UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Bab IV
“Upaya Kesehatan” dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta Trasnplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia

B. Saran

Berdasarkan pengumpulan data dan teori mengenai pandangan agama,


regulasi hukum nasional dan international mengenai transplantasi, dapat
dilihat bahwa sudah ada peraturan dan regulasi yang dikeluarkan baik
secara nasional dan international. Adanya pro dan kontra, serta munculnya
kasus transplantasi organ secara illegal dapat dijadikan sebuah acuan untuk
memikirkan mengenai regulasi-regulasi yang sudah ada dan
mengembangkanya agar praktik transplantasi organ tepat sasaran dan tidak
melenceng dari tujuan awal dilakukanya transplantasi organ yaitu sebagai
saran pengobatan secara medis.
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, C. M. 2007. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantanan


Zaman. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Amazine. 2017. Sejarah dan Asal-Usul Transplantasi Organ.


https://www.amazine.co. 15 Mei 2019.

Barnard, C. N. 1968. Human cardiac transplantation: an evaluation of the first two


operations performed at the Groote Schuur Hospital, Cape Town. Am J
Cardiol 22: 584-596.

Dolong, J., Marzuki M. dan Zulmaizarna. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu
Kedoteran dan Kesehatan 1. Departemen Agama RI, Jakarta.

Dolong, J., Marzuki, M. dan Zulmairzana. 2002. Islam untuk Disiplin Ilmu
Kedokteran dan Kesehatan I. Departemen Agama RI, Jakarta.

Ebrahim, A. F. M. 2004. Kloning, Euthanasia, Transfusi Darah, Transplantasi


Organ dan Eksperimen pada Hewan. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta.

Fatimah, N. I. 2018. Transplantasi organ tubuh manusia dalam perspektif hukum


kesehatan dan hukum islam. Naskah Skripsi S-1. Fakultas Hukum
Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Gani, R. A. dan Armansyah, Y. 2016. Penegakan hukum kasus jual beli organ
tubuh di Indonesia. Fenomena. 8(2) : 159-180.

Gusti. 2017. Membedah Pandangan Agama Soal Praktik Donor Transplantasi


Organ. https://ugm.ac.id/id/news/14435-membedah.pandangan.agama.
soal.praktik.donor.transplantasi.organ. 15 Mei 2019.

Handayani, T. Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Organ


Tubuh Manusia. Mandar Maju, Bandung.
Merdeka.com. 2016. Bareskrim dalami dugaan pelanggaran SOP transplantasi
ginjal. https://www.merdeka.com/peristiwa/bareskrim-dalami-dugaan-
pelanggaran-sop-transplantasi-ginjal.html. 15 mei 2019.

NHS. 2012. Organ Donation and Religious Belief: A Guide to Organ Donation
and Buddhist Beliefs. https://nhsbtdbe.blob.core.windows.net/umbraco-
assets-corp/11342/buddhism_and_organ_donation.pdf. 16 May 2019.

Ramadhana, A. 2015. Sosok Dunia Medis yang Berjasa Besar di Bidang


Kedokteran. https://www.brilio.net. 15 Mei 2019.

Sen, S. dan Ahuja, J. 2009. Trafficking in Women and Children, Myths and
Realities. Concept Publishing Company, New Delhi.

Simbolon, M. V. 2013. Transplantasi organ tubuh terpidana mati. Lex et Societatis.


1(1): 138-147.

Tsomo, K. L. 2006. Into the Jaws of Yama, Lord of Death: Buddhism, Bioethics
and Death. State University of New York, Albany.

Anda mungkin juga menyukai