Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Katarak masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan sosial
ekonomi yang serius bagi setiap negara. Pada 2020, WHO mencatat kondisi
kebutaan di dunia khususnya di negara berkembang jumlahnya diperkirakan
akan meningkat hingga mencapai 55 juta jiwa. Indonesia menjadi negara
tertinggi di Asia Tenggara dengan angka sebesar 1,5%. Padahal, 75% kebutaan
di dunia dapat dicegah dan diobati. Jumlah dokter mata di Indonesia sekitar 1160
orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia yang besar tidaklah cukup untuk
melayani semua penduduk (Soehardjo, 2004).
Masalah kebutaan menurut WHO apabila kebutaan lebih dari 1% bukan
hanya masalah kesehatan tetapi sudah menjadi masalah sosial. Yang harus kita
ketahui Indonesia sebagai negara tropis dengan paparan sinar UV menyumbang
penderita katarak di usia produktif yaitu sekitar 45 tahun, bila dibandingkan
negara-negara seperti USA yang angka kejadian katarak mulai usia 60 tahun.
Jadi kejadian katarak di Indonesia lebih cepat 10-15 tahun daripada negara lain
(Warta Pedia, 2011).
Katarak merupakan kelainan mata yang ditandai dengan kekeruhan
lensa, terutama disebabkan oleh proses degenerasi yang berkaitan dengan usia.
Namun demikian katarak dapat juga disebabkan oleh proses radang intraocular,
trauma, infeksi dalam kandungan, dan factor keturunan. Selain itu katarak dapat
disebabkan karena kondisi tertentu, misalnya diabetes mellitus, merokok,
hipertensi, peningkatan asam urat serum, radiasi UV, kekurangan anti oksidan
dan lain-lain (Soehardjo, 2004).
Masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15
tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah subtropik. Di Amerika
Serikat kelompok usia 40-45 tahun yang dilakukan operasi katarak hanya 2%,
dan lebih dari 50% dioperasi pada usia di atas 75 tahun (Congdon at al, 2004).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Katarak adalah kelainan pada lensa berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Kata katarak berasal dari
Yunani “katarraktes” (air terjun) karena pada awalnya katarak dipikirkan sebagai
cairan yang mengalir dari otak ke depan lensa(Widyasari, 2010).
Katarak merupakan keadaan dimanaterjadi kekruhan pada serabut atau bahan
lensa di dalam kapsul mata. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana
lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolism normal lensa yang dapat timbul
pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa
masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan
telah memulai proses degenerasi. Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan
berikut:
1. Katarak perkembangan(developmental) dan degenerative
2. Katarak congenital, juvenile, dan senile
3. Katarak komplikata
4. Katarak traumatic
Berdasarkan usia pasien katarak dapat dibagi dalam:
1. Katarak congenital, katarak terlihat pada usia dibawah 1 tahun
2. Katarak juvenile, katarak yang terlihat pada usia diatas 1 tahun dan di bawah
40 tahun
3. Katarak persenil, katarak sesudah usia 30-40 tahun
4. Katarak senile, katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun

B. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degenerative atau bertambahnya
usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun ke atas.
Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus
pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi:
1. Factor keturunan
2. Cacat bawaan sejak lahir
3. Masalah kesehatan, misalnya diabetes
4. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid
5. Gangguan metabolism seperti DM
6. Gangguan pertumbuhan
7. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama
8. Rokok dan alcohol
9. Operasi mata sebelumnya
10. Trauma/ kecelakaan pada mata
Factor-faktor yang lainnya yang belum diketahui

C. Faktor Risiko
1. Tiga faktor resiko utama penyebab kebutaan pada katarak
a. Pertambahan usia
Faktor usia merupakan faktor yang tak dapat dielakkan. Sekitar 50% orang
yang mencapai usia 65 tahun memiliki pelapisan di lensa matanya.
b. Merokok
Menurut Departemen Kesehatan RI, rokok dapat memperparah kondisi
mata. Para perokok beresiko 40% lebih tinggi untuk menderita katarak.
Rokok menyebabkan katarak dengan 2 cara yaitu:
1) Mengiritasi mata
2)Melepaskan senyawa kimia ke paru-paru yang kemudian ikut aliran
darah menuju mata (Hartono, 2010).
c. Paparan sinar ultraviolet
2. Faktor lain yang meningkatkan resiko katarak
a. Keturunan
b. Diabetes
c. Bekas luka mata atau peradangan
d. Bekas operasi mata
e. Pemakaian kortikosteroid berkepanjangan
f. Paparan sinar ultraviolet yang berlebihan
g. Penyinaran radiasi ion

D. Tanda dan Gejala


Katarak berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri disertai
gangguan penglihatan yang muncul secara bertahap.
1. Penglihatan kabur dan berkabut
2. Fotofobia
3. Penglihatan ganda
4. Kesulitan melihat di waktu malam
5. Sering berganti kacamata
6. Perlu penerangan lebih terang untuk membaca
7. Seperti ada titik gelap didepan mata

Gejala Klinis katarak menurut tempat terjadinya sesuai anatomi lensa :


1. Katarak Inti/Nuclear
a. Menjadi lebih rabun jauh sehingga mudah melihat dekat ,dan untuk melihat
dekat melepas kaca matanya
b. Penglihatan mulai bertambah kabur atau lebih menguning , lensa akan lebih
coklat
c. Menyetir malam silau dan sukar
2. Katarak Kortikal
a. Kekeruhan putih dimulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan
b. Penglihatan jauh dan dekat terganggu
c. Penglihatan merasa silau dan hilangnya penglihatan kontra
3. Katarak Subscapular
a. Kekeruhan kecil mulai dibawah kapsul lensa, tepat jalan sinar masuk
b. Dapat terlihat pada kedua mata
c. Mengganggu saat membaca
d. Memberikan keluhan silau dan ”halo” atau warna sekitar sumber cahaya
e. Mengganggu penglihatan (Widyasari, 2010).

E. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan
posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari
badan silier ke sekitar daerah di luar lensa misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya
ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang
dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM,
namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki
dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal
karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan
penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya
katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan
asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

F.

G. Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien
melaporkan gejala berupa keluhan penurunan tajam penglihatan secara progresif
(seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakan-akan melihat
asap dan pupil mata seakan-akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak
telah matang pupil akan tampak benar-benar putih, reflek cahaya pada mata menjadi
negative.
Bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat
menimbulkan komplikasi berupa glaucoma dan uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
2. Peka terhadap sinar atu cahaya
3. Dapat melihat doble pada satu mata
4. Memerlukan pencahahayaan yang terang untuk dapatmembaca
5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu

H. Komplikasi
1. Kerusakan endotel kornea
2. Sumbatan pupil
3. Glukoma
4. Perdarahan
5. Fistula luka operasi
6. Edema macula sistoid
7. Uveitis
8. endoftalmus

I. Pemeriksaan Penunjang (Ilyas, 2006) :


1. Kartu mata/snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan). Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi
penglihatan setiap mata secara terpisah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
menggunakan kartu snellen maupun secara manual yaitu menggunakan jari
tangan.
2. Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15-20 mmHg
3. Pemeriksaan oftalmoskopi
Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat yang pacat
atropi, tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan peripapilar
4. Pemeriksaan darah lengkap, LED
5. Pemeriksaan EKG
6. Tes toleransi glukosa
7. Uji dry eye
Pemeriksaan mata kering atau dry eye termasuk penilaian terhadap lapis film air
mata (tear film), danau air mata (teak lake), dilakukan uji break up time
tujuannya yaitu untuk melihat fungsi fisiologik film air mata yang melindungi
kornea. Penilaiannya dalam keadaan normal film air mata mempunyai waktu
pembasahan kornea lebih dari 25 detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik
menunjukkan film air mata tidak stabil.
8. Keratometri (pegukuran kornea)
Keratometri tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea, tear lake juga
dapat dilihat dengan cara focus kita alihkan kearah lateral bawah, secara
subjektif dapat dilihat tear lake yang kering atau yang terisi air mata.
9. Tonometri digital palpasi
Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau
sulit dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea. Pada
cara ini diperlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif,
tekanan dapat dibandingkan dengan tahahan lentur telapak tangan dengan
tahanan bola mata bagian superior.

J. Penatalaksanaan
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital merupakan katarak yang terjadi sejak bayi dalam
kandungan dan segera dapat terlihat sesudah bayi lahir. Korteks dan nukleus
lensa mata bayi mempunyai konsistensi yang cair. Bila kekeruhan lensa sudah
demikian berat sehingga fundus bayi sudah tidak dapat dilihat pada funduskopi
maka untuk mencegah ambliopia dilakukan pembedahan secepatnya. Katarak
kongenital sudah dapat dilakukan pembedahan pada usia 2 bulan pada satu mata.
Paling lambat yang lainnya sudah dilakukan pembedahan bila bayi berusia 2
tahun (Widyasari, 2010).
Sekarang dilakukan pembedahan lensa pada katarak kongenital dengan
melakukan di sisi lensa. Di sisi lensa ialah menyayat kapsul anterior lensa dan
mengharapkan masa lensa yang cair keluar bersama akuos humor atau
difagositosis oleh makrofag. Biasanya sesudah beberapa waktu terjadi
penyerapan sempurna masa lensa sehingga tidak terdapat lensa lagi, keadaan ini
disebut afakia.
Masa lensa yang telah keluar dari kapsulnya merupakan benda asing
untuk jaringan mata sehingga menimbulkan reaksi radang terhadap masa lensa
tubuh sendiri yang disebut uveitis fakoanafilaktik. Kadang-kadang massa lensa
yang keluat ini mengakibatkan penyumbatan jalan keluar akuos humor pada
sudut bilik mata sehingga terjadi pembendungan akuos humor di dalam bola
mata yang akan mengakibatkan naiknya tekanan bola mata yang disebut
glaukoma sekunder. Bila sisa lensa tidak diserap seluruhnya dan menimbulkan
jaringan finrosis akan terjadi katarak sekunder. Katrak sekunder yang kecil
walaupun terletak di depan pupil dapat tidak akan mengganggu tajam
penglihatan. Kadang-kadang katarak sekunder ini sangat tebal sehingga
mengganggu perlihatan maka dalam keadaan demikian dapat dilakukan di sisi
lensa.
2. Pembedahan Katarak Senil
Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Untuk menentukan
waktu kapan katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan
dan bukan oleh hasil pemeriksaan. Digunakan nama insipien, imatur, dan
hipermatur didasarkan atas kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat terjadi.
Bila pada stadium imatur terjadi glaukoma maka secepatnya dilakukan
pengeluaran lensa walaupun kekruhan lensa belum total. Demikian pula pada
katarak matur dimana bila masuk ke dalam stadium lanjut hipermtur maka
penyulit mungkin akan tambah berat dan sebaiknya pada stadium matur sudah
dilakukan tindakan pembedahan.Ekstraksi lensa sebenarnya suatu tindakan yang
sederhana, namun resikonya berat. Kesalahan pada tindakan pembedahan atau
terjadinya infeksi akan mengakibatkan hilangnya penglihatan tanpa dapat
diperbaiki lagi. Pembedahan biasanya dengan anestesi lokal. Hanya orang-orang
yang tidak tenang, neurosis atau takut dilakukan dalam narkosa umum.
Pembedahan katarak senil dikenal 2 bentuk yaitu intrakapsular atau
ekstrakapsular. Ekstraksi katarak intrakapsular merupakan tindakan umum pada
katarak senil karena bersamaan dengan proses degenerasi lensa juga terjadi
degenerasi zonula Zinn sehingga dengan memutuskan zonula ini dengan
menarik lensa, maka lensa dapat keluar bersama-sama dengan kapsul lensa.
Katarak ekstraksi ekstrakapsular dilakukan dengan merobek kapsul anterior
lensa dan mengeluarkan dilakukan pada katarak senil bila tidak mungkin
dilakukan intrakapsular misal pada keadaan terdapatnya banyak sinekia posterior
bekas suatu uveitis sehingga bila kapsul ditarik akan mengkibatkan penarikan
kepada iris yang akan menimbulkan perdarahan.
Ekstrakapsular sering dianjurkan pada katarak dengan miopia tinggi
untuk mencegah mengalirnya badan kaca yang cair keluar, dengan
meninggalkan kapsul posterior untuk menahannya. Pada saat ini ekstrakapsular
lebih dianjurkan pada katarak senil untuk mencegah degenerasi makula pasca
bedah. Cara lain mengeluarkan lensa yang keruh adalah yang keruh adalah
dengan terlebih dahulu menghancurkan masa lensa dengan gelombang suara
frekuensi tinggi (40.000 MHz), dan masa lensa yang sudah seperti bubur dihisap
melalui sayatan yang lebarnya cukup 3.2 mm. Untuk memasukkan lensa
intraokular yang dapat dilipat (foldable IOL) lubang sayatan tidak selebar
sayatan pada ekstraksi katarak ekstrakapsulat. Keuntungan bedah dengan
sayatan kecil ini adalah penyembuhan yang lebih cepat dan induksi terjadinya
astigmatismat akan lebih kecil (Widyasari, 2010).
Persiapan bedah katarak dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan,
Uji Anel, Tonometri dari ada atau tidak adanya infeksi di sekitar mata.
Pemeriksaan keadaan umum penderita sebaiknya sudah terkontrol gula darah,
tekanan darah selain penderita sudah diperiksa paru untuk mencegah
kemungkinan batuk pada saat pembedahan atau pasca bedah (Widyasari, 2010).

Pengkajian
a. Biodata (Nama, Umur, Jenis Kelamin)
b. Keluhan Utama ( biasanya klien mengeluh blurred vision(pandanganabur)tanpa
nyeri, pandangan berkabut, fotofobia, diplopia pada satu mata, mata berair,
pandangan jelas pada malam hari.)
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Dapat ditanyakan pada klien apakah pernah atau sedang mengalami penyakit
yang dapat menyebabkan penyakit katarak, atau pun tindakan atau kejadian
yang dapat menyebabkan penyakit katarak.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Klien datang ke poliklinik dan oleh dokter disarankan untuk dilakukan
operasi.
b) Riwayat pekerjaan, pada pekerjaan laboratorium atau yang berhubungan
dengan bahan kimia atau terpapar radioaktif/sinar-X
c) Riwayat psikososial
Klien menanyakan makan yg terbaik bagi dirinya, menunjukan adanya
kecemasan pada pasien.
d. Riwayat penyakit keluarga
Dapat ditanyakan pada klien apakah ada anggota keluarga yang mempunyai
riwayat penyakit yang sama.
e. Riwayat spiritual
Bagaimana keyakinan klien terhadap kesembuhan penyakitnya?
f. Riwayat kesehatan lain
1) Aktifitas Istirahat
Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2) Neurosensori
Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyababkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/merasa diruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak
lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kacamata, pengobatan
tidak memperbaiki penglihatan, fotofobia (glukoma akut). Tanda : Tampak
kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan
merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma darurat, peningkatan air
mata. Nyeri / Kenyamanan Ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tiba-
tiba/berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kartu mata snellen /mesin telebinokuler(Tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan
ke retina atau jalan optik.
2) Lapang Penglihatan : mengalami penurunan mungkin karena massa tumor,
karotis, glukoma.
3) Pengukuran Tonografi : mengkaji tekanan intraokuler (TIO) (Normal: 12 – 25
mmHg)
a) Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
b) Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng
optik, papiledema, perdarahan.
c) Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik
/ infeksi.
d) EKG, kolesterol serum, lipid
h. Pemeriksaan tambahan
1) Tes toleransi glukosa
2) Geneoskopi : Pemeriksaan sudut terbuka dan tertutup.

DIAGNOSE KEPERAWATAN YANG MUNCUL


a. Diagnosa
Pre operasi
1) Resiko cedera berhubungan dengan adanya pandangan kabur
2) Kecemasan berhubungan dengan adanya pandangan kabur, fotofobia,
diplopia

Pasca operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
NURSING CARE PLANING

Pre op

No Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
1 Resiko Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam klien  Anjurkan klien untuk menggunakan peralatan adaptif (tongkat
cedera dapat menggunakan penglihatan dengan walker) untuk ambulasi sesuai kebutuhan
berhubungan optimal  Beritahu klien agar tidak meraih benda untuk stabilitas saat
dengan Dengan kriteria hasil: ambulasi
adanya NO INDIKATOR AWAL TUJUAN
1 Pasien akan  Tekankan pentingnya menggunakan pelindung mata saat
pandangan
berpartisipasi melakukan aktivitas beresiko tinggi.
kabur
dalam program  Anjurkan menggunakan teknik manajemen stress contoh,
pengobatan bimbingan imajinasi,visualisasi,napas dalam dan latihan
2 Pasien akan relaksasi
mempertahankan
lapang o Memmberikan sumber stabilitas
ketajaman
penglihatan
tanpa kehilangan
lebih lanjut.

1 = Tidak pernah
2 = Jarang
3 = Kadang-kadang
4 = Sering
5 = Konsisten menunjukkan

2 Kecemasan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24  Kaji tingkat ansietas


jam, diharapkan cemas klien teratasi, dengan
berhubungan
kriteria:
 Berikan informasi yang jujur dan akurat. Diskusikan bahwa
dengan
Indikator Skala Skala pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan
adanya
awal tujuan penglihatan tambahan
pandangan Mengungkapkan
kabur, kecemasan
Mengontrol  Identifikasi sumber atau orang yang menolong
fotofobia, kecemasan
diplopia Vital sign dalam batas o Factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap
normal
Postur tubuh, ekspresi ancaman diri, potensial siklus ansietas, dan dapat
wajah menunjukkan mempengaruhi upaya medic untuk mengontrol TIO.
penurunan kecemasan
Keterangan: 1 (kuat), 2 (berat), 3 (sedang), 4
(ringan), 5 (tidak ada)
Pasca bedah

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaPAIN MANAGEMENT:
berhubungan 2x24 jam diharapkan nyeri teratasi, kriteria hasil: - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dengan agen NOC : Pain level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
injuri fisik Indikator awal target Akhir kualitas, dan faktor presipitasi
Melaporkan adanya - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nyeri
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Luas bagian tubuh
yang terpengaruh mengetahui pengalaman nyeri pasien
Frekuensi nyeri - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Panjangnya episode - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
nyeri - Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pernyataan nyeri - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Ekspresi wajah - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri
menahan nyeri seperti nafas dalam, terapi genggam jari, distraksi dll
Posisi tubuh
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
protektif
Kurangnya istirahat - Tingkatkan istirahat
Ketegangan otot
Perubahan pada
frekuensi pernafasan
Perubahan pada nadi
Perubahan tekanan
darah
Keringat berlebih
Kehilangan selera
makan
Keterangan:
1. Kuat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2 Resiko infeksiSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3  Gunakan atau tunjukkan teknik yang tepat untuk
x 24 jam pasien tidak mengalami infeksi dengan
berhubungan membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisuue
kriteria hasil:
dengan No Indikator Awal Akhir basah aau bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan.
prosedur 1. Klien bebas dari tanda  Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum
dan gejala infeksi
invasif 2. Menunjukkan menyentuh atau mengobati mata.
kemampuan untuk
mencegah timbulnya  Tekankan pentingnya tidak menyentuh atau menggaruk
infeksi
3. Jumlah leukosit dalam mata yang di operasi
batas normal
4. Menunjukkan perilaku  Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan bebas dari
hidup sehat
5. Status imun, kontaminasi dunia luar
gastrointestinal,
genitourinaria dalam  Teknik aseptic menurunkan risiko penyebaran bakteri
batas normal
Keterangan: atau kontaminasi silang
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA

Congdon N, West SK, Buhrmann RR. 2001. Prevalence of the different types of age-
related cataract in an African population. Invest Ophthalmol Vis Set 42:2478-
82
http://4ners.wordpress.com/2009/10/28/katarak/. Diakses tanggal 12 Desember 2011
http://nnpetc.blogspot.com/2011/01/lp-katarak.html. Diakses tanggal 12 Desember
2011
Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Buku Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
Prasetya, Krhisna, Renaldi Faizhal, Thisha Patricia. (2011). Refarat Katarak. Bandung:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Prasetyo, Hartono. (2010). Katarak – Resiko Tersembunyi dari


Global Warming.http://infosehat09hartonoprasetyo. wordpress.com/
2010/02/14/katarak-%E2%80%93-resiko-tersembunyi-dari-global-
warming/. Diases tanggal 14 Desember 2011

Smeltzer, S., M. dan Bare, B., G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddart edisi 8 vol.3. Jakarta: EGC
Soehardjo. 2004. Kebutaan Katarak: Faktor-faktor Risiko, Penanganan Klinis, dan
Pengendalian. Yogyakarta: UGM
Warta Pedia. Katarak : Penderita Meningkat 2 Kali Lipat di Tahun 2020.
http://wartapedia.com/kesehatan/medis/3332-katarak--penderita-meningkat-2-
kali-lipat-di-tahun-2020.html. Diakses tanggal 14 Desember 2011
Widyasari, J. (2010). Laporan Katarak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Muhamadiyah
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai