Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bioteknologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup


(bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol)
dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan
bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan
murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia,
matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang
menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.
Berkembangnya bioteknologi ini tidak lepas dari peranan mikroba. Mikroba
merupakan organisme yang berukuran kecil yang tidak kasat mata Mikroba sering disebut
jasad renik karena ukurannya yang kecil (kurang dari 0,1 mm), sehingga sukar dilihat dengan
mata biasa, umumnya hanya dapat dilihat dengan alat pembesar atau mikroskop, ada mikroba
yang berukuran besar sehingga dapat dilihat tanpa alat pembesar, pengaturan kehidupannya
yang lebih sederhana dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi. Adapun berbagai macam
mikroba antara lain jamur mikroskopis, protozoa, bakteri, dan virus.
Berbicara mengenai biofilm seharusnya tidak asing lagi bagi kita semua. Biofilm
terdapat di sekitar kita, baik dalam tubuh kita maupun dilingkungan sekitar kita. Biofilm
merupakan kumpulan mikroorganisme yang terus tumbuh di sebuah permukaan. Contoh
sederhana adalah karang yang tumbuh pada gigi kita merupakan salah satu bentuk biofilm.
Biofilm adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu lingkungan
kehidupan yang khusus dari sekelompok mikroorganisme, yang melekat ke suatu permukaan
padat dalam lingkungan perairan. Hal ini membentuk mikro lingkungan dimana
mikroorganisme dalam biofilm berbeda secara struktural maupun fungsional dengan yang
hidup bebas (planktonik).
Biofilm memberi dampak kepada berbagai kehidupan sehari-hari, oleh sebab itu
penelitian mengenai biofilm menjadi penting. Biofilm dapat tumbuh di berbagai permukaan,
termasuk batu dan air, gigi, makanan, pipa, alat-alat medis dan jaringan implant. Walaupun
biofilm biasanya mengakibatkan kerugian seperti infeksi, adakalanya biofilm juga
menguntungkan. Contohnya, biofilm dapat untuk memurnikan air dengan cara menguraikan
senyawa-senyawa berbahaya dalam perairan. Sedangkan efek negatif biofilm diantaranya
adalah kontaminasi air, makanan, gangguan terhadap alat pendistribusian panas, dan
kontaminasi peralatan medis serta jaringan implant seperti infeksi jantung buatan. Dampak
ini sudah menjadi perhatian banyak peneliti dari negara-negara maju seperti Amerika,
Australia, Inggris terutama bidang-bidang terkait dengan mikrobiologi untuk menggali proses
terjadinya biofilm, keanekaragaman spesies, faktor-faktor pemacu, akibat dan pengendalian
biofilm.
Masalahnya sekarang seberapa jauh para peneliti menyadari fakta tentang biofilm
sehingga akan dapat memfokuskan penelitian-penelitian terutama mikrobiologi dengan
merujuk kepada fakta yang sudah ada tentang biofilm. Karena akan dapat dikacaukan oleh
banyak penelitian selama ini yang berdasarkan kepada sel mikroorganisme yang planktonik
terutama yang bertujuan untuk pengendalian serta pemanfaatan. Sedangkan bentuk
kehidupan yang dominan dari mikroba di alam adalah dalam bentuk biofilm (lebih dari
90%). Selain itu biofilm mempunyai keunggulan dibandingkan sel planktonik dimana dia
lebih tahan terhadap bahan antimikroba, temperatur, pH dan lainnya sampai beberapa ribu
kali. Maka akan sangat efektif bila pengendalian dan pemanfaatan mikroba dilakukan
terhadap mikro lingkungan biofilm ini. Dalam bidang bioteknologi, peranan biofilm sangat
penting, sebab adanya biofilm ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari rekayasa
bioteknologi.
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini akan dibahas lebih jauh
pengertian biofilm, proses pembentukannya pembentukan, peranannya dalam kehidupan
manusia dan lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Biofilm

Bakteri yang hidup bebas (planktonik) dalam perairan di alam akan cenderung untuk
melekat ( sesil ) ke berbagai macam permukaan baik abiotik maupun biotik. Pelekatan ini
didukung berbagai faktor diantaranya oleh
matrik ekstrasellular. Di alam, bakteri yang
melekat ini jumlahnya jauh lebih besar dari
yang hidup bebas (Costerton, 1995). Walaupun
banyak bakteri dapat hidup dengan bebas di
alam, yang sering disebut dengan istilah
planktonik, tetapi terdapat pula bakteri
melekat pada suatu permukaan dengan
memproduksi substansi ekstraselulerGambar. Biofilm (secara mikroskopis)
polisakarida (Dearcon, 1997). Bakteri yang melekat ini akan membentuk mikro koloni, yang
0
akan mengatur perkembangan membentuk biofilm. Pada awalnya mungkin hanya tersusun
satu tipe bakteri saja, tetapi seiring perkembangannya akan tersusun beberapa tipe
bakteri yang hidup dalam komunitas yang kompleks. Faktanya hampir pada setiap
permukaan yang terpapar cairan dan nutrien akan ditumbuhi mikroorganisme. Contoh umum
dari biofilm adalah pada gigi kita. yang mengatur perkembangan lubang gigi (dental caries)
ketika bakteri seperti Streptococcus mutans menguraikan senyawa gula menjadi asam-asam
organik. Biofilm juga ditemukan pada zat padat. Biofilm ditemukan pada permukaan tangki
air, pipa, alat pembedahan, dimana bakteri melekat kuat. Disinfektan tidak mampu dengan
mudah menembus matriks polisakarida (Dearcon, 1997).
Biofilm adalah lapisan yang merupakan koloni dari konsorsium mikroba yang
menempel dan menutupi suatu permukaan benda padat di lingkungan berair. Para ahli
mikrobiologi memperkirakan bahwa biofilm adalah cara hidup mikroorganisme yang
dominan dibandingkan dengan cara hidup melayang-layang di dalam cairan atau planktonis
(Helianti, 2007). Turner (2006) menjelaskan bahwa biofilm merupakan sebuah struktur
komunitas dari bakteri, algae atau jenis sel lainnya yang menghasilkan matriks polimerik dan
melekat pada permukaan. Bakteri kebanyakan hidup sesil (pada suatu permukaan),
membentuk komunitas kehidupan jika memungkinkan, yang dapat memberikan keuntungan
lebih dibanding hidup secara planktonik. Secara fisik, keberadaan biofilm dapat dicirikan
sebagai berikut (Bukhari, 2006)
a) Jarak ketebalan dari beberapa mikron sampai lebih dari 1000 mikron.
b) Permukaan tidak rata (kasar)
c) Spesies heterogen
d) Tersusun dari dua bagian, yaitu dasar biofilm dan permukaan biofilm.
Jamilah (2003) menjelaskan bahwa biofilm merupakan sebuah kumpulan yang
kompleks dari mikroorganisme (bakteri) yang melekat pada substrat padat. Biofilm biasanya
ditandai dengan struktur yang beranekaragam, keberagaman genetik, interaksi komunitas
yang kompleks, dan matriks ektraselulernya berupa substansi polimerik.
Biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme yang melekat erat ke suatu permukaan
sehingga berada dalam keadaan diam (sesil), tidah mudah lepas atau berpindah tempat
(irreversible). Pelekatan ini seperti pada bakteri disertai oleh penumpukan bahan-bahan
organik yang diselubungi oleh matrik polimer ekstraseluller yang dihasilkan oleh bakteri
tersebut. Matrik ini berupa struktur benang-benang bersilang satu sama lain yang dapat
berupa perekat bagi biofilm.
Biofilm terbentuk khususnya secara cepat dalam sistem yang mengalir dimana
suplai nutrisi tersedia secara teratur bagi bakteri. Pertumbuhan bakteri secara ekstensif
disertai oleh sejumlah besar polimer ekstraseluller, menyebabkan pembentukan lapisan
berlendir (biofilm) yang dapat dilihat dengan kasat mata pada permukaan baik biotik seperti
daun dan batang tumbuhan air, kulit hewan-hewan air maupun abiotik seperti batu-batuan,
bagian bawah galangan kapal serta pada tempat lainnya.
Walaupun banyak bakteri dapat tumbuh pada keadaan bebas (free-living) atau
planktonik, secara umum bakteri melekat ke suatu permukaan dengan menghasilkan
polisakarida ekstra seluller (EPS) atau pada beberapa kasus dengan menggunakan holdfast.
Pelekatan ini menghasilkan mikro koloni, sebagai awal perkembangan biofilm yang dimulai
dari satu sel tapi sering berkembang menjadi beberapa bakteri membentuk multilayers
dengan matrik yang hidup pada komunitas komplek. Dalam kenyataannya, hampir semua
permukaan berhubungan dengan cairan dan nutrisi akan dikoloni oleh mikroorganisme.
Contoh klasik dari biofilm adalah yang terdapat pada gigi, mengawali
pembentukan gigi berlubang (dental caries) bilamana bakteri seperti Streptococcus mutan
memecah gula menjadi asam-asam organik. Untuk dapat melihat biofilm lebih dekat dapat
dilakukan dengan cara tidak membersihkan pipa kamar mandi seminggu atau pada bebatuan
pada aliran sungai di pegunungan. Biofilm juga biasa ditemukan pada badan kapal, peralatan
medis, kontak lensa (contact lenses), pipa pada industri minyak, serta saluran-saluran yang
tersumbat. Selain itu, biofilm juga ditemukan di tempat-tempat (lingkungan) yang ekstrim,
seperti di daerah kutub, lingkungan dengan kadar garam yang sangat tinggi, daerah beracun
atau kotor, sumber air panas serta di daerah dengan kadar asam yang tinggi.
2.2 Proses Terbentuknya Biofilm
Bakteri di habitat alamiah umumnya dapat hidup dalam dua lingkungan fisik yang
berbeda:
1. Keadaan planktonik, berfungsi secara individu
2. Keadaan diam (sesil) dimana dia melekat ke suatu permukaan membentuk
biofilm dan berfungsi sebagai komunitas yang bekerjasama dengan erat.
Kepadatan populasi yang rendah adalah karakteristik umum dari komunitas
planktonik pada ekosistem mikroba di alam. Keadaan oligotropik dari ekosistem ini
mendapatkan ketidakcukupan masukan nutrisi untuk mendukung aktivitas mikroba. Jika
kepadatan populasi rendah, kompetisi antara bakteri secara individu untuk tempat, oksigen,
serta faktor-faktor pembatas lainnya hanya sedikit. Pada keadaan planktonik, kesempatan
bagi induvidu untuk terpisah dari komunitas, khususnya oleh arus dalam medium berair,
relatif lebih besar. Hal ini juga dialami oleh bakteri yang motil, termasuk respon kemotatis
yang sesuai dengan gradien nutrisi.
Pada medium air, bakteri oligotropik tumbuh secara aktif walaupun lambat,
diantaranya tidak dapat mengambil makanan yang cukup untuk mendukung pertumbuhan
lalu hanya bertahan pada keadaan kekurangan nutrisi. Keadaan ini memberikan beberapa
kesimpulan adanya kemampuan bakteri untuk bertahan (revert) dalam keadaan diam
(sesil). Seringkali kekurangan nutrisi disertai oleh mengecilnya ukuran dan respirasi
endogenous, peningkatan hidrofobisitas permukaan sel dan meningkatkan pelekatan.
Faktor ini membuat bakteri cenderung melekat ke permukaan padat, dimana kesempatan
untuk mendapatkan nutrisi lebih tinggi.
Secara sederhana, siklus hidup bakteri biofilm dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama-tama terjadi penyisipan dari bakteri plaktonik pada suatu permukaan atau dari
perpindahan atau pembelahan sel untuk menutupi suatu permukaan yang kosong.
Selanjutnya bakteri ini akan memproduksi kelompok senyawa polisakarida yaitu substansi
polimerik ekstraseluler (EPS) untuk perlekatan sel pada permukaan. Tahap selanjutnya
adalah terjadi penambahan secara terus produksi substansi polimertik estraseluler (EPS).
Selanjutnya sel bakteri akan melakukan pembelahan (reproduksi) guna memperbanyak
jumlah dan mempertebal komposisi biofilm. Tahap terakhir adalah beberapa bakteri akan
melakukan perpindahan untuk membentuk biofilm yang baru, sehingga lama-kelamaan
jumlah biofilm akan semakan banyak dan membesar.
Proses terbentuknya biofilm dibagi menjadi 5 tahap (Maier,2009) :
 Tahap pelekatan awal : pada tahap ini mikroba meleket pada permukaan benda padat
dengan perantara fili (rambut halus). Contoh bakteri yang dapat melekat dan
membentuk koloni adalah Pseudomonas aeruginosa, bakteri gram negatif dengan
molekul sinyal utama homoserin lakton. Pelekatan awal ini disebabkan oleh
hydrophobik (tidak larut air,larut diminyak) dan elektrostatik(medan listrik statik).
 Tahap pelekatan permanen : mikroba semakin menempel dengan diprakarsai oleh
matriks polimer ekstraseluler dengan
bantuan eksopolisakarida (EPS).
Contoh : pada tahap 2 P.aeruginosa
akan berubah menjadi fase flagella.
 Maturasi I : Terjadi penarikan pada
bakteri lain membentuk polisakarida
ekstraseluler dan sel bakteri terus
tumbuh dan berkembang. Pada tahap
ini ketebalan biofilm lebih dari 10
µm. Contoh : pada bakteri
P.aeruginosa akan berubah menjadi
Type IV pili flagella.
 Maturasi II : Pada tahap ini ketebalan biofilm mencapai 100 mm. Bakteri yang
terakumulasi membentuk beberapa lapisan. Bakteri yang ada dilapisan dalam akan lebih
terlebih terlindungi dari pada bakteri yang berada pada lapisan luar. Koloni ini akan
membentuk nutriennya sendiri, karena bakteri yang mati dapat menjadi nutrien bagi
yang hidup.
 Dispersi : Pada tahap ini biofilm yang sudah terbentuk dapat mengalami pelepasan sel
secara erosi atau sloghing. Erosi terjadi secara berkala karena geseran dari cairan yang
mengalir. Sloughing adalah pelepasan banyak sel yang terjadi secara acak karena
adanya perubahan dalam medium pertumbuhan.
Beberapa sel pada populasi yang berbeda dari bakteri planktonik menempel ke
berbagai macam permukaan. Pada medium cair yang mengalir, bakteri yang melekat
memperoleh akses ke sumber nutrien yang berkelanjutan yang dibawa oleh aliran medium.
Di laboratorium ditemukan bakteri yang kekurangan nutrien, setelah melekat ke permukaan,
tumbuh menjadi ukuran yang normal kemudian memulai reproduksi sel. Pelekatan kontinyu
dan pertumbuhan mendukung pembentukan biofilm.
Biofilm terbentuk ketika mikroba perintis mulai menempel pada suatu permukaan
benda padat (plastik, bebatuan dan lain-lain) di lingkungan berair. Mikroba ini dapat berupa
spesies tunggal atau bermacam spesies yang kemudian menghasilkan zat polimer yang kental
dan lengket-seperti lem- ke luar sel. Inilah yang membuat mereka dapat menempel kuat pada
permukaan benda padat dan saling merekatkan diri satu sama lain. Polimer yang lengket ini
biasanya terdiri dari kelompok senyawa polisakarida. Polisakarida ini tidak hanya berguna
untuk menempel pada suatu permukaan, tetapi juga dapat menjerat sekaligus
mengkonsentrasikan zat makanan yang terkandung dalam air yang mengelilingi permukaan
biofilm. Polisakarida ini juga melindungi sel mikroba dari toksik yang dapat membunuh
mikroba biofilm. Karena itu dengan membuat biofilm, mikroba menjadi lebih bisa bertahan
terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan dari pada hidup secara planktonis.
Kumpulan bakteri ini ibarat membangun masyarakat sebuah kota yang tangguh dimana
kebutuhan hidup mikroba tersebut seperti energi, zat gizi, dan pertahanan tercukupi dengan
saling tergantung satu sama lain. Mereka hidup saling menempel dengan tingkat kepadatan
yang tinggi dan mobilitas individu yang hampir tidak ada.
Pertumbuhan biofilm ini bergantung pada substansi matriks bahan yang
digunakan. Matriks bahan yang digunakan ini akan menyediakan aseptor elektron bagi
mikroba untuk proses oksidasi dalam upaya menghasilkan energi. Selain itu, pembentukan
biofilm ini bergantung pada keragaman/variasi jenis mikroba yang tumbuh. Biofilm dapat
dibentuk dari satu jenis mikroba saja, namun secara alami hampir semua jenis biofilm
terdiri dari campuran berbagai jenis mikroba. Sebagai contoh fungi, algae, yeast (ragi),
amoeba, bakteri dan jenis mikroba lainnya. Semakin beragam mikroba yang tumbuh, maka
biofilm yang terbentuk akan semakin cepat dan kompetitif. Bagi bakteri yang bersifat aerob
akan tumbuh di bagian luar, sedangkan bakteri yang bisa tumbuh secara anaerob akan
berada di lapisan bagian dalam. Semakin beragam bakteri, maka interaksi antara bakteri
semakin kompleks. Demikian halnya jenis mikroba yang lain.
Biofilm akan terbentuk pada permukaan yang lembab, hal ini disebabkan mikroba
dapat bertahan hidup jika mikroba tersebut mendapatkan kelembaban yang cukup. Pada
prosesnya biofilm mengekskresikan suatu bahan yang licin (berlendir) pada sebuah
permukaan, kemudian akan menempel dengan baik di permukaan tersebut jika keadaan
minimum bakteri tersebut terpenuhi. Beberapa lokasi yang dapat dijadikan tempat hidup
biofilm meliputi material alami di atas dan di bawah tanah, besi, plastik dan jaringan sel.
Selama kita dapat menemukan kombinasi nutrien, air dan sebuah permukaan yang tidak
mengandung senyawa beracun, disana sangat mungkin bisa temukan biofilm.
Biofilm menjaga kesatuan bentuknya dengan saling berikatan satu sama lain pada
rantai molekul gula yang disebut sebagai EPS atau extracellular polymeri substance, yaitu
terbentuknya polimer antar biofilm, sehingga kemungkinan untuk terlepas menjadi sulit.
Karena dengan mengekskresikan EPS ini, masing-masing biofilm sangat mungkin saling
mendukung untuk berkembang dalam dimensi yang kompleks dan sangat erat (utuh).
Matriks yang terbentuk dengan EPS ini akan melindungi sel dan memudahkan komunikasi
antar sel melalui pertukaran senyawa biokimia. Beberapa biofilm berada dalam fase cair,
dimana keadaan tersebut membantu sel dalam mendistribusikan zat yang dibutuhkan dan
memberi sinyal molekul pada sel. Matriks ini cukup kuat, oleh sebab itu pada kondisi-
kondisi tertentu, biofilm dapat berwujud padat. Masing-masing lapisan dalam biofilm akan
mempunyai ketebalan yang berbeda, hal ini sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
tumbuhnya.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya dan perkembangan
biofilm adalah terdapat empat faktor penting, yaitu:
a. Material pada permukaan
Material pada permukaan memiliki efek yang sedikit atau bahkan tidak ada terhadap
perkembangan biofilm. Mikroba akan dapat menempel pada suatu permukaan yang
mengandung nutrient. Mikroba dapat menempel pada staenless steel atau pada
permukaan plastik dengan daya yang hampir sama.
b. Areal Permukaan
Areal permukaan merupakan satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan
biofilm.
c. Permukaan yang licin
Walaupun permukaan yang licin dapat menghambat pertumbuhan awal dari penyisipan
bakteri, kelicinan tidak mempunyai efek yang sangat signifikan terhadap jumlah total
biofilm pada suatu permukaan setelah beberapa hari.
d. Kecepatan aliran
Aliran yang tinggi tidak akan dapat mencegah penyisipan bakteri, tidak akan mampu
menghilangkan biofilm secara keseluruhan, tetapi ketebalan biofilm akan
mengalami keterbatasan.
e. Ketersediaan nutrisi
Sama halnya dengan makhluk hidup yang lainnya, bakteri juga memerlukan nutrisi
untuk pertumbuhan dan reproduksi. Ketersediaan nutrisi merupakan faktor pembatas
dari pertumbuhan bakteri. Biofilm yang terdapat pada daerah yang memiliki aliran
(misalnya sungai atau sistem pipa), nutrisi akan diperoleh dari aliran tersebut.
2.3. Penyusun Biofilm
Secara kimia, biofilm tersusun atas polimerik ekstra seluler (EPS). EPS ini terdiri
dari sebagian besar hidroksil dan kelompok karboksilat (OH-, COO-). EPS sangat penting
bagi kehidupan biofilm. EPS dapat menyediakan makanan bagi biofilm, terlibat dalam
mekanisme pertahanan inang, dan membantu dalam agregasi dan pelekatan permukaan.
Perlindungan EPS menyebabkan biofilm untuk bertahan pada kondisi dimana sel
planktonik sudah tidak mampu bertahan hidup.
Biofilm tersusun atas mikroba dan EPS (extracellular polymer substance) yang
terdiri atas 50 – 90% dari total karbon organik dari biofilm itu sendiri dan dapat
dinyatakan sebagai materi utama dari biofilm. EPS dapat berupa senyawa kimia utamanya
polisakarida. Polisakarida yang ada bersifat netral atau disebut polyanionik khususnya EPS
pada bakteri gram negatif. Kehadiran asam uronat (seperti D-Glukoronat, D-Galaktonat,
Asam Manuronat) atau keton yang terikat pada piruvat, membentuk bagian anionik.
Bagian ini merupakan bagian yang penting karena merupakan jalur asosiasi dari ion-ion
seperti kalsium, magnesium, yang terlihat melintas berikatan dengan polimer dan
menyediakan ikatan yang kuat yang terbentuk pada biofilm. Pada bakteri gram positif,
seperti staphylococcus, komposisi kimia dari EPS terlihat cukup berbeda utamanya pada
ion kation. Hal ini dilihat dari kondisi endapan koagulasi bakteri terdiri dari asam teichioc
yang tercampur pada protein dalam kadar yang rendah.
EPS memiliki daya hidrasi yang tinggi karena dapat mengabsorbsi air dalam
jumlah yang besar kedalam struktur ikatan hidrogen. EPS sebagian besar hidropobik,
meskipun banyak tipe EPS dapat berupa hidropobik dan hidrofilik. EPS juga tergantung
pada kondisi kelarutannya. Ada dua bagian penting dari EPS sebagai efek penanda pada
biofilm. Pertama, komposisi dan struktur dari polisakarida mengindikasikan konformasi
utama mereka. Sebagai contoh, beberapa bakteri EPS memiliki ikatan 1,3-β-heksosa atau
1,4-β-heksosa residu dan cenderung untuk lebih kaku, lebih sedikit deformabel, dan pada
kasus-kasus tertentu sulit terlarut atau tidak dapat larut. Molekul EPS lain mungkin lebih
mudah terlarut dalam air. Kedua, EPS dari biofilm secara umum tidak sama tergantung
kondisi dari bakteri itu sendiri. Ikatan khusus dari lektin pada gula sederhana digunakan
untuk menguji perkembangan bakteri biofilm pada organisme berbeda. Penelitian
menunjukan bahwa organisme berbeda menunjukan produksi EPS yang berbeda pula serta
jumlah EPS dapat meningkatkan umur biofilm itu sendiri. EPS dapat berasosiasi dengan
ion metal, kation divalent dan makro melekul yang lain (seperti protein, DNA, dan lemak).
Produksi EPS diketahui berasal dari kondisi nutrient pada medium pertumbuhan;
ditemukannya karbon, nitrogen, potasium atau pospat dapat menghambat sintesis EPS.
Perlambatan pertumbuhan bakteri juga mengubah produksi EPS. Karena EPS sifatnya
yang sangat hidraktif, maka kondisi kekeringan dapat dicegah pada biofilm alami. EPS
juga berkontribusi pada bagian resistensi antimikroba biofilm yang merintangi tranportasi
utama dari antibiotik pada biofilm, biasanya dengan ikatan langsung pada agen pembawa.

Gambar. Matriks yang terbentuk dari bakteri dan Struktur Kimia EPS
Biofilm terbentuk karena adanya interaksi antara bakteri dan permukaan yang
ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan adanya faktor-faktor yang meliputi kelembaban
permukaan, makanan yang tersedia, pembentukan matrik ekstraseluller (exopolimer) yang
terdiri dari polisakarida, faktor-faktor fisikokimia seperti interaksi muatan permukaan dan
bakteri, ikatan ion, ikatan Van Der Waals, pH dan tegangan permukaan serta
pengkondisian permukaan. Artinya terbentuknya biofilm adalah karena adanya daya tarik
antara kedua permukaan (psikokimia) dan adanya alat yang menjembatani pelekatan
(matriks eksopolisakarida).
Biofilm adalah suatu bentuk mekanisme pertahanan sel. Berdasarkan studi invitro,
biofilm dapat menghindari serangan pertahanan inang. Sebagai contoh adalah sel fagosit
sulit untuk menelan bakteri dalam bentuk biofilm. Biofilm juga lebih resisten
dibandingkan dengan sel planktonik terhadap agen antibakteri. Contohnya khlorinasi
biofilm sering tidak berhasil sebab biosidal hanya membunuh bakteri pada lapisan luar
biofilm, sedangkan bakteri bagian dalam tetap hidup dan biofilm dapat berkembang.
Penggunaan ulang agen antibakteri diantara biofilm meningkatkan resistensinya terhadap
biosida.
Sel bakteri pada permukaan biofilm berbeda dari sel dengan matrik biofilm. Sifat
sel yang terselubung dalam matrik dapat berubah sejalan dengan perubahan ketebalannya.
Sel permukaan cenderung untuk sel permulaan biofilm muda yang aktif secara
metabolisme. Sel permukaan membelah dan meningkatkan ketebalan biofilm. Oksigen
yang tersedia bagi sel dalam matrik lebih sedikit oleh sebab itu mereka lebih kecil dan
tumbuh dengan lambat. Bakteri akan menjadi sedikit dorman, dan menjadi aktif bila
lapisan luarnya dibunuh.
Infeksi mikroba dapat terbentuk pada biomaterial yang secara total berada dalam
tubuh manusia atau sebagian terbuka ke luar. Spesies E.coli, Staphylococci dan
Pseudomonas diantaranya adalah penginvansi yang umum. Banyak bagian
gastrointestinal (rongga pencernaan) manusia dan hewan dikoloni oleh kelompok spesifik
bakteri (mikrobiota normal) memberi kesempatan terhadap biofilm alami yang
memberikan sejumlah proteksi terhadap spesies patogenik. Penggunaan alat-alat prostetik
dengan memasukkan ke tubuh manusia sering menyebabkan pembentukan biofilm pada
permukaan alat-alat tersebut oleh Stahylococcus epidermidis, Stahylococci koagulase
negatif yang lain dan bakteri Gram negatif penghuni normal kulit ini memiliki derajat
pelekatan yang tinggi ke alat prostetik. Bakteri dalam biofilm terlindung dari antibiotik
yang memacu biofilm secara kontinyu menyebarkan sumber infeksi ke bagian lain tubuh
dengan terjadinya pelepasan (detachment) sel.
Setelah biomaterial dicangkok, baik jaringan sel atau mikroorganisme akan
mengkoloninya. Jika sel jaringan mengkoloni pertama kali cangkokan kemungkinan besar
akan berhasil. Jika bakteri mengkoloni pertama kali, banyak mikroorganisme dapat
melekat ke permukaan cangkokan. Bakteri ini dapat mengkoloni dan memulai
pembentukan biofilm. Karena resisten terhadap agen antibakteri, biofilm sering tidak dapat
ditanggalkan dari peralatan medis, dengan demikian dibutuhkan operasi tambahan.
Komponen biomedis yang rentan terhadap kolonisasi biofilm termasuk jantung buatan,
pengganti sendi, kontak lensa, katup jantung, cangkokan gigi, intravascular catheter.
Dengan kemajuan teknologi modern banyak manusia menjadi inang bagi biomaterial, dan
menjadi beresiko terhadap infeksi biofilm.
2.5 Dampak Negatif Dari Biofilm
2.5.1. Industri Makanan
Biofilm dikhawatirkan dalam industri makanan, dalam hal ini biofilm dapat
muncul dari bahan mentah, permukaan, manusia, hewan, dan udara. Ketika makanan atau
permukaan pada pabrik pemprosesan makanan terkontaminasi, bakteri dapat membentuk
koloni, akhirnya membentuk biofilm. Sebagai contoh adalah papan iris yang digunakan
untuk memotong daging dapat terinfeksi dengan mikroorganisme. Mikroorganisme lain
dapat menempel pada mikroorganisme yang duluan melekat dan biofilm dapat terbentuk.
Pembersih yang digunakan untuk mengusap papan iris dapat membunuh planktonik,
bakteri yang hidup lepas, tapi terkadang tidak mampu menembus biofilm. Makanan yang
bersentuhan dengan papan iris dapat terkontaminasi.
Biofilm mikroba adalah suatu lapisan tipis yang terbentuk hasil enkapsulasi
mikroorganisme yang dipadatkan (agregat) dalam sebuah matrik cair yang terbentuk dari
campuran protein, asam nukleat dan polisakarida. Di dalam lapisan biofilm, mikroba
cenderung tumbuh dan berkembang dengan pesat hingga membentuk koloni terutama pada
permukaan bahan yang lembab dan kaya akan nutrisi (Tarver, 2009).
Dalam industri makanan, kehadiran biofilm juga menyebabkan masalah
yang potensial. Kekhawatiran terjadi bila bakteri patogen melekat pada alat pemerosesan
makanan. Kalau biofilm tidak dibersihkan, organisme yang melekat dalam
perkembangannya dapat terlepas dari permukaan dan mengkontaminasi produk sebelum
produksi. Masalah yang ditimbulkan oleh adanya kontaminasi ini adalah terjadinya
pembusukan makanan yang akan memperpendek masa simpan (shelf-life) maupun
penyebaran penyakit melalui makanan (foodborne disease).
Lebih dari 60 tahun sejak kasus pertama yang dilaporkan (Zobell, 1943),
biofilm menjadi masalah yang banyak mendapat perhatian industri pangan, lingkungan
maupun biomedis (Sihorkar and Vyas, 2001; Maukonen et al., 2003). Hingga saat ini,
biofilm bahkan merupakan persoalan serius yang ditemukan pada beberapa sektor industri
pangan, seperti pada industri minuman bir, proses pengolahan susu, produk buah dan
sayuran segar, pengolahan produk unggas dan daging (Jessen and Lammert, 2003; Somers
and Wong, 2004; Chen et al., 2007). Beberapa laporan penelitian menyebutkan biofilm
berperan nyata pada munculnya resistensi terhadap produk anti mikroba (Langsrud et al.,
2003; Simoes et al., 2006; Simoes and Viera, 2009).
Bakteri yang berasal dari golongan Enterobacter, Lactobacillus, Listeria,
Micrococcus, Streptococcus, Bacillus serta Pseudomonas umumnya banyak ditemukan
pada proses pengolahan susu (Wiedmann et al., 2000; Waak et al., 2002; Salo et al. 2006).
Wong (1998) melaporkan adanya mikroba kontaminan seperti: Lactobacillus curvatus and
Lactobacillus fermentum yang tertinggal pada residu susu pada pabrik pembuat keju
meskipun telah dilakukan proses pencucian berulang. Bacillus spp. khususnya Bacillus
cereus merupakan bakteri perusak pangan dan berkontribusi hingga 12% dari total
komposisi bakteri penyusun biofilm (Sharma and Anand, 2002). B. cereus dapat menyebar
ke seluruh area selama proses pengolahan pangan. Oleh karenanya kontaminasi B. Cereus
seringkali tidak terlacak, terlebih spora bakteri tersebut juga tahan terhadap kondisi
lingkungan yang ekstrim dan bersifat hidrofobik. B. cereus umumnya juga ditemukan pada
peralatan pengolahan pangan (Lindsay et al., 2006).
Golongan bakteri lainnya, yakni : Escherichia colli O157:H7, Salmonella
spp. Dan Listeria monocytogenes termasuk kelompok bakteri penyebab keracunan pangan
yang mampu membentuk biofilm pada produk unggas maupun ternak, serta buah dan
sayuran segar (Dewanti and Wong, 1995; Stepanovic et al., 2003; Mahmoud et al., 2008.
Salmonella spp. khususnya Salmonella enterica ternyata bisa
menyebabkan terjadinya penyakit Salmonellosis. Gejala umum penyakit ini adalah
terjadinya kram pada dada, diare dan demam selama kurang lebih 4-7 hari (CDC, 2008a).
Ternak dan unggas biasanya mudah terinfeksi S. enterica, namun beberapa binatang
lainnya seperti kucing dan tupai dapat pula menjadi media pembawa penyakit ini. Hal
yang perlu diwaspadai adalah bakteri ini dapat memicu terbentuknya biofilm pada melon
ketika disimpan pada 10-20 C selama 24 jam (Annous et al., 2004; Annous et al., 2005).
Bahan – bahan sanitasi juga tidak efektif ketika digunakan untuk mengeluarkan atau
menginaktivasi biofilm S. Enterica pada melon, khususnya ketika patogen tersebut telah
tersebar pada buah selama lebih dari 24 jam (Ukuku and Sapers 2001). Namun demikian,
pola pembentukan biofilm oleh Salmonella spp. dipengaruhi interaksi dinamis antara
faktor pasokan nutrisi dan ketersediaan oksigen (Gerstel and Romling, 2001).

Gambar. Tampilan fisik melon dipenuhi koloni bakteri E.colli (Mahmoud, 2008)
2.5.2. Keracunan Makanan
Keracunan makanan adalah penyakit yang disebabkan oleh karena mengkonsumsi
makanan yang mengandung bahan yang berbahaya/toksik atau yang terkontaminasi.
Adapun kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme
berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Bahan atau organisme berbahaya tersebut
disebut kontaminan. Keberadaan kontaminan dalam makanan kadang kadang hanya
mengakibatkan penurunan nilai estetis dari makanan. Meskipun demikian kontaminan
dapat pula menimbulkan efek yang lebih merugikan seperti sakit bahkan kematian bagi
orang yang mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi.

Terdapatnya kontaminan dalam makanan dapat berlangsung melalui 2 cara, yaitu :

1. Kontaminasi Langsung
Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada bahan makanan mentah,
baik tanaman ataupun hewan yang diperoleh dari tempat hidup asal bahan makanan
tersebut. Contoh kontaminasi jenis ini misalnya terdapatnya mikrobia pada sayuran
yang berasal dari tanah, air atau udara di sekitar tempat tumbuh tanaman.
2. Kontaminasi Silang
Kontaminasi Silang adalah kontaminasi pada bahan makanan mentah maupun
makanan masak melalui perantara. Bahan kontaminan dapat berada dalam makanan
melalui berbagai pembawa antara lain serangga, tikus peralatan, ataupun manusia
yang menangani makanan tersebut. Dengan demikian, kontaminasi silang dapat
terjadi selama makanan ada dalam tahap persiapan, pengolahan, pemasakan, maupun
penyajian.
Adapun mikroorganisme berbahaya adalah semua jenis mikroorganisme yang
merugikan kehidupan manusia. Lebih jauh lagi, mikroorganisme kelompok ini dapat
dibedakan menjadi mikroorganisme patogen yang dapat menimbulkan penyakit pada
manusia dan mikroorganisme perusak yang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan
makanan. Mikroorganisme yang sering menjadi pencemar bagi makanan adalah bakteri,
fungi, parasit, dan virus.
Biofilm sangat berpotensi merusak proses dan produk. Bakteri Bacillus dan
Pseudomonas yang umum terdapat dalam biofilm memproduksi enzim seperti protease
dan amilase yang masing-masing menghancurkan protein dan gula sehingga terjadi
penggumpalan, pengurangan rasa manis dan aroma tidak sedap. Bakteri Bacillus dan
koliform memproduksi enzim reduktase yang mereduksi zat pewarna dan perasa sehingga
terjadi perubahan warna dan rasa yang tidak diinginkan. Di proses produksi air minum,
banyak jenis Actinomycetes dari biofilm menghasilkan senyawa berbau, seperti
tribromoanisole dan tricholoroanisole yang dengan konsentrasi 0,03 ng/l sudah
menghasilkan aroma apek yang kuat. Secara umum, biofilm juga memfasilitasi proses
scaling dan korosi karena menghasilkan asam yang mengoksidasi elemen metal.
Mikroba pembentuk biofilm ditemukan pula pada kasus keracunan makanan dan
berhubungan dengan keamanan pangan. Saat ini makanan telah diketahui menjadi suatu
“kendaraan” yang mampu membawa sejumlah besar orang ke dalam potensi bahaya.
Dengan demikian, dari perspektif populasi, keracunan pangan menjadi jalur yang penting
untuk transfer infeksi terkait biofilm pada manusia. Buah-buahan dan sayur-sayuran
merupakan bahan pangan yang sebagai risiko tinggi sebagai sumber keracunan pangan
karena kebanyakan dari mereka dimakan mentah atau diproses secara minimal. Biofilms
multispesies yaitu biofilm yang terbentuk dari beberapa macam bakteri termasuk bakteri
patogen manusia menempel pada permukaan tanaman sebelum dipanen yang berasal dari
tanah dan lingkungan. Biofilm ini terbentuk pada jaringan tanaman sehingga dengan jelas
bahwa mikroba pembentuk biofilm tidak mudah dihilangkan dengan teknik pencucian
sederhana. Penyakit keracunan makanan dari konsumsi buah buahan segar dan sayuran
terjadi sebagai konsekuensi ketika buah-buahan dan sayuran yang dimakan mentah atau
diproses secara minimal. Bukti menunjukkan bahwa keracunan pangan yang
berhubungan dengan konsumsi buah-buahan segar dan sayuran telah meningkat secara
dramatis selama 30 tahun terakhir karena 80% bakteri di permukaan tanaman merupakan
biofilm.
Bakteri menganggap bahwa fenotipe biofilm sebagai sarana untuk pertahanan
diri dari stres lingkungan yang tak terduga pada permukaan tanaman. Kegiatan komersial
biasanya menggunakan treatment 3 kali pencucian dan disinfektan untuk membersihkan
sayur-sayuran dan buah-buahan. Proses sanitasi konvensional untuk membersihkan
produk berdaun ini hanya mampu mengurangi tingkat patogen dengan jumlah yang tidak
cukup memadai untuk memastikan keamanan pangan secara mikrobiologi.
Ketidakmampuan ini disebabkan oleh lapisan mikroba yang kuat melalui biofilm. Untuk
mengurangi keberadaan biofilm pada produk berdaun adalah dengan strategi mencucinya
menyeluruh lebih dari 3 kali dan strategi sanitasi yang baik diperlukan untuk mengatasi
biofilm.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut.
1. Biofilm merupakan sebuah struktur komunitas dari bakteri, algae atau jenis sel
lainnya yang menghasilkan matriks polimerik dan melekat pada permukaan.
2. Proses pembentukan biofilm dapat dibedakan menjadi tiga tahapan besar yaitu, tahap
invasi, tahap kolonisasi serta tahap pertumbuhan.
3. Penyusun utama biofilm adalah ekstra polymeric substance (EPS) yang merupakan
kelompk dari senyawa polisakarida. EPS ini di ekskresikan oleh sel yang memiliki
berbagai fungsi dalam kehidupan sel.
4. Biofilm memiliki beberapa manfaat dalam kehidupan manusia, seperti sebagai
biofiltrasi, bioremediasi, biobarrier, serta bioreactor.
5. Selain memiliki manfaat, biofilm juga memiliki dampak negative terhadap kehidupan
manusia, seperti dapat merusak makanan, penyebab pipa korosi, menganggu
kesehatan manusia, serta dampak lainnya.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan kepada para pembaca adalah senantiasa tetap
menjaga kebersihan diri kita dan lingkungan dari berbagai mikroorganisme yang bersifat
pathogen. Selain itu, menjaga kebersihan pangan juga sangat penting, sebab
mikroorganisme bisa tumbuh di makanan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Barbara, V., Miao, C., Russell, J., Crawford, dan Elena, P. I..,2009, Bacterial
Extracellular Polysaccharides Involved in Biofilm Formation, Molecules journal,
2535 – 2554; doi :10.3390 / molecules 14072535, www.mdpi.com, diunduh pada
tanggal 20 mei 2014, Campbell, Neil A. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III.
Jakarta: Erlangga
2. Desouky, A.E.H., Usama, B., Abdu, O. A, Hassan, M. dan Sahar, Z., 2003,
Effects of mixed nitrogen sources on biodegradation of phenol by immobilized
Acinetobacter sp. strain W-17, African Journal of Biotechnology.
3. Joseph A. Moss, Andreas Nocker, Joe E. Lepo, and Richard A. Snyder, 2006 ,
Stability and Change in Estuarine Biofilm Bacterial Community Diversity Center
for Environmental Diagnostics and Bioremediation, APPLIED AND
ENVIRONMENTAL MICROBIOLOGY, University of West Florida, Pensacola,
Florida 32514, Copyright © 2006, American Society for Microbiology. All Rights
Reserved.
4. Pelczar.1988. Microbiology an Introduction. Fourth Ed : The Benjamin
Cummings Publishing Company, Inc.
5. Ristiati, Ni Putu. 2008. Mikrobiologi Lingkungan. Denpasar : Bagian Ilmu Faal
Fakultas Kedokteran Udayana
6. Rheinhemer, 1991. Laboratory Experiments in Microbiology. California :
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.
7. Sanny, iqbal. 2010. Peranan Bakteri dalam Kehidupan. (Online)
(http://communityerosi.blogspot.com) diakses tanggal 21 Mei 2014.
8. Suriawira U, 1995. Pangantar Mokrobiologi Umum. Bandung: Angkasa.
9. Tim Perkamusan Ilmiah, 2005. Kamus Pintar Biologi. Surabaya: Citra Wacana
10. Uherek, Elmar. 2008. Siklus Belerang. http://www.atmosphere.mpg.de/ (diakses
22 Mei 2014).
11. Wirawan, Denny. 2011. Peran Mikroorganisme Dalam Kehidupan .(Online)
(http://denny9f.blogspot.com) diakses tanggal 21 mei 2014.

Anda mungkin juga menyukai