Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik


Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia. Oleh sebab itu, teori belajar humanistic sifatnya lebih abstrak dan
mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi dari pada bidang kajian
psikologi belajar. Teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling
ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang
telah dikaji oleh teori belajar lainnya.
Pemahaman terhadap belajar diidealkan menjadi teori humanistik dapat memanfaatkan teori
belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia. Tidak dapat disangkal lagi
bahwa setiap pendirian atau pendekatan belajar tertentu, akan ada kelebihan dan
kekurangannya.
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli didalam menyusun teorinya hanya
terpukau pada aspek tertentu yang menjadi pusat perhatiannya. Dengan pertimbangan-
pertimbangan tertentu setiap ahli penelitiannya dari sudut pandangnya masing-masing. Maka
akan terdapat berbagai teori tentang belajar sesuai dengan pandangan maing-masing.
Para tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya adalah Kolb, Honey, Mumford,
Hubermas, Bloom dan Krathwohl.
2. Ciri-ciri Teori Humanisme
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk
mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa mengetahui
apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya. Dan
juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar. Dengan
demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi
dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi
dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu dapat meliputi domain kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Dengan kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan,
komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode
pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan
siswa. Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan nilai-
nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk
diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan suatu proses pembelajaran
yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang dicapai siswa.
3. Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis.
Karena dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari
pada bidang pendidikan, sehingga sukar dalam menterjemahkannya ke dalam langkah-
langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun, karena sifatnya yang ideal, maka teori
humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk
mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Dalam prakteknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar. Oleh karena itu, walaupun secara eksplisit belum ada pedoman baku tentang langkah-
langkah pembajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah
pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan
sebagai acuan. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
b. Menentukan materi pelajaran.
c. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
d. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan
diri atau mengalami dalam belajar.
e. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
f. Membimbing siswa belajar secara aktif.
g. Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
h. Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
i. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.
j. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
4. Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator.
b. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas.
c. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di
dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
d. Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di
dalam belajar yang bermakna tadi.
e. Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
f. Guru menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
g. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik
isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan
cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
h. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan
turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
i. Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil
secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
5. Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik
adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran
mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar
kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri.
Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif
dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku
dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak
terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang
berlaku.
BAB III
PENUTUP
Menurut teori belajar humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal.
Teori humanistik cenderung bersifat elektrik, dimana teori ini dapat memanfaatkan teori apa
saja asal tujuannya tercapai. Penerapan teori belajar humanistik dalam Mata Pelajaran yang
melibatkan Teknologi, membawa konsekuensi bahwa implementasinya harus mampu
memfasilitasi pembelajaran dalam berbagai kondisi dan latar belakang peserta didik. Agar
pesan pembelajaran dapat diterima dengan baik dan mudah, pembelajaran perlu dikemas
dengan memperhatikan kaidah serta prinsip teori belajar tersebut.
Untuk keberhasilan penerapan teori belajar humanistik dalam Mata Pelajaran berbasis
Teknologi memerlukan sejumlah prasyarat,di mana semua pihak perlu memiliki komitmen,
memahami berbagai permasalahan terkait seperti sarana dan prasarana pendukung yang
memadai, serta mampu & mau memanfaatkan teknologi. Karena Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka.
Pada dasarnya semuat teori belajar konvensional sedikitnya masih relevan dengan konten
pembelajaran yang berhubungan dengan teknologi, termasuk teori belajar humanistik.
Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong peserta didik
untuk berpikir induktif yang sangat mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan
peserta didik secara aktif dalam belajar. Dimana pengalaman peserta didik bisa didapat dari
mana saja, termasuk dengan memanfaatkan teknologi, salah satunya Internet.

Untuk mengakhiri perbincangan ini dapat dikemukakan bahwa penerapan Teori Belajar
dalam MP-BTIK, membawa konsekuensi bahwa implementasinya harus mampu menfasilitasi
pembelajaran dalam berbagai kondisi dan latar belakang pesrta didik, baik secara horisontal
maupun vertikal. Untuk itulah MP-BTIK yang secara sengaja dan kreatif dirancang untuk
membantu memecahkanpermasalahan pendidikan/pembelajaran, kiranya akan banyak dapat
mengambil peran. Agar supaya pesan pembelajaran dapat diterima dengan baik dan mudah,
dan berbagai bentuk pengalaman belajar, baik yang dapat dicapai di dalam kelas maupun di
luar kelas, perlu dikemas dengan memperhatikan kaidah serta prinsip teori belajar.
Pembelajar (learner)memerlukan kemasan mediapembelajaran yang didesain dengan
menerapkan teori serta prinsip belajaran dan pembelajaran.Penerapan teori belajar dalam MP-
BTIKbukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, pihak-pihakterkait harus
mempersiapkan berbagai hal untuk memperlancar keberhasilannya.Tim pengembang
sebagaimana diamanahkanPeraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2013,
Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran, bertanggung
jawab dalam pengembangan MP-BTIK. Di samping itu, satuan pendidikan perlu menjalin
kerjasama dengan unsur-unsur lain, seperti TimPengembang Teknologi Pembelajarn pada
tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, dan juga dari Perguruan Tinggi.Untuk keberhasilan
penerapan teori belajar dalam MP-BTIKjuga memerlukan sejumlah prasyarat,di mana semua
pihak perlu memiliki komitmen, memahami berbagai permasalahan terkait dengan penerapan
teori belajar dalam MP-BTIK,seperti sarana dan prasarana pendukung yang memadai, serta
mampu & mau memanfaatkan MP-BTIKtermasuk yang tersedia di dunia maya. Semoga
dengan penerapan teori belajar dalam MP-BTIKbenar-benar dapat meningkatkan kualitas
pendidikan

Kesimpulan
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar
dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya. Dengan kata lain,
siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik cenderung
bersifat eklektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya
tercapai.
Beberapa tokoh penganut aliran humanistik di antaranya:
1) Kolb, dengan konsepnya tentang empat tahap dalam belajar yaitu: pengalaman konkret,
pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif.
2) Honey dan Mumford, menggolongkan siswa menjadi 4 yaitu: aktifis, reflektor, teoris
dan pragmatis.
3) Hubermas, membedakan 3 macam atau tipe belajar yaitu: belajar teknis, belajar praktis,
dan belajar emansipatoris.
4) Bloom dan Krathwol, dengan 3 kawasan tujuan belajar yaitu: kognitif, psikomotor dan
afektif.
5) Ausubel, walaupun termasuk juga ke dalam aliran kognitifisme, ia terkenal dengan
konsepnya belajar bermakna (Meaningful Learning).
Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong siswa untuk
berpikir induktif. Teori ini juga amat mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar.

Anda mungkin juga menyukai